Anda di halaman 1dari 24

Perang, Geoekonomi, dan Geopolitik

Minyak: ASISTENSI
10 Apr

Rate This

BAB V

PERANG, GEOEKONOMI, DAN GEOPOLITIK MINYAK

• Minyak Sebagai Salah Satu Penyebab Perang


• Minyak sebagai Perebutan Penguasaan Ekonomi Antarnegara
• Akibat Perang terhadap Situasi Geoekonomi Kawasan

Oleh: RENNY CANDRADEWI 070810532

BAB V

PERANG, GEOEKONOM, DAN GEOPOLITIK MINYAK

Pertemuan kelima, 7 April 2011

Pendahuluan:

Dinamika politik, utamanya tatanan dunia, tidak bersifat statis. Hal ini selaras
denganpernyataan kaum liberal yang mengusulkan bahwa tatanan dunia merupakan proses
yang melibatkan interaksi aktor hubngan itneransional satu sama lain dan prposisi Realis
yang mengatakan bahwa setiap aktor mesti bertindak mengkuti kepentingan nasional masing-
masing (Mingst, 2009: 82). Perubahan dalam tatanan dunia tersebut dipengaruhi oleh
berbagai isu dan aspekyang memungkinkan munculnya aktor baru yang menggantikan aktor
lama. Oleh karena itu, meneliti dinamika tatanan dunia dalam konsep geopolitik artinya
meneliti perkembangan agennya yakni kerajaan (‘empire’), negara, negara-bangsa, dan kota
polis.

Tujuan:

Menjelaskan arti strategis minyak bagi negara dan strategi negara dalam memenuhi
kebutuhan minyaknya

Pembahasan Materi

Persoalan utama minyak menjadi komoditas strategis negara-negara sehingga menjadi


perebutan negara-negara berkepentingan dikarenakan industri berjalan dengan menggunakan
minyak sebab harganya murah dan pengolahannya mudah.

Struktur geopolitik minyak melibatkan hubungan antara produsen,yakni negara maju yang
selalu mengendalikan harga, dengan negara penghasil yang notabene ialah negara-negara
berkembang. Relasi struktur diatas terletak pada kapabilitas negara maju yang selalu
mengendalikan harga. Harga minyak tidak lagi ditentukan secara oligopolistik oleh OPEC
dan institusi internasional lainnya, tetapi dituntut untuk mengikuti mekanisme pasar melalui
supply and demand mechanism. Oleh karena itu, negara berkembang selalu dalam posisi: (1)
membeli harga minyak mahal, (2) konsumsi besar, (3) mendapat nilai rugi (bukannya nilai
tambah), (4) ketidakstabilan (politik, ekonomi, lingkungan) baik internal dan eksternal
dengan kekuatan2 di sekitarnya. Walaupun demikian, salah satu negara penghasil minyak
terbesar di Arab Saudi, akhirnya berperan sebagai stabilitator harga minyak dunia. Arab Saudi
akan memproduk lebih banyak minyak apabila harga minyak mulai tinggi, dan menekan
kuota produksi apabila harga minyak cukup rendah. Sebenarnya, hal ini bertentangan denga
prinsip keanggotaan negara produsen minyak di seluruh dunia. Oleh karena itu, tidak salah
apabila keanggotaan dianggap mengalami anomali karena OPEC sendiri sering melanggar
regulasi yang dibuat oleh mereka sendiri. Dengan demikian, untuk mengurangi
ketergantungan terhadap minyak dikarenakan minyak bukan merupakan sumber daya alam
yang bisa diperbaiki dalam waktu singkat, negara-negara tersebut sekarang terdorong untuk
merintis penemuan energi alternatif dalam usaha menemukan substitusi minyak, meskipun
masih terbatas pada tahap penelitian saja dengan kemungkinan energi alternatif tersebut akan:
(1) murah, (2) mahal (membutuhkan inovasi pengolahan teknologi yang lebih maju), dan (3)
belum banyak didistribusi di banyak negara lainnya, utamanya negara berkembang yang
tingkat konsumsi minyak di berbagai sektor seperti industri, transportasi, dan rumah tangga,
masih sangat tinggi.

Ptensi minyak, tidak hanya di masa sebelumnya tetapi juga sekarang, sudah tidak lagi
terbatas sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga komoditas politik antarnegara
berkepentingan. Esensi paling jelas dicontohkan oleh Amerika Serikat yang pernah
membekukan seluruh aset milik Irak dan Iran yang ditanamkan di Amerika. Sebagai respons
kemampuan Amerika yang demikian, beberapa negara minyak besar seperti Uni Emirat Arab,
Brunei Darussalam, Malaysia, dan lainnya merintis untuk membeli surat utang Amerika
dengan investasi-investasi yang ditanamkan perusahaan-perusahaan besar Amerika Serikat.
Hal tersebut dispekulasikan dapat mengurangi ketergantungan politis Amerika Serikat terkait
isu-isu krusial berhubungan dengan beberapa negara tersebut. Respon kedua dari negara maju
terkait kebijakan kemandirian politik dari dampak tersebut ialah mendukung: (1) kebijakan
yang sifatnya efisiensi (pemerintah tidak terbebani dengan kenaikan harga minyak: Irak-tdk
diandalkan krn bnyk infrastruktur yg rusak, penghasil minyak terlibat konflik internal dan
instabilitas politik shg mengganggu produksi minyak mereka), (2) melakukan pembatasan
(penjatahan konsumsi minyak: (1) austerity, (2) efisiensi, dan lainnya).

Perebutan minyak antarnegara berkepentingan di masa mendatang. Merujuk pada semakin


berkurangnya cadangan minyak dunia tanpa instrumen teknologi untuk menemukan energi
alternatif membuat harga minyak naik secara bertahap, muncul kebutuhan untuk mendorong
efisiensi antara lain mendorong inovasi industri juga didorong untuk tidak/ (meminimalisasi)
konsumsi minyak.

Studi kasus. Pengeluaran Resolusi PBB terhadap Lybia (Resolusi xxxx). Resolusi PBB
terhadap Lybia turun dalam hitungan hari, daripada turunnya Resolusi PBB terhadap Birma.
Masih menjadi perdebatan apakah hal tersebut disebabkan Lybia merupakan lima besar
penghasil minyak dunia, dan utamanya Perancis yang memiliki hubungan ekstraksi minyak
Libia. Adapun problematikanya ialah persoalan tersebut tidak cukup transparan, meskipun
pelanggaran HAM oleh Rezim Qadaffi dijadikan entry point intervensi Barat untuk
melakukan agresi ke Libia. Sebagai rujukan, barangkali bisa ditemukan jawabannya dengan
meneliti variabel antara (intervening variables) antara rezim dengan minyak tadi dalam kasus
Libia.

KESIMPULAN

Kata Kunci : kerajaan, negara, negara-bangsa, kota polis

Guiding Question:

1. ‘Empires’: bagaimana situasi, struktur dan variabel yang terlibat berkonsekuensi


terhadap dinamika politik dan geografi suatu kerajaan? Jelaskan beserta contoh
‘empire’ era klasik dan ‘empire’ modern saat ini!
2. 2. ‘Cities as Polis’ : bagaimana situasi, struktur dan variabel yang terlibat
berkonsekuensi terhadap dinamika politik dan geografi suatu kota polis? Berikan
contohnya!
3. 3. The State and The World Order’: bagaimana situasi, struktur dan variabel yang
terlibat berkonsekuensi terhadap dinamika politik dan geografi suatu negara dan
berkontribusi terhadap perubahan tatanan dunia? Berikan contohnya!
4. 4. ‘Nation-State and State as Spatial Entity’: bagaimana situasi, struktur dan
variabel yang terlibat berkonsekuensi terhadap dinamika politik dan geografi suatu
keruangan suatu negara dan lokasi? Berikan contohnya!

Referensi

Cohen, Saul Bernard. 2002. “Geopolitics of The World System”. London: Rowman and
Littlefield Publishers

Flint, Colin. 2007. “Introduction to Geopolitics”.. London: Routledge

Marieke, Peters. 2006. “Geopolitics: From European Supremacy to Western Hegemony”.

