Anda di halaman 1dari 42

USULAN PENELITIAN

1.

Latar Belakang Penelitian Hubungan Internasional dalam perkembangannya memiliki definisi baik

sebagai ilmu atau bidang kaji maupun sebagai fenomena. Fenomena berarti bagaimana Hubungan Internasional merupakan implementasi interaksi antar aktor Hubungan Internasional. Sementara ilmu Hubungan Internasional merupakan bidang kajian ilmu sosial-politik yang mencoba untuk memahami bagaimana pola interaksi yang terjadi antar faktor-faktor yang terlibat dalam fenomena Hubungan Internasional. Berkaitan dengan hal tersebut, mengkaji Hubungan Internasional tidak terlepas dari fenomena Hubungan Internasional sebagai objek kajian. Senada dengan pendapat dari Robert Jackson dan Georg Sorensen, bahwa Hubungan Internasional merupakan studi perilaku dan konsekuensi hubungan yang dibangun. (Robert Jackson dan Georg Sorensen, 1999 :2) Mengkaji fenomena Hubungan Internasional, berarti mengkaji pula aktor yang merupakan aktor utama pola interaksi dalam Hubungan Internasional yaitu negara, pola interaksi negara dalam sistem internasional, berarti berbicara mengenai national interests dimana interaksi antar kepentingan nasional inilah yang membangun dasar alasan negara melakukan kerjasama. Interaksi yang dilakukan oleh negara dalam sistem internasional dalam perkembangannya mengalami perkembangan pola interaksi. Pola interaksi ini mencakup pola interaksi bilateral (interaksi antar dua

negara yang berkepentingan) maupun multilateral (interaksi dengan banyak negara). Pola-pola interaksi yang dibangun untuk pencapaian kepentingan nasional negara yang terlibat ini, memiliki berbagai cakupan aspek yang sedikitnya meliputi aspek sosial-politik, ekonomi, hukum, maupun aspek pertahanan keamanan. Dengan kata lain bidang kajian Hubungan Internasional merupakan bidang kajian multidimensional (Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri Indonesia dalam Seminar Praktikum Profesi Mahasiswa Hubungan Internasional UNPAD, 30 November 2009). Berdasarkan beberapa pendapat tentang pendefinisiannya, Hubungan Internasional dapat disimpulkan sebagai interaksi yang terjadi antar negara (bahkan non-negara) dalam bidang politik, sosial, ekonomi, bahkan kultural. (Paul R.Viotti dan Mark V.Kauppi, 1999 :3). Dengan tujuan mencapai kepentingan nasional, negara melakukan interaksi dalam berbagai bentuk dengan aktor lainnya dalam sistem internasional. George Modelski berpendapat bahwa kebijakan luar negeri menjadi penghubung antara kepentingan nasional sebuah negara untuk dapat diimplementasikan dalam hubungannya dengan aktor lain, sehingga dapat merubah perilaku serta mencapai kepentingan melalui pihak lain dalam sistem internasional (Olayiwola Abegunrin, 2003 : 5). Dengan kata lain, landasan utamanya adalah kepentingan nasional, kemudian diimplementasikan dalam bentuk kebijakan luar negeri. Proses

pembentukan kebijakan luar negeri ini merupakan kesatuan tindakan yang dilakukan oleh negara dan telah diformulasikan serta merupakan implementasi dari politik luar negerinya (Daniel S. Papp. 1997 : 134). 2

Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat memiliki kepentingan nasional, seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang dicetuskan dalam poin utama terdiri dari melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Poin tersebut, terutama dicetuskan dalam poin terakhir, menjadi kepentingan nasional Indonesia yang kemudian mendasari aktivitas Indonesia untuk berkiprah di dunia internasional, salah satunya berupa partisipasi dalam salah satu organisasi internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tataran global, keanggotaan Indonesia dalam Perserikatan BangsaBangsa merupakan bukti nyata bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai kepentingan nasional yang diselaraskan dengan harmony of interest dan menekankan secara konsisten penguatan multilateralisme. Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan salah satu bentuk implementasi dari organisasi internasional yang berperan aktif dalam menjaga perdamaian dan ketertiban dunia. Latar belakang berdirinya PBB memiliki cita-cita dan tujuan untuk memelihara perdamaian dunia dan menciptakan keamanan internasional. Dalam implementasi perannya, PBB mencari penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian internasional atau keadaan yang dapat mengganggu perdamaian sesuai dengan hukum internasional dan prinsip keadilan. Implementasi dari PBB sebagai wadah interaksi antar negara untuk menciptakan perdamaian, menjadi landasan bagi Indonesia untuk memperkuat 3

