Anda di halaman 1dari 15

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Menentukan komposisi eluen yang tepat


dengan metode cincin terkonsentrasi.
2. Menentukan nilai Rf dari zat warna pada
tanaman dengan menggunakan pelat KLT.
B. DASAR TEORI
Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography
(TLC) dalah salah satu jenis kromatografi cair-cair dan berdasarkan
mekanisme pemisahannya termasuk kromatografi adsorpsi serta jika ditinjau
dari konfigurasinya termasuk kromatografi planar. Dasar pemisahan
kromatografi lapis tipis adalah perbedaan kecepatan migrasi di antara fasa
diam yang berupa padatan dan fasa gerak yang merupakan campuran solven
(eluen) yang dikenal dengan pelarut pengembang campur. Fasa diam yang
digunakan adalah lapisan tipis adsorben yang disalurkan pada sebuah pelat
dari kaca, aluminium foil tebal, atau plastik. Sebagai adsorben dapat
digunakan silika gel, aluminium, atau selulosa.
Pelat KLT dibuat dengan mencampurkan adsorben dengan suatu bahan
pengikat, seperti kalium sulfat (gips), polivinil alkohol, atau kanji dan air
sehingga menjadi suatu bubur kental. Kemudian bubur kental disalutkan ke
pelat secara merata dengan ketebalan 0,1 – 0,25 mm untuk tujuan analitik atau
sekitar 1 – 2mm untuk KLT preparatif. Setelah itu pelat dikeringkan dan
dipanaskan dalamoven pada suhu 110°C untuk mengaktifkan adsorben
tersebut. Pengovenan ini dimaksudakan agar pelat lebih kering lagi dan
molekul air yang terikat dipelat terlepas sehingga pelat dapat mengikat
molekul lain dan noda yang didapatkan tampak jelas.
Analisis dengan KLT yaitu
1. Persiapan pelat
Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pelat diberi tanda titik dengan
pensil untuk tempat menotolkan noda dan tiap titik memiliki jarak yang
sama panjangnya satu sama lain. Dan untuk penentuan Rf, pelat diberi
tanda garis sebagai dengan pensil yang berjarak 1 cm dari bagian bawah
dan 0,5 cm dari bagian atas. Pada pemberian tandadan garis ini tidak
menggunakan tinta melainkan menggunkan pensil karena jika
menggunakan tinta nanti tintanya bisa ikut berpendar atau memancarkan
warna sebab tinta terdiri dari berbagai macam warna.
2. Pemilihan pelarut pengembang (eluen)
Pemilihan eluen tergantung pada jenis analit yang akan dipisahkan.
Eluen yang menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada pelat naik
sampai batas atas pelat (solvent front) tanpa mengalami pemisahan
berarti eluen terlalu polar. Sebaliknya jika noda yang ditotolkan sama
sekali tidak bergerak berarti eluen kurang polar. Untuk menguji
kesesuain eluen dengan analit digunakan metode cincin terkonsentrasi
yang memberikan gambar sebagai berikut

