Anda di halaman 1dari 104

REKONSTRUKSI CEKOSLOVAKIA

MENGANALISIS KONFLIK ASIA TIMUR

MENGENAL AFTA

OLEH :

AMILIA FEB 08

DWIKY OKTOVANY I.S 12

HISYAM IQBAL M.P. 18

KELAS 12 IPS 4

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 SIDOARJO


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

PEMBAHASAN .............................................................................................. 03

I. Materi 1 : Rekonstruksi Cekoslovakia ................................................... 03


A. Awal Terbentuk .............................................................................. 03
B. Perjalanan ....................................................................................... 06
C. Faktor Penyebab ............................................................................. 11
D. Berakhirnya ..................................................................................... 11
E. Teori tentang Berakhirnya Negara Cekoslovakia ............................ 14
II. Materi 2 : Menganalisis Konflik di Asia Timur .................................... 17
i. Sengketa Teritorial di Asia Timur ................................................... 17
1. Sengketa Teritorial Cina dan Jepang ........................................ 17
2. Sengketa Teritorial Jepang dan Korea Selatan ......................... 30
ii. Kegagalan Reunifikasi Korea ......................................................... 52
iii. Sengketa Kepulauan Spratly, Paracel, dan Scarborough Shoal....... 64
III. Materi 3 : Mengenal AFTA ................................................................... 77

PENUTUP ........................................................................................................ 85

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 93

1
KATA PENGANTAR

Hanya atas izin Allah SWT semata makalah ini dapat kami selesaikan,
untuk itu puji syukur kami panjatkan atas semua anugerah, lindungan, dan
bimbingan-Nya, karena hanya Dia yang pantas menerima puja dan puji. Shalawat
serta salam semoga tercurahkah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
beserta keluarganya, dam umatnya. Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi
tugas akhir Mata Pelajaran Sejarah Minat.

Kepada semua pihak yang telah ikut mewarnai perjalanan pemikiran dan
keilmuan kami dihantarkan terima kasih, dan semoga Allah SWT memberikan
kemuliaan dan keberkahan di dunia dan di akhirat. Aamiin.

Kami menyadari, materi dalam makalah ini tentu masih jauh dari sempurna,
untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat, Aamiin.

2
PEMBAHASAN

I. Materi 1 : Rekonstruksi Cekoslovakia

A. AWAL TERBENTUK

Cekoslowakia diciptakan dengan pembubaran Austria-Hongaria


pada akhir Perang Dunia I. Sejarah bangsa Cekoslowakia sebenarnya
sudah ada sejak abad ke 4 SM. Banyak pendatang dari suku Boiern,
dalam bahasa Latin "Bohemia", ke dalam bahasa Jerman menjadi
"Böhmen". Pada abad ke 9, atas keinginan raja bangsa Slawia ini tidak
lagi menggunakan nama Bohemia, namun nama "negara-negara Ceko"
yang meliputi wilayah; Böhmen, Mähren, dan Schlesien.

Foto 1: Peta Kerajaan Austria - Hongaria

3
Pada tahun 1917, pertemuan berlangsung di Pittsburgh,
Pennsylvania, di mana masa depan presiden Cekoslowakia Tomáš
Masaryk dan lainnya Ceko dan Slovakia perwakilan menandatangani
Perjanjian Pittsburgh yang menjanjikan keadaan umum terdiri dari dua
negara yang sama, Slovakia dan Czechia. Segera setelah itu, filsafat
Edvard Benes mendorong kesatuan yang lebih besar dan satu bangsa.

The Bohemian Raya resmi tidak lagi ada pada 1918 oleh
transformasi menjadi Cekoslowakia. Cekoslowakia didirikan pada
Oktober 1918, sebagai salah satu negara penerus Kekaisaran Austro-
Hungaria pada akhir Perang Dunia I dan sebagai bagian dari Perjanjian
St Germain . Ini terdiri dari hari wilayah sekarang dari Bohemia ,
Moravia , Slovakia dan Carpathian Ruthenia . Wilayahnya mencakup
beberapa daerah yang paling maju dari mantan Austria-Hongaria.

Dengan runtuhnya monarki Habsburg pada akhir Perang Dunia I ,


negara independen Cekoslowakia ( Ceko , Slovakia : Československo)
dibentuk, didorong oleh, antara lain, Presiden AS Woodrow Wilson .

Foto 2: Presiden AS, Woodrow Wilson

4
Chekoslovakia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal
28 Oktober 1918. Cekoslovakia ber-ibukota di Praha. Negara ini terdiri
dari etnis Cheko dan Slovakia yang memiliki kedekatan sejak masa
lampau dan pada abad ke-9.

Dalam sebuah artikel The Velvet Divorce: The Dissolution of


Czechoslovakia ditampilkan komposisi penduduk Cekoslovakia yang
tergabung saat pendirian negara Cekoslovakia:

“Czechs made up around fifty per cent of the initial population, and
identified with a long history of Czech life, thought and statehood;
Slovaks comprised around fifteen per cent, had a very similar language
to the Czechs which helped bind the country together, but had never been
in their ‘own’ country. The rest of the population were German,
Hungarian, Polish and others, left by the problems of drawing
boundaries to replace a polyglot empire.”

(arti: Ceko terdiri sekitar lima puluh persen dari populasi awal, dan
mengidentifikasi dengan sejarah panjang kehidupan Ceko, pemikiran
dan kenegaraan, Slowakia terdiri sekitar lima belas persen, memiliki
bahasa yang sangat mirip dengan Ceko yang membantu mengikat negara
bersama, tetapi memiliki pernah di negeri sendiri 'mereka. Sisa penduduk
adalah Jerman, Hungaria, Polandia dan lain-lain, yang ditinggalkan oleh
masalah menetapkan batas-batas untuk menggantikan kerajaan polyglot
atau dikenal dengan Austria-Hungary.)

Setelah pecahnya perang dunia 1, Cekoslovakia merupakan


negara tempat memproduksi senjata dan merupakan gudang senjata.
Pada akhir Perang Dunia I, Imperium Austria-Hongaria mengalami

5
kekalahan dan wilayahnya terpecah-pecah. Bangsa Cheko dan Slovakia
kemudian mendirikan sebuah negara bersama pada tahun 1918.

Pada Perang Dunia ke-2 Cekoslovakia jatuh ditangan Jerman.


Jerman menjadikan negara ini bersama dengan Polandia sebagai negara
boneka untuk menyimpan persenjataannya dalam usahanya
mengalahkan Rusia. Setelah Perang Dunia II selesai, Cekoslovakia
menjadi negara bebas yang mendapat pengaruh dari Rusia dalam
pemerintahannya. Namun, setelah Perang dingin usai Cekoslovakia
mengubah pemerintahannya menjadi sebuah pemerintahan yang
berbentuk Republik.

B. PERJALANAN

Sebelum menjadi negara merdeka, wilayah Cekoslovakia


menjadi negara tempat membuat senjata dan menjadi gudang senjata
setelah Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Seiring perjalanannya
sebagai sebuah negara, di tahun 1948-1989, Cekoslovakia-pun menjadi
republik yang berpaham komunis.

Selain memiliki paham komunis, Cekoslovakia melakukan


politik tangan besi (menggambarkan rezim kepemimpinan yang keras
dan kejam) hanya kepada pihak-pihak yang dianggap membahayakan
kepentingan pemerintah. Agama berada di bawah kendali pemerintah,
ditambah penangkapan pihak-pihak yang dianggap anti-pemerintah.

Meski awalnya merupakan negara yang maju, lama-kelamaan


Cekoslovakia mengalami kemunduran karena sistem ekonomi yang
terpusat. Hal ini mendorong timbulnya gagasan dan tuntutan kepada

6
pemerintah untuk melakukan reformasi. Salah satunya dari Alexander
Dubček.

Foto 3: Alexander Dubček

Pada tahun 1968, Dubcek yang pro reformasi terpilih menjadi


sekretaris tertinggi partai komunis. Ada beberapa kebijakan yang
diberlakukan Dubcek. Salah satunya adalah melonggarkan pengawasan
terhadap media. Periode reformasi ini sering disebut dengan nama
"Musim Semi Praha" (Prague Spring; Prazske Jaro). Hal-hal yang
dilakukan oleh Dubcek ternyata mengundang rasa tidak suka dari Uni
Soviet, karena pendukung ideologinya berkurang. Uni Soviet akhirnya
menginvasi Cekoslovakia bersama beberapa negara lainnya.

Pasca invasi yang dilakukan oleh Uni Soviet, pasukan Uni Soviet
masih ditempatkan di Cekoslovakia guna mengawasi pergerakan
Cekoslovakia. Dubcek yang menjadi kepala negara tidak bebas untuk
melakukan sesuatu dan akhirnya mundur pada 1969. Kepemimpinannya
digantikan oleh Gustáv Husák yang pro komunis. Di tahun ini juga,
sistem administrasi Cekoslovakia dimodifikasi menjadi sistem federal

7
yang terdiri menjadi dua negara federasi (bagian) yaitu Republik Sosialis
Ceko dan Republik Sosialis Slovakia.

Foto 4: Gustáv Husák

Pada 1989, terjadi demonstrasi yang disusul tekanan dari rakyat


untuk melakukan reformasi politik. Sadar apabila dengan melawan
demonstran hanya akan memantik permasalahan yang lebih besar,
pemerintah Cekoslovakia akhirnya melunak dan mengizinkan
pembentukan pemerintahan koalisi dengan kubu oposisi non-komunis.

8
Foto 5: Dokumentasi peristiwa Revolusi Velvet

Terbentuknya pemerintahan koalisi kemudian diikuti dengan


naiknya Václav Havel sebagai presiden dari Cekoslovakia pada bulan
Desember 1989. Periode dari komunis ke demokratis ini kemudian
dikenal dengan nama Revolusi Beludru atau dikenal juga dengan
Revolusi Velvet yang terjadi pada 17 November-29 Desember 1989.

Foto 6: Václav Havel

9
Pada tahun 1990, Cekoslovakia menjalani pemilu multipartai
untuk pertama kalinya dan membawa Havel kembali terpilih sebagai
presiden. Sistem ekonomi terpusat a la komunis tak lagi dijalankan, dan
perusahaan swasta bermunculan. Media diberi hak seluas-luasnya dalam
hal pemberitaan. Embel-embel "sosialis" dalam nama negara dihilangkan.

Foto 7: Wilayah negara Ceko (merah) dan Slovakia (hijau) saat ini.

Revolusi ini ternyata menimbulkan perdebatan di dalam


parlemen Ceko dan Slovakia. Hingga akhirnya pada 1 Januari 1993,
kedua negara memutuskan menjadi negara yang merdeka.
Di samping Revolusi Beludru, penyebab lainnya adalah perpecahan
dalam anggota parlemen karena ada yang mendukung adanya
desentralisasi (pemusatan) dan ada yang tidak setuju. Akibat pusat
pemerintahan yang berada di Kota Praha, anggota parlemen dari wilayah
Slovakia tidak setuju karena dianggap tidak adil bagi wilayahnya.
Meski Ceko dan Slovakia telah berpisah, perpecahan Cekoslovakia
berlangsung dengan damai sehingga tidak ada konflik yang menyelimuti.

10
C. FAKTOR PENYEBAB

1. Ada perbedaan kondisi masyarakat dan infrastruktur antara kedua


negara.

2. Ceko menganggap Slovakia sebagai beban, sebaliknya Slovakia


merasa di anaktirikan.

3. Setelah system komunis tumbang, kedua negara sepakat akan lebih


mudah berkembang jika keduanya menjadi negara yang terpisah.

D. BERAKHIRNYA

Pemisahan sebuah negara menurut hukum internasional lebih


dikenal dengan istilah suksesi negara. Maksud dari suksesi negara ialah
“Hilangnya seluruh atau sebagian kedaulatan wilayah dari negara lama
dan sekaligus perolehan kedaulatan wilayah atas wilayah itu” . Pada
tahun 1992 diadakan sebuah negosiasi oleh Vladmir Mečia perwakilan
dari Slovakia dan Václav Klaus dari Ceko untuk menegosiasikan
permasalahan yang timbul dari perbedaan pendapat antara Ceko dan
Slovakia. Permasalahan tersebut mengenai keinginan Slovakia untuk
adanya desentralisasi tetapi perbedaan itu muncul ketika Ceko tidak
menyetujuinya dan lebih memilih agar Praha (pusat) yang mengontrol
tidak perlu adanya desentralisasi. Selain itu juga adanya persaingan
antara Ceko dan Slovakia dalam industri senjata yang membuat Slovakia
memutuskan untuk memisahkan diri agar industri senjatanya dapat
bersaing secara sehat.

11
Foto 8: Politisi Slovakia, Vladimír Mečiar

Kedua belah pihak membawa bukti-bukti agar mahkamah


Konstitusi Federasi dapat mengesahkan pembuburan Cekoslovakia.
Dengan disahkannya Konstitusi, UU 542 pada tanggal 25 November
1992 maka pemecahan Cekoslovakia menjadi Republik Ceko dan
Republik Slovakia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1993.
Cekoslovakia merupakan negara yang melakukan pemecahan diri secara
damai dan berdasarkan keinginan kedua belah pihak sehingga lebih
dikenal dengan istilah Revolusi Velvet atau Revolusi Beludru. Revolusi
Velvet atau Revolusi Beludru ini mengarah pada suatu bentuk pemisahan
diri yang terjadi secara damai tanpa melalui perang.

12
Pasca pemisahan Cekoslovakia menjadi Republik Ceko dan
Slovakia hubungan antara kedua negara terbilang cukup baik. Hal ini
dapat dilihat dari kesepakatan-kesepakatan yang muncul untuk
mempermudah penduduknya dalam memperoleh kewarganegaraan.
Dalam persaingan industri senjata Republik Ceko dianggap lebih unggul
dibandingkan Slovakia namun hal ini tidak menimbulkan konflik dalam
persaingan industri senjata kedua negara tersebut. Sebagai negara yang
berpisah secara damai, Republik Ceko dan Slovakia tetap menjaga
hubungan baiknya. Hal ini terlihat dalam beberapa perjanjian Bilateral
antara kedua negara tersebut.

Foto 9: Revolusi Beludru / Revolusi Velvet

13
E. TEORI TENTANG BERAKHIRNYA NEGARA CEKOSLAWKIA

Berdasarkan Buku Ilmu Negara oleh Dr. Romi Librayanto, SH.,


MH. Beliau mengutip uraian Max Boli Sabon (1994:80-82) bahwa
mengenai unsur-unsur pokok negara dengan pertumbuhan dan
keruntuhan suatu negara. Daerah, bangsa, dan pemerintah, adalah unsur
pokok terbentuknya negara. Jika ketiga unsur pokok tersebut dirawat
dengan baik sehingga tumbuh dan berkembang, maka semakin besar dan
jayalah negara itu. Akan tetapi sebaliknya, jika tidak dirawat dengan baik
maka negara itu akan lenyap.

Foto 10: Dr. Romi Librayanto, SH., MH

Maka, jika mengambil teori tersebut sebagai dasar mengapa


Negara Cekoslawkia mengalami keruntuhan dalam hal ini terjadi
dissolution atau pemisahan. Dalam hal ini bisa di telaah setiap unsur
pokok terbentuknya negara sebagai titik penilaian mengapa
Cekoslovakia berakhir. Pertama, unsur daerah/wilayah; Kedua, unsur

14
bangsa; Ketiga, unsur pemerintah. Kami akan menjelaskannya dalam
runtutan kasus tersebut sebagai berikut:

Cekoslovakia merupakan sebuah negara yang berdaulat, baik di


pandang menurut aspek mana pun. Cekoslovakia ber-ibukota di Praha.
Cekoslovakia mengalami “Dissolution” atau pemisahan menjadi dua
negara yaitu, Republik Ceko dan Slovakia. Sejarah panjang bagi negara
ini dalam memutuskan untuk melakukan pemecahan. Sejarah mencatat,
perjalanan panjang bagi Cekoslovakia dari sejak tahun dimana negara ini
mendapat pengaruh komunis pada masa perang dingin. Setelah pecahnya
perang dunia 1 Cekoslovakia merupakan negara tempat memproduksi
senjata dan merupakan gudang senjata. Pada Perang Dunia ke-2
Cekoslovakia jatuh ditangan Jerman. Jerman menjadikan negara ini
bersama dengan Polandia sebagai negara boneka untuk menyimpan
persenjataannya dalam usahanya mengalahkan Rusia. Setelah Perang
Dunia II selesai, Cekoslovakia menjadi negara bebas yang mendapat
pengaruh dari Rusia dalam pemerintahannya. Namun, setelah Perang
dingin usai Cekoslovakia mengubah pemerintahannya menjadi sebuah
pemerintahan yang berbentuk Republik.

15
Foto 11: Ibukota Cekoslovakia, Praha

Sejak usainya perang dingin banyak terjadi perpecahan diantara


anggota parlemen yang mendukung adanya desentralisasi dan yang tidak
mendukung upaya desentralisasi. Negara ini memutuskan memecah
wilayahnya menjadi dua bagian. Dimana kekuatan pemerintah yang
berpusat di Praha mendapat tentangan oleh para anggota parlemen yang
ada di wilayah x.

16
II. Materi 2 – Menganalisis Konflik di Asia Timur

i. Sengketa Teritorial di Asia Timur


1. Sengketa Teritorial Cina dan Jepang

A. PENDAHULUAN

Persoalan terkait perbatasan sering kali menjadi salah satu


permasalahan pokok yang terjadi di beberapa negara. Permasalahan
perbatasan kerap kali menjadi sangat sensitif disebabkan karena
persoalan perbatasan sendiri menyangkut kepentingan dan
kedaulatan suatu negara. Konsep kedaulatan sendiri sangat erat
kaitannya dengan wilayah dan kepemilikannya hal inilah kemudian
yang menyebabkan dunia internasional kerap kali menjadikan
permasalahan perbatasan sebagai permasalahan yang cukup pokok
untuk diselesaikan. Konflik yang terjadi akibat perbatasan kemudian
dapat memicu beragam dampak dan respons, dampak-dampak yang
ditimbulkan kemudian tidak hanya akan dirasakan oleh internal
negara tetapi juga di lingkup eksternal atau internasional, hal ini
kemudian menghadirkan respons terkait permasalahan perbatasan
sendiri. Beberapa faktor yang kerap kali memicu terjadinya
permasalahan terkait perbatasan adalah perbedaan penafsiran
terhadap suatu perjanjian ataupun suatu bentuk klaim sepihak yang
diajukan suatu negara terkait perbatasan tertentu. Salah satu contoh
sengketa perbatasan yang terjadi adalah perebutan kepemilikan
pulau Diayou atau Senkaku antara China dan Jepang, perebutan
pulau ini telah berlangsung sejak tahun 1969, sengketa ini berawal
sejak Economic Commission for Asia and the Far East ditahun yang
sama mengumumkan bahwasanya terdapat kandungan hidrokarbon
jumlah besar di sekitar lokasi pulau Diayou/Senkaku tersebut.