hubungan dengan negara-negara anggota PBB lainnya. Selanjutnya diharapkan melalui interaksi tersebut dapat dibangun sebuah kerjasama yang menguntungkan, terutama bagi Indonesia dalam upaya pencapaian kepentingan nasional. Keanggotaan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak tahun 1950, menghasilkan berbagai bentuk kerjasama yang memiliki cakupan bidang yang luas. PBB sendiri secara teknis memiliki unit kerja sesuai dengan fokus penyelesaian masalah, dimana Indonesia juga menjadi salah satu negara yang banyak terlibat di dalamnya. Implementasi kepentingan nasional Indonesia dalam tataran internasional (dalam hal ini, PBB) diwujudkan melalui strategi kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri secara umum merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan dan memajukan kepentingan nasional didalam kancah dunia internasional (Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005 : 47). Kebijakan luar negeri ini mencakup proses dinamis dan penerapan pelaksanaan kepentingan nasional yang relatif tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di lingkungan interrnasional dengan maksud untuk mengembangkan suatu cara tindakan yang diikuti oleh upaya untuk mencapai pelaksanaan diplomasi sesuai dengan panduan kebijaksanan yang telah ditetapkan (Plano dan Olton, 1999: 5-6). Indonesia menerapkan kebijakan luar negeri bebasaktif, dimana bebas-aktif adalah bebas, bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah internasionalnya. Aktif, aktif memperjuangkan terbinanya perdamaian dunia, ketertiban dunia, serta menciptakan keadilan sosial.(Sumpena Prawirasaputra, 1985: 11) 4

Pada pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa prioritas kebijakan luar negeri Indonesia dituangkan dalam tiga program utama yaitu program pemantapan politik luar negeri dan optimalisasi diplomasi Indonesia, program peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan untuk memanfaatkan secara optimal berbagai potensi positif yang ada pada forum-forum kerjasama internasional dan program penegasan komitmen terhadap perdamaian dunia. (http://www.deplu.go.id) Sebagai salah satu bentuk implementasi kepentingan nasional Indonesia dalam sistem internasional melalui perantara PBB yang terangkum dalam kebijakan luar negeri adalah keterlibatan Indonesia dalam operasi perdamaian yang dilakukan oleh PBB. Peran serta Indonesia dalam operasi perdamaian ini secara ideal

merupakan amanat Pembukaan UUD 1945, dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sejak tahun 1957, Indonesia telah berpartisipasi dalam 24 operasi pemeliharaan perdamaian PBB (UNPKO) sejak UNEF (UN Emergency Forces) di Sinai tahun 1957, MONUC (UN Mission DR Congo) di Congo, UNMIL (UN Mission in Liberia) di Liberia, UNMIS (UN Mission in Sudan) di Sudan, UNIFIL (UN Interim Force in Lebanon) di Lebanon, dan UNMIN (UN Mission in Nepal) di Nepal. (http://www.deplu.go.id). Hirauan Indonesia untuk berpartisipasi dalam operasi perdamaian PBB salah satunya dibuktikan melalui partisipasi Indonesia dalam Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon, yaitu UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon). UNIFIL merupakan badan PBB yang terbentuk pada tahun 1978 berdasarkan mandat resolusi 5

Dewan Keamanan PBB 425 dan 426 sebagai tanggapan atas terjadinya invasi yang dilakukan oleh Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force) ke wilayah Lebanon Selatan (http://www.un.org/Depts/dpko/missions/unifil/index.html). Konflik di Lebanon berawal dari konflik antara Israel dan Palestina yang kemudian meluas ke wilayah Lebanon selatan, dan berpengaruh terhadap terjadinya konflik lebih luas di wilayah internal Lebanon sendiri. Kemunculan Hizbullah sebagai kelompok pendukung pengungsi Palestina, serta terjadinya konflik internal di pemerintahan Lebanon sendiri menyebabkan negara ini mengalami permasalahan pelik berkaitan dengan perdamaian, pertahanan dan keamanan negara. Operasi perdamaian PBB melalui UNIFIL merupakan upaya penanganan terhadap konflik berkepanjangan di wilayah tersebut. Melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk penanganan konflik di Lebanon, dibentuklah UNIFIL yang memiliki tugas utama yaitu : 1. memastikan penarikan pasukan Israel dari wilayah Lebanon, 2. 3. mengupayakan perdamaian dan keamanan internasional, membantu pemerintah Lebanon untuk mengembalikan otoritas efektif di wilayahnya. Perkembangan konflik Lebanon hingga tahun 2006 melahirkan kembali resolusi DK PBB no.1701 tahun 2006 yang menyebabkan perluasan mandat UNIFIL di Lebanon, yaitu: 1. Melakukan monitoring upaya penghentian konflik