Mingst, Karen. 2009. The Essentials of International Relations. London: W.W. Norman
Publishing

Short, Jhon Rennie. 1993. “An Introduction to Geographical Politics”. London: Routledge

Leave a comment

Posted by Renny Candradewi on April 10, 2011 in Uncategorized

Teori-Teori Geopolitik: ASISTENSI


10 Apr
Rate This

BAB II

TEORI-TEORI GEOPOLITIK

• Awal mula Scientism dan Darwinism


• Halford Mackinder: Teori Heartland
• Alfred Thayer Mahan: Sea-Power
• Nicholas Spykman: Teori Rimland
• James Burnham: Geopolitik Anti-Komunisme
• Friedrich Ratzel: Lebensraum
• Karl Hauschofer: Teori Geopolitik
• Alexander de Seversky: Air-power
• Immanuel Wallerstein: Teori Tatanan Dunia Baru
• Saul Bernard Cohen: Teori Dependensi

Oleh: RENNY CANDRADEWI

070810532

ASISTENSI GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI A-303

BAB II

TEORI-TEORI GEOPOLITIK

Pertemuan kedua, 17 Maret 2011

Pendahuluan:

Pemetaan dunia secara geopolitik sangat ditentukan di Eropa. Geopolitik pertama kali
berkembang di Eropa sejak era merkantilisme. Aspek utama signifkasi geopolitiks saat itu
ialah ekspansi ekonomi dan pengusaan militer di tempat-tempat strategis tertentu di Eurasia.
Transformasi pemikiran geopolitik klasik sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi Eropa
saat itu yang mana identik dengan kompetisi, kebijakan luar negeri yang spekulatif,
perkembangan teknologi darat, laut, dan udara, dan perspektif kewilayahan yang cenderung
digunakan oleh elit politik seperti Hitler, Henry Truman, Stalin, sebagai justifikasi kebijakan
luar negeri negara masing-masing yang cenderung ekspansif. Oleh karena itu, untuk
memahami pemikiran teoritisi geopolitik dan geostrategi masing-masing pemikirannya
diperlukan pemahaman terkait dengan aspek lokasi, keruangan, dan historis masing-masing
negara supaya diperoleh pemahaman karakteristik utama dan fitur-fitur yang mempengaruhi
transformasi geopolitik saat itu dan proyeksi pemikiran geopolitik masa mendatang.

Tujuan:

Memahami para teoritisi geopolitik dan gestrategi dan memahami pemikirannya

Pembahasan Materi
Indonesia tidak termasuk dalam Teori Heartland. Teori Heartland mengambil lokasi di
dataran luas Eurasia karena tempat tersebut sangat strategis untuk dikuasai. Hal ini semata-
mata karena kenyataan dan perkembangan yang mengakibatkan angkatan darat Eropa
semakin menguat dengan ditemukannya kemudahan dalam mobilisasi dan transportasi.

Pemetaan dunia saat itu, di masa teori geopolitik klasik, sangat ditentukan di Eropa. Teori
geopolitik klasik dari awal pertama kali dikemukakan telah mengalami perkembangan.
Berawal dari ambisi inggris yang menguasai kekuatan laut dunia, Mahan memiliki pemikiran
bahwa ‘kekuatan daratan’ tidak akan mampu diselenggarakan apabila mobilisasinya dihalangi
oleh laut. Selain itu, Mahan juga mengamati bahwa kuantitas laut lebih besar daripada
daratan sesungguhnya, hal ini tentunya akan mempermudah angkatan laut untuk mengepung
kekuatan darat karena mobilisasinya lebih bagus. Contoh kedua, perkembangan teknologi
angkatan udara pasca perang dunia menjadi signifikasi penting teori geopolitik milik
Seversky yang mengatakan konsentrasi baru strategi geopolitik negara mestinya
mengedepankan kekuatan udara. Selanjutnya, masa depan teori geopolitik akan merambah
hingga ke luar angkasa.

Geopolitik Jerman dilihat sebagai suatu dogma politik (Hasuchofer dan ratzel) yang mana
dipakai sebagai suatu pembenaran terhadap aksip olitik penguasa, misal Hitler, dalam
berbagai kebijakan ekspansi wilayah. ‘Lebensraum’ salah satunya, yang menegaskan bahwa
negara itu tumbuh dan berkembang seperti organisme. Paham ini jgua dianut oleh jepang
dalam menjajah beberapa negara dalam rangka mendapatkan kekayaan alam negara-negara
disekitarnya.

Skenario Geopolitik kedua ialah geopolitik pada perang dingin yang mengangkat tema
gerakan anti-komunisme. Salah satu teori geopolitik berkembang saat itu ialah prinsip
‘Domino Theory’. Untuk mencegah meluasnya teori Domino tersebut maka salah satu elit
pemerintahan Amerika Serikat saat itu, George F Kennan, mengusulkan suatu kebijakan
‘Containment’ yang bertujuan untuk menghalau satu persatu negara jatuh ke dalam
Komunisme. Selain itu, wujud strategi nyata Amerika Serikat dalam membendung arus
Komunisme ialah membentuk pakta pertahanan dan keamanan di berbagai kawasan, salah
satunya SEATO di Asia tenggara, dan NATO. Sedangkan melalui kekuatan ekonomi,
Amerika Serikat mencangankan strategi Marshall Plan agar negara-negara pasca Perang
Dunia II tidak jatuh ke dalam Komunisme Uni Soviet. Selama perang Dingin, tampak sekali
peran teknologi dalam pertahanan dan keamanan negara yang mengijinkan persaingan
persenjataan dan informasi dan teknologi antardua negara berlangsung sangat intens. Misal
Uni Soviet berinovasi dengan menerbangkan pesawat ulang alik pertamanya bernama
Sputnik, sedangkan Amerika Serikat mengejar persaingan melalui teknologi Apollo.
Sementara Uni Soviet telah berhasil mendaratkan astronotnya ke Planet Mars, Amerika
Serikat hanya mampu mengimbangi menjangkau bulan. Itu pun kemudian disinyalir sebagai
suatu ‘hoax’.

Kesimpulan

Geopolitik dan geostrategi klasik sangat dipengaruhi oleh konteks situasi dan kondisi saat itu
yang identik dengan kompetisi antarnegara, perkembangan teknologi transportasi—
utamanya, dan ambisi negara untuk memperoleh titik strategis di kawasan tertentu di dunia.
Setiap negara memiliki ambisi, dan saat itu teori geopolitik memiliki fitur yang mendukung
ambisi setiap negara (asal) masing-masing. Fitur tersebut ialah: (1) konsentris dunia saat itu
terkonsentrasi pada Eropa dan Amerika (pada perkembangan selanjutnya), dengan kata lain,
‘Euro-sentris’), (2) geopolitik saat itu tersituasi dari tiga elemen: sejarah, spasial, lokasi, dan
strategis, (3) geopolitik saat itu cenderung menjustifikasi kebijakan luar negeri negara saat
itu, misal ekspansi Hitler ke negara Eropa Timur dan Eropa Tengah, (4) Negara ialah aktor
tunggal geopolitik saat itu, (5) perkembangan teknologi menjadi faktor pendorong utama
kontruksi strategis geopolitik saat itu, dan (6) agensi geopolitik selalu diperuntukkan untuk
membentuk Pan-regionalisme di kawasan tertentu.

Kata Kunci : air-power, land-power, water-power, heartland, lebensraum, organism


geopolics

Guiding Question:

1. “Time”à Bagaimana aspek historis saat itu dan karakteristik masing-masing negara
asal pemikir geopolitik tersebut?
2. “Space”à Bagaimana situasi dan kondisi yang mempengaruhi pemikir geopolitik
tersebut mengeluarkan konsep teoritisnya masing-masing?
3. 3. “How”à Bagaimana masing-masing pemikir geopolitik tersebut mengutarakan
‘technique secara politis dan strategis (baik secara kekuatan militer (land, sea, dan air
force)) untuk mendukung teorinya?
4. Simpulan à Bagaimana evolusi dan transformasi apa yang dibawa oleh masing-
masing pemikiran geopolitik tersebut? Bagaimana hubungan kelebihan dan
kelemahan masing-masing terhadap perkembangan geopolitik sekarang ini?

Referensi

Cohen, Saul Bernard. 2002. “Geopolitics of The World System”. London: Rowman and
Littlefield Publishers

Flint, Colin. 2007. “Introduction to Geopolitics”.. London: Routledge

Leave a comment

Posted by Renny Candradewi on April 10, 2011 in Uncategorized

Dinamika Empires, States, Nation-States, dan


Cities: ASISTENSi
10 Apr

Rate This

BAB IV
• Empires
• Cities as polis
• State and New World Order
• Nation-State and State as Spatial Entity

Oleh: RENNY CANDRADEWI 070810532 ASISTENSI GEOPOLITIK DAN


GEOSTRATEGI A-303

BAB IV

DINAMIKA KERAJAAN, NEGARA, BANGSA, DAN KOTA

Pertemuan keempat, 31 Maret 2011

Pendahuluan:

Dinamika politik, utamanya tatanan dunia, tidak bersifat statis. Hal ini selaras
denganpernyataan kaum liberal yang mengusulkan bahwa tatanan dunia merupakan proses
yang melibatkan interaksi aktor hubngan itneransional satu sama lain dan prposisi Realis
yang mengatakan bahwa setiap aktor mesti bertindak mengkuti kepentingan nasional masing-
masing (Mingst, 2009: 82). Perubahan dalam tatanan dunia tersebut dipengaruhi oleh
berbagai isu dan aspekyang memungkinkan munculnya aktor baru yang menggantikan aktor
lama. Oleh karena itu, meneliti dinamika tatanan dunia dalam konsep geopolitik artinya
meneliti perkembangan agennya yakni kerajaan (‘empire’), negara, negara-bangsa, dan kota
polis.

Tujuan:

Menjelaskan dinamika politik dan strategi ‘empire’, negara, negara-bangsa, bangsa, dan kota
dalam sebuah dunia yang terus berubah dalam konsep geopolitik

Pembahasan Materi

Seringkali konteks geopolitik berkaitan erat dengan akhir abad kesembilan beals yakni masa
persaingan antara ‘empires’ (Inggris Raya, Belanda, Spanyol, Portugis, dan Perancis) sedang
meningkat. Fokus analisa pada chapter ini membicarakan bagaimana struktur seperti kota,
negara-negara, bangsa-bangsa, dan ‘empires’ berinteraksi satu sama lain dan dinamika apa
yang mereka bawa dalam konsep geopolitik dan geostrategi.