Noda
Lapisan luar pelarut (solvent front)
sampel

Terlalu
Kurang polar Kurang polar
polar

Hasil kromatografi yang diadapat dari penggunaan eluen yang kurang


polar, polar dan eluen yang sesuai adalah

Kurang polar Normal Terlalu polar


3. Persiapan “Chamber”
Chamber yang digunakan dapat berupa bejana, gelas, atau botol dari
kaca dengan dasar rata. Bagian dalam chamber dilapisi dengan kertas
saring sampai seluruh dinding chamber tertutup oleh kertas saring tetapi
bagian atas chamber tidak tertutup kertas saring sekitar 2 –3 cm.
Kemudian eluenyang digunkan dimasukkan kedalam chamber sebanyak
5 mL untuk menjenuhi kertas saring dengan uap eluen tersebut dan
selama proses penjenuhan chamber harus ditutup dengan pelat kaca
sampai kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring tidak boleh
melebihi tinggi gelas karena uapnya dapat keluar melalui kertas saring
yang berada di luar gelas sehingga chamber tidak jenuh lagi dan noda
tidak naik. Jika kertas saring terlalu kecil maka chamber tidak akan
jenuh semuanya sehingga noda sulit naik atau berkembang.
4. Tahap penotolan dan tahap pengembangan
Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pada sebuah pelat ditotolkan
beberapa noda sampel yang sama kemudian setiap noda ditotolkan eluen
yang berbeda. Sedangkan untuk penentuan Rf, pada sebuah pelat
ditotolkan beberapa noda yang sama di batas bawah pelat. Kemudian
pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan. Penempatan
pelat dilakukan dengan hati-hati sehingga lapisan tipis fasa diam pelat
tidak bersentuhan dengan kertas saring di dalam chamber dan noda yang
ditotolkan tidak terkena pelarut. Setelah pelat diletakkan dengan benar,
chamber ditutup dan dibiarkan eluen merambat naik secara kapiler.
Setelah eluen mencapai batasatas pelat, maka pelat segera diangkat dan
noda yang terbentuk ditandai dengan pensil, kemudian diukur Rf-nya.
Jika tidak ada noda yang terlihat maka pelat disemprot dengan pereaksi
penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin, kalium kromat, amonium
sulfida, dan sebagainya. Atau dengan cara menyinari pelat dengan
lampu ultra violet atau menjenuhkan pelat dengan uap iodium.
Cara menghitung Rf adalah
jarak noda dengan batas bawah pelat
Rf =
jarak eluen

Cara menentukan simpangan baku adalah


2

S 2
=
∑x − x
n

C. ALAT DAN BAHAN


a. Pelat kaca yang berukuran 5x 2 cm dan 3 x 5 cm
b. Pipa kapiler
c. Pinset panjang
d. Corong pemisah 100 mL
e. Gelas yang memiliki dasar rata, lurus, diameter ± 10 cm dan tinggi
± 7 cm
f. Kertas saring Whatman selebar bagian dalam gelas dan setinggi 2-
3 cm dibawah mulut gelas
g. Gelas ukur 10 mL
h. Erlenmeyer 100 mL
i. Kaja arloji
j. Pelat kaca
k. Pelat cat air
l. Metanol
m. Daun pandan betawi yang
sudah diblender kering ± 25 g
D. CARA/ALUR KERJA
1. Persiapan Sampel
Sampel: pandan betawi

25 gr pandan betawi yang sudah


dihaluskan

25 mL metanol

• Direndam
• Diambil filtratnya (diperas dengan tangan
yang sudah memakai sarung tangan)
setelah larutan berwarna cukup tua.
• Filtrat dimasukkan ke dalam corong
pemisah.

+ 25 mL diklorometan

• Campuran dikocok baik-baik dengan arah


sama sambil sekali-sekali dibuka
tutupnya.
• Campuran didiamkan sampai terbentuk
dua lapisan.
• Lapisan bawah diambil dan digunakna
sebagai pigmen sampel.

2. Persiapan pelat
Pelat 3 X 5 cm

• Dioven
• Diberi beri titik-titik dengan pensil untuk
tempat menotolkan noda dengan jarak ± 1
cm dan sehingga dapat memuat 6 titik

Pelat 2 X 5 cm

• Diberi batas dengan pensil. Batas bawah


± 1 cm dan batas atas 0,5 cm
3. Persiapan Eluena dan Tahap Penotolan dan Pengembangan Sampel
a. untuk cincin terkonsentrasi

Metanol

diklorometana

• Dicampur ke dalam vial-vial dengan


perbandingan metanol : diklorometan
sebagai berikut:
A. 3 : 7
B. 4 : 6
C. 5 : 5
D. 6 : 4
E. 7 : 3
F1. 8 : 2
F2. 2 : 8
Hasil

b. Untuk penentuan Rf

Kertas saring

• Dimasukkan ke dalam gelas hingga


menutupi seluruh dinding gelas tetapi
tidak melebihi bagian atas gelas.

+ 5 mL campuran metanol dan diklorometana

• Ditutup dengan pelat kaca sampai kertas


saring basah seluruhnya.