17
Foto 12: Kepulauan Senkaku

Permasalahan antara kedua negara ini berlangsung dalam


kurun waktu yang cukup lama. China sendiri telah melakukan klaim
terhadap pulau ini sejak abad ke-15, baik China ataupun Taiwan
keduanya kemudian saling mengakui bahwasanya kepemilikan
terhadap pulau Senkaku atau Diayou ini merupakan bagian dari
wilayah kedaulatan China. Terdapat beberapa faktor yang menjadi
pemicu terjadinya persoalan di kedua negara ini, salah satunya
adalah terkait penentuan batas wilayah kedaulatan kedua negara
yakni overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China.
Selain itu, hingga saat ini persoalan saling klaim antar keduanya
masih terjadi. Baik China maupun Jepang kerap kali melakukan
tindakan-tindakan yang mensyaratkan bahwa kepemilikan terhadap
senkaku atau diayou adalah milik kedua negara dengan metode dan
ragam bukti yang mereka ajukan. Persoalan terkait sengketa kedua
negara atas pulau Diayou atau Senkaku ini juga memicu respons dari
dunia internasional, beragam solusi juga ditawarkan kepada kedua
negara ini, persoalan terkait sengketa perebutan wilayah Senkaku
dan Diayou ini pun sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian
konflik.

18
A. KRONOLOGI KONFLIK

Foto 13: Peta Lokasi Wilayah Sengketa Pulau Senkaku/Diayou

“The Senkaku Island” adalah istilah kolektif yang mengacu


pada sekelompok pulau yang mencakup Uotsuri, Kitakojima,
Minamikojima, Kuba, Taisho, Okinokitaiwa, Okinominamiiwa, dan
Tobise yang terletak di sisi barat dari Nansei Shoto Islands.
Kepulauan Senkaku, pernah dihuni oleh Jepang untuk pabrik bonito
kering, dan kini tak berpenghuni. Kuba Island (dan pulau sekitarnya)
adalah di bawah kepemilikan pribadi. Daerah lainnya adalah milik
negara. Secara administratif, adalah bagian dari kota Ishigaki,
Okinawa Prefecture.

Kepulauan Senkaku atau Diayou dan wilayah sekitarnya


memiliki nilai dan potensi strategis serta ekonomi yang besar.
Pulau-pulau yang dekat jalur pelayaran perdagangan internasional,
terdapat daerah penangkapan ikan oleh kedua negara baik China
ataupun Jepang diwilayah tersebut, terdapatnya potensi sumber daya
alam yang berlimpah ruah baik minyak, gas, dan deposit mineral di
sekitar pulau menyebabkan negara-negara yang berkonflik saling
mengklaim batas wilayahnya.

19
Perebutan kepemilikan Pulau Diaoyu (Menurut nama yang
diberikan China) dan Senkaku (berdasar nama yang diberikan
Jepang) telah berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali
ketika ECAFE (Economic Commission for Asia and the Far East)
menyatakan bahwa di perairan sekitar Pulau Daioyu/Senkaku
terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian pada tahun
1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian
pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada
Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena China
merasa bahwa pulau tersebut adalah milik China. Sengketa ini
semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang membangun
mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
China telah mengklaim kepemilikan atas Diayou ini sejak abad ke-
15, begitu pula Taiwan yang telah mengklaim kepemilikan Diayou
sejak abad ke 16. Akan tetapi, pihak Jepang mengklaim bahwa
ketika pulau itu disurvei oleh mereka pada 1800-an, dan tidak
menemukan tanda-tanda keberadaan pendudukan China di wilayah
tersebut pada akhirnya wilayah di pulau-pulau Senkaku tersebut
dimasukkan ke dalam wilayah Jepang pada tahun 1895 setelah
kemenangan mereka dalam Perang Sino-Jepang I. Pulau-pulau
kemudian berada di bawah pendudukan Amerika pada tahun 1945,
ketika Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia II, namun segera

Foto 14: Ilustrasi Perang


Sino

20
kembali pada tahun 1972. Sebelum tahun 1971, baik China atau
Taiwan membuat klaim apa pun terhadap “kedaulatan teritorial”
terhadap wilayah Senkaku atau Diayou. Pada akhir tahun 1960,
ECAFE melakukan survei perairan di sekitar Senkaku/Diayou dan
mengumumkan adanya tabungan minyak berpotensi di bawah dasar
laut. Setelah ECAFE ini merilis temuannya pada tahun 1971,
Taiwan membuat klaim teritorial pertama ke pulau-pulau yang
kemudian diikuti oleh China.

Foto 15: Peta Dinasti Ming


China menyatakan bahwa China pertama kali ditemukan dan
diberi nama pulau-pulau Diaoyu Dao. Catatan sejarah awal dari
nama-nama Diaoyu Dao dapat ditemukan dalam buku Voyage
dengan angin Tail diterbitkan di 1403. China sendiri juga
menyatakan bahwa perairan sekitar pulau-pulau ini secara
tradisional telah digunakan China sebagai wilayah operasional
nelayan saat memancing sejak beberapa generasi silam, pemerintah
menggunakan catatan-catatan sejarah untuk membenarkan
kedaulatan China atas teritorial tersebut. China juga kemudian

21
melakukan klaim terkait kepulauan yang digunakan ini telah ada
sejak Dinasti Ming sebagai pertahanan pesisir terhadap bajak laut
Jepang. China juga menegaskan bahwa peta asing dan China
menunjukkan bahwa pulau-pulau milik China. China berpendapat
bahwa Jepang mencuri pulau-pulau selama Perang Sino-Jepang I
Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan 1943 Deklarasi Kairo dan
1945 Potsdam Deklarasi sebagai bukti, menyatakan bahwa Jepang
setuju untuk menandatangani dokumen-dokumen tersebut, mereka
sepakat “untuk mengembalikan ke Republik China semua wilayah
Jepang telah dicuri dari Dinasti Qing dari China seperti Manchuria,
Formosa dan Pescadores.”namun ada, tidak ada indikasi Kepulauan
Senkaku yang disebutkan dalam dokumen.

Foto 16: Peta Dinasti Qing

22
Dilain pihak, Pemerintah Jepang dengan tegas menyatakan
bahwa pulau-pulau Senkaku adalah jelas merupakan wilayah yang
melekat dari Jepang. Mereka membantah klaim Historis yang
dilakukan China terkait pengadministrasian pulau melalui survei
mereka pada tahun 1885 yang menunjukkan tidak ada tanda-tanda
yang telah dikuasai oleh negara mana pun. Jepang juga tidak
memvalidasi poin yang diangkat oleh China untuk kedaulatannya.
Jepang mengatakan disurvei pulau selama 10 tahun di abad ke-19
dan menentukan bahwa mereka tak berpenghuni. Pada 14 Januari
1895 Jepang mendirikan sebuah penanda kedaulatan dan secara
resmi dimasukkan pulau-pulau dalam wilayah Jepang. Mereka
menyatakan bahwa pulau ini bukan merupakan bagian dari Taiwan
maupun Kepulauan Pescadores. Selanjutnya, Kepulauan Senkaku

Foto 17: Letak Kepulauan Pescadores


yang termasuk dalam Perjanjian Okinawa reversi 1972 antara
Amerika Serikat dan Jepang di mana hak administratif dikembalikan
ke Jepang setelah pendudukan Amerika. Hingga saat ini China telah
perlahan dan telah melanggar pulau-pulau batas-batas dengan
mengirimkan militer dan kapal nelayan ke perairan Senkaku sendiri,
meskipun protes dari pemerintah Jepang tentu saja mengikuti.
Sejumlah insiden terjadi karena adanya kapal nelayan China dan
Taiwan di zona-zona yang diklaim oleh Jepang hingga saat ini masih
terjadi diwilayah tersebut hal ini kemudian kembali pada hal dasar
dimana tidak jelasnya garis batas kepemilikan antara kedua belah
pihak dalam hal ini negara Jepang ataupun China. Pada September

23
2010 konfrontasi antara Jepang dan China terjadi ketika China
memancing provokasi pukat di perairan Kepulauan Senkaku, hal ini
menunjukkan bagaimana mudahnya insiden yang tampaknya kecil
memicu konfrontasi diplomatik yang terjadi sampai saat ini.

B. FAKTOR PEMICU

Beberapa faktor pemicu yang kemudian menyebabkan


terjadinya sengketa terkait perbatasan dan kepemilikan pulan antara
kedua negara ini adalah antara lain Pertama, perbedaan interpretasi
terkait garis perbatasan laut di Laut China Timur (The East China
Sea) antara negara Jepang dan China, yang sampai saat ini belum
menemui kesepakatan, kedua negara telah melakukan proses
ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) terkait
hukum laut di tahun 1982 namun hal tersebut tidak menjadi acuan
kedua negara dalam menyelesaikan persoalan ini dikarenakan saling
klaim yang terjadi antara keduanya. Jepang kemudian mengusulkan
pembagian wilayah tersebut berdasarkan pada garis tengah di zona
ekonomi eksklusifnya (berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline),
sedangkan China mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas
kontinennya (berjarak di luar 200 mil dari garis dasar). Pembagian
yang diusulkan oleh Jepang kemudian dianggap bersifat sepihak dan
sesuai dengan isi konvensi yang menegaskan tata-cara penentuan
garis perbatasan namun hal terkait kedaulatan kedua negara bukan
menjadi hal yang dapat dibicarakan terkait status legal dan yurisdiksi
suatu persoalan, sebab pengukuran Zona Ekonomi Eksklusif dan
landasan kontinental seharusnya berdasar pada perjanjian antara
kedua pihak yang saling berbatasan agar tercapai kesesuaian antara
kedua belah pihak. Kedua, adalah terkait perbedaan persepsi sejarah
kepemilikan Senkaku (nama yang diklaim oleh Jepang) ataupun

24
Diaoyu (dalam bahasa China) di setiap pihak bermuara pada klaim
berbeda. China menganggap kepemilikan atas Senkaku sudah ada
sejak masa Dinasti Ming (1368-1644), dimana nama wilayah
tersebut telah tercantum di sebuah buku berjudul Departure Along
the Wind. Selain itu, kepulauan ini beserta pulau-pulau kecil yang
mengitari kerap kali disebutkan berada dalam lingkup pertahanan
maritim negara China sendiri pada masa itu. Selain itu kepulauan
Diayou sendiri kerap kali digunakan oleh nelayan negara China
sebagai basis operasionalnya. Selain itu, pada saat kekalahan China
dalam perang Sino-Jepang (1894-1895), Taiwan (termasuk Diaoyu
Islands) diserahkan ke Jepang. Namun, akhir PD II, kepulauan ini
dikembalikan oleh AS ke China berdasarkan perjanjian ”Tiga Besar”
(AS, Inggris, China) di Kairo tahun 1943.

Foto 18: Kepulauan Nansei Shoto


Kemudian, negara Jepang pasca kemenangannya dalam
perang Sino-Jepang menerima penyerahan pulau Senkaku dari
China. Hal ini kemudian dianggap sebagai bagian teritorial Jepang
secara resmi. Sejak itu, survei atas kepulauan ini dilakukan Jepang

25
dan diyakini bahwa kepulauan ini tidak berpenghuni. Survei saat itu
menunjukkan tiadanya tanda – tanda bahwa kepulauan Senkaku
berada di bawah kontrol dari negara China sendiri. Berdasarkan
keputusan kabinet pada 14 Januari 1895, kepulauan ini dimasukkan
ke teritorial Jepang. Sejak itu, Senkaku menjadi bagian integral dari
Kepulauan Nansei Shoto, dimana hal ini kemudian diyakini oleh
Jepang bahwa kepulauan tersebut tidak menjadi bagian dari Taiwan
ataupun lainnya, yang diserahkan ke China setelah PD II selesai.
Selain itu, kepemilikan tersebut dibuktikan melalui sebuah Map
1969 buatan pemerintah negara China yang memasukkan
Kepulauan Senkaku ke wilayah Jepang. Berarti ada pengakuan
resmi sejak itu bahwa Senkaku masuk dalam wilayah otoritas Jepang.
Persoalan ketiga, yakni munculnya sengketa ini dipicu setelah kedua
pihak menyadari adanya sumber cadangan minyak dan gas di sekitar
pasca ECAFE mengumumkan kandungan hidrokarbon yang berada
dalam kepulauan Senkaku atau Diayou tersebut. Hal tersebut
menjadi pemicu besar kedua negara saling klaim untuk memiliki
wilayah ini. Mengingat pula, baik negara Jepang dan China adalah
dua negara yang sangat bergantung pada suplai minyak dan gas dari
luar negaranya, menyadari keberadaan cadangan energi yang berada
dekat dengan wilayah mereka, tentu saja hal tersebut memicu kedua
negara untuk memiliki wilayah tersebut beserta dengan seluruh
sumber energi yang berada didalamnya.

C. SOLUSI, KONDISI KONTEMPORER KONFLIK, DAN


PERBANDINGAN DENGAN INDONESIA.

Dalam suatu persoalan perbatasan terdapat beberapa model


penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak
yakni model penyelesaian melalui jalur non-hukum ataupun melalui
jalur hukum sendiri, jalur hukum biasanya dilakukan melalui

26
kesepahaman suatu negara baik melalui proses negosiasi ataupun
mediasi atau melalui perjanjian bilateral yang saling diakomodasi
dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Jalur hukum bisa
dilakukan melalui proses arbitrase atau diangkat menuju mahkamah
internasional, International Court of Justice ataupun International
court lainya hal ini akan bersifat mengikat kedua belah pihak jika
jalur penyelesaian yang dipilih adalah melalui jalur hukum.
Alternatif yang ditawarkan adalah terlibat dalam hubungan bilateral
diplomatik baik negosiasi dalam rangka membangun beberapa
bentuk pengelolaan bersama pulau-pulau tersebut mengingat
negosiasi akan menghindari ketidakpastian ajudikasi dan hasil
sewenang-wenang berdasarkan hukum anakronistik.

Melirik kasus yang terjadi antara China dan Jepang,


perwujudan perundingan antara kedua negara harus dilakukan
proses delimitasi atau penegasan batas wilayah untuk menentukan
batas-batas legal kedua negara juga harus ditempuh untuk
menegaskan garis yang saling diklaim dan overlapping antara kedua
negara. Selain itu upaya yang dihadirkan menjadi solusi terkait
persoalan kedua belah pihak adalah menggunakan Joint
Development. Proses Joint Development ini dapat dilakukan untuk
menangani kondisi jangka pendek antara kedua negara, melalui
perjanjian ini kedua negara dapat menemukan kesepakatan dengan
membangun suatu perbatasan bersama atau common line. Joint
Development Agreement juga melalui pengelolaan bersama tidak
hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara,
tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan mampu memperbaiki
hubungan antara China dan Jepang, karena menyangkut kepentingan
kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga
hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik.

27
Penyelesaian sengketa ini juga merupakan usulan dari Jepang, akan
tetapi China tetap melakukan penolakan terhadap usulan Jepang ini.

Terkait kondisi kontemporer permasalahan pulau Diayou


atau Senkaku, sampai saat ini belum dapat diselesaikan. Kedua
negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan
menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang
telah dilakukan belum terdapat langkah konkret penyelesaian, sebab
kedua negara tetap bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan
bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara
ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum
terjawab oleh Hukum laut yang disahkan oleh PBB di tahun 1982.
Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan
median/equidistance line (Garis dari wilayah terdekat) untuk
pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat
menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya
perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line sendiri.

Pola permasalahan sengketa antara negara Jepang dengan


China bisa menjadi pembanding bagi Indonesia, dalam menghadapi
konflik antara wilayah Indonesia dan Palau. Negara Indonesia dan
Palau juga terlibat dalam persoalan perbatasan di kedua negara,
kesamaan antara keduanya ada pada persoalan penentuan zona
ekonomi eksklusif kedua negara, Indonesia dan Palau saling klaim
terhadap batas wilayah yang overlapping baik China-Jepang,
Indonesia-Palau menghadapi persoalan terkait Zona Ekonomi
Eksklusif dan Konsep overlapping sendiri. Kedua permasalahan
juga sama-sama belum menemukan titik penyelesaian, konflik
antara Indonesia-Palau dalam prosesnya telah diajukan beberapa
tata cara penyelesaian sengketa antar keduanya namun terdapat

28
salah satu pihak yang tidak menyepakati proses penyelesaian yang
diajukan salah satu negara dalam hal ini yang diajukan oleh Palau
terhadap Indonesia, sama halnya dengan Jepang yang mengajukan
penyelesaian dengan menggunakan jalur wilayah tengah perbatasan
terhadap China, namun keduanya baik China- Indonesia sama-sama
menolak proses penyelesaian sengketa perbatasan yang sama-sama
dialami terkait zona ekonomi eksklusifnya. Pola penyelesaian
konflik antar keduanya yang sedang diajukan secara internasional
juga hampir memiliki kesamaan yakni dengan melakukan Joint
Development Agreement ataupun melakukan proses delimitasi di
wilayah batas kedua belah pihak.

Foto 19: Penjelasan Zona Ekonomi Eksklusif

29
2. Sengketa Teritorial Jepang dan Korea Selatan

A. PEMBAHASAN

Foto 20: Kepulauan Dokdo atau Takeshima

Takeshima yang memiliki arti pulau bambu ( Jepang ),


Dokdo yang memiliki pulau yang sepi ( Korea Selatan ), atau
beberapa negara lain disebut juga pulau Liancourt Rocks. Sebelum
bernama Dokdo pihak Korea Selatan memiliki beberapa nama untuk
kepulauan Dokdo yaitu Unsando, Sambongdo, Seokdo, dan
Gajido dimana arti dari nama – nama tersebut adalah tidak adanya
penduduk yang mendiami pulau tersebut, Unsando menjadi nama
pertama dalam teks resmi pada dinasti Shilla 512 SM.

30
Foto 21: Peta Kepualauan Dokdo atau Takeshima

Kepulauan Takeshima ( Dokdo ) memiliki luas sekitar


187,450m² dengan titik tertinggi 169 meter, pulau Takeshima
( Dokdo ) terdiri dari dua pulau kecil yang terpisah dengan jarak 150
meter yang bernama Seodo dan Dongdo ( Korea Selatan ), Nishi-
jima dan Higashi-jima ( Jepang ) dan satu pulau besar dan 90 pulau
kecil. Pulau Takeshima ( Dokdo ) terletak di sekitar 131,52 Bujur
Timur dan sekitar 37,14 Lintang Utara, jarak pulau Takeshima
( Dokdo ) dengan negara Jepang jika diukur dari daratan Jepang
berjarak 250km apa bila diukur dari kepulauan Oki berjarak sekitar
157,5km sedangkan apabila diukur dari daratan Korea Selatan
berjarak 216,8km apabila diukur dari kepulauan Ulleung-do
berjarak 87,4km.

Kepulauan Tskeshima ( Dokdo ) memiliki beragam


ekosistem hal ini di karenakan oleh iklim dan geografis kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) yang cenderung hangat serta letak kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) yang terletak di Laut Jepang menjadikan

31
kepulauan tersebut memiliki tempat yang startegis bagi kehidupan
biota laut dan persinggahan berbagai jenis burung, banyaknya
plankton yang menyebabkan banyak kehidupan biota laut di
kepulauan Takeshima ( Dokdo ) diantaranya berupa ikan, udang, dan
kerang.

Pada tahun 2007 pemerintah Jepang dan Korea Selatan


mengumumkan penemuan sejumlah besar deposit gas hidrat di
wilayah sekitar kepulauan Takeshima ( Dokdo ) tepatnya di Ulleung
Tsushima Basin. Gas hidrat sendiri adalah sebuah kristal padat yang
tersusun dari gas metana dan molekul air, gas hidrat memiliki
kepadatan energi yang lebih tinggi di bandingkan dengan jenis
gas alam lainnya yang dapat di manfaatkan sebagai sumber
energi,pada umumnya gas hidrat ditemukan jauh di dasar laut.
Sampai saat ini ekstraksi dari gas hidrat tersebut belum dilakukan
karena membutuhkan biaya besar dan teknologi yang memadai
untuk dapat mengambil gas tersebut, jumlah gas hidrat yang
terkandung di Ulleung Tsushima Basin diperkirakan sebanyak 600
juta ton, jumlah ini dapat memenuhi kebutuhan energi selama tiga
puluh tahun.