‘Empire’ dibangun berdasarkan luas pengaruh terhadap wilayahnya. Contoh ‘empire’ saat ini
ialah Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa dengan asumsi nilai-nilai demokrasi sebagai
‘sphere influence’ untuk memelihara kekuasaan. Pengertian tradisional suatu ‘empire’ selalu
identik dengan penaklukan suatu wilayah. Akan tetapi konteks tersebut telah mengalami
perubahan dan memperoleh definisi yang lebih modern, yakni berdasarkan pengakuan
ideologis seperti demokrasi vis a vis komunisme. Aspek struktural suatu ‘empire’ ialah
adanya penguasa (emperor), raja, dan gubernur yang dipilih, serta adanya suatu perluasan
teritori (ekspansi).

Negara dibangun melalui pengakuan terhadap batas-batas wilayahnya secara hukum dan
yurisdiksi masing-masing. Struktur yang dimiliki oleh banyak negara ialah adanya pemimpin
yang terpilih, kedaulatan yang diakui, dan batas-batas teritorial.

Bangsa, pemahaman secara geopolitik diperoleh dari keberadaan aspek sosial dan budaya
yang mempengaruhi penggambaran geografis batas-batasnya. Prinsip kebangsaan ini muncul
karena adanya perasaan memiliki (sense of belonging).

Kota, strukturnya ialah melakukan satu fungsi dominan misal sebagai kota perdagangan saja,
sebagai kota pelabuhan, sebagai kota finansial dan lainnya. Ukurannya yang relatif kecil tidak
membatasi kapabilitasnya. Artinya, biarpun kecil tapi berperan penting dan sangat kuat dan
berpengaruh. Perkembangan suatu kota sangat bergantung pada jaringan-jaringan yang
dimanfaatan di sekitarnya.

Dicontohkan sebagai suatu ‘empire’ tradisional ialah Inggris, Belanda, Spanyol, Rusia Tsar,
dan lainnya. Sedangkan ‘empire’ modern ialah Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa.
Contho negara ialah Amerika Serikat, Swis, Indonesia, Malaysia, dan lainnya. Contoh bangsa
yakni Kurdi, Tibet, Jawa, dan lainnya. Contoh bangsa-negara ialah Italia dan Perancis.
Contoh kota pada era klasik ialah Athena, Sparta. Contoh kota saat ini ialah Singapura dan
Hong Kong.

Konsep geopolitik pada era ‘empires’ yang melibatkan kekuatan ‘Old World’ (Inggris,
Perancis, Spanyol, Belanda, dan Portugis) identik dengan ekspansi wilayah demi
mendapatkan pasar rempah-rempah dunia dan sumber daya alam, utamanya Emas (Short,
1993).

Inggris Raya pada abad kesembilan belas menjajah dan menduduki wilayah teritori yang luas
dan signifikan di daerah yang mengelilingi daratan besar Eurasia. Ambisi Inggris Raya yang
demikian tidak lepas dari keinginan Inggris Raya untuk mendominasi kekuatan Maritim
dunia guna bersaing dengan kekuatan daratan Jerman dan Rusia di wilayah Eurasia. Sehingga
pengaruh Inggris Raya mendirikan kota-kota pelabuhan menjadikannya sebagai negara
Maritim terkuat (Flint, 2007).

Jerman sebagai suksesor ‘Empire of Holy Roman Habsburgh’ juga melalkukan tindakan
politik serupa dengan melakukan ekspansi ke wilayah di sekitarnya hingga ke Eropa Tengah.
Selain itu beberapa negara yang memiliki karakter ‘empire’ yang demikian di era Modern
anatara lainialah Amerika Serikat (melalui nilai demokrasi dan neoliberalisme), Uni Soviet
(melalui nilai komunisme dan sosialisme), Jepang pada era kekaisaran Hirohito dan saat ini
melalui dominasi partisipasi perekonomian di Asia Timur, dan China (melalui dominasi
partisipasi pengaruh politik dan perekonomian di Asia).

Uraian di atas berbicara tentang dinamika yang terjadi pada aktor-aktor geopolitiknya
mempengaruhi tatanan dunia yang diidentikkan dengan jatuh bangunnya ‘empire’. Konteks
dinamika berdasarkan kekuatan ekonomi, persebarang pengaruh juga berperan merubah
tatanan dunia yang ada. Salah satunya ialah Jhon R Short (1993) melandaskan tatanan dunia
pada kelompok negara yakni ‘superpower, major power, dan minor power; Alfred T Mayhan
(Flint, 2007) melandaskan pemikirannya pada tatanan dunia yang dibentuk oleh dua
kekuatan, yakni kekuatan Maritim dan kekuatan Daratan; Spykman menambahkan dengan
adanya kekuatan Udara (Flint, 2007), Mackinder membagi secara struktural dua kekuatan
dunia yakni kekuatan yang menduduki daratan utama (‘Pivotal Area), pinggiran (Crescent
Area), dan ‘Old World’-‘New World’ milik Seversky (Flint, 2007). Sedangkan tananan dunia
saat ini memanfaatkan variabel ekonomi (di luar konsep geopolitik, melainkan ‘geopolitics’)
contohnya ialah Tatanan Dunia menurut Imanuel Wallerstein yang mengelompokkan negara:
‘core’, ‘semiperipherial’ dan ‘pheripherial’.

Kesimpulan

Dinamika tatanan dunia secara geografi dan politik menunjukkan fluktuasi akibat fenomena
negara yang terus berkembang seiring dengan kemajuan di teknologi, informasi, dan aspek
multidimenasional yang lain. Hal tersebut menuntut aktor geopolitik memainkan peran yang
lebih spesifik. Kekuasaan tidak lagi terpusat pada konsep power semata akan tetapi juga
melibatkan variabel penyebaran pengaruh (sphere of influence).

Kata Kunci : kerajaan, negara, negara-bangsa, kota polis

Guiding Question:

1. ‘Empires’: bagaimana situasi, struktur dan variabel yang terlibat berkonsekuensi


terhadap dinamika politik dan geografi suatu kerajaan? Jelaskan beserta contoh
‘empire’ era klasik dan ‘empire’ modern saat ini!
2. 2. ‘Cities as Polis’ : bagaimana situasi, struktur dan variabel yang terlibat
berkonsekuensi terhadap dinamika politik dan geografi suatu kota polis? Berikan
contohnya!
3. 3. The State and The World Order’: bagaimana situasi, struktur dan variabel yang
terlibat berkonsekuensi terhadap dinamika politik dan geografi suatu negara dan
berkontribusi terhadap perubahan tatanan dunia? Berikan contohnya!
4. 4. ‘Nation-State and State as Spatial Entity’: bagaimana situasi, struktur dan
variabel yang terlibat berkonsekuensi terhadap dinamika politik dan geografi suatu
keruangan suatu negara dan lokasi? Berikan contohnya!

Referensi

Cohen, Saul Bernard. 2002. “Geopolitics of The World System”. London: Rowman and
Littlefield Publishers

Flint, Colin. 2007. “Introduction to Geopolitics”.. London: Routledge

Marieke, Peters. 2006. “Geopolitics: From European Supremacy to Western Hegemony”.

Mingst, Karen. 2009. The Essentials of International Relations. London: W.W. Norman
Publishing

Short, Jhon Rennie. 1993. “An Introduction to Geographical Politics”. London: Routledge
Leave a comment

Posted by Renny Candradewi on April 10, 2011 in Uncategorized

Geopolitik, Geostrategi, dan Tatanan Dunia


Baru: ASISTENSI
10 Apr

Rate This

BAB III

GEOPOLITIK, GEOSTRATEGI, DAN TATANAN DUNIA BARU

• Hubungan Struktural Utara-Selatan: Uneven Development


• Jatuh Bangun Supremasi Dunia: Hubungan Struktural Barat-Timur
• Dunia Multipolar
• Akhir Geopolitik dan Awal Geopolitics

Oleh: RENNY CANDRADEWI 070810532 ASISTENSI GEOPOLITIK DAN


GEOSTRATEGI A-303

BAB III

GEOPOLITIK, GEOSTRATEGI, DAN TATANAN DUNIA BARU

Pertemuan ketiga, 24 Maret 2011

Pendahuluan:

