Anda di halaman 1dari 3

ENAM TEORI G30S/PKI

1. Teori Arnold Brackman


Buku Putih Orde Baru menyebutkan bahwa dalang peristiwa itu PKI dan
Biro Khususnya, dengan merekayasa ABRI. Motifnya adalah merebut
kekuasaan dan menciptakan masyarakat komunis di Indonesia.

2. Teori Cornell Paper


Teori ini menyatakan bahwa pelaku utama adalah sebuah klik
Angkatan Darat. Peristiwa itu persoalan konflik internal di tubuh
Angkatan Darat dengan memancing agar PKI terlibat. Wertheim,
Cornel Paper, Coen Hotzappel, dan M.R. Siregar mendukung teori ini.

3. Teori yang dipopulerkan oleh Peter Dale Scott dan Geoffrey


Robinson
Otak dari semua ini adalah CIA yang ingin menjatuhkan Soekarno yang
dianggap pro-PKI.

4. Teori yang dicuatkan Greg Poulgrin


Menurunya, skenario besar CIA (seperti teori Peter Cale Scott) bertemu
dengan Inggris yang mempunyai motif melindungi kepentingan aset-
asetnya dengan cara menghentikan politik Soekarno yang vokal
terhadap para neoimperialis seperti Amerika Serikat dan Inggris.

5. Teori seperti yang dikemukakan Bung Karno sendiri dalam


Nawaksara bahwa dalam G-30-S tidak ada pelaku tunggal. Ada
konspirasi antara unsur-unsur nekolim (neokolonialisme dan
imperialisme) yang ingin menggagalkan jalannya revolusi Indonesia.
Gerakan itu juga didukung oleh segelintir pemimpin PKI dan oknum-
oknum Angkatan Darat. Oei Tjoe Tat, Manai Sophiaan, dan para
Soekarnois lain meyakini teori semacam ini.
6. Teori yang muncul setelah lengsernya Soeharto pada 1998 yang
diyakini oleh Ben Anderson bahwa dalam peristiwa 1965, Soeharto
terlibat. Sebab, siapakah yang paling diuntungkan den! gan peristiwa
itu? Hanya Soeharto yang selama 32 tahun mampu menggenggam
kekuasaan di negeri ini. Dan selama Orde Baru berkuasa, sejarah telah
menjadi alat propaganda untuk melanggengkan kekuasaan. Karena
itu, tidak boleh ada teori lain, terlebih mengenai peristiwa G-30-S,
selain versi pemerintah Orde Baru.

Sejauh ini belum terungkap kebenaran mengenai teori-teori tersebut.


Namun, ada satu hal yang menarik dari fenomena ini, yaitu untungnya
para sejarawan yang menulis teori tersebut, mungkin saja keuntungan
dari segi financial ataupun politik. Maka wajar saja jika timbul
pertanyaan, bagaimana dengan tanggung jawab keilmuan para
sejarawan?

Salah satu contoh, Sejarah peristiwa 1965 versi Orde Baru, dituliskan
dalam buku Kesaktian Pancasila di Bumi Pertiwi terbitan BP
Alda/Penerbit Almanak RI. Pada halaman 150 terdapat sebuah foto
mayat-mayat bergelimpangan dalam keadaan terikat di tepi Bengawan
Solo. Dalam keterangan foto tertulis bahwa mereka korban keganasan
PKI. Padahal fakta yang sebenarnya, mayat-mayat itu adalah anggota
PKI yang dibantai dan mayatnya dibiarkan begitu saja di tepian
Bengawan Solo. Dalam hal ini, sejarawan memang harus bisa obyektif
dan bukan hanya mengejar keuntungan politis atau finansial.
Sejarawan tidak boleh tinggal diam ketika kemanusiaan dikorbankan
serta kebenaran dimanipulasi.

Pada intinya, teori-teori di atas perlu dikritisi ulang, jangan langsung


percaya begitu saja karena sejarah dapat saja direkayasa. Namun,
jangan juga kita memandang bahwa sejarah negeri ini palsu. Kita tetap
perlu mempelajari sejarah, namun diimbangi dengan pemikiran yang
kritis dan cerdas.

Anda mungkin juga menyukai