Foto 22: Gas Metana Hidrat

32
B. KLAIM KOREA SELATAN TERHADAP PULAU DOKDO

Korea Selatan memiliki dasar klaim kepemilikan pulau


Dokdo dengan adanya fakta sejarah yang ada, Korea Selatan
mengkalim bahwa pulau Dokdo berada dibawah kedaulatannya
berdasarkan pada acuan historis yang dikutip dalam beberapa
dokumentasi pemerintah Korea Selatan yang menyatakan bahwa
Dokdo adalah wilayah Ussanguk ( pulau yang tidak berpenghuni )
yang telah menjadi sasaran pada dinasti Silla pada awal abad ke-6
( 512 SM ) yang menunjukan bahwa kontrol efektif Korea Selatan
atas Pulau Dokdo berawal sejak masa dinasti Silla. Para sejarawan
Korea Selatan juga sependapat dengan acuan historis yang
diberikan oleh pemerintah, sejarawan mengatakan bahwa Dokdo
berada di bawah kontrol efektif Korea Selatan sejak 512 SM dan
tercatat dalam The Annals of The Kingdom of Shilla yang tertulis
bahwa pada saat kekuasan dinasti Silla telah menaklukkan
Ulleungdo dan Dokdo.

Foto 23: Pulau Ulleungdo

Selain adanya klaim berdasarkan fakta sejarah Korea Selatan


juga mengkalim pulau Dokdo berdasarkan georgrafis letak pulau

33
Dokdo apabila diukur jarak dari pulau Ulleungdo hanya berjarak
87,4km sehingga pulau Dokdo Dapat di lihat dengan jelas dari pulau
Ulleungdo. Apabila diukur jarak dari pulau Oki berjarak 157,5km
dan pulau Dokdo tidak dapat terlihat dari pulau Oki. Pada tahun
1952 pemerintah Korea Selatan mengeluarkan deklarasi Presiden
Korea Selatan dimana deklarasi tersebut menciptakan garis
imajiner bernama Rhee Line yang membatasi wilayah Jepang dan
Korea Selatan di Laut Jepang, garis tersebut juga memberi
konsekuensi bahwa sebagian besar wilayah Laut Jepang termasuk
pulau Dokdo berada dibawah kedaulatan Korea Selatan.

C. KLAIM JEPANG TERHADAP PULAU TAKESHIMA

Dasar klaim yang di berikan oleh Korea Selatan


mendapat bantahan dari pihak Jepang, Jepang memiliki klaim
terhadap pulau Takeshima mengacu pada perjanjian San Francisco
1951 Pasal 2 yang menyatakan bahwa :

“ Japan Recognizing the independence of Korea, renounces all


right, title and claim to Korea, including teh island of Quelpart,
Port Hamilton, and Deglet.

(Arti: Jepang mengakui Kemerdekaan Korea, dan melepaskan


semua hak, kepemilikan dan klaim atas Korea, termasuk Pulau
Quelpart, Port Hamilton, dan Dagelet )

Berdasarkan isi Pasal 2 Perjanjian San Francisco, Jepang


berpendapat bahwa mereka hanya mengakui kemerdekaan Korea
sedangkan kewajiban untuk mengembalikan pulau Takeshima
( Dokdo ) tidak di sebutkan dalam perjanjian tersebut. Hal ini
menjadi suatu keyakikan pihak Jepang bahwa pulau Takeshima

34
( Dokdo ) merupakan wilayah teritorialnya. Selain dengan adanya
perjanjian San Francisco pihak Jepang juga mengkalim pulau
Takeshima ( Dokdo ) pada September 1904 Nakai Yozaburo
seorang nelayan asal kepulauan Oki mengajukan permohonan
untuk memasukkan kepaulauan Takeshima ( Dokdo ) sebagai
wilayah Jepang dalam permohonan tersebut Nakai menyebutkan
bahwa pulau Takeshima ( Dokdo ) merupakan pulau yang tidak
berpenghuni dan status teritorialnya tidak jelas sehingga Nakai
meminta Jepang mengambil kepastian status teritorial pulau
Takeshima tersebut agar mengamankan sumber daya ekonomi yang
ada di pulau Takeshima ( Dokdo ). Sehingga Jepang mengokupasi
pulau Takeshima ( Dokdo ) dan menetapkan tanggal 22
Februari 1905 resmi memasukkan pulau Takeshima ( Dokdo )
sebagai bagian dari wilayah Jepang dan berada dalam Perfektur
Shimane dan menetapkan pada tanggal tersebut sebagai Takeshima
Day.

Klaim Jepang lainnya atas pulau Takeshima ( Dokdo )


adalah adanya perjanjian aneksasi Jepang atas Semenanjung Korea
pada tahun 1910 dan secara otomatis wilayah Semenanjung Korea
menjadi wilayah jajahan Jepang, namun ada satu hal yang dianggap
oleh pihak Jepang penting untuk mengeklaim pulau Takeshima
( Dokdo ) bahwa pulau tersebut tidak termasuk kedalam wilayah
Semenanjung Korea sehingga Jepang menganggap bahwa pulau
Takeshima ( Dokdo ) adalah wilayah yang tidak ada pemiliknya.

D. ESKALASI KONFLIK KEDUA NEGARA ATAS KLAIM


PULAU TAKESHIMA ( DOKDO )
Dalam publikasi pada era pemerintahan Joseon yaitu Sejong
Sillok Jirji ( bagian geografi dari pemerintahan raja Sejong ) tahun

35
1454 mencatat bahwa Ulleungdo dan Dokdo adalah dua pulau
yang merupakan bagian dari Uljin Perfecture. Ulleungdo dan
Dokdo adalah wilayah Ussanguk ( pulau yang tidak berpenghuni )
yang telah menjadi sasaran pada dinasti Silla pada awal abad ke-6
( 512 SM ) yang menunjukan bahwa kontrol efektif Korea Selatan
atas Pulau Dokdo berawal sejak masa dinasti Silla. Selain itu,
terdapat fakta bahwa Dokdo merupakan bagian dari Korea yang
tidak hanya dketahui oleh Jepang namun juga diketahui oleh
negara – negara barat, pada tahun 1737 seorang ahli geografi yang
berasal dari Prancis yang menunjukan bahwa Dokdo berada dekat
ke wilayah Korea.

Jepang telah membentuk kedaulatan Takeshima di


pertengahan abad ke-17 menunjukkan fakta bahwa Jepang telah
lama mengakui keberadan dari Takeshima. Hal ini dibuktikan
melalui dokumen yang menunjukan pada awal abad ke-17
pemerintahan Jepang secara resmi memberikan rakyatnya
perjalanan ke pulau Utsuryo dan menggunakan Takeshima sebagai
pelabuhan navigasi untuk kapal dalam perjalanan mereka ke
Utsuryo dan sebagai wilayah untuk memburu sumber daya laut
seperti singa laut dan abalone Setelah munculnya perang Rusia
– Jepang pada tahun 1904, Korea Selatan dan Jepang
membuat suatu perjanjian yang menyatakan bahwa Korea
menyerahkan sepenuhnya urusan diplomatik dan
pemerintahannya kepada Jepang pada masa itu serta
menyerahkan wilayahnya jika Jepang membutuhkan untuk
kepentingan perang. Kepulauan Takeshima ( Dokdo ) digunakan
Jepang sebagai pusat komunikasi dimana hal ini bertujuan untuk
bisa mendeteksi serta mencegah serangan dari Rusia, perang Jepang
– Rusia menghasilkan konsekuensi pada tahun 1905 yaitu Jepang
berhak untuk mengambil alih wilayah yang awalnya merupakan

36
bagian dari jajahan Rusia, hal ini menunjukan bahwa wilayah
semenanjung Korea termasuk ke dalam wilayah yang menjadi
bagian dari hasil perang tersebut sehingga Jepang pada tanggal 22
Februari 1905 menegaskan kembali kedaulatannya atas Takeshima
( Dokdo ). Pemerintah Korea Selatan menganggap perjanjian yang
dilakukan antara Jepang dan Korea Selatan pada Agustus 1904
salah satu cara Jepang untuk mengagresi Korea Selatan dan
menjadikan Takeshima ( Dokdo ) menjadi korban pertama melawan
Korea Selatan.

Pada tahun 1910 Jepang menguasai seluruh hak dan fungsi


politik luar negeri Korea Selatan yang pada saat itu berlansung
selama kurang lebih 35 tahun. Selama kedudukan Jepang di
Semenanjung Korea ada dua tahap penting yang dilakukan sebagai
kebijakan penjajahan Jepang terhadap Korea, Pertama, masa awal
tekanan Jepang terhadap Korea yang berlangsung dari akhir abad
ke-18 hingga awal abad ke-19 dimana para pedagang Jepang yang
di bantu oleh kelompok – kelompok bersenjata dengan
bentuk kekerasan mengeksploitasi Korea. Kedua, Jepang secara
perlahan mulai menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat
Korea dengan memasukkan struktur masyarakat Jepang kedalam
struktur masyarakat Korea.

Pada tahun 1945 setelah Perang Dunia ke-II, Jepang


menyerah terhadap sekutu membuat pemerintahan tinggi di Tokyo
mulai mengembalikan wilayah kolonialnya yang di miliki oleh
Jepang kepada pemilik asalnya. Pada tanggal 29 Januari 1946
pemerintah Jepang mengeluarkan edaran militer No. 677 SCAPIN
dan mengembalikan Jejudo, Ulleungdo dan Dokdo ( Takeshima )
kepada Korea Selatan. Pada saat Amerika membuat rancangan
perdamaian San Francisco untuk sekutu, Amerika memasukkan

37
undang – undang bahwa Dokdo merupakan wilayah Korea Selatan
sejak rancangan pertama hingga rancangan ke-5. Jepang menyadari
hal tersebut dan melobi konsulat Amerika untuk menjadikan Dokdo
( Takeshima ) menjadi pusat radar dan meteorolog untuk
angkatan udara Amerika, atas desakan tersebut Amerika menandai
Dokdo ( Takeshima ) bukan sebagai wilayah Korea Selatan tetapi
wilayah Jepang pada rancangan yang ke-6 namun rancangan
tersebut tidak disetujui oleh Inggris, New Zealand, dan Australia.
Pada rancangan ke-7 sampai ke-9 Dokdo ( Takeshima ) tidak di
sebutkan. pada September 1952 perjanjian San Francisco Pasal 2
menyatakan “ Jepang mengakui kemerdekaan Korea dan
melepaskan semua hak kepemilikan dan klaim atas Korea termasuk
pulau Quelpart , Port Hamilton, dan Daglet ( Jejudo, Geomundo,
dan Ulleungdo ) sehingga Jepang berhasil mempertahankan
pengakuan sekutu bahwa Dokdo ( Takeshima ) adalah termasuk
kedalam wilayah Jepang.

Klaim Jepang tersebut secara fakta tidak akurat karena


Dokdo ( Takeshima ) digabungkan dengan Ulleungdo yang ketika
dalam perjanjian disebutkan Ulleungdo yang berarti secara otomatis
menyadari bahwa Dokdo ( Takeshima ) secara otomatis juga
wilayah Korea Selatan. Kasus tersebut sama dengan Jejudo yang
memiliki pulau yang digabungkan yaitu pulau Udo dan hanya
mencantumkan Jejudo saja berarti pulaua secara otomatis juga
menjadi wilayah Korea Selatan, sehingga ribuan pulau Korea
Selatan yang tidak disebutkan spesifik dalam perjanjian perdamaian
tidak berarti bahwa mereka menjadi milik Jepang karena
kesalahpahaman. Pada tahun 1948 pasukan Angkatan Udara
Amerika berlatih pengeboman di dekat area kepulauan Dokdo
( Takeshima ) dan setelah itu mulailah rumor tentang Dokdo yang
telah ditunjuk sebagai pusat manuver Angkatan Udara Amerika

38
oleh Komite Gabungan Jepang – Amerika Serikat selama masa
perang Korea Selatan, maka pemerintah Jepang mengklaim hal ini
menunjukan jelas bahwa pasukan PBB menganggap Dokdo
( Taekshima ) sebagai teritorial Jepang.

Korea Selatan merespon dengan mengumumkan oposisinya


pada tindakan Jepang dan Angkatan Udara Amerika Serikat dengan
mengirimkan surat kepada pemerintahan Jepang dan Amerika
Serikat pada tahun 1953 yang menyatakan bahwa Dokdo
( Takeshima ) tidak digunakan untuk tujuan yang telah beredar
dalam rumor tersebut sehingga pada tahun 1954 Korea Selatan
membangun sebuah mercusuar yang digunakan sebagai pusat
pemantuan dan penjagaan militer oleh negara Korea Selatan. Saat
perang Korea meletus pada tahun 1956 pasukan PBB dan
Komandan Udara Amerika Serikat membuat Zona Pertahanan
Serangan Udara Korea ( KADIZ ) untuk melindungi daerah teritori
Korea Selatan dari serangan udara dan terus berlanjut hingga saat
ini. Pihak Amerika Serikat memasukkan Dokdo ( Takeshima )
kedalam KADIZ dan melindungi bagian dari teritorial Korea
Selatan termasuk hal tersebut juga menjadi salah satu fakta
pendukung bahwa pasukan udara PBB membela Dokdo
( Takeshima ) sebagai bagian dari teritorial Korea Selatan.

Pada saat Perang Dingin berlangsung pada tahun 1960


normalisasi hubungan antara negara – negara yang mendukung
ideologi barat menjadi semakin penting, akan tetapi masalah
teritorial yang menyangkut negara Jepang dan Korea Selatan
menjadi hambatan adanya normalisasi hubungan tersebut sehingga
pada tahun 1965 perdana menteri Korea Selatan Chong Il Kwon dan
perdana menteri Jepang Kono Ichiro sepakat bahwa perselisihan
akan di tangguhkan di pecahkan namun tidak dengan

39
menyelesaikannya, sehingga dimasa depan kedua negara akan
kembali mengeklaim wilayah pulau Takeshima ( Dokdo ) masuk
kedalam wilayah Jepang maupun wilayah Korea Selatan. Pada
tahun 1996 ketika Menteri Luar Negeri Jepang Ikeda Yukihiko
menegaskan kembali klaim atas pulau Takeshima setelah Korea
Selatan merencanakan untuk membangun sebuah dermaga di pulau
Dokdo, dan membuat amarah masyarakat Korea Selatan muncul
sehingga Jepang menunda untuk membangun dermaga di pulau
Takeshima ( Dokdo ).

Masuk pada era abad ke-21 permasalahan sengketa


kepulauan Takeshima ( Dokdo ) yang pada awalnya mereda muncul
kembali pada tahun 2005 dengan adanya penegasan kembali oleh
pemerintah Jepang mengenai perayaan Takeshima Day yang jatuh
pada tanggal 22 Februari. Pernyataan tersebut berisi sebagai
berikut :

“Takeshima day shall be instituted in order to promote a movement


by the citizens of the prefecture, it’s cities, towns and villages united
as one aimed at estabilishment of territorial rights on Takeshima at
early date at enlightening the opinions of the nation with respect to
the issue of Takeshima. The perfecture shall strive to implement
measures and policies necessary to promote undertakings befitting
the purposes and objectives of Takeshima Day“

( Takeshima Day akan di tujukan untuk mempomosikan gerakan


oleh masyarakat perfekture, kota, dan desa yang disatukan sebagai
suatu kesatuan yang bertujuan untuk membangun hak teritorial di
Takeshima pada awal tanggal dan pencerahan pendapat dari bangsa
sehubungan dengan masalah Taekshima. Prefektur akan berusaha
untuk menerapkan langkah - langkah dan kebijakan yang di

40
perlukan untuk mempromosikan usaha untuk mencapai tujuan
dari Takeshima Day ).

Pemerintah Korea Selatan segera beraksi dengan kemarahan


mengenai deklarasi yang di tunjukan oleh pemerintah Jepang
demonstrasi dari masyarakat Korea Selatan juga ikut turun
menolak adanya perayaan Takeshima Day, para demonstran
menganggap bahwa pulau Takeshima adalah milik Korea Selatan
dan pihak Jepang tidak berhak atas kepulauan tersebut.

Tiga tahun setelahnya tepatnya pada tahun 2008


Kementerian Luar Negeri Jepang mengeluarkan adanya brosur
mengenai kepulauan Takeshima yang berjudul “10 Issues Of
Takeshima“ dalam brosur ini pemerintah Jepang menguraikan
mengenai sengketa Takeshima ( Dokdo ), serta klaim Jepang
terhadap pulau Takeshima. Kegiatan kunjungan yang dilakukan
oleh Presiden Korea Selatan Lee Myung – Bak ke pulau Takeshima
( Dokdo ) pada bulan Agustus 2012 membuat pemerintah Jepang
marah karena seharusnya pada 15 Agustus merupakan hari
peringatan ke–67 penyerahan Jepang terhadap penjajahan Korea
Selatan dan perenungan bagi korban – korban yang jatuh pada
masa konflik namun presiden Korea Selatan Lee Myung – Bak
memilih untuk mengunjungi pulau Takeshima ( Dokdo ) yang
membuat pemerintahan Jepang marah. Selanjutnya pada tanggal 25
Januari 2017 kunjungan ke pulau Takeshima ( Dokdo ) yang
dilakukan oleh gubernur provinsi Gyeongsangbuk-do Kim Kwang
– Yong yang membuat Jepang geram dan melayangkan protes
kepada Korea Selatan karena hal tersebut sama sekali tidak dapat
diterima terkait posisi negara Jepang pada kedaulatan pulau
Takeshima ( Dokdo ) hal – hal tersebut yang membuat sengketa

41
kepulauan Takeshima ( Dokdo ) kembali muncul dan menyebabkan
perdebatan dan protes dari kedua negara.

Dalam perkembangannya kedua negara melakukan adanya


propaganda yang di tujukan untuk masyarakat di kedua negara
tersebut, bentuk dari propaganda itu sendiri dapat berupa adanya
pamflet, buku pelajaran, musik, brosur, dan video mengenai
pulau Takeshima ( Dokdo ) yang diterbitkan oleh pemerintahan
Jepang dan Korea Selatan. Sebagai contoh adanya lagu yang
berjudul “ Dokdo is our land “ yang di buat oleh penulis dan
komposer lagu Park In Ho dan Jeong Gwang Tae pada tahun 1982
dalam lagu tersebut mengungkapkan mengenai pulau Dokdo lagu
ini di bertujuan untuk memberitahu masyarakat luas termasuk
masyarakat Korea Selatan bahwa pulau Dokdo adalah milik Korea
Selatan. Selain itu kedua negara juga membuat sebuah pamflet atau
brosur yang di terbitkan oleh Kementerian Luar Negeri kedua
negara yang dapat diakeses oleh masyarakat luas dengan berbagai
bahasa dan masyarakat kedua negara sendiri, dalam pamflet atau
brosur yang di terbitkan oleh pemerintah berisi mengenai posisi
negara masing – masing terhadap kepulauan Takeshima ( Dokdo )
dan sejarah yang menjelaskan mengenai pulau tersebut dari sudut
pandang kedua negara.