Refleksi perkembangan konteks dunia terkait dengan sejarah, struktur kemasyarakatan suatu
negara dalam situasi dan kondisi tertentu sangat menentukan konstelasi geopolitik dan
geostrategi kebijakan politik suatu negara dalam suatu interaksi tatanan dunia yang sangat
kompleks. Interaksi banyak negara tersebut memiliki hubungan struktural dan hierarkis yang
kompleks, misalnya hubungan Utara-Selatan terkait dengan pertumbuhan yang tidak
seimbang yang mana mayoritas negara-negara Utara ialah negara maju yang unggul dalam
bidang informasi, penguasaan teknologi, dengan struktur masyarakat yang mudah menerima
perubahan (dinamis dan terbuka). Sedangkan sebagian besar negara di belahan Selatan ialah
negara berkembang dan terbelakang baik dalam aspek ekonomi, teknologi, informasi, dengan
struktur masyarakatnya yang cenderung tertutup (isolasionis). Dalam perkembangan negara
yang demikian, negara yang lebih unggul cenderung menggantikan negara yang mengalami
kemerosotan sehingga selalu terdapat kecenderungan jatuh bangunnya suatu supremasi,
dicontohkan jatuhnya supremasi Inggris Raya bersamaan dengan diakuinya hegemoni
Amerika Serikat, hingga sekarang dikenal dengan kebangkitan Asia melalui perekonomian
Chna dan India yang menyaingin Amerika Serikat dan Jepang. Peran perekonomian yang
menggnati secara parsial konsep hardpower militer, angkatan laut yang mendominasi pasca
Revolusi Industri Inggris dan pasca Perang Dingin, menjadikan tatanan dunia lebih bersifat
multipolar daripada bipolar maupun unipolar. Peranana ekonomi dan munculnya isu-siu baru
yang menarik perhatian negara-negara secara keseluruhan seperti isu lingkungan dan
pemanasan global, mengakibatkan peranan aktor lain seperti organisasi internasional, rezim
internasional, serta perusahaan internasional mutlak diperlukan untuk melengkapi fungsional
peranan negara. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa konseptualisasi “Geopolitik”
yang sarat dengan perlombaan militer, politik ekspansi, dan kewilayahan kehilangan esensi,
meskipun tidak sepenuhnya, digantikan oleh konseptualisasi “Geopolitics’ yang lebih luas
dalam beragam aspek.

Tujuan:

Mengetahui perkembangan dunia dalam konteks geopolitik dengan menggunakan teori-teori


yang telah dipahami

Pembahasan Materi

Pemahaman geopolitik dan geostrategi dalam merefleksikan perkembangan konteks dunia


dapat diperoleh melalui pengetahuan mendalam dasar sejarah dan struktur suatu negara
dalam situasi dan kondisi tertentu. Misalnya kemampuan dalam menjelaskan proses jatuh
bangunnya supremasi dunia dan bentuk tatanan dunia baru sekarang bisa diperoleh melalui
pemahaman terhadap konteks ‘struktur’, ‘sejarah’, dan konsekuensi suatu peristiwa.

Dua hal tersebut, yakni sejarah dan struktur, membantu menjelaskan siklus stabilitas,
perpecahan, trauma, dan serangkaian kondisi secara holistik. Sedangkan ‘struktur’ membantu
menjelaskan hubungan yang terjadi dalam perkembangan tidak seimbang ‘uneven
development’, komunitas terbuka ataukah tertutup, dan rezim politik yang saat itu
berpengaruh. Secara garis besar, yang diperlukan dalam merefleksikan situasi dan kondisi
perkembangan negara-negara dalam konteks geopolitik ialah ‘sekumpulan data’.

Contoh konkretnya yakni China. China terlahir dari suatu komunitas, bahkan peradaban
paling tua di dunia dalam proses menjadi bangsa besar ‘building nationa process’ yang mana
China selalu tidak lepas dari tradisi berperang dan ledakan jumlah penduduk. Teritori yang
terbatas dan jumlah penduduk yang besar mengakibatkan terjadinya kompetisi yang berujung
pada invasi dan perang antardinasti. Konsekuensinya ialah, China terbentuk sebagai
komunitas yang terisolasi dan tertutup, artinya sangat takut terhadap orang asing. Salah satu
implementasi dari nilai-nilai isolasi tersebut ialah dibangunnya tembok China sebagai usaha
untuk membentengi kultur budaya China agar tidak tercampur oleh bangsa asing ‘invasi
mongolia’ saat itu. Kedua, ialah kebijakan Mao Zedong melakukan reformasi internal
daripada menjalin hubungan (ketergantungan ‘interdependensi’) dengan pihak asing saat itu.

Contoh lain yang menjelaskan ‘instabilitas’ pada negara-negara di suatu wilayah ialah
instabilitas di Timur tengah. Instabilitas tersebut berasal dari sejarah Timur Tengah yang: (1)
berada di antara kerajaan Roma dan Kerajaan Persia, (2) berada di tengah-tengah Kerajaan
Bizantium Roma dan Dinasti Arab, (3) di tengah-tengah kebudayaan Barat dan Islam.
Sebagaimana wilayah Asia Tengah yang cenderung diliputi ketidakstabilan sebagai
konsekuensi di tengah-tengah Rusia dan Eropa. Teritori tersebut di atas menjadi obyek
kepentingan banyak hegemoni dan proteksi. Stabilitas dan ketidakstabilan berkontribusi
terhadap konfigurasi dimensi yang terlibat di dalamnya baik politik, sosial, demografis, etnis,
budaya, ekonomi dan lainnya. Dimensi ini terus menerus mengalami dinamika dan kemudian
menjadi data utama dalam memahami tatanan geopolitik. Oleh karena itu, terus menerus
ditekankan untuk melandaskan unit eksplanasi pada serangkaian data tersebut dan tidak
membatasi penjalasan pada konsep teoritis semata.

Rise and Fall of Supremacy. Disebutkan bahwa jatuh bangunnya kekuatan hegemoni secara
historis melalui suatu siklus logis yang sama. Dicontohkan supremasi yang mengalami kolaps
yakni Roma, Inggris, Uni Soviet, dan Amerika Serikat (secara ekonomi, tapi tidak secara
keseluruhan peranannya), dan yang mengalami kemunculan sebagai supremasi baru ialah
India, China (secara ekonomi dan politis), Saudi Arabia, Brazil dan Iran.

Siklus keruntuhan suatu supremasi melalui tahap yang tidak diduga. Keruntuhan, secara
geopolitik, didefinisikan sebagai peristiwa setelah melalui proses yang panjang di antara
komunitas dan sistem politik. Seringsekali yang lebih kuat membawa tatanan baru. Misal
pada abad ketujuhbelas (1789) terdpat perubahan tatanan politik dan sosial yang
berkontribusi terhadap perubahan geopolitik yaitu berakhirnya era monarkis dan kerajaan-
kerajaan. Kedua, pada 1914, Perang Dunia I mengakibatkan perubahan geopolitik yang mana
muncul dua kekuatan bipolar yakni Uni Soviet dan rezim autoritarian. Ketiga, pada 1989-
1991, berakhirnya perang dingin berkonsekuensi terhadap perubahan geopolitik yang bersifat
unipolar yang mana Amerika Serikat muncul sebagai hegemoni baru. Keempat, pada 2001
globalisasi dan pelanggaran internasioal membawa tatanan geopolitik baru yang lebih
multipolar dengan keterlibatan aktor negara dan munculnya isu-isu geopolitik baru seperti
minyak metnah, energi, kultur, ekonomi dan lingkungan.

Secara struktur, disampaikan terdapat dua dimensi tatanan dunia yakni ‘kemiskinan’ dan
‘wealth’, dalam kata lain ‘inequality’ yang terjadi akibat ‘uneven development’.

Kesimpulan

Rise and Fall of World Supremacy to Western Hegemony and The End of Geopolitics (?)

Macam-macam geopolitik dan fasenya dapat diringkas sebagai berikut: (1) masa geopolitik
klasik, (2) geopolitik perang dunia II, dan (3) geopolitik perang dingin. Pasca berakhirnya
perang dingin, bukan berarti geopolitik telah mati. Teritori secara fisik masih berperan
penting dalam perpolitikan internasional dan strategisnya.Uneven Development: hubungan
antara ‘Utara dan Selatan’ terkait dengan kepemilikan sumber daya alam dan ‘inequality’
yang mana sejak tahun 1950 telah makar suatu gagasan bahwa untuk menciptakan dunia yang
damai, maka negara miskin (Selatan) perlu untuk ‘berkembang’ dan ‘modern(isasi)’, baik
dalam konteks ‘human security’, memelihara dan mendukung hegemoni, untuk kepentingan
ekonomi Barat, atau untuk aliansi melawan komunisme (Slater, 2004: 57-79); Arts, 1994).
Pasca perang dingin, persoalan ‘underdevelopment’ antara Utara-Selatan ini menjadi subyek
utama dalam pemikiran geopolitik.

Pusat persoalan Utara-Selatan terletak pada akses tidak seimbang terhadap sumber daya,
sebagaimana juga bentuk dari dominasi Barat, terkait reformasi dan regulasi ekonomi yan
gmegarah pada perbedaan teori tentang dependensi dan neo-kolonialisme (slater, 2004: 128).
Misalnya beberapa aktivitas Amerika Serikat di wilayah Teluk Persia secara langsung
berkaitan dengan tatanan geopolitik tersebut, yang mana kebijakan ditujukan untuk
mengamankan ekonomi minyak mentah (milik) Barat (Slater, 2004: 191; Agnew, 2002: 158).
Geopolitics dan Globalisasi. Konteks geopolitik dalam globalisasi terkait dengan
menurunya kapabilitas negara berkaitan dengan munculnya beragam aktor internaisonal,
organisasi dan perusahaan—MNC dan TNC (De Pater, Groote, dan Terlouw, 2002: 1680).
Contoh realnya ialah ‘Banana Republics’. The Rise of new great powers and New Forms of
Government. Terkait dengan konteks ini, terdapat China yang muncul sebagai ‘challenger’
hegemoni baik secara ekonomi dan militer. Terlihat sekali dalam beberapa kasus misalnya
‘Google Security Breached’, propaganda ‘The Internet Freeedom’, kasus Nobel 2010 Liu
Xiaobo, dan upaya AS untuk memaksa China mengapresiasi Yuan, menunjukkan bahwa
masing-masing blok, utamanya Barat melakukan pendekatan yang sangat hati-hati terhadap
China.