2. Mendampingi dan mendukung Lebanese Armed Forces (LAF) untuk menyelesaikan permasalahan di bagian selatan Lebanon, untuk

memastikan penarikan pasukan Israel dari wilayah Lebanon 3. Mengkoordinasikan aktivitas tersebut dengan pemerintah Lebanon dan Israel 4. Memperluas dukungan untuk memastikan bantuan kemanusiaan sampai ke populasi sipil, volunteer, dan mengupayakan keamanan pengembalian pengungsi 5. Membantu LAF dalam mengambil langkah maju untuk membebaskan wilayah Blue Line dan sungai Litani dari personel bersenjata, aset, senjata selain dari milik pemerintah Lebanon dan UNIFIL di wilayah tersebut. 6. Membantu pemerintah Lebanon dalam mengamankan perbatasannya dan titik masuk lainnya untuk menghindari masuknya senjata atau material sejenis secara illegal. Indonesia yang diwakili oleh Kontingen Garuda XXIII/A mulai bergabung dalam pasukan UNIFIL sejak tahun 2006. Pada awal rencana keterlibatan Indonesia dalam misi UNIFIL, terdapat sejumlah kontroversi mengingat ada keraguan mengenai kemungkinan keberpihakan tentara Indonesia yang bertugas di Lebanon dengan salah satu pihak berkonflik, mengingat tentara Indonesia yang bertugas mayoritas memiliki latar belakang yang sama sebagai Muslim dengan Hizbullah. Namun kekhawatiran itu berhasil ditepiskan dengan berjalannya proses, dimana tentara Indonesia mampu menunjukan profesionalitas kerja dalam menjalankan 7

perannya sebagai tentara Peacekeeper, sekaligus dapat memberikan citra positif UNIFIL terhadap lingkungan sekitar wilayah operasi. Pengiriman kontingen Garuda ke Lebanon dibagi ke dalam beberapa misi spesifik dan tercatat sejak partisipasi pertama pada tahun 2006 hingga tahun 2009 telah mengirimkan kontingen Batalyon Infanteri Mekanis Kontingen Garuda XXIII, Polisi Militer Kontingen Garuda XXV, FHQSU Kontingen Garuda XXVI, dan

Satuan Tugas Maritim Kontingen Garuda XXVIII. Melalui pengiriman kontingen ini, menjadi gambaran kepada dunia Internasional, bahwa Indonesia dengan TNI yang diwakili oleh para prajurit yang tergabung dalam kontingen Garuda, memiliki komitmen yang kuat dan siap untuk melaksanakan tugas yang diperintahkan dalam rangka berperan serta secara aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Berkaitan dengan partisipasi Indonesia dalam misi perdamaian PBB di Lebanon melalui Kontingen Garuda, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengiriman tentara, juga dukungan penyediaan Alat Utama Persenjataan (Alutsista) yang harus memenuhi standar operasi perdamaian PBB. Sejak tahun 2006 pemerintah telah berkomitmen meningkatkan industri pertahanan nasional guna memenuhi kebutuhan Alutsista TNI. Namun komitmen tersebut belum dapat dilaksanakan secara maksimal terkait dengan mekanisme pembiayaannya (dalam hal ini anggaran pertahanan). Berkenaan dengan kondisi tersebut di atas maka tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan kemampuan Alutsista TNI dengan kapasitas yang dimiliki oleh Indonesia untuk mencapai tingkat minimum essential force, meningkatkan kesejahteraan prajurit, serta meningkatkan kerjasama 8

militer luar negeri guna mewujudkan kerjasama internasional dalam menciptakan perdamaian dunia, namun dengan tetap memperhatikan kondisi internal negara. Berdasarkan latar belakang kondisi serta masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dalam hal ini akan melakukan penelitian dengan judul Kebijakan Luar Negeri Indonesia : Partisipasi dalam Operasi Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) Kemudian pemilihan fenomena di atas sebagai materi penelitian, selain karena ketertarikan pribadi penulis, juga didasarkan bahwa secara akademik nantinya pemilihan topik ini akan membantu peneliti untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam lingkup studi Hubungan Internasional yang kompleks dan dinamis. Selain itu penelitian ini juga didukung oleh keberadaan beberapa mata kuliah yang diberikan di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, antara lain: 1. Analisis Politik Luar Negeri Dalam mata kuliah Analisis Politik Luar Negeri dipaparkan mengenai hirauan para pakar hubungan internasional terhadap perkembangan politik luar negeri negara yang berpengaruh terhadap dinamika sistem internasional. Dalam hal ini juga dipelajari tentang peranan faktor internal maupun eksternal negara yang membentuk politik luar negeri suatu negara berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan negara yaitu achieving national interests. 2. Politik Luar Negeri Republik Indonesia

