Anda di halaman 1dari 11

KONTROVERSI HADIS TENTANG CARA SUJUD DAN MENGGERAKKAN TELUNJUK SAAT TAYSAHHUD

Oleh: Syakir Jamaluddin, S.Ag., MA. ABSTRAK Di antara sebab berkepanjangannya kontroversi cara menuju sujud dan menggerakgerakkan telunjuk saat tasyahhud ataukah tidak, karena kedua cara tersebut masingmasing memiliki dalil yang saling bertentangan lalu dinilai dan dipahami secara berbeda oleh para kritikus hadis. Syekh Al-Albni seorang kritikus hadis kontemporer-- mensahihkan sanad hadis menggerak-gerakkan telunjuk saat tasyahhud padahal ia telah mendaifkan sanad yang sama ketika membahas hadis mendahulukan kedua lutut. Tulisan ini akan membahas bagaimana sesungguhnya kualitas dua kelompok hadis tersebut berdasarkan standar kritik hadis. A. Cara Sujud Ada dua hadis yang seringkali diungkap ketika membahas mengenai gerakan menuju sujud dalam shalat. Hadis pertama menuntunkan untuk meletakkan kedua lutut lebih dahulu sebelum kedua tangan, sedangkan hadis kedua menuntunkan untuk meletakkan kedua tangan lebih dahulu sebelum kedua lutut. Mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan didasarkan pada hadis dari Wil bin Hujr ra bahwa ia melihat Nabi saw:

Apabila beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya. (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasi, Abu Dwud)1 Sedangkan tuntunan untuk meletakkan kedua tangan lebih dahulu sebelum kedua

lutut didasarkan pada riwayat dari Abu Hurayrah ra.:

Dosen Mata Kuliah Hadis & Ilmu Hadis pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; Kepala LPPI UMY; Anggota Majelis Tabligh & Dakwah Khusus PP. Muhammadiyah. 1 Hadis riwayat Al-Tirmidzi: 268; Al-Nasi: 1089, 1154; Abu Dwud: 838 semuanya melalui Syark bin Abdillh (wafat 177 H), dari shim bin Kulayb, dari Bapaknya, dari Wil bin Hujr ra.

2 Apabila salah seorang kalian sujud, maka janganlah mendekam seperti mendekamnya onta, hendaklah meletakkan kedua tangannya lebih dahulu sebelum kedua lututnya. (HR. Abu Dwud, al-Nasi, Ahmad dan al-Drimi)2 Bagi kita yang belum mengetahui kualitas dari hadis-hadis tersebut maka untuk sementara, tidak mengapa memilih salah satu dari keduanya, yang penting keduanya masih ada sandaran dalilnya. Dan yang lebih penting, jangan pernah mendahulukan kepala, karena sama sekali tidak ada dalilnya. Menurut Syekh Muhammad Nshiruddn al-Albni bahwa hadis pertama dari W'il berkualitas daif karena di samping Syark yang banyak kesalahannya ini sendirian dan jalur Ashm bin Kulayb dari Bapaknya bermasalah, juga karena bertentangan dengan riwayat Abu Hurayrah yang dipeganginya yang menuntunkan untuk meletakkan kedua tangan lebih dahulu dari pada kedua lutut.3 Sebaliknya, menurut Ibn al-Qayyim bahwa justru matan hadis dari Abu Hurayrah inilah yang kacau dan ada kesalahan (wahm) sehingga terjadi sydz (kejanggalan) berupa keterbalikan (maqlb) dan ketidaksinkronan pada kalimat awal dengan kalimat akhir. Pada kalimat awal melarang sujud seperti onta, sedangkan pada kalimat akhir justru menganjurkan supaya meletakkan kedua tangan lebih dahulu sebelum kedua lutut, padahal jika dicermati, cara onta sujud dengan meletakkan dan menekuk kaki depannya baru kemudian kaki belakangnya. Inilah yang dikritik habis oleh Ibn alQayyim sebagai kejanggalan dalam matan hadis ini, seharusnya hadis ini berbunyi: hendaklah meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan.4 Sayangnya redaksi usulan Ibn al-Qayyim inipun tidak ada hadisnya.5 Tetapi ahli hadis lainnya mencoba
2

HR. Abu Dwud: 840; al-Nasi: 1091; Ahmad: 8732: al-Drimi: 1321. Sebagian riwayat (seperti: Abu Yala & Ibn Abi Syaybah) menggunakan lafal al-fahl yang berarti kuda jantan, tapi jalur ini sanadnya dlaf (Ibn Hajar, Rawdlat al-Muhadditsn, 1/hlm 370). Menurut al-Tirmidzi hadis ini gharb karena semua periwayat hadis ini melalui Abd al-ziz bin Muhammad, dari Muhammad bin Abdullah bin Hasan (w.145 H), dari Abu al-Zind (w. 130 H), dari al-Araj dari Abu Hurayrah ra. Al-Bukhari dalam al-Trkh al-Kabr mengatakan tidak mengetahui persis apakah Muhammad bin Abdullah bin Hasan mendengarkan hadis dari Abu al-Zind. Tetapi melihat keduanya hidup sezaman dan sama-sama orang Madinah maka diduga kuat mereka sangat mungkin bertemu. Yang menjadi masalah sebenarnya adalah periwayat yang meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Abdullah yakni Abd al-ziz bin Muhammad bin Ubayd al-Darwurdi (w. 187 H) yang semua periwayat hadis ini melalui dirinya. Pembahasan mengenai 'Abd al-'Azz ini akan dibahas secara rinci kemudian. 3 Al-Albni, al-Silsilat al-Dlafah, juz 2 hlm 426; al-Albni, Tamm al-Minnah, juz 1/193-199. 4 Lihat Ibn al-Qayyim al-Jawziyah, Cara Shalat Rasulullah saw, Jakarta: Pustaka Al-Akbar, Bab: Cara Sujud; al-Shanni, Subul al-Salm, juz 2, hlm 164. 5 Ada hadis yang disebutkan oleh Ibn al-Atsr (wafat 606 H) dalam Jmi' al-Ushl fi Ahdts alRasl (juz 5/378 no: 3518) dari Abu Hurayrah ra yang justru menjelaskan sifat sujud onta yang meletakkan kedua tangan lebih dulu sebelum kedua lutut yakni:

3 mengkompromikannya dengan menyatakan bahwa itu tidaklah salah dan tidak bertentangan karena menurutnya lutut onta itu terdapat di kaki depannya. Di sinilah masalahnya menjadi kacau dan membingungkan karena perdebatan selanjutnya beralih kepada struktur anatomi onta yakni mana sebenarnya yang disebut lutut onta dan mana tangan onta yang kemudian mana yang tidak boleh dilakukan oleh manusia karena menyerupai cara sujud onta.6 Bagi Imam Ahmad, karena kedua cara tersebut masing-masing ada dasar hadisnya maka beliau mempersilahkan untuk dipilih salah satunya dan tidak usah dipertentangkan satu sama lain. Memang bisa jadi Nabi saw melakukan keduanya, misal: beliau mendahulukan lututnya dari pada tangannya ketika masih muda dan kuat bertumpu pada lututnya, namun ketika sudah mulai tua, dan tidak lagi kuat bertumpu pada kedua lututnya, maka beliau mendahulukan kedua tangannya dari pada kedua lututnya. Bagaimana sesungguhnya kualitas kedua hadis tersebut? Sebagaimana kaidah penelitian hadis bahwa sebelum membahas matan hadis, maka harus diawali dengan penelitian sanad, walaupun pemicu awal kenapa hadis tersebut diteliti muncul dari matan yang tidak singkron, tidak logis dan meragukan sebagai hadis Nabi saw. Menurut penelitian penulis bahwa jika al-Albni menyatakan hadis dari Wil bin Hujr yang menuntunkan untuk meletakkan kedua lutut lebih dahulu adalah lemah sedangkan hadis dari Abu Hurayrah yang menuntunkan untuk meletakkan kedua tangan lebih dahulu adalah sahih, justru hasil penelitian penulis membuktikan sebaliknya. Jalur hadis dari W'il yang melalui Syark dari 'shim bin Kulayb dari

) ( - - : - - : . Kode ( ) menunjukkan hadis ini bersumber pada Abu Dwud, al-Tirmidzi dan al-Nas'i yang
ternyata setelah diteliti pada kitab Sunan asli milik mereka, tidak ada redaksi seperti yang dikutip dalam Jmi' al-Ushl. Tampaknya hadis inilah yang dikutip dalam HPT Muhammadiyah (1976, cet-3, hlm 92) yang ternyata tidak ada sumbernya pada kitab sumber utama (kitab primer) manapun kecuali disebutkan dalam HPT dikutip dari Kitab Taysr al-Wushl yang belum berhasil penulis temukan kitabnya namun pasti bukan kitab primer. 6 Lihat perdebatan panjang lebar mengenai mana lutut onta dalam al-Fatwa al-Hadtsiyah oleh alHuwayni, juz 1 hlm 54-57.

4 Bapaknya dikritik habis dan didaifkan oleh al-Albni, padahal berdasarkan penelitian penulis terhadap jalur Syark dari 'shim dari Bapaknya masih bisa ditolerir jika ada pendukungnya dari jalur sanad yang lain. Periwayat Syark menurut Ahmad: ia jujur, Ibn Man: jujur terpercaya, Abu Dwud: terpercaya namun kadang salah, Abu Htim al-Rzi dan Ibn Hajar adalah jujur namun cukup banyak kesalahannya. Sementara itu shim ini dinilai tsiqah oleh Ibn Man & al-Nasi sehingga Muhammad bin Saad menilainya bisa dijadikan hujjah. Imam Ahmad: Tidak ada masalah dengannya. Ibn Hajar menilainya shadq/jujur meskipun dituduh murjiah. Menurut al-Tirmidzi, hadis ini hasan gharb (hasan namun hanya punya satu jalur), padahal Ali bin alMadini memberikan catatan penting tentang jalur shim bahwa bila sendirian maka hadisnya tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi ternyata dalam Sunan Abi Dwud: 383, selain menyebutkan jalur Syark dst., juga menyebutkan hadis senada: "...maka tatkala sujud, beliau meletakkan kedua lututnya ke tanah sebelum meletakkan kedua telapaknya." (HR. Abu Dwud)

Hadis ini melalui Hammm, dari Muhammad bin Juhdah, dari Abd al-Jabbr bin Wil (w. 112 H), dari Bapaknya dengan sanad bersambung. Meskipun Abd alJabbr tidak mendengar langsung dari Wil bapaknya karena Wil wafat ketika ia masih kecil, namun ia mendengar hadis Wil melalui keluarganya, seperti: Alqamah kakaknya, Ummi Yahya ibunya dan mawl/pengasuhnya. Meskipun hadis ini juga ditolak al-Albni karena menurutnya sanadnya lemah dan matannya bertentangan dengan hadis Abu Hurayrah yang dipeganginya, namun karena ada jalur lain yang bisa menjadi pendukungnya sehingga hadis ini maqbl yakni bisa dijadikan hujjah.7 Adapun hadis Abu Hurayrah yang disahihkan al-Albni tentang larangan sujud seperti onta dan menganjurkan untuk mendahulukan kedua tangan lebih dahulu (

,) berdasarkan penelitian penulis justru daif.


Kedaifan hadis ini karena semua periwayatnya mesti melalui Abd al-ziz bin Muhammad bin Ubayd al-Darwurdi (w. 187 H) dari Muhammad bin Abdullah. Menurut Al-Thabrni: banyak hadis 'Abd al-'Azz Al-Darwurdi yang salah (al7

Lihat Syakir Jamaluddin (2009), Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw, hlm 81. Mengenai 'Abd alJabbr bin W'il, lihat Ibn Hajar al-'Asqalni, Tahdzb, juz 6 hlm 95.

5 Thabrni, al-Thabaqt al-Kubra, juz 5 hlm 424). Ahmad dan Abu Zurah juga menilai: hapalannya buruk, meragukan, dan kadang kebolak-balik dalam meriwayatkan hadis. Al-Nasai menilainya: bukan orang kuat, tapi di waktu lain ia & Ibn Man juga menilainya tidak ada masalah dengannya (Ibn Hajar, Tahdzb, juz 6, hlm 315). Meskipun al-Albni menilai hadis ini sahih, tapi melihat 'Abd al-'Azz alDarwurdi yang kacau hapalannya dan cuma sendirian (gharb), maka hadis ini harus ditolak sebagai hujjah. Inilah sebabnya hadis ini dinilai daif oleh Ibn al-Qayyim karena kebolak-balik matannya, bahkan diduga kuat kalimat kedua sebagai tambahan. Hadis yang biasa dijadikan pendukung yakni hadis yang melalui Abdullah bin Nfi al-Shigh (w. 206 H) --meskipun cukup kontroversial--,8 ternyata tidak dapat dijadikan sebagai pendukung hadis di atas karena tidak merinci bagaimana cara sujud onta tapi Nabi saw hanya menyebutkan: "Seorang di antara kalian telah bertopang dalam shalatnya lalu sujud seperti sujudnya onta." (HR. al-Nas'i, al-Tirmidzi, Abu Dwud, al-Bayhaqi).

Demikian pula riwayat dari Nfi' tentang Ibn 'Umar yang meletakkan kedua lututnya lebih dahulu, juga tidak dapat dijadikan sebagai saksi pendukung (syhid) karena di samping hanya merupakan hadis mawqf yang disandarkan pada Ibn 'Umar,9 juga Ibn 'Umar sendiri ada kendala pada kakinya sehingga beliau tidak bisa sujud dan duduk sebagaimana sunnah mestinya.10 Sebaliknya, Ibn Abi Syaybah dalam Mushannaf-nya (juz 1/263) justru menyebutkan bahwa 'Umar, Ibn 'Umar, Abu Hurayrah, dan para tbi'n lainnya mendahulukan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.11
Kontroversi tentang Abdullah bin Nfi al-Shigh karena Ahmad menilainya bukan ahli hadis, tapi murid fanatik dan pembela Imam Malik; Abu Htim menilai hapalannya lemah tapi tulisannya lebih baik dari pada hapalannya; Al-Bukhri menilai ada masalah pada hapalannya, tapi Abu Zurah & al-Nasi menilai tidak ada masalah dengannya, bahkan Ibn Man menilainya tsiqah. Lihat: Ibn Abi Htim, al-Jarh., juz 5, hlm 183, no: 856; al-Dzahabi, al-Ksyif, juz 1 hlm 602, no 3017; al-Dzahabi, Siyar Alam alNubal, juz 10 hlm 371-373. 9 Al-Bukhri dalam Shahh-nya (1/hlm 276) mengutip hadis mawqf ini secara mu'allaq dari Nfi'
8

bahwa Ibn 'Umar : meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya. Tapi al-Bayhaqi (2/100, no: 2744), al-Hkim (1/348: 821), Ibn Khuzaymah (1/318: 617) menyebutkannya secara marf' bahwa Nabi saw melakukan hal itu, padahal sanad hadis Ibn 'Umar ini melalui 'Abd al-'Azz alDarwurdi yang terkenal kacau hapalannya sehingga hadis ini sesungguhnya lemah. Sayangnya hadis ini dikutip pula oleh al-Hfidz Ibn Hajar dalam Bulgh al-Marm sebagai pendukung yang menguatkan hadis Abu Hurayrah tentang larangan sujud seperti onta. 10 HSR. al-Bukhri, 1/284: 793; Mlik, 1/89: 201 11 Syakir Jamaluddin, Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw, hlm 82-83, footnote 29.

Penjelasan Matan Hadis Menurut hemat penulis bahwa Rasulullah saw pada umumnya melarang sujud menyerupai binatang seperti onta, anjing, dan binatang lainnya karena kita adalah manusia yang memiliki struktur anatomi tersendiri. Lebih baik memilih dan melaksanakan yang lebih mudah dan lebih sesuai dengan struktur manusia dari pada menyerupai binatang. Jika dicermati, maka posisi berdiri binatang berkaki empat sudah siap menuju sujud, yakni kaki depan sebagai perlambang tangan sudah lebih dahulu menyentuh tanah, lalu menyusul lutut depan onta. Kalaupun diartikan bahwa lutut onta ada di kaki depan maka pertanyaannya adalah mana bagian onta yang akan diposisikan sebagai kedua tangan manusia? Jika dijawab bahwa onta tidak bertangan, padahal manusia bertangan? Tetapi kalau diartikan bahwa kaki depan onta diumpamakan sebagai tangan manusia maka akan lebih mudah dipahami bahwa semua bagian kaki depan termasuk lutut depan (siku untuk manusia) adalah bagian dari tangan manusia. Dan Nabi saw melarang sujud seperti binatang, seperti onta yang mendahulukan kedua tangannya (yakni kaki depan onta), melarang sujud seperti anjing yang menjadikan sikunya sebagai alas (firasy) menempel di tanah dan memasukkannya ke dalam kedua ketiak. Posisi inilah yang dilarang karena lebih menyerupai posisi binatang berlutut. Sementara bagi manusia lebih mudah sujud jika menurunkan kedua lutut sebagai bagian anggota badan terdekat dengan tanah, lalu menyusul kedua telapak tangan baru kemudian wajah (yakni kening dan hidung). Cara seperti inilah yang ternyata lebih banyak dipilih para pengikut Mazhab Hanafiyah dan Syafiiyah dari pada tangan dahulu yang dipegangi Mazhab Maliki. Posisi saat sujud yang benar adalah dengan menempelkan 7 tulang (sab'at a'dzum) di tanah yaitu wajah (yakni dahi dan hidung), kedua tangan, kedua lutut, dan kedua kakinya (Muttafaq 'alayh). Kedua siku tidak masuk bagian yang menempel karena akan menyerupai binatang dan melanggar hadis yang hanya menyebutkan 7 tulang yang menempel di tanah. Kedua telapak tangan diletakkan sejajar dengan kedua telinga (

. HR. Ahmad) atau dalam

redaksi yang lain: wajahnya diletakkan di antara kedua telapak tangannya (

HR. Ibn Hibbn, atau:

HR.

Ahmad, Muslim) di mana jari-jemarinya dirapatkan (

HR. Ibn Hibbn,

al-Thabrni, Ibn Khuzaymah) dan dihadapkan ke arah qiblat (HR. Al-Bayhaqi dan Ibn Abi Syaybah). Nabi saw juga tidak menjadikan kedua lengannya sebagai alas dan tidak pula menggemgam kedua tangannya (

. HR. Al-Bukhri, al-Bayhaqi), tapi menuntunkan agar mengangkat kedua

siku dari lantai (

.HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Awwnah) dan ) dari ketiak dan lambungnya (Muttafaq ,) tapi tidak

merenggangkan keduanya (

alayh), dan juga merenggangkan kedua pahanya (

menempelkan perutnya pada kedua pahanya (HR. Abu Daud dan al-Bayhaqi, dari Abu Humayd). Nabi saw menuntunkan supaya mengangkat pantatnya (

. HR. Ahmad, dari al-Barr), namun tidak boleh berlebih-lebihan dengan


memanjangkan sujud hingga perutnya mendekati lantai ( 21.)Yang jelas, Nabi saw menganjurkan supaya proporsional pada saat sujud (

,)

dan jangan seperti binatang buas atau anjing (Muttafaq alayh). Adapun posisi kedua telapak kaki, ditegakkan di mana ujung jari kedua kaki dihadapkan ke qiblat (

. HR. Al-Bukhri, al-Bayhaqi),


tanpa dirapatkan.13
12

HR. Ibn Khuzaymah, tahqiq: al-Adzami juz 1, hlm 326 no: 647; Ibn al-Mundzir, al-Awsath, juz 4, hlm 396, no: 1397. Jakhkha berarti: tidak memanjangkan ruku dan sujud. Dalam Mujam Ibn alMuqri, juz 2, hlm 316 no: 808, jakhkha berarti mengangkat perut dari tanah. 13 Lihat Mahmd Abd al-Lathf, al-Jmi li Ahkm al-Shalh, juz 2, hlm 252-256; al-Albni, Shifat al-Shalh, hlm 141; Himpunan Putusan Majlis Tarjih, hlm 91-93. Sebagian HR. al-Bayhaqi, al-Hkim & Ibn Hibbn yang menceritakan bahwa pada suatu malam Aisyah kehilangan Rasulullah & menemukan beliau sujud dengan merapatkan kedua tumit ( ) ternyata janggal & daif karena hanya Yahya bin Ayyb al-Ghfiqi sendiri yang meriwayatkannya demikian, yang lainnya tidak (Lihat komentar al-Hkim, 1/353: 832; Abu Zayd, Bakr bin Abdillh, L Jadda f Ahkm al-Shalh, cet ke-3, hlm 36-41). Mengenai Yahya bin Ayyb, hanya al-Albni yang menilainya tsiqah, sementara yang menilainya jujur & shlih hadisnya hanya datang dari Ibn 'Addi & Ibn Ma'n, tapi al-Nas'i, Ahmad & alDruquthni menilainya bukan orang kuat, jelek/kacau hapalannya serta meriwayatkan banyak hadis munkar, Ibn al-Qaththn & Abu Htim: tidak boleh dijadikan hujjah. Lihat al-Dzahabi, Mzn al-I'tidl, juz 7/160-162). Muslim (2/51: 1118) & Ahmad (6/201) misalnya, hanya meriwayatkan bahwa Aisyah

8 Untuk sujud perempuan, memang ada hadis riwayat Abu Dwud dalam Kitab alMarsl (87/117) dari Yazd bin Abi Habb bahwa Nabi saw pernah menyuruh seorang wanita untuk merapatkan tangannya ke lambungnya. Namun hadis ini munqathi (terputus sanadnya) karena mursal.14 Ketika bangkit dari sujud kedua pada rakaat ganjil dan akan berdiri pada rakaat genap, disunnahkan untuk duduk istirahat sejenak15 dengan cara iftirsy16 kemudian baru berdiri (HR. al-Jama`ah kecuali Muslim) dengan menekankan telapak tangan (tanpa dikepalkan)17 pada tanah lalu berpegangan pada kedua paha untuk berdiri tanpa mengangkat tangan dan langsung sedekap. Selanjutnya kerjakanlah raka'at kedua ini, seperti raka'at yang pertama, hanya saja tidak membaca doa iftitah. B. Hadis menggerak-gerakkan jari telunjuk saat tasyahhud Mengenai menggerak-gerakkan telunjuk saat tasyahhud atau tahiyyat didasarkan pada hadis dari Wil yang berbunyi:

menyentuh atas bagian dalam kedua kaki Nabi saw ( ) saat sujud, tanpa menyebutkan merapatkan kedua kaki. Dengan demikian, jarak antar kaki saat sujud sama dengan jarak antar kaki saat berdiri, yakni tidak dirapatkan dan tidak pula terlalu dilebarkan, tapi proporsional saja sebagaimana yang diharapkan oleh sunnah Nabi saw. 14 Lihat Bab Penutup dalam Agung Danarto, Cara Shalat Menurut HPT., dan Al-Albni, Shifat alShalt. Hadis mursal adalah hadis yang diriwayatkan tbin langsung pada Nabi saw. 15 Duduk istirahat sejenak ini dilakukan setelah bangkit dari sujud kedua sebelum bangkit berdiri menuju rakaat kedua dan rakaat keempat. Duduk istirahat ini termasuk sunnah Nabi saw berdasarkan hadis:
Apabila berada pada rakaat ganjil dari shalatnya, beliau tidak langsung bangkit hingga duduk tegak. (HSR. Al-Bukhri, alTirmidzi dan Abu Dwud). Dan hadis dari Abu Qilbah bahwa Mlik bin al-Huwayrits mencontohkan tata cara shalat Nabi saw yakni:

tanah lalu berdiri. (HSR. al-Bukhri, juz 1, 283 no: 790; al-Bayhaqi, juz 2, hlm 135, no: 2631) 16 Iftirsy berasal dari kata fa-ra-sya (membentang) dan firsy (alas tikar, kasur). Iftirsy adalah sebuah istilah yang menjelaskan cara duduk dengan beralaskan bentangan kaki kiri. 17 Tuntunan mengepalkan tangan ke tanah saat bangkit untuk berdiri didasarkan pada perbedaan interpretasi pada kata Awsath, juz 4/213 no: 4007). Kata tersebut disalahartikan dengan mengepalkan tangan seperti /pembuat roti saat membuat adonan roti, padahal hadis ini daif, bthil bahkan tidak ada sumbernya. Menurut Ibn al-Shalh, inilah yang diamalkan oleh kebanyakan orang Non-Arab dan dianggap sebagai syariat dalam shalat padahal tidak ada pesan tersebut berdasar hadis yang kuat. Kalaupun hadis ini kuat, maka maksud al-jin di sini adalah orang tua lemah yang bertopang pada bagian dalam kedua telapak tangannya di tanah untuk berdiri, dan ini sangat mirip dengan pembuat roti yang menekankan kedua tangannya di lantai, bukan dengan mengepalkannya. Lihat Ibn al-Mulaqqin, Badr al-Munr, juz 3 hlm 678681; Ibn Hajar, Talkhsh., juz 1 hlm 625-626; Ibn Rajab, Fath al-Bri li Ibn Rajab, juz 5/148.

: Dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud kedua, ia duduk dan bertumpu ke

yang bersumber pada hadis gharb/asing dan daif riwayat al-Thabrni (al-

: Kemudian beliau mengangkat telunjuknya lalu aku melihat beliau

menggerak-gerakkannya (untuk) berdoa dengannya. (HR. Al-Nasi, Ahmad, dari Wil bin Hujr).18 Tetapi ada hadis yang berbunyi sebaliknya dari Abdullah bin alZubayr bahwa justru Nabi saw tidak menggerak-gerakkan telunjuk saat tahiyyat:

: Beliau menunjuk dengan


telunjuknya bila berdoa, dan tidak menggerak-gerakkannya (HR. Al-Nasi, Abu Dwud, al-Bayhaqi, 'Abd al-Razzq, dari Abdullah bin al-Zubayr).19 Sebagian ulama berupaya mengkompromikan kedua hadis tersebut. Al-Bayhaqi misalnya, berusaha mengkompromikan hadis ini dengan membahas makna dalam hadis Wil yang tidak selalu bermakna lit-tikrr (untuk pengulangan) sehingga berarti menggerak-gerakkannya, tapi bisa juga berarti menggerakkannya saja yakni untuk menunjuk. Jika diartikan demikian maka menurut al-Bayhaqi-sudah tidak lagi bertentangan dengan hadis tidak menggerakkan telunjuknya riwayat Abdullah bin al-Zubayr.20 Sementara itu Al-Albni menilai hadis menggerak-gerakkan telunjuk ini sahih padahal hadis ini melalui 'shim bin Kulayb dari Bapaknya yang telah ia daifkan saat menolak hadis sujud dengan mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan (Lihat al-Silsilat al-Dlafah, juz 2/426). Di sini tampak jelas inkonsistensi al-Albni dalam menilai jalur sanad shim bin Kulayb dari Bapaknya. Setelah melakukan penelitian berulangkali terhadap sanad shim bin Kulayb dari Bapaknya ini, penulis sepakat dengan penilaian Ali bin al-Madni bahwa sanad ini bisa menjadi maqbl jika memang ada pendukungnya. Karena itulah, alAlbni mencari pendukung hadis menggerak-gerakkan tersebut dengan mengutip hadis aneh dalam Shifat al-Shalh bahwa menunjuk/menggerak-gerakkan telunjuk saat duduk dalam shalat:
18

HR. al-Nasi: 889, 1268; Ahmad: 18391, 18890; al-Drimi: 1357; Ibn Hibbn: 1860, melalui shim bin Kulayb dari Bapaknya, dari Wil bin Hujr. Hadis ini cukup kontroverisial sanad dan matannya. Analisis tentang periwayat shim bin Kulayb ini sudah disinggung saat menjelaskan hadis tentang sujud dengan meletakkan lutut lebih dahulu. 19 HR. Al-Nasi, no: 1270; Abu Dwud: 989; al-Bayhaqi: 2615; Abd al-Razzq: 3242, dari Abdullah bin al-Zubayr ra. 20 Al-Bayhaqi, al-Sunan al-Kubra, juz 2, hlm 131-132.

10 Sungguh hal ini lebih keras dirasakan Syaithan dari pada (cambukan) besi. (HR. Ahmad, Musnad, tahqq al-Arnath, juz 2, no: 6000 & al-Bazzr: 2/249). Tapi hadis ini ternyata daif sekali karena selain matannya aneh dan mustahil, juga karena jalur hadis ini melalui Katsr bin Zayd yang hampir semua ulama mendaifkannya kecuali Ibn Hibbn (Lihat al-Haytsami, Majma., juz 2, hlm 334, no: 2850). Karena tidak ada jalur lain yang mendukungnya, maka hadis ini tetap daif karena sydz (menyimpang). Al-Arnauth dalam Musnad Ahmad (juz 4/318, no: 18890) menilai hadis ini sahih kecuali kalimat

adalah sydz karena

hanya Zidah bin Qudmah (161 H) sendiri yang meriwayatkannya demikian. Tetapi kalaupun hadis ini maqbl khususnya bagi yang meyakini hadis ini sahih, maka pada matan al-Nasai yang kedua (no: 1268) setelah kalimat ditemukan kalimat :

akan

(diringkas) karena memang sebenarnya hadis dari

Wil ini masih ada tambahan komentar dari Wail sendiri sebagaimana disebutkan Ahmad, al-Thabrni, dan Ibn Hibbn. Kata Wail selanjutnya:

...Kemudian setelah itu aku datang pada suatu musim yang dingin, lalu aku melihat orang-orang yang memakai kain menggerak-gerakkan tangan mereka dari bawah kain karena kedinginan. (HR. Ahmad, juz 4/318: 18890; al-Thabrni, al-Mu'jam al-Kabr, juz 22/35; Ibn Hibbn, Shahh, juz 5/170-171)

...

Membaca lanjutan hadis di atas, tampaknya Wil ingin mengatakan bahwa Nabi saw menggerak-gerakkan telunjuknya disebabkan karena kedinginan sebagaimana umumnya orang menggerak-gerakkan tangannya bila kedinginan, bukan sebagai tuntunan yang disyari'atkan. Adapun hadis dari Abdullah bin al-Zubayr yang mengatakan bahwa justru Nabi saw tidak menggerak-gerakkan telunjuk ssaat tahiyyat:

: Beliau menunjuk dengan telunjuknya bila berdoa,


dan tidak menggerak-gerakkannya (HR. Al-Nasi, Abu Dwud, dari Abdullah bin

11 al-Zubayr)21 adalah sahih. Semua ahli hadis tanpa kecuali-- sepakat akan

kesahihannya, sedang al-Albni hanya menilainya hasan itupun dengan komentar: tidak menggerak-gerakkan adalah tambahan yang sydz/munkar/menyimpang.22 Hanya saja al-Albni tidak mampu membuktikan secara sahih bukti penyimpangannya. Inilah yang dikritik oleh al-Yamni terhadap Shifat al-Shalh-nya al-Albni dalam al-Bisyrah f Syudzdz Tahrk al-Ishba' fi al-Tasyahhud dengan disertai bukti yang rinci bahwa dari total 12 jalur sanad hadis yang menyebutkan tentang hal ini, 11 hadis menyebutkan tidak menggerak-gerakkan, dan hanya 1 hadis yang menyebutkan menggerak-gerakkan telunjuk & ternyata satu inipun bermasalah. Jika langsung menggunakan metode tarjh, maka hadis yang tidak menggerakgerakkannya-lah yang harus dipegangi, sedangkan hadis yang menggerak-gerakkan karena menyimpang dan bermasalah sehingga harus ditolak (mardd). Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa setelah duduk dengan tenang, Nabi saw menggerakkan telunjuknya untuk menunjuk 1 kali di awal duduk saat mulai membaca tasyahhud: al-tahiyytu..., tidak menunjuk/menggerakkan pada sebagiannya termasuk saat menyebut illa-llh karena tidak ada hadisnya, dan tidak juga menggerak-gerakkannya secara keseluruhan karena di samping hadisnya sydz (menyimpang & lain sendiri) juga menyalahi prinsip thumaninah (tenang) dalam shalat. Wa-llhu alam.

21

HSR. Al-Nasi: 1270; Abu Dwud: 989; al-Bayhaqi: 2615; Abd al-Razzq: 3242, dari Abdullah bin al-Zubayr ra. Semua ahli hadis tanpa kecuali-- sepakat akan kesahihannya, meski al-Albni menilainya sydz/menyimpang. 22 Lihat Sunan al-Nasi, tahqq: Abu Ghuddah, juz 3 hlm 37 no: 1270; al-Albni, Silsilat alAhdts al-Dla'fah wal-Mawdl'ah, juz 12/ 136-138, no: 5572; Al-Albni, Dla'f Abi Dwd, juz 1/368369.

Anda mungkin juga menyukai