Kata Kunci : struktur, supremasi, hegemoni, geopolitik, geopolitics, dunia multipolar

Guiding Question:

1. ‘Uneven Development’: jelaskan bagaimana perkembangan tiap-tiap negara


menyebabkan ketidakseimbangan perkembangan sistem politik dunia karena
perbedaan berbagai unsur seperti berikut: sumber daya, geografi, sumber daya alam,
dll.
2. ‘Rise and fall of the Supremacy’ : Utarakan situasi dan kondisi jatuh bangun fase
hegemoni di dunia misal Inggris, Amerika, Jerman, dan Rusia (titik beratkan pada
historis faktor ekonomi sejak revolusi industri hingga sekarang, dan kemajuan industri
dan perekonomian mereka masing-masing.
3. “The Multipolar World”: jelaskan munculnya (a) aktor2 baru atau (b) negara yang
di luar hegemoni Amerika dan Rusia serta negara2 lain dengan sekuriti yang kuat
seperti Jerman dan Jepang (jelaskan dengan mengikutsertakan variabel peran
teknologi)
4. ‘The End of Geopolitics or Geopolitik’? apakah situasi dan kondisi di atas
mengakhiri ‘konsep geopolitik’ dan merupakan awal terhadap ‘geopolitics’?

Referensi

Cohen, Saul Bernard. 2002. “Geopolitics of The World System”. London: Rowman and
Littlefield Publishers

Flint, Colin. 2007. “Introduction to Geopolitics”.. London: Routledge

Marieke, Peters. 2006. “Geopolitics: From European Supremacy to Western Hegemony”.

Short, Jhon Rennie. 2002. “An Introduction to Geographical Politics”.

Leave a comment

Posted by Renny Candradewi on April 10, 2011 in Uncategorized

Pengantar Geopolitik dan Geostrategi: ASISTENSI


10 Apr

Rate This

PENGANTAR GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI

Pertemuan pertama, 7 Maret 2011

Pendahuluan:

Geopolitik ialah studi mengenai metode mengenai interaksi yang terjadi antara waktu
(sejarah), ruang, dan politik. Perkembangan suatu kota yang berfungsi sebagai tempat,
menjadi entitas bangsa dan selanjutnya tumbuh menjadi negara semuanya dapat dikaji
melalui perspektif geopolitik. Sedangkan ‘Geostrategi’ ialah studi tentang pengaruh
keruangan terhadap hubungan kekuasaan. Geostrategi merupakan cara untuk menemukan
rencana dalam menghadapi batasan maupun pilihan keruangan dimaksud.

Tujuan

Mahasiswa memahami arti konsep geopolitik dan geostrategi serta sejarah perkembangannya

Pembahasan Materi

Hal terpenting dalam pemahaman geopolitik ialah keterlibatan catatan sejumlah data terkait
dengan studi kewilayahan, studi sumber daya alam, studi keruangan dalam kontes jarak, dan
kebutuhan masing-masing negara. Elemen utama kajian geopolitik ialah memahami konsep
waktu dalam hal ini ialah sejarah, keruangan, dan dinamika politis yang mempengaruhi
evolusi dan tranformasi suatu agen geopolitik. Agen geopolitik dalam konteks ini diperluas
sebagai aktor dan subjek geopolitik seperti negara (dalam konteks geopolitik klasik),
organisasi pemerintah, maupun organisasi nonpemerintah, perusahaan internasional,
kelompok marginal, kelompok bangsa bahkan kelompok terorisme (dalam konteks geopolitik
kritis) (Flint, 2007).

Bukti adanya evolusi suatu ‘city’, ‘nation’, dan ‘state’ dicontohkan dengan baik oleh evolusi
teritori Inggris pada tahun pada jauh sebelum era westphalia, era revolusi industri (abad
kesembilanbelas) dan era saat ini.

Selain itu studi geopolitik juga melibatkan sejumlah pemahaman terkait latar belakang
kejadian dan sejarahnya, waktu, dan tempat. Dan inti dari studi geopolitik ialah memahami
perubahan dan dinamika konsep keseimbangan kekuatan di suatu daerah, waktu, dan tempat
tertentu.

Tidak hanya manusia yang berusaha untuk bertahan hidup, begitu pula negara. Dalam konsep
geopolitik, diutarakan terjadi interaksi antara faktor dependen dan faktor independen, situasi,
dan dinamika tak terduga. Disebutkan faktor independen meliputi kualitas wilayah, iklim,
sumber daya manusia, dan kualitas sekaligus kuantitas demografi. Sedangkan faktor
dependen meliputi peran elit politik, struktur ekonomi, struktur sosial, dan lainnya.

Kesimpulan
Geopolitik ialah komponen geografi manusia yang mampu mempengaruhi perilaku negara,
misalnya bagaimana lokasi, iklim, sumberdaya alam, populasi, relief dataran menentukan
pilihan maupun batasan politik luar negeri suatu negara terkait dengan posisinya dalam
struktur negara-negara (Griffitfhs dan O’callaghan, 2002: 120). Dapat juga diringkas bahwa
fitur-fitur geografi juga turut membentuk identitas, karakter, dan sejarah negara-bangsa atau
menghambat perkembangan sosial, politik, dan ekonomi mereka. Oleh karena itu, konsep
integrasi geografi dan politik ini menjadi perihal persoalan kajian hubungan internasional.

Kata Kunci : geopolitik, geostrategi, faktor dependen geopolitik, faktor independen


geopolitik

Guiding Question:

1. Apa itu ‘Geopolitik’?


2. Apa itu ‘Geostrategi’?
3. Apa kunci pemahaman geopolitik dan geostrategi?
4. Bagaimana interaksi kunci pemahaman tersebut dalam merumuskan konsep
geopolitik suatu negara-bangsa?

Referensi

Flint, Colin. 2007. “Introduction to Geopolitics”. London: Routledge Publishing Company

Griffiths, Martin dan Terry O’callaghan. 2002. “The Key Concepts: International Relations”.
London: Routledge

Guttinger, Anne. 2011. “Geopolitik dan Geostrategi” dalam perkuliahan 10 Amret 2011 di
ruang A303

Gestrategi AS: asistensi


24 Apr

Rate This

BAB VII

GEOSTRATEGI AMERIKA SERIKAT


Pertemuan ketujuh, 21 April 2011

Pendahuluan:

Geopolitik suatu kawasan selalu mengalami dinamika dan fluktuasi melalui fase jatuh
bangunnya rezim dan supremasi. Perang Dingin menandai jatuhnya sistem bipolar sekaligus
jatuhnya supremasi Uni Soviet sehingga tatanan dunia internasional menjadi unipolar dengan
sentral power terletak pada Amerika Serikat. Amerika Serikat selaku aktor unipolar dengan
kapabilitas strategis militer, ekonomi (melalui Sistem Breton Wood sekaligus Dolar AS)
memiliki kepentingan nasional yang kompleks sekaligus komprehensif demi menjamin
proyeksi sphere of influence di berbagai daerah. Aspek penting yang menjadi fokus kajian
strategi Amerika Serikat terkait dengan beberapa sektor penting seperti: (1) deposit minyak di
Timur Tengah, (2) ideologis demokratisasi Amerika Serikat, (3) konflik Israel-Palestina, dan
(4) menegakkan perdamaian selaku Polisi Dunia.

Tujuan:

Mampu menjelaskan strategi AS dalam menguasai wilayah-wilayah dunia

Pembahasan Materi

Geostrategi Amerika Serikat (Amerika Serikat) dari waktu ke waktu mengalami perubahan
menyesuaikan dengan perubahan geopolitik di kawasan yang mana AS memiliki sejumlah
kepentingan. Strategi AS dari setiap era, sejak Perang Dunia I, pasca Perang Dunia II, Perang
Dingin, dan era kontemporer pasca Perang Dingin selalu mengalami perubahan karena
kontesk geopolitik dan geostrategi di seluruh dunia mengalami perkembangan dan perubahan
yang secara signifikan juga mempengaruhi proyeksi pengaruh AS di beberapa negara dan
kawasan tertentu. Perubahan kebijakan strategis AS tersebut bukan merupakan proses yang
singkat tanpa kalkulasi yang teliti. Kalkulasi terkait dengan geografis suatu wilayah dan
rezim yang memerintah menjadi faktor utama yang menentukan kebijakan strategisnya.
Adapun dalam pembahasan topik pertemuan ketujuh, fokus geostrategi AS di kawasan Timur
Tengah dan di negara Irak, Afghanistan, dan China.

Strategi AS di Irak. Irak terkenal sebagai negara dengan cadangan minyak dan saat itu Irak
disinyalir sebagai sumber inspirasi negara-negara untuk menentang dominansi dan hegemoni
AS pasca Perang Dingin sehingga masuknya intervensi AS di Irak diprioritaskan untuk
menekan simbol insipirator gerakan anti-Amerika dan anti-Barat, dalam hal ini Saddam
Husein. Dalam usaha menghadapi Sadam Husein di Irak, Amerika Serikat memunculkan isu
Weapon Mass Destruction (WMD) di Irak dalam usaha untuk menjatuhkan Rezim Saddam
Husein sekaligus melancarkan agresi untuk mengokupasi Irak dengan justifikasi menegakkan
hak asasi manusia dan pemerintahan demokrasi. Konsekuensi logis dari geostrategi yang
demkian ialah: (1) adanya proyek rekonstruksi yang dinisiasi oleh AS, (2) anggaran
pembiayaan perang AS meningkat, dan (3) resko politik “kepentingan nasional” yang
berhadapan dengan “tuntutan domestik” pada periode Obama. Pasca kejatuhan Sadam
Husein, AS memprediksi kemudahan-kemudahan dalam mengimplementasikan strateginya
lebih jauh ke Timur Tengah, selain di Arab Saudi, Kuwait, dan Yaman. Sebaliknya, AS
berhadapan dengan kelompok-kelompok anti-Amerika Serikat dan anti-Barat yang dalam
tulisan Samuel Hutington diilustrasikan sebagai awal terjadinya “clash of civilization” yang
mana Barat berhadapan dengan kebudayaan Islam.

Strategi AS di China selalu terkait dengan isu jangka panjang perseteruan China-daratan
dengan China-Taiwan. Perkembangan geopolitik China dan Taiwan selalu menjadi isu sentral
perubahan geopolitik China dan Asia Timur pada umumnya. China selalu mengklaim wilayah
laut China Selatan sebagai bagian dari sphere of influence-nya. Hal ini bertujuan untuk
mewujudkan ambisi China guna mengukuhkan kekuatan maritimnya atas selat Taiwan dan
perairan Indochina. Terkait dengan hal tersebut, AS bersikap persuasif dan terus menerus
melancarkan pendekatan hati-hati secara diplomatis dan softpower salah satunya dengan
mengajukan proposal keanggotaan China di WTO yang disetujui pada 2001 diterimanya
China sebagai anggota WTO sejak 11 Desember 2001 .

Strategi AS di Afganistan ditentukan oleh kondisi dan situasi geopolitik Afganistan antara
lain: (1) mengingat Afganistan berbatasan dengan banyak negara yang sangat efektif untuk
mengamankan jalur pasokan dan transportasi minyak Amerika Serikat dengan mengalihkan
jalurnya melewati Turki dan negara-negara lain yang masih berada dalam pengaruh Amerika
Serikat sehingga kepentingan utama AS di Afganistan ialah terkait dengan deposit minyak
dan jalur minyak di kawasan Asia, (2) Afganistan secara geografis berpeluang sebagai celah
masuk (entry point) Amerika Serikat ke wilayah Asia Tengah, dan berhadapan langsung
dengan Rusia di wilayah penyangganya (buffer zone). Konsekuensi terhadap dua hal di atas
ialah untuk menjamin jalur strategis minyak dan gas AS sampai ke Turki.

Strategi Amerika Serikat, secara keseluruhan di Timur Tengah, Irak, Iran, Lybia, dan
Afganistian dan seluruh Timur tengah lainnya semata-mata untuk menjamin keamanan
kepentingan terkait dengan isu Palestina dan Israel. Selain itu, kepentingan utama AS dan
keterkaitannya dengan hubungan dan pengaruh rezim di Timur Tengah terletak pada minyak
sebagai bahan dasar utama bahan bakar industri Amerika Serikat. Akan tetapi, pernyataan
diplomatis pentingnya pengaruh AS di Timur Tengah selalu ditujukan untuk menegakkan
demokrasi dan menjamin pemerintahan yang lebih demokratis sebagai ganti terhadap rezim
otoritarianisme yang diyakini AS hanya mengakibatkan lebih banyak pelanggaran hak asasi
manusia di kawasan tersebut, misal pengukuhan pemerintahan demokratis melalui pemilihan
umum di Irak pada 2008 lalu.

Proyeksi strategi AS di beberapa wilayah merupakan manifestasi kekuatan dan pengaruh


Amerika Serikat. Adapun hal tersebut ditunjang oleh kapabilitas strategis AS yang unggul
sebagai negara maritim power. AS dikenal sebagai salah satu negara maritime power karena
Amerika Serikat melengkapi dan menjamin keamanan pengaruhnya melalui penempatan
basis-basis armadanya di beberapa tempat strategis seperti di Arab Saudi dan Kuwait.
Penempatan armada dan angkatan laut di tempat-tempat strategis tersebut juga berguna untuk
mengamankan jalur suplai minyak ke Amerika Serikat, yang selama ini masih dilakukan
sebagian besar melalui jalur laut. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa masing-
masing kawasan di Timur Tengah dan China menjadi kunci Strategis AS, utamanya di
negara-negara yang memiliki akses terhadap Teluk Persia dan Samudra Hindia.

Tantangan dan resiko strategi AS. Adapun terkait strategi AS untuk mencapai kepentingan
nasionalnya di beberapa kawasan tersebut, seperti China, dan Timur Tengah menuai sejumlah
kontroversi dari konstituen domestiknya. Rakyat Amerika Serikat selalu menuntut penarikan
pasukan di beberapa daerah konflik seperti Irak dan Afganistan. Tidak hanya itu, tuntutan
serupa diutarakan oleh internasional seperti negara-negara Islam dan mayoritas Islam
(Indonesia) yang menyebut keberadaan tentara Amerika Serikat di Irak dan Afganistan
sebagai bentuk “invasi”, “okupasi”, dan “imperialisme”. Tantangan kedua strategi Amerika
Serikat di kawasan-kawasan tersebut terletak pada pemerintahan Obama yang dikenal
mengedepankan reformasi struktural di dalam batas internal negaranya, yang berkonsekuensi
berkurangnya animo pemerintahan Amerika Serikat untuk terlibat dengan sejumlah isu-isu
dan persoalan internasional. Kondisi dan situasi politik Amerika Serikat yang demikian
mengakibatkan munculnya kekhawatiran bahwa suatu saat anggaran militer Amerika Serikat
mengalami pemotongan anggaran berkaitan dengan kondisi finansialnya yang masih belum
pulih secara optimal dari krisis keuangan pada 2008 lalu. Walaupun demikian, tidak bisa
dielakkan bahwa kepentingan Amerika Serikat yang tampak jelas ialah mengedepankan
strategi yang bertujuan menjamin perlindungan kepentingan Israel dari isu pembebasan
Palestina dan cadangan minyak di Timur Tengah.

KESIMPULAN

Sejak berakhirnya Perang Dingin, proyeksi geogstrategi AS selalu mengalami perubahan


sebagai konsekuensi terhadap dinamika politik, ekonomi, dan geografi politik di beberapa
kawasan, utamanya di Timur Tengah, Irak, Afganistan dan China sebagai fokus kajian
geopolitik dan geostrategi. Perubahan proyeksi geostrategis tersebut tidak melalui proses
singkat tanpa kalkulasi teliti terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi seperti tipe
rezim, kondisi masyarakatnya, dan kultur politik. Strategi AS di Irak, misalnya, disinyalir
untuk menekan sumber inspirasi negara-negara yang menentang dominansi dan hegemoni AS
pasca Perang Dingin dan menekan persepsi anti-Amerika dan anti-Barat. Konsekuensi logis
dari geostrategi yang demkian ialah adanya proyek rekonstruksi yang dinisiasi oleh AS
sehingga membuka peluang investasi asing leluasa masuk di Irak yang bertujuan untuk
mencipatakan ketergantungan struktural pada AS. Strategi AS di China selalu terkait dengan
isu jangka panjang perseteruan China-daratan dengan China-Taiwan. Perkembagnan
geopolitik China dan Taiwan selalu menjadi isu sentral perubahan geopolitik China dan Asia
Timur pada umumnya. Menyaksikan usaha China untuk mewujudkan tidak hanya hegemoni
ekonomi tetapi sekaligus ambisi imperial di kawasan Asia Timur, AS bersikap persuasif dan
terus menerus melancarkan pendekatan hati-hati secara diplomatis dan softpower salah
satunya dengan mengajukan proposal keanggotaan China di WTO yang disetujui pada 2001
diterimanya China sebagai anggota WTO sejak 11 Desember 2001. Melalui kekuatan
ekonomi dan otoritatif AS dalam tubuh WTO, AS dapat dengan leluasa meletakkan China
berada di sudut pengawasannya dan memiliki kendali terhadap aktivitas perekonomian dan
kebijakannya. Strategi AS di Afganistan ditentukan oleh kondisi dan situasi geopolitik
Afganistan antara lain: (1) mengingat Afganistan berbatasan dengan banyak negara yang
sangat efektif untuk mengamankan jalur pasokan dan transportasi minyak Amerika (2)
Afganistan secara geografis berpeluang sebagai celah masuk (entry point) AS ke wilayah
Asia Tengah. Dalam usaha untuk mengaktualisasikan strateginya, AS melakukan pendekatan
diplomasi yang dikenal dengan “diplomasi Opium” yang mana AS menjaga agar penduduk
Afganistan tetap diijinkan untuk melakukan penanaman Opium sebagai kekuatan ekonomi
lokal dan mata pencaharian penduduknya agar mereka tidak beralih mendukung Taliban
sebab bergabungnya kekuatan penduduk dengan Taliban akan berkonskuensi untuk memaksa
pengaruh AS keluar dari Afganistan. Selain itu, AS selalu mengedepankan manifesto politik
untuk menciptakan rezim Afganistan yang selalu kooperatif dengan kepentingan AS di sana.
Strategi Amerika Serikat, secara keseluruhan di Timur Tengah, Irak, Iran, Lybia, dan
Afganistian dan seluruh Timur tengah lainnya semata-mata untuk menjamin keamanan
kepentingan terkait dengan isu Palestina dan Israel. Selain itu, kepentingan utama AS dan
keterkaitannya dengan hubungan dan pengaruh rezim di Timur Tengah terletak pada strategi
AS untuk menciptakan ketergantungan rezim-rezim Timur Tengah, yang kaya minyak. Akan
tetapi, pernyataan diplomatis pentingnya pengaruh AS di Timur Tengah selalu ditujukan
untuk menegakkan demokrasi dan menjamin pemerintahan yang lebih demokratis sebagai
ganti terhadap rezim otoritarianisme demi penegakan hak asasi manusia dan isu-isu
kemanusiaan lainnya. Proyeksi strategi AS di beberapa wilayah merupakan manifestasi
kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat. Ditunjang oleh kapabilitas strategis AS yang unggul
sebagai negara maritim power. Penempatan basis-basis angkatan militer dan armada lautnya
di beberapa tempat strategis seperti di Arab Saudi dan Kuwait semata-mata untuk
mengamankan jalur suplai minyak ke Amerika Serikat, yang selama ini masih dilakukan
sebagian besar melalui jalur laut. Tantangan dan resiko strategi AS. Adapun terkait strategi
AS untuk mencapai kepentingan nasionalnya di beberapa kawasan tersebut, seperti China,
dan Timur Tengah menuai sejumlah kontroversi dari konstituennya. Selain itu, tidak bisa
dielakkan bahwa kepentingan Amerika Serikat yang tampak jelas ialah mengedepankan
strategi yang bertujuan menjamin perlindungan kepentingan Israel dari isu pembebasan
Palestina dan cadangan minyak di Timur Tengah.