Dalam mata kuliah Politik Luar Negeri Republik Indonesia dipaparkan mengenai kebijakan, sikap dan langkah pemerintah RepubIik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, serta subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional. Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif yang menjadi landasan dasar dari Kebijakan Luar Negeri Indonesia dijelaskan bahwa bebas, bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah internasionalnya. Aktif, aktif memperjuangkan terbinanya perdamaian dunia, ketertiban dunia, serta menciptakan keadilan sosial. (Sumpena Prawirasaputra, 1985 : 11) 3. Organisasi Internasional Dalam mata kuliah Organisasi Internasional dipaparkan mengenai peranan Organisasi Internasional sebagai wadah interaksi antar negara dalam sistem internasional, dan bagaimana peranannya dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh negara anggota. Dalam hal ini organisasi internasional memiliki peran sebagai sarana kerjasama antar negara, wadah menghasilkan keputusan bersama, sarana atau mekanisme administratif, dan sebagai fasilitator saluran komunikasi antar pemerintah sehingga penyelarasan mudah tercapai. (LeRoy Bennet, 1995 : 3) 4. Keamanan Global

10

Dalam mata kuliah Keamanan Global, dipaparkan mengenai bagaimana upaya pencapaian kondisi aman (keamanan) berkaitan dengan pertahanan, dalam hal ini membahas mengenai strategi negara dalam pencapaian pertahanan keamanan. Keamanan global menganalisis keamanan dalam tataran individu (human security), negara (state security), dan global (global security)

2. 2.1

Permasalahan Identifikasi Masalah Untuk mencapai tujuan atau sasaran yang menjadi kepentingan nasional dari

tiap negara, peranan power dan kemampuan yang di miliki suatu negara akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari politik luar negeri dalam memperjuangkan national interest. Hal tersebut, dalam definisi politik luar negeri menurut Couloumbis dan Wolfe, bahwa politik luar negeri merupakan sistematis dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas (Couloumbis dan James Wolf, 1990 : 273274). Dalam melaksanakan politik luar negeri yang akan dijalankan, sekumpulan kebijakan yang di hasilkan di dalam politik luar negeri mencerminkan situasi domestik yang terefleksikan ke dalam politik luar negeri. Dalam merefleksikan kepentingan Indonesia dalam sistem internasional, Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas-aktif. Politik luar negeri Indonesia bebas-aktif yang menjadi landasan dasar dari kebijakan luar negeri Indonesia dijelaskan bahwa bebas, bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalahmasalah internasionalnya. Aktif, aktif memperjuangkan terbinanya perdamaian dunia, 11

ketertiban dunia, serta menciptakan keadilan sosial. (Sumpena Prawirasaputra, 1985 : 11) Dalam kerangka pembuatan dan penerapan kebijakan luar negeri yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, kebijakan luar negeri berdasarkan : 1. Landasan Konstitusional Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang didalamnya tercantum butir-butir kepentingan nasional Indonesia. Salah satu kepentingan nasional yang berkaitan dengan keikutsertaan Indonesia dalam operasi perdamaian PBB ini adalah bagaimana Indonesia memiliki komitmen untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, Indonesia mendasarkan

perdamaian abadi, dan keadilan sosial (alinea ke-4) 2. Politik Luar Negeri Republik Indonesia yang didasarkan pada Politik bebas-aktif. Dengan pengertian bahwa kebijakan luar negeri Indonesia didasarkan pada ketidakberpihakan terhadap blok manapun yaitu berarti bersifat netral, serta berperan aktif dalam kegiatan yang berupaya mencapai ketertiban dunia yang tentu saja selaras dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia, melalui operasi perdamaian PBB di Lebanon Indonesia berupaya meningkatkan citra Indonesia di mata dunia bahwa Indonesia dengan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai anggota PBB dan sebagai negara berdaulat, memiliki perhatian terhadap permasalahan internasional. 12

3.

Partisipasi dalam aktivitas sistem internasional, berkaitan dengan keanggotaan dan keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan berskala

internasional melalui keanggotaan di PBB. Berdasarkan poin-poin landasan utama tersebut, Indonesia berpartisipasi dengan direpresentasikan melalui keikutsertaan Kontingen Garuda untuk

berkontribusi secara nyata dalam peacekeeping operation di wilayah Lebanon. Dalam keputusan Presiden Republik Indonesia No.15 tahun 2006, tercantum bahwa sebagai bentuk komitmen nyata pelaksanaan UUD1945 serta partisipasi dalam kegiatan berskala internasional, