Program 100 hari pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan
prioritas pada peninjauan kembali RAPBN 2005, menetapkan langkah penegakkan
hukum, langkah awal penyelesaian konflik di Aceh dan Papua, stimulasi ekonomi
nasional dan meletakkan fondasi yang efektif untuk pendidikan nasional. (Gonggong&
Asy’arie, 2005: 243)
Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil
diselesaikan pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian
serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan
baru melalui dialog pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan
mencabut status DOM yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, namun konflik di
Aceh tidak kunjung selesai.
Selain konflik di Aceh, konflik lain yang berpotensi menjadi konflik berskala luas
adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik yang dimulai pada tahun 1998
tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah
dengan mengeluarkan Intruksi Presiden No 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah
komprehensif penanganan masalah Poso.
Selain konflik Aceh dan Poso, konflik lain yang mendapat perhatian serius pemerintah
adalah konflik di Papua. Seperti halnya konflik di Aceh, upaya untuk menyelesaikan
konflik di Papua juga mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kurangnya keadilan bagi masyarakat Papua
menimbulkan adanya perlawanan dan keinginan sebagian masyarakat untuk
memisahkan diri dari NKRI. Perhatian pemerintah sudah sewajarnya lebih diberikan
untuk meningkatkan sisi ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia
masyarakat yang tinggal di wilayah ini melalui pemberian pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan mereka di bidang pertanian dan pemahaman birokrasi,
terlebih propinsi Papua memiliki sumber daya alam besar terutama di sektor
pertambangan. Terkait dengan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga
mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua. Otonomi khusus tersebut
diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan
kepada orang asli Papua.
Kebijakan tersebut didukung oleh pemerintah melalui aliran dana yang cukup besar
agar rakyat Papua dapat menikmati rasa aman dan tentram di tengah derap
pembangunan (Suasta, 2013: 294).
f. Peran Pemuda dan Tokoh Masyarakat dalam perubahan Politik dan Ketatanegaraan
Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Reformasi 1998, seperti halnya juga terjadi di
beberapa negara lain, menunjukkan bahwa sebuah perubahan hingga dapat
mempengaruhi situasi politik nasional bahkan pergantian kepemimpinan, memerlukan
energi yang besar dan ide-ide cemerlang sehingga mampu menarik minat masyarakat
untuk berpartisipasi dalam gerbong perubahan itu sendiri. Pengaruh dan ide-ide tokoh
masyarakat yang bersinergi dengan semangat pemuda dan mahasiswa yang energik
melahirkan sebuah kekuatan besar dalam masyarakat (people power) untuk pada
akhirnya melakukan perubahan.
Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari perubahan sistem pemilu. Perubahan sistem
tersebut menghasilkan para anggota eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan yang
dianggap dapat lebih menyuarakan kepentingan masyarakat termasuk peran aktif
tokoh-tokoh masyarakat dan mahasiswa yang sejak awal era reformasi telah aktif
dalam mengawal perubahan sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru.
Beberapa dari mereka bahkan terpilih menjadi anggota legislatif dan menduduki
posisi-posisi strategis dalam partai-partai politik hingga masa pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.Selama era reformasi, regenerasi kepemimpinan dari
tokoh-tokoh senior kepada tokoh-tokoh yang lebih muda juga memperlihatkan
kepedulian organisasi masyarakat dan partai politik terhadap pentingnya peran serta
aktif pemuda untuk memulai lebih dini dalam mengikuti perkembangan dan perubahan
politik yang dalam beberapa hal juga mempengaruhi ketatanegaraan. Selain itu, peran
aktif pemuda juga diharapkan dapat menyuarakan kepentingan generasi mendatang
agar dapat lebih kompetitif dengan bangsa-bangsa lain di tengah arus globalisasi
termasuk peningkatan anggaran di bidang pendidikan yang meliputi sarana dan
prasarana serta peningkatan anggaran untuk melakukan penelitian.
SBY dilantik sebagai presiden keenam Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004
bersama wapresnya Jusuf Kalla yang kemudian kembali terpilih di Pemilu 2009 bersama
wapresnya Boediono. Sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan
Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan
berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.
Program pertama pemerintahan SBY-JK dikenal dengan program 100 hari. Program ini
bertujuan memperbaiki sitem ekonomi yang sangat memberatkan rakyat Indonesia,
memperbaiki kinerja pemerintahan dari unsur KKN, serta mewujudkan keadilan dan
demokratisasi melalui kepolisian dan kejaksaan agung. Langkah tersebut disambut baik oleh
masyarakat. Secara umum SBY-JK melakukan pemeriksaan kepada pejabat yang diduga
korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi kebebasan oleh presiden melakukan
audit dan pemberantasan korupsi. Hasilnya telah terjadi pemeriksaan tersangka korupsi dan
pejabat pemerintahan sebanyak 31 orang selama 100 hari.
Adapun Visi dan Misi Masa pemerintahan SBY-JK tahun 2004- 2009
a. Visi
• Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai. • Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan dan hak-hak asasi manusia.
• Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan
penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang
berkelanjutan.
b. Misi :
• Mewujudkan Indonesia yang aman damai
• Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis
• Mewujudkan Indonesia yang sejahtera
b. Misi :
- MEWUJUDKAN INDONESIA YANG LEBIH SEJAHTERA, AMAN DAN DAMAI DAN MELETAKKAN
FONDASI YANG LEBIH KUAT BAGI INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS.
- Melanjutkan Pembangunan Ekonomi Indonesia untuk mencapai Kesejahteraan bagi seluruh
Rakyat Indonesia.
- Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance.
- Demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan
kreativitas segenap komponen Bangsa.
- Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.
- Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka Pembangunan
Masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.
secara garis besar, ada delapan kebijakan pemerintahan SBY yang paling banyak disorot,
yakni :
1. Penghematan Listrik
Bulan Juli 2008, pemerintah meminta semua pihak untuk melakukan penghematan energi.
Kebijakan ini dinilai cukup berhasil dalam mendorong kesadaran masyakat akan pentingnya
menghemat energi. Namun di pihak lain, banyak yang menilai kebijakan ini hanya retorika
belaka.
2. Outsourcing Perburuhan
3. Privatisasi BUMN
Privatisasi BUMN merupakan kebijakan dari pemerintahan lama sesuai kesepakatan negara
donor (IMF) dengan Indonesia dan diteruskan oleh pemerintahan SBY. Namun transparansi
dalam proses privatisasi masih menjadi persoalan utama.
Pemerintah menyatakan kasus Lumpur Lapindo menjadi bencana nasional. Keputusan ini
jelas merugikan keuangan negara, karena dengan status bencana nasional, maka negara
harus turut tanggung renteng (ganti bersama) dengan grup Bakrie, perusahaan yang
dianggap paling bertanggung jawab.
5. Pendidikan (Ujian Nasional)
Pemerintahan SBY mengambil alih ‘kekuasan’ sekolah untuk menentukan kelulusan siswa
dengan mengadakan Ujian Nasional (UN). UN dianggap hanya mematok kemampuan siswa
berdasarkan nilai-nilai akademik semata.
6. Pemberantasan Korupsi
Pemerintah memang terlihat melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, namun
menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), praktik korupsi masih terus menjamur,
dan pemberantasan korupsi berkesan tebang pilih.
Ada beberapa Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa pemerintahan SBY
diantaranya :