Kata Kunci : geostrategi Amerika Serikat, geopolitik Timur Tengah, geopolitik Irak,
geopolitik China, Geopolitik Afganistan

Guiding Question:

1. Apakah yang menjadi tantangan strategis geopolitik Amerika Serikat di masing-


masing wilayah tersebut?
2. Bagian mana yang menjadi resiko dan faktor yang menentukan strategi AS di masing-
masing wilayah tersebut?
3. Aspek apakah yang menjadi strategi AS dalam menguasai masing-masing wilayah
tersebut?

Referensi

Jakub G Grygiel.2006. Lessons for The United States dalam “Great Powers and Geopolitical
Change”. Baltimore: The Johns Hopkins University Press., p.164-178.

——————-.2006. The Geostrategy of Ming China (1364-1644) dalam “Great Powers


and Geopolitical Change”. Baltimore: The Johns Hopkins University Press., p.123-163

William H Overholt. 2008. Asia, America, and the Transformation of Geopolitics. London:
Oxford University Press., pp. 263-293
——————. 2008. Asia, America, and the Transformation of Geopolitics. London: Oxford
University Press., pp. 63-168

——————. 2008. Asia, America, and the Transformation of Geopolitics. London: Oxford
University Press., pp. 223-260

Leave a comment

Posted by Renny Candradewi on April 24, 2011 in Uncategorized

Geopolitik dan Geostrategi Abad 21: Asistensi


18 Apr

Rate This

Pertemuan keenam, 15 April 2011

Pendahuluan:

Perkembangan geopolitik dan geostrategi di abad ke-21 serta kelangsungan kajian geopolitik
dan geostrategi di masa mendatang terletak pada dinamika yang terjadi pada area geopolitik
saat itu, tantangannya, resiko dan faktor stabilitas situasi dan kondisi, serta strategi yang
diterapkan dalam konteks geopolitik yang demikian. Area geopolitik di abad ke-21 meluas
hingga ke perkembangan terbaru perspektif geopolitik yang melibatkan: (1) benturan
antarperadaban, (2) green geopolitics terkait dengan besarnya signifikasi lingkungan dalam
hubungan antarnegara, dan (3) adanya wacana baru yakni anti-geopolitics.

Tujuan:

Menjelaskan perkembangan geopolitik dan geostrategi di abad ke-21 serta kelangsungan


kajian geopolitik dan geostrategi ke depan

Pembahasan Materi

Awal abad 21 ditandai dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni
Soviet yang mana perang dingin diakhiri dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Keadaan
setelah perang dingin pun bervariasi pada negara-negara besar seperti Uni Soviet yang saat
itu kemudian menjadi Rusia, Jerman..

Rusia. Situasi pasca runtuhnya empire Uni Soviet ditandai dengan berakhirnya pengaruh
kerjaan Soviet di Eropa Timur dan Eropa tengah. Empire Uni Soviet secara internal
kemudian bertransformasi sebagai akibat dari kekacauan politik, konflik etnis dan bangsa,
serta depresi ekonomi. Negara-negara Balkan adalah yang pertama kali mendekralasikan
kemerdekaannya dan memperoleh pengakuan diplomatis dari banyak negara barat.
Sedangkan beberapa negara pecahan Soviet kemudian membentuk CIS (Commonwealth of
Independent States).

Jerman, bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur, di lain pihak tumbuh sebagai kekuatan
ekonomi baru di semenanjung Eropa Utara. Jepang berada dalam fase pertumbuhan ekonomi
yang pesat dan mencari celah untuk lebih perperan dalam persaingan global. China berusaha
untuk menggunakan strategi mencampurkan tekanan politis dengan desentralisasi ekonomi,
sedangkan negara-negara Dunia Ketiga berusaha melengkapi diri dengan persenjataan yang
diperoleh dari negara-negara Dunia Pertama (Sempa, 2002).

China. Runtuhnya Soviet mengakibatkan meningkatnya tuntutan akan peran China di


wilayah. Pasca 1970, China berperan sebagai sekutu strategis Amerika Serikat dalam menjadi
daerah penyangga (buffer zone) berhadapan dengan Rusia di Asia. Runtuhnya Rusia dan
meningkatnya antogonisme (terhadap) Barat, menghasilkan tragedi di Tiananmen square.

Jepang, meskipun memiliki arti strategis untuk tumbuh sebagai kekuatan maritim di ASIA
(dengan kapabilitas gegografi yang cukup strategis, yakni rantai kepulauan yang terpisah
terisolasi dari daratan besar Asia). Akan tetapi Jepang memilih untuk memfokuskan perannya
di perekonomian saja. Dengan runtuhnya Rusia, Amerika Serikat bersedia untuk terus
menjamin keamanan di Jepang (Sempa, 2002).

Sebelum abad ke-21, runtuhnya kerajaan romawi belum memiliki pengaruh signifikan
terhadap perkembangan dinasti-dinasti di Timur Jauh, yakni China. Saat ini, runtuhnya
pemerintahan suatu negara berdampak signifikan hampir di seluruh bagian dunia,
dicontohkan dengan baik dengan runtuhnya Soviet di tahun 1991, menandai akhirnya perang
dingin dan berdampak terhadap negara-negara lain di Eropa hingga Asia dan benua Amerika.
Hal ini mengindikasikan bahwa dunia tidak lagi berada dalam suatu sistem tertutup seperti
yang diungkapkan oleh Mackinder, sebaliknya tatanan dunia menjadi suatu sistem yang
terbuka, dimana suatu peristiwa juga berdampak terhadap wilayah lain di sekitarnya.

Sistem yang terbuka tersebut selalu berkonflik, dan konflik tersebut salalu berkutat antara
persaiangan dan perseteruan antara kekuatan daratan dengan kekuatan maritim. Rusia dan
Jerman, muncul sebagai kekuatan daratan. Sedankan Perancis, India, dan China meskipun
sebagain besar wilayahnya ialah daratan, tetapi negara-negara tersebut dilengkapi oleh akses
terhadap laut (Sempa, 2002).

Berakhirnya Perang Dingin mengakibatkan negara-negara di Eropa secara ekonomi dan


militer kolaps sehingga muncul kekhawatiran bahwa seluruh Eropa akan jatuh ke Soviet.
Amerika Serikat melihat kondisi tersebut sangat berbahaya sehingga muncul strategi
“Containment Policy” sebagai strategi ofensif menghadapi meluasnya komunisme di
beberapa daerah di sekitarnya. Strategi tersebut diimplementasikan dalam instrumen-
instrumen baru Amerika Serikat yakni pakta pertahanan seperti NATO dan SEATO yang
berhadapan dengan pakta Warsawa milik Soviet.

Dengan adanya “Containment Policy” yang efektif mengkonter Komunisme Soviet,


menegaskan bahwa pemikiran Mackinder, tidak sepenuhnya terbukti karena akan sealalu ada
yang mengimbangi. Konsekuensi logis terhadap strategi tersebut yakni peningkatanan
anggaran pertahanan dua blok yang semakin meningkat; tidak hany itu, persaingan dan
kompetisi pun merambah pada aspek luar angkasa yang mana Soviet meluncurkan program
Sputnik, sementara Amerika Serikat mengimbangi dengan proyeknya Apollo.