Masyarakat Korea Selatan juga membuat adanya poster atau


tulisan yang disebarkan atau di tempel di berbagai tempat umum
contohnya pertokoan atau warung – warung yang ada di sepanjang
jalan yang bertujuan agar masyarakat Korea Selatan tetap ingat
bahwa Dokdo adalah milik Korea Selatan. Dalam dunia pendidikan
pemerintah Jepang juga memasukkan adanya propaganda yang
dimana pemerintah memasukkan kurikulum yang membahas
mengenai hak kepemilikan kepulauan Takeshima ( Dokdo ) dalam

42
buku pegangan untuk pembelajaran. Salah satu contohnya pada
tahun 2008 Jepang mengeluarkan adanya buku pegangan pedoman
baru untuk studi sosial sekolah menengah yang memicu adanya
pernyataan oleh Korea Selatan yang berisi bahwa:
“Korea Selatan tidak dapat menerima keputusan Jepang untuk
memasukkan dalam buku pegangan tentang pedoman baru untuk
studi sosial sekolah menengah atas klaimnya terhadap Dokdo,
pemerintah Korea Selatan memprotes pemerintah Jepang untuk
segera melakukan tindakan korektif secepatnya“.
Adanya video yang dibuat oleh South Korea Broadcasting yang
berjudul “ Dokdo “ juga menjadi salah satu propaganda yang
dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dalam menyebarkan
pesan untuk masyarakat luas mengenai kepemilikan Korea Selatan
terhadap kepulauan Dokdo

Penyelesaian mengenai permasalahan sengketa kepulauan


Takeshima ( Dokdo ) sudah lama dilakukan baik secara diplomatik
atau secara yudisial, penyelesaian secara diplomatik sudah
dilakukan sejak tahun 2006, disaat pemerintah Jepang
mengumumkan rencana untuk melakukan riset ilmiah dalam
rangka untuk meneliti fitur geografis bawah laut di Laut Jepang,
wilayah yang rencananya akan diteliti oleh Jepang tersebut
mencangkup dengan perairan sekitar kepulauan Takeshima
( Dokdo ) dimana Jepang dan Korea Selatan mengklaim sebagai
Zona Eksklusif Ekonominya. Hal ini memicu adanya ketegangan
antara kedua negara sehingga Jepang dan Korea Selatan sepakat
untuk melakukan negosiasi demi menyelesaikan sengketa tersebut.
Wakil Menteri Luar Negeri Jepang yang pada saat itu menjadi
negosiator menyatakan bahwa negosiasi antara Jepang dan
Korea Selatan berlangsung sangat alot sehingga negosiasi
tersebut pada akhirnya tidak menghasilkan penyelesaian sengketa

43
kepulauan Takeshima ( Dokdo ) namun pada negosiasi ini Jepang
sepakat untuk menunda riset ilmiah dan Korea Selatan menunda
mendaftarkan fitur geografis bawah laut kepada Organisasi
Hidrologi Internasional. Kedua negara juga sepakat untuk
melakuakn kegiatan riset ilmiah bersama dan menghasilkan adanya
penemuan gas hidrat di sekitaran pulau Takeshima ( Dokdo ).

Selain adanya upaya penyelesaian sengketa kepulauan


Takeshima ( Dokdo ) melalui negosiasi ( diplomatik ) pihak Jepang
telah mengajukan permasalahan sengketa kepulauan Takehsima
( Dokdo ) ke dalam Mahkamah Internasional dimana Mahkamah
Internasional adalah salah satu badan hukum yang sering
menyelesaikan permasalahan sengketa internasional yang
melibatkan antara negara – negara anggota PBB sebagai contoh
penyelesaian sengketa pulau Sipadan Linggitan antara Indonesia
dan Malaysia yang akhirnya mendapatkan keputusan dari hakim
bahwa Sipadan Linggitan merupakan wilayah Malaysia. Pengajuan
yang dilakukan oleh Jepang untuk menyelesaiakan permasalahan
sengketa kepulauan Takehsima ( Dokdo ) ini sudah dilakukan
sebanyak tiga kali yaitu : Pertama, pada bulan Maret 1962. Kedua,
pada bulan September 1964. Ketiga, pada bulan Agustus 2012.
Pengajuan yang dilakukan oleh Jepang untuk menyelesaikan
sengketa kepulauan Takeshima ( Dokdo ) ditolak oleh Korea
Selatan, pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa proposal
pemerintah Jepang tidak lain adalah upaya palsu lainnya yang
disamarkan dalam bentuk proses peradilan, Korea Selatan memiliki
hak atas Dokdo dan tidak melihat adanya alasan mengapa Korea
Selatan harus mencari fakta – fakta serta mencari verifikasi hak
– hak tersebut di hadapan pengadilan internasional

44
E. PERSPEKTIF REALIS DALAM SENGKETA KEPULAUAN
TAKESHIMA ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN

Perspektif merupakan suatu pendekatan untuk melihat dan


mengkaji fenomena yang terjadi berdasarkan sudut pandang
tertentu, dalam teori hubungan internasional terdapat beberapa
perspektif yang berbeda dalam pengkajiannya, salah satunya yaitu
perspektif dari kaum realisme. Realisme adalah salah satu
perspektif yang paling dominan dan paling berpengaruh dalam
hubungan internasional, perspektif realisme dapat menjelaskan
mengenai terjadinya perang antara negara yang sering terjadi pada
sistem internasional. Pada dasarnya perspektif realisme bersifat
competitive dan conflictual dimana realisme memandang bahwa
suatu negara harus bersaing dengan negara lain dalam
memperebutkan kekuatan dan menyelesaikan persoalan dengan
konflik atau peperangan, dalam perspektif realisme percaya pada
negara berada dalam sistem anarki yaitu dimana tidak ada
kekuasaan diatas negara, negara juga menjadi aktor utama dalam
perspektif realis sedangkan aktor non-negara tidak diakui
pernannya.

Seperti yang kita ketahui sengketa kepulauan Takeshima


( Dokdo ) sudah lama terjadi, perebutan status kedaulatan atas
kepulauan Takeshima ( Dokdo ) menjadi salah satu tujuan utama
kedua negara, aksi klaim yang di ajukan oleh kedua negara
membuat proses penyelesaian sengketa kepulauan Takeshima
( Dokdo ) berjalan dengan alot dan tegang sehingga dapat memicu
hal – hal yang mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara ini.
Aksi saling klaim yang dilakukan baik oleh negara Jepang maupun
negara Korea Selatan membuat sekecil apapun aksi klaim yang
dilakukan oleh kedua negara mengenai pulau Takeshima

45
( Dokdo ) ini dapat memicu adanya kemarahan dari berbagai pihak
baik dari pemerintah kedua negara maupun masyarakat kedua
negara.

Dalam perspektif realisme dimana dalam sifatnya yang


competitive dan conflictual sebuah negara akan melakukan
berbagai cara untuk mendapat kepentingan nasionalnya meskipun
negara tersebut harus mendapatkannya dengan cara berkonflik, hal
ini apabila dilihat dari permasalahan sengketa kepulauan Takehsima
( Dokdo ) dapat dilihat bahwa Jepang dan Korea Selatan melakukan
berbagai cara untuk terus mengupayakan mempertahankan
kepulauan Takeshima ( Dokdo ) sebagai salah satu kedaulatan
negaranya. Berbagai cara dilakukan kedua negara untuk
mempertahankan hak kepemilikan atas kepulauan Takeshima
( Dokdo ), bentuk – bentuk bukti dari dimulainya dokumen sejarah,
geografis, perjanjian, di kemukaan oleh kedua negara sebagai
bentuk klaim kedua negara terhadap kepulauan Takeshima
( Dokdo ). Konflik yang dapat muncul apabila kedua negara masih
tetap mempertahankan klaimnya terhadap kepulauan Takeshima
( Dokdo ) adalah dengan adanya pemutusan hubungan diplomatik
antara kedua negara.

Pemutusan hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan


Jepang kemungkinan sangat dapat terjadi apabila kita melihat
dengan sejarah kedua negara dimana pada tahun 1910 – 1945
Jepang menjajah Korea pada masa raja ke-26 dinasti Joseon, pada
masa penjajahan yang dilakukan oleh negara Jepang banyak
melakukan tindakan – tindakan yang berat, seperti hasil bumi Korea
di rampas dan diangkut ke Jepang, eksploitasi sumber daya Korea
secara besar – besaran yang dilakukan oleh Jepang, dan
memberlakukan kebijakan asimilasi dimana Jepang melarang

46
adanya pendidikan bahasa Korea di sekolah – sekolah, banyak
wanita – wanita Korea yang diperkosa dan disiksa, penjajahan ini
membuat rakyat Korea marah dan membangkitkan jiwa
patriotismenya sehingga pada tanggal 1 Maret 1919 jutaan
demonstran yang merupakan rakyat pribumi menuntut
kemerdekaan bangsa Korea dari Jepang akibat dari demonstran
ini banyak rakyat yang dihabisi dengan cara yang kejam oleh
Jepang dan mengakibatkan kurang lebih 7000 rakyat Korea
terbunuh. Hingga sekarang hal tersebut masih menjadi dasar rakyat
maupun pemerintah Korea Selatan yang tidak ingin kedaulatannya
di ganggu kembali oleh Jepang, sehingga apabila Jepang masih
tetap mengklaim kedaulatan pulau Takeshima maka Korea Selatan
kemungkinan akan berani untuk mengambil kebijakan untuk
memutus hubungan diplomatik dengan negara Jepang.
Sedangkan negara Jepang dalam mempertahankan kedaulatannya
atas kepulauan Takesima ( Dokdo ) merupakan suatu kewajiban
untuk menjaga warisan dan legalitas sejarah yang telah ada sejak
tahun 1905 dimana Jepang telah menyatakan bahwa pulau
Takeshima ( Dokdo ) merupakan wilayah dari negara Jepang
sehingga Jepang tidak ingin kedaulatan atas kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) yang dimiliki oleh Jepang direbut oleh Korea
Selatan.

Dengan adanya sentimen nasionalis, identitas, dan warisan


sejarah dari kedua negara permasalahan sengketa kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) yang melibatkan Jepang dan Korea Selatan
akan menyulitkan penyelesaian permasalahan sengketa, apabila
Korea Selatan melakukan konsesi ( pemberian ijin atau hak )
dengan Jepang terhadap kepulauan Takeshima di takutkan akan
menimbulkan berbagai protes dari masyarakat Korea Selatan dan
membuat ancaman keamanan didalam negeri, begitu juga dengan

47
Jepang apabila melakukan hal yang sama dapat memicu adanya
protes dari masyarakat Jepang dan membuat ancaman kemanan
dalam negeri. Dalam perspektif realis isu kemanan merupakan isu
paling utama dan dominan sehigga suatu negara dalam mengambil
kebijakan atau keputusan akan memperhitungkan cost and benefit
demi kepentingan keamanan nasional.

Sengketa kepulauan Takeshima ( Dokdo ) yang sampai saat


ini belum terselesaikan di khawatirkan akan menimbulkan adanya
konflik yang berkepanjangan bagi kedua negara bukan tidak
mungkin bagi Korea Selatan maupun Jepang dapat memutuskan
hubungan diplomatik kedua negara yang disebabkan oleh
permasalahan sengketa kepulauan Takeshima ( Dokdo ) yang tidak
ujung menemui titik penyelesaian, dalam Pasal 2 ayat ( 3 ) Piagam
PBB menyatakan:
“All members shall settle their international disputes by peaceful
means in such a manner that international peace and security are
not endangered“
( Semua anggota harus menyelesaikan sengketa internasional
dengan cara damai sehinga tidak mengganggu perdamaian dan
keamanan internasional )
Dalam pernyataan pasal 2 ayat ( 3 ) Piagam PBB tersebut semua
negara anggota diwajibkan untuk menyelesaikan sengketanya
dengan cara damai, namun untuk permasalahan sengketa kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) tidak dapat diselesaikan dengan cara damai
karena dalam proses penyelesaiannya dengan cara damai yaitu
melalui diplomatik Jepang dan Korea Selatan tidak menemukan
solusi untuk menyelesaikan sengketa kepulauan Takeshima.

Penyelesaian sengketa melalui hukum yaitu melalui


mahkamah internasional, dimana mahkamah internasional sering

48
melakukan proses penyelesaian sengketa internasional tidak dapat
menjadi solusi sebagai penyelesaian sengketa kepulauan Takeshima
( Dokdo ) dikarenakan pihak Korea Selatan menolak tiga kali
perjanjian yang diajukan oleh Jepang untuk membawa
permasalahan sengketa kepulauan Takehsima ( Dokdo ) ke
mahkamah internasional yaitu Pertama, pada bulan Maret 1962.
Kedua, pada bulan September 1964. Ketiga, pada bulan Agustus
2012. Sedangkan dalam proses beracara dalam mahkamah
internasional kedua negara yang bersengketa atau berkonflik
harus menandatangani perjanjian penyerahan permasalahan
sengketa ke mahkamah internasional apabila salah satu pihak
menolak maka proses beracara di dalam mahkamah
internasional tidak dapat dilakukan. Sehingga cara penyelesaian
hukum tidak dapat menyelesaiakan permasalahan sengketa
kepulauan Takeshima ( Dokdo ) apabila salah satu negara yang
bersengketa tidak menyetujui perjanjian penyerahan sengketa ke
mahkamah internasional.

Ketika suatu konflik atau sengketa tidak menemui


penyelesaian maka jalan yang ditempuh suatu negara untuk
menyelesaikan permasalahan sengketa yang melibatkan negara
tersebut adalah dengan melalui perang. Seperti yang dilakukan oleh
negara Argentina dan Inggris yang menyelesaikan sengketa pulau
Falkland ( Inggris ) atau Malvinas ( Argentina ) dengan melalui
perang yang di laksanakan pada bulan Maret tahun 1982 dimana
Argentina lebih dahulu menyerang pulau Falkland ( Malvinas )
dengan mengirim 30 kapal dan tindakan ini tidak diterima oleh
Inggris sehingga kerajaan Inggris mengirimkan tentara kerajaan ke
pulau Falkland ( Malvinas ) peperangan ini dimenangkan oleh
tentara Inggris dimana mereka didukung dengan adanya senjata –

49
senjata tempur modern sehingga Argentina menyerah pada bulan
Juni 1982 dan pulau Falkland ( Malvinas ) di dapatkan oleh Inggris.

Foto 24: Kepulauan Falkland

Penyelesaian Sengketa Kepulauan Takeshima ( Dokdo )


dapat diselesaikan dengan cara perang dan dapat ditentukan dengan
adanya hasil kemenangan perang yang dapat di menangkan oleh
Jepang maupun Korea Selatan, seperti yang kita ketahui kedua
negara termasuk sebagai negara yang maju, dengan kemajuan
teknologi yang berkembang dengan cepat, pertumbuhan ekonomi
yang maju, kekuatan militer yang maju, dan pasukan militer yang
dimilki kedua negara juga banyak terlebih Korea Selatan terdapat
adanya program wajib militer bagi kaum laki – laki hal tersebut
menjadi salah satu kelebihan Korea Selatan menjadi nilai lebih dari
masing – masing negara.

50
Apabila kedua negara lebih memilih jalur penyelesaian
sengketa melalui perang maka kedua negara dapat menyelesaikan
permasalahan sengketa ini dengan mudah, namun dengan adanya
penyelesaian sengketa melalui perang memerlukan biaya yang tidak
sedikit dan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Perang dapat
berjalan dalam kurun waktu yang lama tidak hanya sebulan namun
dapat memerlukan waktu berbulan – bulan hingga bertahun – tahun
untuk menyelesaikan peperangan, dalam jangka waktu yang
lama tersebut kedua negara harus siap dengan semua proses pada
masa perang, kedua negara harus pintar dalam melakukan strategi
perang untuk mendapatkan hak kedaulatan pulau Takeshima
( Dokdo ). Kekuatan militer yang dimiliki oleh kedua negara
menjadi salah satu faktor pendukung untuk melihat secara kasar
negara mana yang dapat memenangkan perang untuk mendapatkan
hak kedaulatan pulau Takeshima ( Dokdo ).

Kedua negara memiliki hubungan diplomatik yang baik


dengan negara Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat memiliki
kekuatan militer yang kuat dan bukan tidak mungkin kedua negara
akan meminta bantuan Amerika Serikat untuk membatu kedua
negara dalam menyelesaikan perang apabila benar Jepang dan
Korea Selatan memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan
sengketa melalui jalur perang.

Setelah perang selesai timbul masalah baru akibat adanya


perang antara kedua negara, kedua negara harus siap untuk
merasakan resiko atau akibat pasca perang yang dapat merugikan
negara dalam bidang ekonomi, kemanusian, dan lain lain, sebagai
contoh dalam bidang ekonomi, pada masa perang suatu negara
dapat mengeluarkan banyak dana untuk membiayai seluruh proses
pada masa perang, karena roda ekonomi otomatis akan berhenti

51
apabila ada suatu negara yang terlibat perang sehingga negara yang
terlibat perang harus bekerja lebih dalam mengatur ekonomi negara
dalam masa perang. Sehingga pasca perang negara tersebut akan
mengalami permasalahan atau krisis ekonomi yang merugikan bagi
seluruh masyarakat dan dapat menyebabkan kemiskinan yang
berkepanjangan.

Selain dalam permasalahan ekonomi, dalam kemanusian


juga dapat menimbulkan banyak korban jiwa yang jatuh dalam
masa perang dan hal tersebut dapat mengakibatkan adanya
kesedihan mendalam bagi masyarakat kedua negara.

ii. Kegagalan Reunifikasi Korea

A. AWAL MULA
Korea terbagi menjadi dua negara yakni Korea Utara dan Korea
Selatan. Terbaginya Korea menjadi dua negara ini merupakan simbol
warisan persaingan ideologi di masa Perang Dingin. Pada akhir tahun
1970-an, Korea Utara dan Korea Selatan mulai tampil di kalangan
masyarakat internasional akibat keberhasilannya dalam pertumbuhan
ekonomi dan menghilangkan kemiskinan dalam waktu yang cukup
singkat. Selain dari segi ekonomi, Korea menjadi pusat perhatian
masyarakat internasional karena pertentangan dan persaingan antara
Korea Utara dan Korea Selatan yang semakin tajam, yakni dengan
memperkokoh sistem pertahanannya masing-masing. Presiden Kim Dae
Jung memerintah Korea Selatan sejak tahun 1998 hingga 2003. Selama
memerintah Korea Selatan, Kim Dae Jung telah mengeluarkan
kebijakan-kebijakan untuk lebih memperbaiki keadaan Korea Selatan.
Pertama, Presiden Kim Dae Jung mampu mengubah Korea Selatan
yang dulunya rezim militer menjadi pemerintahan yang demokratis.

52
Kedua, Kim Dae Jung mampu mengeluarkan Korea Selatan dari
belenggu krisis moneter dengan menggalakkan pembangunan setelah
mendapat bantuan dari IMF. Ketiga, Kim Dae Jung berupaya untuk
mengadakan reunifikasi Korea dengan megeluarkan Kebijakan Sinar
Matahari yang nantinya akan membawa Presiden Kim Dae Jung
(Korea Selatan) dan Presiden Kim Jong il (Korea Utara) bertemu dalam
meja perundingan.

Foto 25:Kim Jong il

B. PERJALANAN

Kim Dae-jung lahir di Haui-do (Jeolla Selatan), Korea Selatan


tanggal 03 Desember 1925 dan meninggal di Seoul, Korea Selatan
tanggal 18 Agustus 2009 pada umur 83 tahun. Kim Dae Jung adalah
aktivis gerakan pro-demokrasi dan anti- militerisme yang dianggap
sebagai penghambat atau penghalang karena potensinya dalam

53
mengancam stabilitas kekuasaan pemerintah yang sangat berkepentingan
menjaga status quo sehingga disebut sebagai "musuh negara".