Hasil
4. Tahap penotolan dan pengembangan sampel
a. untuk cincin terkonsentrasi

Pelat 3 X 5 cm

• Sampel ditotolkan 2-3 kali dengan pipa


kapiler pada enam titik yang telah diberi
tanda dengan pensil tadi sampai warnanya
cukup jelas. Noda yang ditotolkan harus
pada tempat yang sama.
• Diberi kode A-F untuk setiap noda
• Campuran pada vial A-F ditotolkan pada
noda
• Dibandingkan eluen mana yang cocok
untuk sampel.

Hasil

b. untuk penentuan Rf

Pelat 2 X 5 cm

• Sampel ditotolkan pada batas bawah pelat


KLT 2-3 kali hingga noda cukup jelas.
• Pelat kaca dibuka.
• Pelat KLT dimasukkan ke dalam gelas
dengan hati-hati dengan menggunakan
pinset sampai posisi pelat bagian bawah
menyentuh dasar gelas (tidak boleh
miring). Noda jangan sampai terkena
eluen.
• Segera ditutup kembali gelas tersebut dan
dibiarkan mengembang sampai eluen
tersebut menyentuh batas atas pelat.
• Saat eluen menyentuh batas atas pelat,
pelat KLT diambil dengan hati-hati.
• Noda diamati dan diberi tanda pensil,
dikeringkan.
• Ditutup denga selotip agar noda tidak
memudar warnanya.
• Harga Rf setiap komponen yang
dihasilkan oleh pemisahan dihitung.

Hasil
E. DATA HASIL PENGAMATAN
1.Cincin terkonsentrasi

Jenis A B C D E F
Kunyit C C T T C C
Pandan C T C T C C

Keterangan :
K : kurang polar
C : cukup polar
T : terlalu polar
 Kunyit : yang cukup polar adalah = E, F
 Pandan : yang cukup polar adalah = C, E
Jadi eluen yang di gunakan adalah E dengan perbandingan metanol dan
diklorometana adalah 7 : 3.
2. Penentuan Rf

Rf1 Rf2 Rf3 Rf4 Rf5 Rf6


I II Rata2 I II Rata2 I II Rata2 I II Rata2 I II Rata I II Rata2
Kunyit 0,2 0,206 0,206 0,338 0,3 0,345 0,4 0,4 0,485 0,6 0,647 0,639
06 52 85 85 32
Pandan 0,5 0,529 0,5145 0,588 0,6 0,595 0,6 0,6 0,542 0,6 0,676 0,676 0,7 0,79 0,77 0,82 0,838 0,831
03 17 47 76 65 4 9 4
F. DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan KLT ini dilakukan dengan beberapa tahap dan
digunakan dua jenis sampel yaitu kunyit dan daun pandan betawi. Pada
masing-masing sampel ini diambil ± 15gr ekstrak, kemudian pada ekstrak
daun pandan ditambahkan 25 ml metanol dan pada ekstrak kunyit
ditambahkan etanol sebagai pelarut. Fungsi dari masing-masing pelarut ini
adalah untuk mengekstrak zat warna pada sampel, yang ditunjukkan dengan
perubahan warna semakin tua. Hijau tua pada pandan dan kuning tua pada
kunyit.
Setelah diperoleh warna yang cukup tua, masing-masing sampel ini
dimasukkan dalam corong pemisah yang berbeda dan masing-masing
ditambahkan 25 ml diklorometan. Diklorometan ini berfungsi sebagai
pengikat pengotor pada sampel. Setelah terbentuk lapisan, dimana lapisan
bawah merupakan fase organik dan bagian bawah atas merupakan air dan
pengotor. Lapisan bawah (fase organik) ini diambil dan digunakan sebagai
pigmen sampel, yang merupakan pigmen murni dari pandan dan kunyit.
Pada tahap kedua merupakan tahap persiapan pelat. Pelat yang
digunakan pada percobaan ini berupa pelat aluminium, dengan ukuran 3x5
cm. Pada salah satu permukaan pelat ini terdapat lapisan tipis suatu adsorben
yang berfungsi sebagai media pemisahan (fase diam). Adsorben ini berupa
serbuk halus yang diubah menjadi bubur (slurry) berair dan direkatkan pada
pelat, untuk membantu perekatan pada pelat, surry ini ditambahkan zat
pengikat yang berupa gips, barium sulfat, polivinil alkohol atau kanji.
Adsorbenini mempunyai gugus OH yang dapat bereaksi dengan uap air
diudara, akibatnya silika adsorben dapat menjadi jenuh dan tidak dapat
digunakan lagi. Oleh karena itu sebelum dipakai adsorben ini diaktivasi
terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan airnya dengan cara
memanaskannya dalam oven. Selanjutnya pada pelat ini dibuat enam titik-titik
kecil dengan jarak antara masing-masing 1 cm dan titik dibuat dengan pensil
untuk menghindari kemungkinan ikut terlarut bila mengunakan bolpoint saat
ditotolkan pelarut.
Tahap berikutnya, masing-masing titik pada pelat satu ditotolkan
sampel dari daun pandan dan pada pelat dua ditotolkan sampel dari kunyit.
Sebelumnya masing-masing titik diberi tanda A, B, C, D, E, dan F.
Selanjutnya pada masing-masing titik-titik sampel ditambahkan pelarut
pengembang (eluen) yang terdiri dari metanol dan diklorometana. dengan
perbandingan :
A = 3:7
Bersifat urang polar
B = 4:6
C = 5:5
Bersifat cukup polar
D = 6:4

E = 7:3
F1 = 8:2
Bersifat terlalu polar
F2 = 8:2

Berdasarkan percobaan ini dihasilkan data :

Jenis A B C D E F
Kunyit K C T T C C
Pandan K T C T C K

Keterangan :
K : kurang polar
C : cukup polar
T : terlalu polar

• Data 1 Tabel Cincin Terkonsentrasi


Dapat diketahui setelah diuji dengan eluen A, B, dan C ternyata
sampel kunyit kurang polar. Hal ini dapat dilihat dari bercak sampel yang
dihasilkan setelah ditambahkan eluen. Setelah penambahan eluen pada sampel
kunyit, bercak yang dihasilkan kurang mengembang, hal ini dikarenakan eluen
A, B, dan C kurang polar dari sampel. Akan tetapi bercak yang dihasilkan oleh
eluen A lebih lebar dari eluen B, dan bercak eluen B lebih lebar dari eluen C.
sehingga dapat diketahui eluen A lebih polar dari B dan B lebih polar dari C.
Pada tiga totolan sampel kunyit berikutnya dengan eluen D, E dan F
menghasilkan luas bercak yang hampir sama dan ketiga-tiganya cukup polar.
Selanjutnya pada sampel pandan dilakukan pengujian sebanyak
dua kali. Pada pengujian pertama dapat diketahui pada sampel A, B, C, D dan
E bersifat cukup polar. Pada sampel A, B, C, D dan E memiliki bentuk cincin
yang tidak bulat sempurna. Hal ini dapat disebabkan pada penotolan sampel
yang kurang merata dan penotolan eluen pada sampl tidak tepat pada titik
sampel. Cincin F terbebtuk cincin yang lebih sempurna, dimana bercak dapat
mengembang dengan sempurna saat ditetesi eluen. Hal ini menunjukkan
pelarut (eluen) F bersifat polar.
Pada tahap penentuan Rf digunakan eluen E dengan perbandingan
metanol terhadap diklorometana adalah 7:3. pada percobaan ini digunakan dua
buah pelat pada masing-masing tepi atas dan bawah diberi batas 0,5 cm dan 1
cm dengan pensil. Selanjutnya pada masing-masing pelat pada batas bawah
ditotolkan pigmen kunyit dan pandan cina, Pelat ini dimasukkan dalam gelas
yang telah berisi eluen. Gelas yang digunakan harus berinding dan berdasar
rata. Hal ini untuk menghindari pelat agar tidak miring sehingga diperoleh
bercak sampel yang tegak lurus yang memeprmudah dalam menentukan jarak
perpindahannya. Akan tetapi sebelum eluen dimasukkan dalam gelas, pada
sekeliling tepi sebelah dalam pada gelas dilapisi dengan kertas saring,
kemudian eluen dimasukkan dan ditutup dengan kaca. Kertas saring ini
digunakan sebagai indikator jenuh tidaknya eluen. Apabila eluan jenuh maka
seluruh kertas saring akan basah. Perubahan ini dapat diamati melalui tutp
kaca. Setelah semua kertas basah, pelat yang telah ditotolkan sampel
dimasukkan dalam gelas dengan menggunakan pinset. Dan selanjutnya eluen
yang merupakan fasa gerak akan merambat naik hingga ujung atas pelat.
Secara bersamaan zat terlarut (sampel) akan terangkut dengan laju yang
bergantung pada kelarutannya dalam fasa gerak.pada jalur perpindahn ini
terdapat noda/warna sampel ang terpendar, dimana pada sampel kunyit
terbentuk dua noda warna yang berbeda. Noda ini merupakan jarak
perpindahan zat terlarut. Pada sampel satu (kunyit) dihasilkan noda 1 dan noda
2 pada jarak 0.7, 1.15, 1.65, dan 2.15 cm sedangkan pada sampel yang kedua
(kunyit) dihasilkan noda 1 dan 2 pada jarak 0.7, 1.2, 1.65 dan 2.7 cm. Pada
sampel pandan diperoleh noda pada sampel satu yaitu pada jarak 1.7, 2, 2.1,
2.3, 2.6, da 2.8cm. pada sampel dua diperoleh jarak pada 1.8, 2.05, 2.2, 2.3,
2.7 dan 2.85 cm. Seharusnya jarak noda yang ditempuh pada sampel satu dan
dua pada pigmen kunyit dan pandan adalah sama. Hal tersebut di sebabkan
karena jumlah sampel yang ditotolkan tidak sama dan cara penotolan yang
tidak sempurna sehingga baik pada kunyit maupun pada pandan betawi
terdapat sampel yang ditotolkan terlalu polar sehingga menyebabkan jarak
antara pandan dan kunyit tidak sama.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui Rf dari masing-
masing noda yang dihasilkan. Rf merupkan perbandingan antara jarak
perpindahan zat dengan jarak perambatan larutan eluen.
Berdasarkan perhitungan dari data yang diperoleh didapatkan nilai Rf.

A
berdasarkan persamaan Rf = dengan :
B
A = jarak perpindahan sampel
B = jarak perambatan Eluen

Diperoleh Rf pada sampel kunyit dan pada pandan sebagai berikut


Sampel Rf Warna
1 0,206 kuning
2 0,345 Coklat kuningan
Kunyit
3 0,485 Coklat kekuningan
4 0,639 Kuning muda
1 0,514 Hijau kuning
2 0,595 Hijau kuning ++*
3 0,632 Hijau kuning +++
Pandan
4 0,676 Hijau kebiruan
5 0,779 Hijau daun
6 0,831 Kelabu
*
tanda + menekankan warna hijau
Nilai Rf dan beberapa pigmen secara teoritis adalah sebagai berikut:
Pigmen Rf Warna dibawah cahaya biasa
Feofitin a 0.93 Kelabu
Feofitin b 0.80 Coklat kekuningan
Klorofil a 0.60 Hijau biru
Klorofil b 0.35 Hijau kuning
Feoforbida a 0.18 Kelabu
Feoforbida b 0.70 Coklat kuning
Klorofida a 0.30 hijau biru
Klorofida b 0.20 Hijau kuning

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui :


1. Kunyit
a. noda 1 dengan warna coklat kuning merupakan pigmen feoforbida
b dengan nilai Rf teoritis 0,700 dan berdasarkan percobaan nilai
RF yang didapatkan adalah 0,206
b. noda 2 dengan warna coklat kekuningan merupakan pigmen
feofitin b dengan nilai Rf teoritis 0,800 dan berdasarkan percobaan
nilai RF yang didapatkan adalah 0,345
c. noda 2 dengan warna coklat kekuningan merupakan pigmen
feofitin b dengan nilai Rf teoritis 0,900 dan berdasarkan percobaan
nilai RF yang didapatkan adalah 0,485
d. noda 2 dengan warna coklat kekuningan merupakan pigmen
feofitin b dengan nilai Rf teoritis 0,950 dan berdasarkan percobaan
nilai RF yang didapatkan adalah 0,639