Geostrategi di masa mendatang. Persaingan Amerika Serikat dan Soviet merupakan


perpanjangan Balance of Power (BoP) di Eropa dan Balance of Terror (BoT) sekaligus.
Pertama, Instrumen Nuklir diyakini sebagai bentuk teror di seluruh dunia. BoT
berkonsekuensi terhadap keamanan dan kestabilan dunia sekaligus yang mana dua blok
berusaha maksimal menga agar Nuklir tersebut tidak diluncurkan mengingat kedua negara
meyakini dampak destruktifnya. Upaya tersebut diimplementasikan dalam periode Detente.
Kedua, perdagangan sebagai instrumen kedua stabilitas keamanan, (4) proxy wars di
beberapa tempat yang diinisiasi oleh Soviet dan Amerika Serikat seperti Perang Afganistan
dan Perang Viet Nam. Ketiga, melalui Strategic Arms Amerika Serikat lantas memodernisasi
seluruh persenjataannya dengan teknologi paling maju. Keempat, Amerika Serikat dan Soviet
menjalin persetujuan untuk sepakat mengurangi angkatan perangnya dalam Strategic Arms
Reduction. Kelima, menempuh strategi Star Wars, yakni menginisiasi teknologi luar angkasa
seperti satelit untuk melumpuhkan lawan di daratan.

Runtuhnya BoP di Eropa Timur menyebabkan: (1) Pecahnya Uni Soviet menjadi Rusia,
negara-negara Balkan dan CIS, (2) Bubarnya Pakta Warsawa, (3) adanya Vacuum of Power di
Eropa, (4) Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di
Eropa begitupula Jepang sebagai motor ekonomi di Asia, dan (5) BoP seluruh dunia, tidak
hanya di Eropa saja, terancam.

Asumsi mendatang terkait hal tersebut ialah runtuhnya Soviet menyebabkan tatanan dunia
menjadi Uniopolar dengan Amerika Serikat sebagai aktor tunggal. Strategi Amerika Serikat
dalam menghadapi konsekuensi runtuhnya Soviet ialah meminimalisasi atau mengatasi
ancaman rusaknya BoP. Salah satu strategi yang ditempuh Amerika Serikat ialah menawarkan
bantuan ekonomi kepada negara-negara bekas pecahan Soviet, sekaligus menawarkan
bantuan serupa kepada Rusia.

Konteks Geopolitik di masa mendatang pasca runtuhnya Soviet ialah (1) berakhirnya Perang
Dingin, (2), munculnya persaiangan dan perebutan sumber daya minyak dan gas di negara-
negara Balkan, (3) wilayah strategis bergesar dari Rusia ke daerah-daerah pinggirannya yang
kaya akan minyak dan gas seperti Asia tengah, Negara-negara di Balkan, Georgia, dan
Ukraina), hal ini menegaskan bahwa teori Heartland Mackinder tidak lagi konsisten dengan
perkembangan konteks geopolitik abada 21, sehingga dapat dikatakan (4) percaturan politik
Eurasi (Mackinder-Heartland) belum berubah secara total tetapi hanya parsial.

Strategi Amerika Serikat dalam menghadapi kondisi diatas ialah menjalin hubungan baik
dengan negara-negara di eropa Timur, Asia Tengah, dan Balkan supaya pasokan komoditas
strategis tersebut (minyak dan gas, utamanya) tetap lancar. Implementasi strategisnya terletak
pada penyerangan Rusia terhadap Georgia yang mana Amerika Serikat mengungkapkan sikap
tegasnya, sedangkan Uni Eropa bertindak hati-hati. Hal ini dikarenakan Uni Eropa memiliki
ketergantungan akan distribusi minyak dan gas yang dikontrol Rusia sebagai distributor
utama minyak, gas, dan listrik Eropa. Oleh karena itu, strategi Uni Eropa menghadapi
hubungan struktural yang demikian ailaah mengupayakan agar Georgia tidak jatuh dalam
rezim Rusia sekaligus menempatkan hubungan diplomatis Rusia dan Eropa tetap terjaga
sebagai prioritas utama.
Hal yang perlu dipelajari dari penjelasan di atas ialah Komoditas ekonomi seringkali menjadi
isu utama hubungan negara-negara seperti Eropa, Rusia, Amerika Serikat dan lainnya. Arena
geopolitik baru melibatkan benturan peradaban clash of civilization terkait keberadaan
komoditas minyak yang sebagian besar dimiliki oleh negara-negara Islam sehingga
menmbulkan antagonisme Barat dan Amerika (Huntington dalam Fransis Sempa, 2002).

Yang menjadi Resiko dan tantangan ialah (1) Clash of Civilization menghasilkan ancaman
dari terorisme dan gerakan-gerakan radikal, batas-batas keagaamaan seperti United Kingdom:
Catholic Christianity, North Europeans (Protestant Christianity), Eastern Europeans
(Catholic Orthodox), dan Timur Tengah (Islam and radical movement). Hal ini menimbulkan
perspektif geopolitik baru yakni: (1) anti-geopolitics dalam aspek tananan dunia baru, (2)
dekolonisasi, (3) gerakan non blok. Contoh manifestasi antigeopolitik ialah Gerakan Non
Blok (GNB). GNB masuk menjadi forum PBB dan menghasilkan forum G-77 yang bergerak
di aspek ekonomi, meskipun ideologinya ialah menyikapi arogansi negara-negara maju dan
Superpower. GNB sebagai manifestasi pergerakan antigeopolitik menegaskan ide “The
Power of Powerless” vis a vis superpower dan major powers. Kedua, contoh gerakan
antigeopolitik ialah pengakuan terhadap munculnya aktor-aktor baru dalam BRICS (Brazil,
Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).

KESIMPULAN

Secara keseluruhan, geopolitik setelah Perang Dingin menunjukkan berkurangnya


keseimbangan kekuatan di daratan Eurasia yang berpengaruh terhadap wilayah-wilayah di
sekitarnya seperti Jerman di Eropa dengan peranan ekonomi dan teknologinya mendominasi
Eropa, China dan Jepang sebagai dua negara yang berperan menentukan di Asia. China tidak
hanya memiliki kapbilitas ekonomi untuk memaksakan pengaruhnya di negara-negara asia,
juga memiliki ambisi imperial yang tidak dimiliki Jepang. Runtuhnya Soviet di Eropa Timur
mengakibatkan kekosongan kekuatan (power vacuum) di Eropa. Sedangkan di China, efek
berakhirnya perang dingin terhadap perubahan perimbangan kekuatan meliputi negara-negara
yang terpecah dengan haluan politik yang berbeda2 dan saling bertentangan satu sama lain,
misalnya India dan China, China dan Vietnam, Pakistan dan India). Di wilayah dunia yang
lain, berakhirnya Perang Dingin mewariskan pakta-pakta pertahanan seperti SEATO, NATO,
dan aliansi non movement lainnya yang masih esensial hingga sekarang(Sempa, 2002).

Yang menjadi area geopolitik saat itu ialah konflik yang tercipta karena adanya benturan
antara kekuatan daratan dengan kekuatan maritim. Strategi kekuatan-kekuatan tersebut
terletak, pertama, pada koalisi antara sesama kekuatan maritim, dan antar sesama kekuatan
daratan. Kedua¸terletak pada usaha masing-masing untuk menyebarkan pengaruhnya dengan
mengkolonisasi, menduduki, banyak daerah (ekspansi). Ketiga, melalui persaingan dan
perebutan sumber daya penting dunia seperti minyak sebagai komoditas strategis. Misalnya
China berhadapan dengan Amerika Serikat di wilayah Asia. AS dan China memiliki
hubgungan rival antara superpower maritim dan kepengitnan global dengan kepentingan
dominan China sebagai kekuatan daratan dan ambisi untuk memperoleh akses laut sebesar-
besarnya. Dalam aspek geopolitik mendatang, China akan menempuh strategi untuk
memaksa pengaruh AS keluar dari semenanjung Korea dan Jepang serta Taiwan. (Sempa,
2002: 116).

Kata Kunci : arti strategis minyak, minyak penyebab perang, geoekonomi minyak
Guiding Question:

1. Apa yang menjadi area geopolitik baru saat itu?


2. Apakah yang menjadi tantangan Geopolitiknya?
3. Bagian mana yang menjadi resiko atau faktor terhadap stabilitas situasi dan kondisi
saat itu?
4. Apa yang menjadi strategi dalam arena geopolitik yang demikian?

Referensi

Francis Sempa. 2002.. The Geopolitics of the Post-Cold War World dalam “Geopolitics, from
Cold War to the 21st Century”., p. 87-102

———.2002. Geopolitics in the Twenty-First Century dalam “Geopolitics, from Cold War to
the 21st Century”., p. 109-119

EDWARD N.LUTTWAK . 1990. “From Geopolitics to Geo-Economics: Logic 125 of


Conflict, Grammar of Commerce” from The National Interest., p. 125 dalam Geopolitics
Reader.

SAMUEL P.HUNTINGTON 1993 “The Clash of Civilizations?” from Foreign Affairs., p.


159

Leave a comment

Posted by Renny Candradewi on April 18, 2011 in Uncategorized

Anda mungkin juga menyukai