Kim Dae Jung menang dalam pemilu presiden Desember 1997 saat
mengalahkan Lee Hoi-chang dari Partai Besar Nasional dan Rhee In-je
dari Partai Rakyat Baru. Berakhirnya kekuasaan Presiden Kim
Young-sam selintas menandakan pupusnya dominasi militer yang
runtuh akibat krisis moneter. Awal tahun 1998, Kim Dae-jung dilantik
sebagai Presiden Korea Selatan. Setelah bantuan IMF (Dana Moneter
Internasional) diterima, Kim Dae Jung melancarkan serangkaian
pembaruan. Lima chaebol terbesar yaitu Hyundai, Samsung, Daewoo,
LG, dan Sungkyong menjadi teladan dalam melakukan restrukturisasi dan
liberalisasi.

Sikap Kim Dae Jung yang demokratis tercermin dalam segala


tindakannya terutama sewaktu dia memerintah dengan melakukan
perombakan politik demokrasi seperti pembebasan para tahanan,
adanya kebebasan pers, perlakuan kepada buruh distandarkan dengan
perlakuan internasional serta dihapuskannya larangan demonstrasi.
Perjuangan dan pengalaman hidupnya yang keras tersebut telah

Foto 26: Presiden Kim Dae Jung (1998 - 2003)

54
membentuk Kim Dae Jung menjadi figur pemimpin yang keras hati
dengan berupaya merealisasikan segala kebijakan yang dikeluarkannya
sebagaimana tampak dalam usahanya yang sangat antusias mereunifikasi
Korea. Dalam mengeluarkan kebijakannya, Kim Dae Jung juga
melakukan serangkaian usaha-usaha yang sangat menguntungkan Korea
Selatan, seperti halnya di bidang ekonomi dan keamanan, dimana
keputusan mengeluarkan Sunshine Policy (Kebijakan Matahari)
dilakukan dengan cara yang konsisten mengajak Pyongyang untuk
berdamai dengan ketulusan hati, dan dengan kemauan keras untuk
mencapai tujuan mengurangi kekhawatiran situasi yang ada.

Sejak dicanangkan kebijakan engangement terhadap Korea Utara


pemerintah Kim Dae Jung pada tahun 1998 yang disebut sebagai
sunshine policy, pemerintah Korea Selatan memiliki visi untuk mencapai
proses reunifikasi Korea secara damai melalui dialog dan bantuan
ekonomi. Visi tersebut didasari oleh keyakinan positif dari pihak Korea
Selatan bahwa pemerintah Korea Utara sedang berada dalam proses
perubahan untuk menjamin eksistensinya dan dari pihak Korea Selatan
percaya bahwa kebijakan engangement yang dicanangkan Korea Selatan
akan memberikan hasil yang positif.

Proses reunifikasi Jerman tahun 1990 lalu mengilhami Presiden


Kim Dae Jung untuk mengupayakan agar reunifikasi terjadi di
Semenanjung Korea. Kim Dae Jung berupaya mewujudkan penyatuan
kembali kedua Korea dalam berbagai forum internasional, seperti saat
tampil dalam APEC Forum on Shared Prosperity and Harmony di Seoul.
Dalam kunjungannya ke Jerman pada bulan Maret 2000, melalui
Deklarasi Berlin Kim menyerukan pihak Pyongyang agar mulai
mengembangkan kembali dialog langsung dengan Seoul. Berlin
dijadikan tempat yang tepat untuk mengungkapkan Deklarasi Berlin

55
karena Kota Berlin pernah terpecah akibat perbedaan ideologi, tetapi
akhirnya bisa bersatu kembali. Deklarasi Berlin diharapkan dapat
sebagai acuan menciptakan Semenanjung Korea yang makmur, damai,
dan aman di masa mendatang.

Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung yang memerintah tahun


1998-2003 memiliki itikad baik di dalam setiap pelaksanaan
kebijakannya, yang selalu berupaya memprioritaskan pemulihan
hubungan bilateral antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kim Dae Jung
juga memiliki komitmen jelas terhadap unifikasi bahkan, sejak isu
unifikasi masih sangat sensitif di Korea Selatan. Kim Dae Jung
mengangkat persoalan penggabungan kembali Korea pertama kali tahun
1971 ketika menentang Park Chung Hee dalam pemilihan presiden.
Keinginan untuk mengadakan reunifikasi Korea juga didorong oleh
pribadi Kim Dae Jung sendiri. Selain itu, keinginan untuk mengadakan
reunifikasi Korea juga didorong oleh pribadi Kim Dae Jung yang
konsisten, cinta damai, dan ambisius.

Foto 27: Presiden Korea Selatan 3, Park Chung Hee

56
Faktor pendukung adanya reunifikasi juga dikaitkan dengan adanya
kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Pengusaha Korea Selatan
melihat banyak kesempatan yang dapat digali di Korea Utara, seperti
Pantai Timur sebagai pusat industri berat dan kimia, Wansu sebagai
tempat pembuatan kapal, daerah Geomdeok terdapat bermacam-macam
logam merupakan tempat menjanjikan bagi penanaman investasi industri
berat, kimia, dan juga pengembangan sumber daya alam. Begitu juga
daerah Najin dan Seonbong merupakan zona ekonomi yang patut
dikembangkan sebagai pusat transportasi dan tujuan turis. Sepanjang
Pantai Barat, di daerah Haeju terdapat semen dan besi baja, sedangkan
daerah Gaesong terdapat bahan makanan dan tenun. Jika fasilitas
transportasi di daerah Gaesong diperbaiki, maka hasil-hasil makanan dan
tenun dapat dipasarkan di Seoul. Selain itu, masih banyak daerah di
Korea Utara yang memiliki potensi sebagai daerah industri. Selain itu,
adanya dukungan dari empat negara besar, yaitu Amerika Serikat, Jepang,
Cina, dan Rusia juga menjadi faktor pendukung eksternal reunifikasi
Korea.

Dalam upaya reunifikasi Korea terdapat kendala-kendala. Adapun


kendalanya, yaitu: perbedaan sistem politik dan ancaman militer Korea
Utara. Korea Selatan dan Korea Utara selama perkembangannya
mempunyai perbedaan. Perbedaan pertama di bidang pemerintahan,
Korea Selatan telah mengalami beberapa kali perubahan pimpinan
sehingga mendapat banyak pengalaman bagaimana menangani krisis
politik, sedangkan Korea Utara tidak mengalami perubahan dalam
pimpinan karena menganut sistem The Founding Father. Kedua di
bidang hubungan dengan dunia luar, Korea Selatan yang sudah mendapat
pengaruh negara barat, terutama Amerika Serikat telah mengadakan
hubungan dan kerjasama dengan masyarakat internasional sehingga
Korea Selatan menjadi negara yang berkembang dan maju, sedangkan
Korea Utara dengan politik isolasinya masih tertutup untuk

57
mengadakan hubungan dengan dunia luar sehingga Korea Utara sulit
untuk berkembang.

Kekuatan militer Korea Utara memiliki keunggulan di banding


Korea Selatan. Pertama, Korea Utara memiliki keunggulan yang terbukti
dari besarnya anggaran pertahanan yang dikeluarkan oleh Korea Utara di
banding Korea Selatan. Kedua, Korea Utara memiliki lebih banyak orang
bersenjata dibanding jumlah penduduk daripada Korea Selatan dan
negara-negara lain di dunia, kecuali Israel ditambah lagi dengan
kepemilikan senjata nuklir. Ketiga, Korea Utara memiliki keuntungan
geografis. Keempat, Korea Utara memiliki jalur komunikasi yang aman
dengan negara sekutunya Rusia dan Cina.

Keadaan Korea Utara yang semakin memprihatinkan, membuat


Kim Dae Jung berusaha terus membujuk Korea Utara agar mau
menerima kebijakannya untuk mencapai reunifikasi. Korea Utara yang
masih saja keras dan tidak menanggapi positif usul Kim Dae Jung tidak
mematahkan keinginan Kim Dae Jung untuk tetap merangkul Korea
Utara. Kebijakan Kim Dae Jung tersebut diberi nama “Kebijakan Sinar
Matahari”. Disebut Sinar Matahari karena selalu menghangatkan dan
memberi rasa nyaman bagi penduduk di muka bumi, dengan maksud
bahwa kebijakan Kim Dae Jung akan membawa perubahan yang lebih
baik untuk Korea Utara tanpa harus melalui jalan kekerasan.

Strategi Kebijakan Matahari Kim Dae Jung berupaya menempa


hubungan yang lebih baik antar kedua Korea dengan memisahkan
ekonomi dan politik serta mengijinkan perusahaan-perusahaan
perorangan di Korea Selatan untuk menanamkan modalnya di Korea
Utara dan mempromosikan proyek-proyek yang didasarkan atas prinsip
timbal balik. Kesempatan untuk membantu Korea Utara tidak disia-
siakan pemerintah Korea Selatan. Dalam membantu pertumbuhan

58
ekonomi Korea Utara, Korea Selatan mengadakan kerjasama ekonomi
dengan Korea Utara sebesar 4,13 juta dollar Amerika untuk membantu
Korea Utara melalui organisasi internasional, seperti Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pertengahan tahun 2000.

Pemerintah Kim Dae Jung mengijinkan pelaku bisnis di Korea


Selatan untuk bekerjasama dengan Korea Utara dalam bidang produksi.
Kerjasama ekonomi dilakukan agar produktivitas dan efisiensi kerjasama
ekonomi antar Korea dapat meningkat. Bantuan ekonomi termasuk
bantuan makanan dan pupuk, merestrukturisasi sector pertanian Korea
Utara, mengkonstrukturisasi kembali infrastruktur, menyelesaikan
masalah listrik, mendukung investasi yang dilakukan perusahaan-
perusahaan swasta Korea Selatan serta memberi jaminan investasi
bagi pelaku bisnis Korea Selatan, menghindari pajak yang terlalu tinggi,
dan menghindari perselisihan ekonomi. Kebijakan Matahari merupakan
paket yang digunakan Kim Dae Jung untuk mencapai keinginannya
menuju reunifikasi Korea. Kim Dae Jung telah membantu Korea Utara
untuk lebih terbuka dan bergabung dengan komunitas internasional. Kim
Dae Jung yakin dengan Kebijakan Matahari dapat mengurangi situasi
perang dingin di Semenanjung Korea.

Korea Utara merupakan negara yang tertutup dari dunia luar. Korea
Utara tetap mencari jalan sendiri dengan menggunakan ideologi Ju-che.
Negara dan masyarakat Korea Utara dikenal oleh dunia luar sebagai
tanah yang membeku. Presiden Kim Dae Jung tidak henti-hentinya
mencoba ”menyinari” Korea Utara dengan Kebijakan Matahari. Usaha
Kim Dae Jung mulai membuahkan hasil yang dibuktikan dengan
dibukanya pintu air oleh ketua umum Hyundai Group, Chung Ju-Yung.
Chung membawa bantuan berupa 500 ekor sapi melewati jalan darat
antara Korea Utara dan Korea Selatan yang selama ini tertutup rapat.

59
Chung Ju-Yung bertemu dengan sejumlah pemimpin Korea
Utara, termasuk Kim Jong Il. Chun dapat mengetahui bahwa para
pemimpin Koea Utara sangat menginginkan kerjasama dalam berbagai
bidang dengan pihak Korea Selatan karena Korea Utara sudah lama
menghadapi kesulitan besar, seperti kekurangan pangan, kekurangan
valuta asing, kekurangan minyak mentah, dan kekurangan energi. Kim
Dae Jung memberikan ijin kepada sejumlah banyak pengusaha Korea
Selatan untuk mencari kesempatan dalam membuka dan melakukan
kerjasama dengan rekannya di Korea Utara. Meskipun jumlahnya belum
terlalu banyak, sejak saat itu sudah mulai terdapat hubungan dalam
berbagai bidang non politik. Keberhasilan ini menjadi tanda
keberhasilan pelaksanaan Kebijakan Sinar Matahari yang dipelopori
oleh Presiden Kim Dae Jung.

Foto 28:Chung Ju-yung, Pendiri Hyundai Group

Melalui Kebijakan Sinar Matahari, Kim Dae Jung memelopori


upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dengan saudaranya, Korea Utara
yang tetap bermusuhan setelah Perang Korea 1950-1953 dengan
mengadakan kunjungan ke Pyongyang. Pertemuan puncak antara
Presiden Kim Dae Jung dan Kim Jong Il tahun 2000 di Pyongyang

60
mengandung arti penting bagi upaya reunifikasi Korea. Melalui
pertemuan puncak itu, kedua Korea memilih cara penyatuan dengan
hidup bersama secara damai. Berdasarkan arti pertemuan puncak, kedua
Korea sangat memerlukan sikap untuk menuju masa pasca Perang Dingin
dan menghapuskan hubungan pertentangan di masa Perang Dingin.
Kunjungan Kim Dae Jung ke Korea Utara dan berhasilnya pertemuan
puncak di Pyongyang pada Juni 2000 merupakan hasil Kebijakan Sinar
Matahari Kim Dae Jung. Oleh karena keberhasilannya, Kim Dae Jung
memperoleh hadiah Nobel Perdamaian.

Dampak adanya Kebijakan Sinar Matahari antara lain, adanya


proyek mempertemukan keluarga yang terpisah, kerjasama di bidang
ekonomi, kerjasama di bidang pertahanan, dan kerjasama di bidang sosial
budaya. Proyek mempertemukan keluarga terpisah antara Korea Selatan
dan Korea Utara termasuk dalam lima pasal yang disepakati oleh Kim
Dae Jung dan Kim Jong Il. Pertemuan keluarga yang terpisah
berlangsung di Seoul dan Pyongyang pada tanggal 15 Agustus 2000.
Keluarga yang terpisah di Semenanjung Korea pada umumnya
diakibatkan oleh Perang Korea tahun 1950-1953. Proyek
mempertemukan keluarga terpisah adalah hal yang terpenting dan harus
diutamakan oleh kedua pemerintah di Semenanjung Korea. Sejak
pertemuan puncak tanggal 13-15 Juni 2000, sering diselenggarakan
pertemuan antar palang merah, di antaranya dua kali mempertemukan
keluarga terpisah, mendirikan kantor, dan mewujudkan sistem surat
menyurat antar Korea supaya mereka yang mencari keluarganya dapat
secara bebas menulis surat kepada keluarganya.

Politik Sinar Matahari merupakan kebijakan politik luar negeri yang


dibuat oleh Presiden Kim Dae Jung guna meningkatkan hubungan dalam
rangka mencapai sebuah rekonsiliasi dengan Korea Utara, diantaranya
pertukaran tenaga kerja maupun barang dari Korea Utara dan Korea

61
Selatan. Kerjasama ekonomi antar Korea memang sangat
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Modal dan teknologi dari pihak
Korea Selatan serta sumber-sumber alam dan tenaga kerja yang
bermutu dari Korea Utara saling dapat mengisi. Pertumbuhan ekonomi
dalam negeri Korea Selatan memberikan motivasi bagi perusahaan dan
tenaga kerja Korea Selatan untuk memperluas gerak kerjanya ke luar
negeri. Pengusaha-pengusaha Korea Selatan menaruh perhatian untuk
dapat menanamkan modal di Korea Utara. Para pengusaha Korea Selatan
beranggapan bahwa di Korea Utara banyak tempat yang dapat digunakan
sebagai lahan bisnis, seperti tekstil dan alat-alat elektronik.

Hasil nyata dalam pertemuan puncak antar Korea adalah pertemuan


Menteri Pertahanan kedua negara. Pertemuan kedua Menteri
Pertahanan dalam menuju arah normalisasi hubungan Korea Selatan dan
Korea Utara merupakan kemajuan yang sangat diharapkan oleh semua
penduduk Korea dan masyarakat internasional. Sebelum pertemuan
puncak antar Korea diselenggarakan di Pyongyang, tahun 1998-1999
terjadi pertempuran laut yang keras antara angkatan laut Korea Selatan
dan Korea Utara dengan intensitas yang tinggi. Pasca Konferensi Tingkat
Tinggi Korea, tahun 2000-2001 pertempuran angkatan laut Korea Selatan
dan Korea Utara hampir tidak pernah terjadi.

Berdasarkan deklarasi antar Korea yang disepakati kedua kepala


pemerintahan, para Menteri Pertahanan mencoba memperlihatkan usaha
untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan saling kepercayaan.
Kedua pihak pertahanan akan memasang telepon langsung dalam waktu
dekat dengan maksud kedua belah pihak akan saling menyampaikan
pemberitahuan apabila akan mengadakan latihan militer. Kedua menteri
pertahanan sepakat bekerjasama dalam mewujudkan proyek
menghubungkan rel kereta api. Pembangunan rel kereta api
membutuhkan bantuan pemimpin pertahanan sebab proyek akan

62
dilaksanakan di dalam daerah bebas militer yang banyak terdapat fasilitas
pertahanan dan ranjau darat.

Program-program bersama yang dijalankan Korea Utara dan Korea


Selatan sebelum dan pasca terlaksananya Konferensi Tingkat Tinggi
Korea dalam berbagai bidang merupakan suatu hasrat yang mendalam
untuk membuka jalan bagi persatuan dan kesatuan bangsa Korea yang
masih terpecah hingga saat ini. Bahkan hingga menyentuh bidang
olahraga, seperti pembangunan infrastruktur olahraga yang dilakukan
oleh Korea Selatan terhadap Korea Utara maupun pelaksanaan even
olahraga itu sendiri antara Korea Utara dengan Korea Selatan. Pada
tanggal 29 September 1999 di daerah Sungai Potonggang, kota
Pyongyang dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung
olahraga Pyongyang oleh Hyundai Business Group dan disponsori oleh
Ketua Kehormatan Hyundai Group Jong Ju- yong.

Pertukaran dan kerjasama bidang olahraga antar Korea


diharapkan memberi pengaruh yang cukup besar pada bidang politik,
ekonomi, dan kemasyarakatan. Tidak hanya pertandingan persahabatan
itu saja yag dilaksanakan untuk mencapai reunifikasi, tetapi juga
terlihat ketika Olimpiade di Sydney tahun 2000. Rombongan olahraga
Korea Utara dan Korea Selatan masuk bersama dalam upacara
pembukaan Olimpiade Sydney dengan didahului satu bendera rakyat,
yaitu bendera peta Semenanjung Korea. Keberhasilan bidang olahraga di
Sydney diharapkan dapat membantu disepakatinya pembentukan tim
olahraga tunggal dalam pertandingan – pertandingan internasional.
Namun, hal itu tidak berhasil mewujudkan pembentukan tim tunggal
dalam pertandingan Piala Dunia 2002 di Korea. Dalam kejuaraan sepak
bola internasional yang terbesar itu, hanya tim nasional Korea Selatan
saja yang maju bertanding.

63
iii. Sengketa Kepulauan Spratly, Paracel, dan Scarborough Shoal

A. AWAL MULA

Kepulauan Spratly pada awalnya tidak berpenghuni. Hal ini


disebabkan kebanyakan pulau ini berupa gugusan karang. Namun
tuntutan terhadap Kepulauan Spratly dilancarkan kerana Kepulauan
Spratly mempunyai banyak kelebihan misalnya kekayaan kandungan
minyak dan kedudukannya yang strategik. Kawasan Laut China Selatan
apabila dilihat dalam konteks kaca mata Undang-Undang Laut
Antarabangsa merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomi, politik
dan sangat strategik. Sehingga menjadikan kawasan ini berpotensi untuk
mencetuskan konflik mahupun potensi kerjasama antara negara yang
bersempadan dengannya. Dengan kata lain, kawasan Laut China Selatan
yang memiliki kandungan minyak bumi dan gas asli yang kaya
didalamnya, serta berperanan sangat penting sebagai jalur perdagangan
dan salah satu telaga minyak dunia, menjadikan kawasan Laut China
Selatan sebagai objek perdebatan dan perebutan kawasan selama
bertahun-tahun.

Konflik perebutan wilayah dan penguasaan kepulauan di Laut China


Selatan bermula oleh tuntutan China ke atas pemilikan seluruh pulau-
pulau yang ada di Laut China Selatan termasuklah Kepulauan Spratly.
China mengakui bahawa kedaulatannya di Laut China Selatan
berdasarkan sejarah serta dokumen-dokumen kuno. Menurut China sejak
2000 tahun yang lalu, perairan ini telah menjadi laluan pengangkutan
utama bagi para pedagang China sebelum ini ke negara-negara lain.

64
Namun Vietnam membantah serta tidak mengakui tuntutan
pemilikan wilayah terhadap Kepulauan Spratly tersebut bahkan, Vietnam
mengatakan bahawa wilayah Kepulauan Spartly merupakan sebahagian
dari wilayah 4 negaranya. Vietnam mengakui wilayah Kepulauan Spratly
dan sekitarnya merupakan kawasan sejak abad ke-17. Akibat perebutan
pengakuan wilayah atas Kepulauan Spratly antara China dan Vietnam,
pada tahun 1988 terjadi insiden antara Angkatan Laut China dan
Angkatan Laut Vietnam. Insiden ini terjadi dimana kapal Angkatan Laut
Vietnam yang sedang berlayar di Laut China Selatan disekat oleh kapal
perang Angkatan Laut China. Dalam pemberontakan tersebut, Angkatan
Laut Vietnam kehilangan 74 orang anggotanya. Akibat dari insiden ini
juga, Vietnam memutuskan hubungan diplomatik dengan China,
walaupun beberapa tahun kemudian hubungan diplomatik kedua negara
berlangsung normal kembali.

Dalam perkembangannya, selain China dan Vietnam, Filipina pun


mengakui kedaulatannya atas wilayah Kepulauan Spratly. Filipina yang
mengatakan bahawa Kepulauan Spratly dengan nama Kalayaan. Filipina
mengakui serta menduduki Kepulauan Spratly di bahagian timur kerana
sebelum ini kawasan tersebut tidak bertuan atau kosong. Filipina juga
menunjukkan Perjanjian Perdamaian San Fransisco 1951, dimana dalam
perjanjian tersebut Jepun melepaskan kedaulatannya atas Kepulauan
Spratly, tapi tidak disebutkan diserahkan kepada negara manapun.
Filipina mulai meneroka gas asli serta eksploitasi perikanan di sekitar
Kepulauan Spratly di bahagian timur. Malaysia, Taiwan dan Brunei turut
menyatakan bahawa Kepulauan Spratly di Laut China Selatan
merupakan sebahagian dari wilayah negara mereka. Malaysia
menegaskan bahawa sebagian dari Kepulauan Spratly adalah dari
wilayahnya. Malaysia menyebut Kepulauan Spratly dengan nama
Terumbu Layang.

65
Menurut Malaysia, langkah ini diambil berdasarkan Peta Undang-
Undang Laut Malaysia Tahun 1979, yang mencakupi sebahagian dari
wilayah Kepulauan Spratly. Malaysia bahkan membangunkan mercu
tanda di salah satu wilayah di Kepulauan Spratly. Malaysia juga bersama
Filipina dan Brunei merupakan sesama anggota Asean, dengan adanya
konflik atas wilayah Kepulauan Spratly khusus untuk Malaysia-Filipina
semakin menambah rumit hubungan diantara kedua-dua negara.
Hubungan antara Malaysia dengan Filipina yang selama ini agak kurang
harmoni disebabkan masalah tenaga kerja menjadikan masalah semakin
kompleks dengan munculnya konflik tuntutan wilayah Spratly. Taiwan
sebagai salah satu negara yang mengakui kedaulatan atas Kepulauan
Spratly juga mengalami ketegangan hubungan dengan Flipina.

Taiwan menuntut dan menduduki Kepulauan Spratly pada tahun


1956 dengan menempatkan pasukannya secara tetap serta membangun
landasan pesawat dan ketenteraan lainnya di Pulau Itu Abaa. Di
Kepulauan Kalayaan, yang merupakan wilayah gugus Kepulauan Spratly
timur mengalami pertindihan kepemilikan antara Filipina dan Taiwan.
Wilayah yang paling dipertentangkan adalah Pulau Itu Abaa, yang
dikenali oleh Filipina sebagai Pulau Ligaw. Pada tahun 1988 Angkatan
Laut China menahan 4 buah kapal nelayan Taiwan yang dituduh telah
memasuki wilayah perairan Filipina di Kalayaan. Disamping konflik
antara Taiwan-Filipina, konflik juga terjadi antara Taiwan-China.
Konflik Taiwan-China atas Kepulauan Spartly merupakan konflik
sejarah antara kedua negara.

Brunei hanya menuntut sempadan kontinen perairan di Laut China


Selatan. Brunei ingin ketegasan mengenai masalah sempadan kontinen

66
perairan negaranya yang meliputi wilayah di sekitar perairan Kepulauan
Spratly. Walaupun demikian tetap saja menimbulkan konflik dengan
Malaysia, iaitu konflik mengenai terumbu karang di sebelah selatan Laut
China Selatan yang sewaktu air pasang berada di bawah permukaan laut.
Brunei mengakui gugusan karang dan landasan kontinen di sekitarnya
merupakan sebahagian dari wilayahnya. Di pihak Malaysia pada tahun
1979 pula turut menuntut gugusan karang tersebut bahkan
mendudukinya. Akan tetapi konflik antara Brunei-Malaysia mengenai
tuntutan kedaulatan di sekitar Kepulauan Spartly relatif tenang, belum
sampai menimbulkan konflik terbuka kearah peperangan antara kedua
negara.

B. KEDUDUKAN KEPULAUAN SPRATLY

Foto 29: Kepulauan Spratly

Kepulauan Spratly merupakan pulau yang tidak berpenghuni dan


secara relatifnya tiada aktiviti ekonomi yang dijalankan di daratannya. Ia
mempunyai kawasan terumbu karang seluas lebih kurang 4 km² dan
dikelilingi lautan seluas 410.000 km². Kepulauan ini dibatasi oleh
wilayah perairan dari beberapa negara iaitu China, Filipina, Vietnam,

67
Brunei, Taiwan dan Malaysia. Kepulauan Spratly merupakan kepulauan
yang berada di Laut China Selatan yang terdiri daripada 350 gugusan
pulau-pulau kecil yang kaya dengan hasil khazanah alam semulajadi
seperti terumbu dan pulau batu karang.

Pertelingkahan antara enam buah negara tersebut mengenai


Kepulauan Spratly ini telah lama berlaku dan tidak mencapai titik
penyelesaian dan perdamaian hingga ke hari ini. Hal ini kerana setiap
negara yang terlibat tidak mahu mengalah dalam usaha untuk
mendapatkan Kepulauan Spratly. Kelebihan dan kekayaan hasil alam
seperti minyak, gas asli, hasil laut yang pelbagai misalnya kekayaan
sumber protein dan kedudukannya strategik berhampiran Laut China
Selatan yang menjadi laluan utama perdagangan menyebabkan
kepulauan ini menjadi rebutan.

C. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG KONFLIK

Pada tahun 1986, Kepulauan Spratly ini mula menjadi tumpuan dan
tuntutan beberapa negara kerana terdapat penemuan minyak dan gas asli
pertama di kawasan kepulauan. Menurut data yang dikeluarkan oleh ‘The
Geology and Mineral of People’s Republic of China’ (RCC)
menyatakan bahawa kandungan minyak yang terdapat di kepulauan itu
berjumlah sekitar 17.7 milion ton dan merupakan telaga minyak ketiga
terbesar di dunia yang boleh mendatangkan keuntungan berlipat kali
ganda bagi negara yang memiliki kepulauan ini.

Selain itu, kedudukannya yang strategis di tengah-tengah Laut


China Selatan dan menjadi kawasan tumpuan hidupan laut seperti ikan
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tercetusnya konflik di
antara beberapa negara di Asia Tenggara. Lambakan kapal-
kapal penangkap ikan yang singgah untuk menangkap hasil laut bagi

68
mengaut keuntungan ynag besar telah memburukkan lagi keadaan
konflik. Aktiviti penanagkapan ikan yang dilakukan di kawasan laut
tersebut dianggap sebagai pencerobohan bagi zon perairan negara-negara
yang berdekatan dengan kepulauan ini. Tambahan pula, konflik ini
semakin parah apabila beberapa negara seperti Malaysia, Vietnam,
Filipina, dan Taiwan menuntut penamaan terhadap gugusan pulau-pulau
yang terdapat di Kepulauan Spratly. Bagi negara Brunei Darussalam pula,
tuntutannya adalah berbeza apabila hanya menuntut wilayah laut di
Kepulauan Spratly sebagai Zon Ekonomi Eksklusifnya untuk
melebarkan sayap wilayahnya.

D. PIHAK YANG TERLIBAT

Terdapat enam buah negara yang menuntut hak pemilikan bagi


Kepulauan Spartly iaitu Malaysia, China, Taiwan, Vietnam, Filipina dan
juga Brunei. Setiap negara mempunyai justifikasi dan sebab-sebab
tertentu untuk menuntut hak pemilikan Kepulauan Spartly ini. Pulau-
pulau tersebut dituntut atas faktor sejarah maupun faktor persempadanan
dan faktor ekonomi iaitu konsep Zon Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Tuntutan dari negara-negara yang dinyatakan di atas secara umum adalah
seperti berikut:

1. China

Tuntutan yang dilakukan oleh China adalah atas dasar


sejarah. Memang secara geografi, jarak antara RRC
dengan Kepulauan Spratly sangat jauh dan tidak terjangkau dengan
menggunakan konsep landas kontinen dan ZEE. Namun begitu,
China masih melakukan tuntutan terhadap gugusan pulau di
kepulauan Spratly atas dasar sejarah. Hal ini adalah disebabkan pada
zaman sebelum arus modenisasi hadir, konon telah ada jejak

69
kehidupan Dinasti China di Kepulauan Spratly. Menurut China
sejak 2000 tahun yang lalu, Kepulauan Spratly sudah menjadi jalur
perdagangan China. Selain itu, kenyataan ini turut disokong oleh
fakta-fakta sejarah antaranya penemuan bukti-bukti arkeologi China
Dinasti Han (206-220 SM) di beberapa gugus Kepulauan Spartly.

Berdasarkan latar belakang sejarah juga, pada abad ke-19


China telah menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan tuntutan
ke atas kepulauan ini iaitu pada tahun 1876. Namun terjadi
pertembungan tuntutan pada ketika itu kerana terjadinya Perang
Dunia Pertama antara Perancis, Inggris dan Jepun yang melakukan
penaklukan ke atas Laut China Selatan. Tuntutan yang lebih kuat
adalah dengan penerbitan peta dengan memasukkan hampir seluruh
wilayah Laut China Selatan ke dalam peta wilayah sekitar
pertengahan abad 20.

Dalam catatan, baru sekitar tahun 1988 China melakukan


penaklukan secara tidak rasmi ke atas Kepulauan Spratly.
Penaklukan ini dilakukan dengan mengadakan kem ketenteraan
secara besar-besaran di Kepulauan Spratly. Pada tahun ini,
tercetusnya konflik China-Vietnam dimana pada ketika itu terjadi
pendudukan di Kepulauan Spratly dan Paracel dengan mengusir
paksa Vietnam. Hal ini semakin merumitkan konflik apabila China
mewujudkan undang-undang tentang Laut Teritorial dan
Contiguous Zone yang memasukkan Kepulauan Spratly sebagai
wilayahnya. Hal tersebut terus giat dilakukan oleh China bahkan
hingga sekarang. Pelbagai inisiatif telah dilakukan oleh China
antaranya adalah perjanjian bilateral, dan perjanjian multilateral.

70
2. Taiwan

Taiwan juga tidak ketinggalan dalam melakukan tuntutan


terhadap Kepulauan Spratly. Tuntutan yang dilakukan oleh Taiwan
adalah dibuktikan dengan kependudukannya pada tahun 1956 di
Kepulauan Spratly. Sebelumnya pada tahun 1947, Taiwan telah
menerbitkan peta wilayah yang memasukkan Kepulauan Spratly di
dalam wilayahnya. Salah satu tuntutannya adalah bagi pulau
terbesar di kepulauan tersebut iaitu “Taiping Island”.

3. Vietnam
Vietnam juga melakukan tuntutan atas dasar sejarah.
Vietnam menyatakan bahawa terdapat bukti kependudukannya
terhadap Pulau Spratly dan Paracel sudah dimulai pada abad 17.
Selain itu ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa wilayah
tersebut telah masuk ke dalam wilayah daerah Binh Son,Vietnam.
Vietnam Selatan menegaskan haknya atas Kepulauan Spratly dalam
“San Francisco Conference”. Kemudian Vietnam mulai menyatakan
pemilikannya atas Kepulauan Spratly pada tahun 1975 dengan
menempatkan tentaranya di 13 buah pulau di Kepulauan tersebut.

Konflik-konflik yang terjadi yang melibatkan Vietnam


sebagaimana sempat dijelaskan sebelumnya telah berlangsung
beberapa kali. Konflik disebabkan berkeras antara para pihak,
terutama Vietnam dan China. Sehingga sekarang Vietnam terus
memperkuatkan kuasa ketenteraannya di wilayah Kepulauan Spratly.

4. Filipina

71
Filipina dikatakan mula menduduki Kepulauan Spratly
bermula pada tahun 1970. Prinsip utama yang digunakan dalam
tuntuan Filipina ke atas Kepulauan Spartly adalah Res Nullius.
Filipina berpendapat bahawa tuntutan mereka adalah Res Nullius
kerana tiada kedaulatan efektif ke atas pulau-pulau tersebut sehingga
tahun 1930 ketika Perancis dan seterusnya Jepun mengambil alih
pulau-pulau tersebut. Jepun meninggalkan kedaulatan mereka ke
atas pulau-pulau sesuai dengan Perjanjian San Francisco, ada
pelepasan hak atas pulau-pulau tanpa penerima khusus. Tuntutan
juga dilakukan atas prinsip ZEE yang dianggap Filipina bahawa
Kepulauan Spratly adalah termasuk didalam kasawannya.

5. Malaysia

Malaysia melakukan tuntutan terhadap Kepulauan Spratly


atas dasar peta Undang-Undang Persempadanan Antarabangsa.
Memang secara jelas bahawa sebahagian daripada wilayah
Kepulauan Spratly sudah memasuki zon wilayah landasan kontinen
Malaysia atau persempadanan Malaysia. Selain itu, Malaysia pun
melakukan inisiatif-inisiatif seperti kependudukan, tuntutan serta
penamaan terhadap gugusan pulau di Kepulauan Spratly.

Pendudukan yang dilakukan Malaysia oleh pasukan


ketenteraannya dimulai pada tahun 1977. Pada 4 September 1983
Malaysia telah menghantar lebih kurang 20 Pasukan Komando ke
Terumbu Layang-layang dan pada tahun yang sama juga Malaysia
melakukan survey dan kembali menyatakan bahawa kepulauan
tersebut berada di perairan Malaysia. Sehingga saat ini kekuatan
ketenteraan di pulau-pulau tersebut semakin giat dilakukan kerana

72
terdapat desakan dan kepelbagaian inisiatif dan tuntutan dari negara
lain terutama China.

6. Brunei Darussalam

Tuntutan yang dilakukan Brunei adalah berbeza daripada


tuntutan-tuntutan yang dilakukan oleh negara-negara lain. Hal ini
kerana Brunei bukan melakukan tuntutan terhadap gugusan pulau
tetapi hanya kepada wilayah laut Kepulauan Spratly sahaja. Brunei
merupakan satu-satunya negara yang menahan diri untuk menuntut
dan melakukan penempatan ketenteraan di wilayah gugusan
Kepulauan Spratly. Brunei melakukan tuntutan atas dasar konsep
ZEE dimana sebahagian wilayah dari Kepulauan Spratly didapati
memasuki kawasan dalam ZEE Brunei Darussalam.

Oleh itu, jelas menunjukkan bahawa konflik ini melibatkan banyak


negara sehinggakan penyelesaiannya menjadi sangat rumit dan
berlarutan. Konflik ini juga dilihat mempunyai latar belakang yang cukup
rumit sehingga belum terjadi kesepakatan antara negara-negara
bersengketa dalam usaha menyelesaikan konflik. Keadaan ini menjadi
sukar apabila Kepulauan Spratly merupakan titik persempadanan
yang berada di antara beberapa negara iaitu, Indonesia, Malaysia,
Vietnam, Brunei Darussalam, China, Taiwan, dan Filipina.

E. FAKTOR YANG MENYEBABKAN KONFLIK DAPAT


DISELESAIKAN HINGGA KINI

Menurut Muayyrustandi (2012) ASEAN merupakan satu organisasi


regional yang dibentuk di kawasan Asia Tenggara yang berperanan
dalam membentuk kerjasama dan dapat meredakan konflik yang berlaku

73
di Laut China Selatan di Asia Tenggara. Dalam isu perebutan tuntutan
bertindih terhadap Kepulauan Spartly, ia merupakan sesuatu yang sukar
untuk di selesaikan oleh ASEAN dalam bentuk perundingan. Meskipun
terdapat banyak perundingan penyelesaian terhadap isu ini tetapi
sehingga ke hari ini masih belum sampai ke jalan penghujungnya atau
titik penamat. Isu perebutan Pulau Spratly ini sangat unik.

Antara faktor-faktor yang menyebabkan isu ini masih belum


diselesaikan sehingga sekarang, pertamanya ialah kerana ia menjadi
rebutan banyak negara di Asia Tenggara iaitu Malaysia, Taiwan,
Vietnam, Brunei, Filipina dan China. Perebutan Kepulauan Spartly ini
berlaku kerana kedudukannya yang terletak di titik persempadanan
negara-negara ASEAN seperti yang disebutkan di atas. Kesemua negara
tersebut berebut kepulauan ini dengan menuntut bahawa kepulauan ini
hak mereka berikutan kedudukannya yang berhampiran dengan
negara-negara tersebut. Hal ini juga dikukuhkan lagi dengan status
kepulauan tersebut sendiri yang tidak berpenghuni dan dimiliki secara
mutlak oleh kuasa-kuasa yang lain. Sehingga kini, status kepulauan ini
ialah Terra Nullius yang bermaksud hak sesebuah negara lain untuk
menguasainya atas dasar ia tidak dimiliki oleh mana-mana kuasa lain.
Malahan, perebutan yang berlaku antara negara-negara tersebut juga
dikukuhkan lagi dengan keadaan kedudukan Kepulauan Spartly yang
berada di Laut China Selatan yang merupakan laluan utama perdagangan
antarabangsa. Kepulauan Spratly terhubung langsung dengan Kepulauan
Indonesia, Selat Melaka, Selat Sunda dan Lautan Pasifik sehingga
menjadikan kawasan itu mempunyai potensi konflik sekaligus potensi
kerjasama peringkat antarabangsa.

Kedua, Kepulauan Spratly merupakan gugusan pulau-pulau kecil


yang kaya dengan sumber mineral. Di sebalik 350 gugusan pulau-pulau
kecil Kepulauan Spartly, terkandung sumber-sumber alam yang amat

74
bernilai antaranya sumber petroleum sebanyak 17.7 milion tan yang
dianggarkan mampu menjadi telaga minyak ketiga terbesar di dunia.
Faktor kekayaan sumber petroleum telah merancakkan proses perebutan
kepulauan ini atas dasar kepentingan ekonomi kepada negara-negara
yang memilikinya. Seterusnya, Kepulauan Spartly juga kaya dengan
sumber protein sehingga ia menjadi pusat tumpuan dan persinggahan
nelayan-nelayan dari negara-negara jiran untuk bertandang ke kepulauan
tersebut.

Sumber protein yang terdapat di Kepulauan Spartly adalah berkualiti


dan sukar untuk ditemui di lokasi lain. Hal ini adalah kerana Kepulauan
Spartly mempunyai terumbu karang yang banyak yang menjadi habitat
utama bagi kehidupan laut. Selain mempunyai sumber minyak dan
sumber protein yang pelbagai, Spartly juga mempunyai kekayaan gas asli
yang turut menjadi penyumbang kepada perebutan Kepulauan Spartly
bagi negara-negara terbabit.

Faktor yang ketiga ialah tuntutan kesemua negara penuntut masih


lagi seimbang, namun isu ini dilihat benar-benar mencabar kewibawaan
undang-undang antarabangsa terutamanya dari aspek perundangan
maritim. Hal ini kerana konflik Kepulauan Spartly ini telah berlarutan
sekian lama semenjak Perang Dunia Kedua lagi. Namun begitu, pada
tahun 1950, tuntutan terhadap Kepulauan Spartly ini masih tidak wujud
lagi tuntutan yang sah dibuat ke atas kepulauan tetapi hanya dianggap
sebagai halangan terhadap pelayaran semata-mata sahaja. Tuntutan
pertama adalah dilakukan oleh negara China ke atas kepulauan ini iaitu
pada tahun 1876. Kemudian barulah wujud tuntutan-tuntutan daripada
negara-negara lain.

Tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh negara-negara tersebut seolah-


olah mencabar kewibawaan undang-undang antarabangsa dalam

75
menangani konflik ini. Negara-negara yang menuntut dengan berani
menyatakan bahawa Kepulauan Spartly adalah hak mereka. Keadaan ini
menyebabkan konflik perebutan kepulauan ini semakin meruncing.
Pelbagai kaedah dan strategi telah dilakukan oleh negara-negara yang
menuntut kepulauan ini dengan melakukan kependudukan dan
meletakkan pasukan ketenteraan masing-masing. Tetapi lebih jauh,
masing-masing negara bukan sahaja berani melakukan pendudukan di
Kepulauan Spratly tetapi juga berani menunjukkan tanda - tanda
penaklukan kepulauan-kepulauan tertentu di Kepulauan Spartly dengan
mengibarkan bendera, menduduki dan membina benteng, mendirikan
bangunan dan tanda-tanda di atas pulau, membina stesen pemantauan
wilayah bersatelit yang seharusnya berada di bawah mandat organisasi
antarabangsa, mengeluarkan undang-undang, menggabungkan pulau-
pulau dengan provinsi berdekatan, menerbitkan peta-peta baru,
menerbitkan dokumen-dokumen sejarah yang berkaitan dengan dasar
tuntutan, mengizinkan pelancong dan para jurnalis berkunjung ke pulau-
pulau “mereka”, memberikan konsensi minyak kepada perusahaan asing
di wilayah berkonflik dan menempatkan pasukan ketenteraan. Justeru,
tindakan-tidakan yang diambil oleh negara-negara yang menuntut
Kepulauan Spartly dilihat telah mencabar undang-undang wilayah
antarabangsa serta menampakkan bahawa masing-masing cuba untuk
berebut dan mempertahankan Kepulauan Spartly berdasarkan
kemampuan masing-masing.

76
III. Materi 3 : Mengenal AFTA

A. LATAR BELAKANG

Foto 30: Lambang AFTA

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari


kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai
basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta
penduduknya ASEAN. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA
ditargetkan untuk menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia
dalam waktu 15 tahun (1993-2008).

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya


kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi
Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura,

77
Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. AFTA menjamin
perdagangan luar negeri (foreign trade) dan mengembangkan
kemungkinan konsumsi suatu bangsa. Perdagangan luar negeri
memungkinkan suatu negara mengkonsumsi lebih banyak barang
dibanding pada keadaan swasembada tanpa perdagangan luar negeri.
Penerapan perdagangan bebas (Free Trade) dalam perspektif AFTA
adalah terwujudnya teori keuntungan komparatif.

Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang


antar negara anggota maupun negara non-anggota. Dalam
implementasinya, perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa
aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme
perdagangan, prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative
advantage), pro dan kontra di bidang tarif dan kuota, serta melihat
bagaimana berbagai jenis mata uang (atau valuta asing) diperdagangkan
berdasarkan kurs tukar valuta asing.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan


bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%)
maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN, melalui
skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari cara kerja AFTA adalah sebagai
berikut, Vietnam menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke
Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual
kulit ke Vietnam. Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan
mengkonsumsi lebih banyak dibanding yang dapat diproduksinya sendiri.
Dalam konsep perdagangan tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk
0-5%) maupun hambatan nontarif bagi negara-negara ASEAN melalui
skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme
(CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan
hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN.

78
Dalam melakukan pedagangan sesama anggota, biaya operasional mampu
ditekan sehingga akan menguntungkan.

Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara


yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada
skema CEPT-AFTA. Dalam skema CEPT-AFTA barang-barang yang
termasuk dalam skema adalah semua produk manufaktur termasuk barang
modal, produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk
dalam definisi produk pertanian. Dalam skema CEPT, pembatasan
kuantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi
CEPT, sedangkan hambatan nontarif dihapuskan dalam jangka waktu 5
tahun setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.

Produk CEPT diklasifikasikan kedalam 4 daftar, yaitu Inclusion List


(IL), General Exception List (GEL), Temporary Exclusions List (TEL),
dan Sensitive List (SL).

Inclusion List yaitu daftar yang berisi produk-produk yang


memenuhi kriteria jadwal penurunan tarif, tidak ada pembatasan
kuantitatif, dan hambatan nontarifnya harus dihapuskan dalam waktu 5
tahun.

General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang


dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting
untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat,
kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai
barang-barang seni, dan benda-benda bersejarah atau arkeologis. Contoh :
senjata dan amunisi, narkotik, dan sebagainya.

79
Temporary Exclusions List (TEL) merupakan daftar yang berisi
produk-produk yang dikecucalikan sementara untuk dimasukkan dalam
skema CEPT. Produk-produk TEL berupa barang manufaktur harus
dimasukkan kedalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk
dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara
anggota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya
sama sekali dengan produk-prodiuk yang tercakup dalam ketentuan
General Exceptions.

Sensitive List (SL) merupakan daftar yang berisi produk-produk


berkategori produk-produk pertanian bukan olahan maupun produk-
produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk
asalnya

Dalam CEPT dimungkinkan suatu negara menunda pemasukan


produk Temporary Exclusion List (TEL) ke dalam Inclusion List (IL). Hal
ini dapat dilakukan apabila suatu negara belum siap untuk menurunkan
tarif produk manufaktur, dengan catatan penundaan tersebut bersifat
sementara. Suatu produk di dalam Inclusion List tidak dapat dipindahkan
ke Temporary Exclusion List atau Sensitive List. Namun demikian, salah
satu ketentuan perjanjian CEPT mengatur bahwa negara-negara anggota
dapat menunda sementara preferensi yang diberikan tanpa diskriminasi,
apabila suatu sektor menderita kerugian atau menghadapi ancaman
kerugian.

Berbicara soal AFTA tentu berkaitan erat dengan perdagangan. Dan


berbicara soal perdagangan, tidak hanya berkaitan dengan barang/jasa
melainkan juga berkaitan dengan manusia. Negara-negara yang
ekonominya maju, rakyatnya pasti dapat hidup mapan. Hal inilah yang

80
diimpikan oleh ASEAN melalui AFTA. AFTA mengusahakan agar
perdagangan antar negara ASEAN dapat berlangsung lancar, sehingga
mendukung perkembangan ekonomi seluruh anggota ASEAN. Bila
seluruh negara anggota ASEAN telah mapan ekonominya, hal ini tentu
mendorong terbentuknya masyarakat sejahtera.

Selain berdampak terhadap masyarakat, perdagangan bebas juga


berdampak pada tenaga kerja suatu negara (dalam hal ini Indonesia).
Tenaga kerja yang bekerja di sektor perdagangan, industri, dan produksi
jelas merasakan keuntungan dari perdagangan bebas. Jalur mereka untuk
mengembangkan usaha ke luar negeri menjadi sangat lapang dan nyaris
bebas hambatan. Keuntungan mereka akan cepat sekali mengalir. Inilah
yang menjadi alasan mengapa produsen yang cakupan produksinya ke
luar negeri biasanya adalah produsen yang mapan dan pemiliknya adalah
orang yang sukses. Kesuksesan instansi produksi tentu akan berdampak
positif pada kesejahteraan tenaga kerjanya. Mereka yang mendapatkan
upah baik akan dapat hidup dengan baik.

B. PENGERTIAN

AFTA adalah singkatan dari kepanjangan ASEAN Free Trade Area.


Organisasi AFTA didirikan pada tahun 1992 di Singapura pada saat
berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV. AFTA
adalah kesepakatan yang dibentuk oleh negara-negara ASEAN untuk
menciptakan suatu zona perdagangan bebas.

AFTA Adalah kesepakatan perdagangan bebas antara negara-negara


yang tergabung dalam ASEAN. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN

81
(AFTA) untuk pertama kalinya dicetuskan dalam KTT ASEAN ke-4 di
Singapura pada tanggal 27-28 Januari 1992.

C. NEGARA NEGARA ANGGOTA

Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki


enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand.

Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan
Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN.

Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk


menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN,
namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan
tarif AFTA.

Foto 31: Negara Anggota AFTA

82
AFTA secara resmi dimulai pada tanggal 1 Januari 1993. Dengan
AFTA diharapkan negara anggota lebih meningkatkan penghasilan
ekspor masing-masing anggota; mengingkatkan investasi dalam kegiatan
produksi dan jasa antaranggota. Selain itu, negara anggota AFTA
diharapkan dapat meningkatkan investasi dari negara bukan anggota.

D. TUJUAN AFTA

Tujuan AFTA adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan ASEAN.

2. Meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa


antaranggota ASEAN.

3. Meningkatkan investasi dari luar negara anggota ASEAN.

4. Meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN.

Pada pertemuan para menteri ekonomi ASEAN yang ke-26 di


Chiang Mai, Thailand, bulan September 1994 telah disepakati tiga hal
yang mendasar, yakni sebagai berikut:

1. Seluruh negara anggota ASEAN sepakat bahwa perdagangan bebas


(AFTA) dipercepat pelaksanaannya dari semula tahun 2010 menjadi
tahun 2003.

2. Jumlah produk yang masuk dalam daftar AFTA (Inclusion List, IL)
ditambah dan semua produk yang masuk Temporary Exclusion List
(TEL) secara bertahap akan masuk dalam IL. Dengan demikian,
semua produk TEL diharapkan masuk IL pada 1 Januari 2000.

3. Memasukkan semua produk pertanian yang belum diproses ke dalam


skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang dibagi
dalam 3 kelompok:

83
 Immediate Inclusion List (daftar produk) yang segera masuk
dalam Inclusion List mulai berlaku 1 Januari 1996 sehingga
tarifnya 0-5% pada tahun 3003.

 Temporary Exclusion List akan masuk dalam Inclusion List


pada tahun 2003.

 Produk-produk sensitif (Sensitive List) yang mendapat


perlakuan khusus di luar skema CEPT.

84
PENUTUP

Kesimpulan Materi 1 – Rekonstruksi Cekoslovakia

Dalam hukum internasional dikenal sebuah istilah “Dissolution” atau


“Pemisahan”. Hal ini mengarah kepada sebuah negara yang tadinya merupakan
satu negara, lalu terpecah atau terpisah menjadi dua negara bahkan lebih.
Contohnya adalah negara Cekoslovakia yang terletak di Eropa tengah.

Cekoslovakia merupakan sebuah negara yang berdaulat, baik di


pandang menurut aspek mana pun. Cekoslovakia ber-ibukota di Praha.
Cekoslovakia mengalami “Dissolution” atau pemisahan menjadi dua negara
yaitu, Republik Ceko dan Slovakia.

Cekoslowakia diciptakan dengan pembubaran Austria-Hongaria pada


akhir Perang Dunia I. Sejarah bangsa Cekoslowakia sebenarnya sudah ada
sejak abad ke 4 SM.

Chekoslovakia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 28


Oktober 1918. Cekoslovakia ber-ibukota di Praha.

Secara ringkas, perjalanan negara Cekoslawkia dapat digambarkan sebagai


berikut :

 1918-1938: Sebuah demokrasi republik.


 1938-1939: Setelah aneksasi Sudetenland oleh Jerman pada tahun 1938,
 1939-1945: Wilayah dipecah menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia
dan Republik Slovakia .
 1946-1948: Negara ini diperintah oleh pemerintahan koalisi dengan
Komunis menteri, dengan perdana menteri dan menteri dalam negeri

85
 1948-1989: Negara ini menjadi negara komunis dengan pusat ekonomi
terencana .
 1969-1990: The Federal Republik terdiri dari Republik Sosialis Republik
dan Republik Sosialis Slovakia .
 1990-1992: The federasi yang demokratis republik terdiri dari Republik
Ceko dan Republik Slovakia.

25 November 1992 maka pemecahan Cekoslovakia menjadi Republik


Ceko dan Republik Slovakia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1993.

Kami mengambil teori mengenai unsur-unsur pokok negara dengan


pertumbuhan dan keruntuhan suatu negara. Daerah, bangsa, dan pemerintah
tidak dirawat dengan baik tersebut sebagai dasar mengapa Negara
Cekoslawkia mengalami keruntuhan dalam hal ini terjadi dissolution atau
pemisahan.

Kesimpulan Materi 2 – Menganalisis Konflik Asia Timur

1. Sengketa Teritorial di Asia Timur


A. Sengketa Teritorial Cina dan Jepang
Permasalahan perbatasan yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal
salah satunya terkait kepentingan suatu negara, persoalan perbatasan kerap
kali disebabkan oleh pembagian atau penentuan batas wilayah yang tidak
melalui kejelasan, baik China-Jepang ataupun Indonesia-Palau sama-sama
mengalami permasalahan tidak jelasnya garis atau batas zona ekonomi
eksklusif antara kedua negara, hal itu yang menyebabkan hingga saat ini
persoalan ataupun sengketa masih terjadi, proses penyelesaian sengketa
juga sampai saat ini belum melakukan penyelesaian hingga mengundang
respons internasional dalam proses penyelesaiannya.

86
B. Sengekta Teritorial Jepang dan Korea Selatan
Pertama, Masalah perebutan atau klaim suatu kepulauan oleh
beberapa negara memang menjadi masalah yang rumit, klaim suatu negara
terhadap suatu wilayah negara lain sering kali menimbulkan konflik yang
berujung pada memburuknya hubungan antara negara yang saling klaim
atas wilayah yang sama. Salah satunya seperti yang dialami oleh Jepang
dan Korea Selatan atas klaim kepulauan Takeshima ( Dokdo ),
permasalahan sengketa yang dihadapi oleh dua negara yang saling
bertetangga ini adalah mengenai status kedaulatan pulau Takeshima
( Dokdo ). Dimana Jepang dan Korea Selatan mengklaim berdasarkan
konektifitas secara geografis, dan historis atas kepemilikan pulau
Takeshima ( Dokdo )

Kedua, Permasalahan sengketa pulau Takeshima atau Dokdo ini


jarang diketahui oleh publik, kedua negara baik Jepang maupun Korea
Selatan melakukan penghindaran isu dimana hal ini menyebabkan
permasalahan kedua negara dalam menjalin hubungan bilateralnya,
sengketa pulau tersebut sudah lama muncul yaitu sejak tahun 1905 dan
tetap berlanjut sampai sekarang berbagai upaya penyelesaian yang di
sarankan dan dilakukan oleh
Jepang maupun Korea Selatan tidak membuahkan hasil yang bagus bagi
kedua negara sehingga sampai saat ini kedua negara tetap membiarkan
permasalahan sengketa pulau tersebut berlanjut tanpa adanya proses
penyelesaian sengketa pulau tersebut.

Ketiga, Perspektif realisme adalah salah satu perspektif yang paling


dominan dan paling berpengaruh dalam hubungan internasional,
perspektif realisme dapat menjelaskan mengenai terjadinya perang antara
negara yang sering terjadi pada sistem internasional. Pada dasarnya
perspektif realisme bersifat competitive dan conflictual dimana realisme
memandang bahwa suatu negara harus bersaing dengan negara lain dalam

87
memperebutkan kekuatan dan menyelesaikan persoalan dengan konflik
atau peperangan, dalam perspektif realisme percaya pada negara berada
dalam sistem anarki yaitu dimana tidak ada kekuasaan diatas negara,
negara juga menjadi aktor utama dalam perspektif realis sedangkan aktor
non-negara tidak diakui peranannya.

Keempat, permasalahan nasionalisme dianggap sebagai salah


satu penghalang penyelesaian sengketa kepualuan Takeshima ( Dokdo )
antara Jepang dan Korea Selatan, dimana Korea pernah dijajah oleh Jepang
dan meninggalkan memori yang sulit dilupakan oleh Korea Selatan
sehingga baik pemerintah dan masyrakat Korea Selatan tidak mau apabila
kedaulatannya kembali di ganggu oleh Jepang. Sementara Jepang dalam
mempertahankan kedaulatannya atas kepulauan Takesima ( Dokdo )
merupakan suatu kewajiban untuk menjaga warisan dan legalitas sejarah
yang telah ada sejak tahun 1905 dimana Jepang telah menyatakan bahwa
pulau Takeshima ( Dokdo ) merupakan wilayah dari negara Jepang
sehingga Jepang tidak ingin kedaulatan atas kepulauan Takeshima
( Dokdo ) yang dimiliki oleh Jepang direbut oleh Korea Selatan.

Kelima, jalan penyelesaian yang dapat ditempuh untuk


menyelesaikan sengketa kepulauan Takeshima ( Dokdo ) apabila kedua
negara masih tetap dalam pendirian masing – masing klaim atas kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) adalah melalui jalur perang dimana hak kepemilikan
atas kepulauan Takeshima ( Dokdo ) dapat ditentukan melalui siapa
yang menang dalam perang tersebut, namun apabila kedua negara setuju
untuk melakukan penyelesaian sengketa melalui perang makan kedua
negara juga harus siap dengan resiko dan akibat yang di timbulkan karena
adanya perang untuk menyelesaiakan permasalahan sengketa kepulauan
Takeshima ( Dokdo ) antara Korea Selatan dan Jepang.

88
2. Kegagalan Reunifikasi Korea
Presiden Kim Dae Jung memerintah Korea Selatan selama lima
tahun, dari tahun 1998 sampai tahun 2003. Kim Dae-jung lahir di
Haui-do (Jeolla Selatan), Korea Selatan tanggal 03 Desember 1925 dan
meninggal di Seoul, Korea Selatan tanggal 18 Agustus 2009 pada umur
83 tahun. Awal tahun 1998, Kim Dae-jung dilantik sebagai Presiden
Korea Selatan. selama lima tahun memerintah, Kim Dae Jung berhasil
membawa Korea Selatan dari rezim militer menuju pemerintahan yang
demokratis. Prestasi besar lain yang diukir Kim Dae Jung adalah
memperkenalkan "Kebijakan Matahari Bersinar" (Sunshine Policy). Kim
Dae Jung berharap dengan adanya Kebijakan Sinar Matahari dapat
membawa perubahan yang lebih baik untuk keadaan di Semenanjung
Korea. Meskipun, Kim Dae Jung mengetahui bahwa kebijakannya itu
tidak dapat direalisasikan secepat mungkin.

Proses reunifikasi Jerman tahun 1990 lalu mengilhami Presiden


Kim Dae Jung untuk mengupayakan agar reunifikasi terjadi di
Semenanjung Korea. Selain itu, keinginan untuk mengadakan reunifikasi
Korea juga didorong oleh pribadi Kim Dae Jung sendiri. Kim Dae Jung
merupakan pribadi yang konsisten, dibuktikan dengan keinginannya
untuk merealisasikan kesepakatan dan perjanjian yang telah dilakukan
oleh para pendahulu-pendahulunya dalam rangka program reunifikasi
Korea. Kim Dae Jung juga merupakan sosok yang cinta damai. Kim Dae
Jung berusaha menyatukan Korea dengan menghindari perang dan benar-
benar menjunjung perdamaian. Selain itu, Kim Dae Jung adalah orang
yang berambisi. Sebelum menjadi presiden, Kim Dae Jung sudah
mempunyai ambisi untuk menyatukan Korea. Setelah dilantik menjadi
presiden, Kim Dae Jung berusaha merealisasikan keinginannya tersebut
dengan mengeluarkan Kebijakan Sinar Matahari. Latar belakang
reunifikasi yang lain adalah adanya dukungan dari empat negara besar,
yaitu Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Rusia. Namun, dalam upaya

89
reunifikasi terdapat kendala, yaitu sistem politik Korea Utara yang masih
menganut sistem The Founding Father dan ancaman nuklir Korea Utara
yang dapat mengganggu keamanan Korea Selatan.

Melalui Kebijakan Sinar Matahari, Kim Dae Jung memelopori


upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dengan saudaranya, Korea Utara
yang tetap bermusuhan setelah Perang Korea 1950-1953 dengan
mengadakan kunjungan ke Pyongyang. Kunjungan Kim Dae Jung ke
Korea Utara dan berhasilnya pertemuan puncak di Pyongyang pada Juni
2000 merupakan hasil Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung. Oleh
karena keberhasilannya, Kim Dae Jung memperoleh hadiah Nobel
Perdamaian. Kebijakan Sinar Matahari memberikan dampak yang berarti
bagi kedua Korea, yaitu pertemuan keluarga yang terpisah dan adanya
kerjasama di bidang ekonomi, pertahanan, dan sosial budaya.

3. Sengketa Kepulauan Spratly, Paracel, dan ScarBorough Shoal

Secara tuntasnya, konflik Kepulauan Spratly ini merupakan salah


satu contoh konflik berbentuk kepentingan dimana enam buah negara
berebut untuk memiliki gugusan pulau-pulau kecilyang terletak di Laut
China Selatan hanya kerana kepulauan tersebut memiliki kekayaan hasil
bumi dan hasil laut serta berkedudukan strategik di tengah laluan
perdagangan. Enam negara yang merebut Kepulauan Spratly ini
mempunyai sebab tersendiri yang mendorong mereka berusaha untuk
mendapatkan hak pemilikan ke atasnya.

ASEAN tidak dinafikan telah berusaha membantu menyelesaikan


konflik perebutan 6-1 keatas Kepulauan Spratly melalui pelbagai deklarasi,
seminar dan perundingan yang dianjurkan. Namun usaha ini tidak

90
mencapai titik klimaks apabila enam negara yang terlibat dalam konflik
perebutan ini tidak merendahkan ego dan duduk semeja berunding dalam
keadaan bebas nilai kepentingan. Faktor kepentingan peribadi setiap
negara yang berkonflik dalam menuntut kepulauan tersebut telah
melemahkan proses pencapaian persefahaman dan kunci kepada peleraian
konflik. Jika hanya pihak ketiga seperti ASEAN sahaja yang berusaha
untuk meleraikan pertikaian tanpa kerjasama yang jitu daripada pihak
berkonflik, proses mediasi itu menjadi sia-sia kerana pada akhirnya
konflik tidak dapat ditransformasikan ke arah lebih baik.

Konflik perebutan Kepulauan Spratly yang bersifat latent ini telah


memakan masa selama lebih 60 tahun hingga kini dan masih belum sampai
kepada garisan penamat iaitu perdamaian melalui pembahagian hak
pemilikan secara saksama kepada negara yang merebutnya. Namun, secara
keseluruhannnya konflik Spratly ini mempunyai harapan dan potensi
untuk diselesaikan iaitu melalui undang-undang antarabangsa.

Pihak ASEAN boleh bekerjasama dengan badan antarabangsa iaitu


International Court of Justice (ICJ) dalam menentukan hak pemilikan
kepulauan agar penyelesaian konflik dapat dijalankan secara adil dan telus.
Perkara ini memerlukan badan antarabangsa untuk meningkatkan
kredibiliti dalam undang-undang persempadanan antarabangsa.

Akhir sekali, ASEAN dapat menjayakan peranannya sebaik


mungkin dengan kerjasama dan komitmen daripada negara – negara yang
menuntut kepulauan tersebut. ASEAN juga perlu tegas tetapi bersifat
neutral dalam menjadi pihak ketiga bagi menyelesaikan konflik ini.
ASEAN perlu bijak menangani kes ini agar gugusan kepulauan kecil tidak
menjadi punca tercetusnya konflik di antara negara-negara di Asia

91
Tenggara. Kita sebagai komuniti ASEAN juga tidak terlepas daripada
tanggungjawab untuk membantu dalam mewujudkan perdamaian.

Kesimpulan Materi 3 – Mengenal AFTA

Ringkasnya, semua tenaga kerja ingin hidup mapan. Di zaman


sekarang, hidup mapan hanya bisa dicukupi jika memiliki penghasilan
memadai. Penghasilan memadai diperoleh dari hasil usaha baik wirausaha
maupun bekerja di suatu perusahaan. Jika perusahaan ingin maju, sangat
baik jika badan usaha tersebut mampu mengembangkan usahanya hingga
ke luar negeri. AFTA sebagai wadah perdagangan antar negara ASEAN
telah menyediakan jalur yang mulus bagi terciptanya perdagangan
internasional yang bebas. Akibatnya, perusahaan dapat berekspansi
dengan sebebas-bebasnya dan tenaga kerja akan mendapat penghasilan
yang sangat baik.

92
DAFTAR PUSTAKA

Materi 1 – Rekonstruksi Cekoslovakia

Aditabella. (2013). Pecahnya Cekoslovakia Menjadi Republik Ceko dan Slovakia. From
http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/17/pecahnya-cekoslovakia-menjadi-republik-
ceko-dan-slovakia-292723.html. 20 Oktober 2013.

Fendy, Agis.(2010). Cekoslovakia. From http://agisfendy-hubungan-internasional-


ub.blogspot.com/p/cekoslovakia.html. 21 Oktober 2013.

Kafka, Franz (2008) [Tengok Franz Kafka di Praha] Sejarah dan Politik. From
http://faisal14.wordpress.com/2009/03/02/cara-menulis-daftar-pustaka/. 21
Oktober 2013.

Librayanto, Romi. 2012. Ilmu Negara Suatu Pengantar Cetakan Kedua. Makassar :
Pustaka Refleksi.

Wikipedia. (2013). Czechoslovakia. From http://en.wikipedia.org/wiki/Czechoslovakia.


22 Oktober 2013.

Wikipedia. (2013). History of Czechoslovakia. From


http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Czechoslovakia. 22 Oktober 2013.

Wilde, Robert. (2013). The Velvet Divorce: The Dissolution of Czechoslovakia. From
http://europeanhistory.about.com/od/historybycountry/a/Velvetdivorce.htm. 20 Oktober
2013.

Materi 2 – Menganalisis Konflik Asia Timur

A. Sengketa Teritorial di Asia Timur


1. Sengketa Teritorial Cina dan Jepang

Affairs, M. o. (2013). The Senkaku Island. Ministry of Foreign Affairs Asia.


Harry, R. J. (2014). A Solution Acceptable to All? A Legal Analysis of the
Senkaku-Diaoyu Island Dispute. Cornell International Law Journal Vol. 46
, 679.

93
Irewati, A. (2012, September 24). Senkaku, antara Jepang dan China.
Retrieved April 10, 2017, from Kompas.com:
http://internasional.kompas.com/read/2012/09/24/05341379/Senkaku.antara.
Jepang.dan.China
News, B. (2014, November 10). How uninhabited islands soured China-
Japan ties. Retrieved April 10, 2017, from BBC.com:
http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-11341139
Roy-Chaudhury, S. (2016, August 1). The Senkaku Islands Dispute.
Retrieved April 11, 2017, from International Policy Digest:
https://intpolicydigest.org/2016/08/01/senkaku-islands-dispute/
Smith, S. A. (2011). Japan and the East China Sea Dispute. Foreign Policy
Research Institute and the Reserve Officers Association , 370.

2. Sengketa Teritorial Jepang dan Korea Selatan

Mauna, Boer. 2008. Hukum Internasional, Pengertian Peranan Dan


Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, Bandung : P.T Alumni.

Kusumaatmaja, Moctar. 1997. Pengantar Hukum Internasional, Jakarta :


Binacipta

Adolf, Huala. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,


Jakarta : Sinar Grafika

Stark, J.G. 2000. Pengantar Hukum Internasional. Vol 1. Edisi Kesepuluh.


Diterjemahkan oleh : Bambang Iriana. Jakarta : Sinar Grafika

94
Stark, J.G. 2000. Pengantar Hukum Internasional. Vol 2. Edisi Kesepuluh.
Diterjemahkan oleh : Bambang Iriana. Jakarta : Sinar Grafika

K.J Holsti. 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis


( Terjemahan Wawan Juanda ). Bandung : Bina Cipta.

Mochtar, Mas’oed. 1991.Hubungan Internasional : Konsep dan Teori.


Bandung : CV Remaja

Ray Olton, Jack Plano. 1999. Kamus Hubungan Internasional.


Diterjemahkan oleh : Putra A.

Bardin. Jakarta

Adolf , Huala. 1991. Aspek – aspek Negara Dalam Hukum Internasional.


Jakarta : PT Raja

Grafindo Pustaka.

Maman, Ade. 2003. Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi


Regional Dalam

Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta : Ghalia Indonesia.

95
Bouvier, Fortuna, Tol, dan Smith. 2005. Konflik Kekerasan Internal
Tinjauan Sejarah, Ekonomi – Politik, dan Kebijakan di Asia Pasifik.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

O’shea, Paul, 2012. “ Playing The Sovereighty Game : Understanding


Japan’s Territorial

Disputes “, South Youkshire : School Of East Asia Studies, University Of


Sheffield.

Lim, Tae Wei, 2012. “ Korea – Japan Relations : The Dokdo Issue From
The Korean

Perspective “

Kazuo, Haori. 1981. “ Japan’s Annexation Of Takehsima In 1905 “ ,


Japan : University Of

Kyoto.

Abdul, Irsan, 2007. “ Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia “,


Jakarta : Grafindo

Khazanah Ilmu.

96
Ichiro, Ozawa, 1994. “ Blueprint For A New Japan : Rethinking Of a
Nation “, Tokyo : Kodansha International

Gita, Utami. 2013. “ Sengketa Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea
Selatan “. Jurnal

Fakultas Hukum : Universitas Sumatra Utara.

Ayu Dyah. 2013. “ Strategi Jepang dan Korea Selatan dalam


Menyelesaikan Sengeketa Teritorial Pulau Takeshima atau Dokdo “.
Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Universitas Airlangga.
Surabaya.

Irfan, Dwi. 2016. “ Pengaruh Sengketa Kepulauan Takeshima Terhadap


Fluktuasi Hubungan Antara Jepang dan Korea Selatan Pada Era
Junichiro Koizumi ”. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik :
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Aldean, Tegar. 2015. “ Dampak Sengketa Pulau Dokdo/Takeshima Korea


Selatan – Jepang Terhadap Perkembangan Hallyu Di Jepang “. Jurnal
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Universitas Komputer Indonesia.
Bandung.

Meilinda. 2014. “ Jepang dengan dua Korea : Stagnasi Hubungan dengan


Korea Utara dan Fokus Politik Luar Negeri Jepan terhadap Sengketa
Kepulauan Takeshima dengan Korea Selatan ” , Jurnal Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik : Universitas Airlangga. Surabaya.

97
Japan, Ministry of Foreign Affairs. 2014. Takeshima : Volume 1. Japan :
Ministry of Foreign

Affairs of Japan.

Japan, Ministry of Foreign Affairs. 2014. Takeshima : Definitive


Clarifications To Why Takeshima Is Japan Territory : Ten Points to
Understand the Takeshima Disputes. Japan : Ministry of Foreign Affairs
of Japan.

Japan, Ministry of Foreign Affairs. 2016. Diplomatic Blue Book. Japan :


Ministry of Foreign

Affairs of Japan.

Japan, Ministry of Foreign Affairs. 2017. Diplomatic Blue Book. Japan :


Ministry of Foreign

Affairs of Japan.

South Korea, Ministry of Foreign Affairs. 2015. Dokdo : Beautiful Island


of Korea. South

Korea : Ministry of Foreign Affairs of South Korea.

98
International Court Of Justice. 2013. International Court Of Justice :
Handbook. DenHag :

The Registrar of the International Court Of Justice.

Japan, Ministry of Foreign Affairs.” Takeshima Island “,


www.Takeshima.co.jp, diakses pada 26 September 2017 jam 14.35.

South Korea, Ministry of Foreign Affairs. “ Dokdo Island “,


www.Dokdo.co.kr, diakses pada 26 September 2017 jam 14.37.

Dokdo – Takeshima, “ Historical Facts About Korea’s Dokdo Island


“ http://www.dokdo- takeshima.com, diakses pada 16 April 2018 Pukul
14.05.

SSPD ( Student Society for Protection Dokdo ), “Dokdo Profile”


http://www.infokorea.org/kor/dokdo_profile, diakses pada 16 April 2018
pukul 14.16.

Julia, Emirald. 2017. “ Jepang Geram Pejabat Korea Selatan


Kunjungi Pulau
Sengketa“,https://news.okezone.com/read/2017/01/25/18/1600831/jepang-
geram- pejabat-korea-selatan-kunjungi-pulau-sengketa. Diakses pada
26 September 2017 jam 17.22.

99
World, KBS. “ Special Dokdo”.
http://world.kbs.co.kr/special/dokdo/indonesian/. Diakses pada 25
November 2017 jam 19.47.

Petro Industry News, 2010. “ Gas Exploration off Dokdo “.


http://www.petro- online.com/news/fuel-
forthought/13/aberdeen_university/gas_exploration_off_dokdo/9409/
diakses pada tanggal 10 November 2017 jam 22.40.

KBBI. Sengketa. https://kbbi.web.id/sengketa diakses pada tanggal 9


Februari 2018 pukul 23.17 WIB

Dokdo Takeshima “ Post World War II “ di akses dari www.dokdo-


takeshima.com/post-world-war-ii-dokdo-.html diakses pada tanggal 16
April 2018 pukul 18.57 WIB.

Time, “ War Legacy Plagues Japan and It’s Neighbors “di akses dari
http://nation.time.com/2012/08/16/wars-legacy-pleagyes-japan-and-its-
neighbors/nd diakses pada tanggal 20 April 2018 pukul 1.57 WIB

OkeZone News, “ Jepang Geram Pejabat Korea Selatan Kunjungi Pulau


Sengketa “ di akses dari
https://news.okezone.com/read/2017/01/25/18/1600831/jepang-geram-
pejabat- korea-selatan-kunjungi-pulau-sengketa , di akses pada tanggal
20 April 2018 Pukul 2.20 WIB

100
Nitin Philip, “ Dokdo / Takeshima Island Dispute ( Japan –S.Korea ) “,
http://my-munofs-iv-
wikispaces.com/file/view/dokdo+takeshima+islands+dispute+(japan+-
+S.korea).pdf , di akses pada 20 April 2018 pukul 3.33 WIB

Dean, “ Sengketa pulau Dokdo : Antara identitas dan sumber daya


alam”, http://mydnajournal.wordpress.com/2018/03/10/sengketa-pulau-
dokdo-antara-sumber-dan-sumber-daya-alam/ di akses pada 10 Mei 2018
pukul 2.27 WIB

Rizky, “Sejarah Korea pada masa


penjajahan“, http://rizkyansyari10.blogspot.co.id/2017/10/sejarah-korea-
pada-masa-penjajahan.html?m=1 di akses pada 10 Mei 2018 pukul 2.29
WIB

B. Kegagalan Reunifikasi Korea

Dahlan, Nasution. (1989). Ilmu Hubungan Internasional Teori Dan Sistem.

Jakarta: Rajawali

Dudung, Abdurrahman. (1999). Metode Penelitian Sejarah.

Jakarta: Logos Wahana Ilmu

Elly M. Setiadi, Usman Kolip. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman


Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.

Jakarta: Kencana

Helius, Syamsudin. (1999). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta:


Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

101
Hendrawan, F. R. (2004). Sikap Jepang terhadap Rencana Reunifikasi
Korea.

Yogyakarta: UMY

Mas’oed, M., (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Dan


Metodologi.

Jakarta: LP3ES

Mas’oed, M dan Yoon, Y. S. (2005). Memahami Politik Korea.


Yogyakarta: UGM Press

Munthe, E. R. (2001). Politik Luar Negeri Korea Selatan Era Presiden Kim
Dae Jung.

Yogyakarta: UPN

Nirmala, D. A. (2007). Peran Pemerintah dalam Politik Perekonomian


Korea Selatan

(Studi Kasus Chaebol). Yogyakarta: UMY

Scalapino, Sato, dan Wanandi. (1990). Masalah Keamanan Asia.


Jakarta: CSIS Susanto. N. S. (1978). Masalah Penelitian Sejarah
Kontemporer.

Jakarta: Yayasan Idayu

Walter. Jones. S. (1993). Logika Hubungan Internasional, Kekuasaan


Ekonomi Politik Internasional Dan Tatanan Dunia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

Yoon, Y. S., dan Setiawati, N. A. (2003). Sejarah Korea Sejak Awal Abad
hingga

Masa Kontemporer. Yogyakarta: UGM Press

102
Yoon, Y. S., dan Mas’oed, M. (2004). Politik Luar Negeri Korea Selatan
Penyesuaian

Diri terhadap Masyarakat Internasional. Yogyakarta: UGM Press

KOMPAS. (2000, 10 April). Merayu “Si Anak Hilang Korut”, hal. 3

KOMPAS. (2000, 16 April). Hasil Pemilu mengecewakan Kim, hal. 3

KOMPAS. (2000, 19 Juni). Korut Desak Korsel Berunding Lagi, hal. 3

C. Sengketa Kepulauan Spratly, Paracel, dan ScarBorough Shoal


https://www.academia.edu/29679028/KONFLIK_DAN_PENYELESAIAN_
KONFLIK_KEPULAUAN_SPARTLY

Materi 3 – Mengenal AFTA

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA). [Online]. Available:


http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA. (2 September 2013).

Hikam, Muhammad. (1997). Kinerja dan produktivitas tenaga kerja di sektor


industri. Jakarta: LIPI.

Inayati. (2010). Implementasi AFTA: tantangan dan pengaruhnya terhadap


Indonesia. Jakarta: LIPI.

Kertonegoro, Sentanos. (2001). Ekonomi tenaga kerja. Jakarta: Yayasan Tenaga


Kerja Indonesia.

Silalahi, P.R. (1994). AFTA: dalam proses globalisasi. Jakarta: CSIS.

103

Anda mungkin juga menyukai