2. Pandan
a. noda 1 dengan warna hijau kuning merupakan pigmen
klorofil b dengan nilai Rf teoritis 0,350 dan berdasarkan
percobaan nilai RF yang didapatkan adalah 0,514
b. noda 2 dengan warna Hijau kuning ++ merupakan pigmen
Klorofil b dengan nilai Rf teoritis 0,35 dan berdasarkan
percobaan nilai RF yang didapatkan adalah 0,595
c. noda 3 dengan warna Hijau kuning +++ merupakan pigmen
Klorofil b dengan nilai Rf teoritis 0,350 dan berdasarkan
percobaan nilai RF yang didapatkan adalah 0,632
d. Noda 4 dengan warna hijau biru merupakan pigmen
Klorofil a dengan nilai Rf teoritis 0,600 dan berdasarkan
percobaan nilai RF yang didapatkan adalah 0,676.
e. noda 5 dengan warna kelabu merupakan pigmen feoforbida
b dengan nilai Rf teoritis 0,930 dan berdasarkan percobaan nilai
RF yang didapatkan adalah 0,779
f. noda 5 dengan warna kelabu merupakan pigmen feoforbida
b dengan nilai Rf teoritis 0,960 dan berdasarkan percobaan nilai
RF yang didapatkan adalah 0,831

G. SIMPULAN
1. Komposisi eluen yang tepat dengan metode cincin terkonsentrasi adalah
perbandingan metanol dan diklorometan 7 : 3.
2. Nilai Rf dari zat warna pada Kunyit dengan menggunakan pelat KLT
adalah Rf1 = 0,206, Rf2 = 0,345, Rf2 = 0,485, dan Rf2 = 0,639. Sedangkan
nilai Rf pada Pandan dengan mengunakan KLT adalah Rf1 = 0,514, Rf2 =
0,595, Rf3 = 0,632, Rf4 = 0,676, Rf5 = 0,779 dan Rf5 = 0,77
H. TUGAS / JAWABAN PERTANYAAN
1. Apakah yang terjadi jika eluen yang digunakan sebagai pelarut
pengembang pada KLT terlalu polar atau kurang polar? Mengapa?
Jawab:
Jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT
terlalu polar, maka seluruh noda yang ditotolkan pada pelat akan naik
sampai batas atas pelat tanpa mengalami pemisahan. Sebaliknya, jika
eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT kurang
polar, maka noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak.
2. Apa fungsi kertas saring pada percobaan penentuan Rf?
Jawab:
Berfungsi untuk menjenuhkan gelas dengan uap pelarut setelah
dibasahkan dengan uap dari campuran pelarut pengembang.
3. Mengapa permukaan pelat KLT tidak boleh rusak?
Jawab:
Agar warna pada sampel dapat terpisah dengan baik.
4. Mengapa pelat KLT yang digunakan harus dikeringkan dulu dalam
oven?
Jawab:
Agar pelat bebas dari molekul-molekul air yang terikat. Jumlah air yang
terikat sangat berpengaruh pada pemisahan, karena air terikat sangat
kuat pada adsorben sehingga menghambat terjadinya kesetimbangan
dengan molekul-molekul analit
5. Mengapa batas atas dan batas bawah pelat harus diberi tanda dengan
pensil?
Jawab:
Karena warnanya tidak dapat menyebar pada pelat, dan tidak
mempengaruhi warna pada sampel yang diujikan. Namun jika
menggunakan pulpen, maka tinta pulpen warnanya akan menyebar dan
mempengaruhi warna pada sampel.

I. DAFTAR PUSTAKA
Sianita, Maria Monica. 2006. Kromatografi. Surabaya : Departemen
Pendidikan Nasional, FMIPA, UNESA.
Soebagio, dkk. 1999. Kimia Analitik II. Malang : Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai