Anda di halaman 1dari 2

Beli Mie Ayam di Warung Soto

Pengennya kita makan mie ayam, tapi kalo kita perginya ke warung soto dapet apaan coba? Ngidamin mi ayam tetep, tapi yang masuk ke mulut ya rasa soto. Segitunya kita bikin ilustrasi tentang temen-temen yang belajar tapi gak tepat sasaran. Pengen belajar kimia, tapi kuliah di ekonomi. Pengen belajar desain visual, malah disuruh kuliah di pendidikan tarbiyah. Kalo mau lihat kasusnya, ada M. Afif, yang aslinya dia lulusan IPA, tapi kuliahnya ambil Fakultas Ekonomi di Universitas Nahdlatul Ulama ( UNU ) Surakarta.Trus ada Saif El Foudholi, dari Blora yang menyadari basic dia sebenernya di scince dan ilmu pengetahuan, malah jauh-jauh disekolahkan sama ortunya di Universitas Al Azhar, Cairo Mesir untuk belajar ushuluddin. Sedang Dwi Fitriono, cowok Brebes yang kuliah di Teknik sipil Universitas Negeri Yogyakarta ( UNY ) terpaksa DO di semester 7 gara-gara pengen main bisnis properti. Nggak rugi skripsi dah tinggal beberapa langkah lagi? Ya nggak lah. Menurut dia, walau ditentang ortu, tapi ini resiko gara-gara apa yang dia pengen nggak searah dengan yang dia jalani. Problem lagi kalo yang maksa nentuin jurusan belajar adalah ortu kita. Emang sih, mereka punya tanggung jawab kasih planing yang bagus untuk masa depan kita, tapi apapun jurusan yang mereka ingini untuk kita, posisikan sebagai masukan saja. Kalo kita suka ya ambil, kalo enggak ya jangan dipaksa suka. Emang sih, mereka yang mbayarin pendidikan kita, tapi kalo mereka yang atur jurusan pendidikan kita, kenapa gak sekalian mereka aja yang kuliah nggantiin kita? Haha Beginilah fenomenanya. Yang parah, malah ada mereka yang kuliah semata-mata cuma cari peluang kerja doang. Yazid pernah gitu, dia yang hobi banget sama olah raga, kepaksa didaftarin di jurusan Bahasa Jawa sama gurunya, padahal dia gak suka. Alasan si pak guru karena peluang jadi guru bahasa Jawa untuk SMP terbuka lebar. So what? Nyambung dari mana sama Yazid? Ada yang salah dengan pendidikan kita? Banyaklah pastinya. Bukankah sejak dari sekolah kita sudah sering dipaksa mempelajari pelajaran yang gak kita sukai dan mungkin gak kita butuh juga? Saran kita sih, belajarlah apa yang kita butuhkan, apalagi yang menunjang skill kita. Masalah kita punya nilai jelek di bidang pelajaran yang gak kita sukai ya wes lah, mo gimana lagi?..Kalo emang nggak memungkinkan kita kejar. Daripada kita punya banyak nilai bagus di setiap pelajaran, tapi hasil nyontek? Na justru nyontek itu masalah yang sebenarnya Indonesia emang begini, banyak pengangguran di mana-mana. Tapi kalo lowongan kerja yang ada datangnya dari bidang yang nggak kita banget, ya nggak usah

mati-matian kita buru.. Justru malah peluang yang cocok bagi kita adalah yang sesuai dengan apa yang kita mampu. Gak percaya? Nie ada pengalaman dari Aan yang suka desain visual. Dia rela nunggu 1 tahun untuk belajar di Modern School of Desain ( MSD ) di Jogja, gara-gara ketinggalan pendaftaran tahun sebelumnya. Gak masalah selama 1 tahun dia ngisi waktu dengan njagain warung milik ibunya demi nunggu tempat kuliah favoritnya buka pendaftaran lagi. Belum sampe kuliahnya kelar, karena bakatnya diasah di tempat yang benar, dia dah sering kebanjiran order pembuatan berbagai desain gambar. Dia gak peduli banyak peluang kerja di mana-mana ( yang di luar bidangnya ), dia tetep kekeuh sama cita-citaya. Dan hasilnya pun bikin puas lahir-batin. Nggak Cuma Aan yang punya contoh baik dalam belajar, Fajar justru sengaja nggak daftar kuliah setelah lulus SMA. Menurut dia bidang yang pengen dipelajari nggak ditemuin di tempat-tempat kuliahan. Lha emang mo belajar apaan sih? Ternyata dia pengen belajar Event Organizier untuk pengantin kelas elite. Di Jogja dia nggak nemu tempat belajar untuk itu, akhirnya dia beguru dan langsung praktek sama pamannya di Bandung. Ilmunya dapat, duitnya juga. Pilihan belajar seperti Aan dan Fajar inilah yang perlu kita contoh, yaitu belajar di tempat yang nyambung dengan kreatifitas kita. So, jangan sampai kita salah jurusan dalam menentukan tempat belajar. Masa depan kendali penuh di tangan kita! ( Miftahul Abrori & Lutfi Syarifudin )

Anda mungkin juga menyukai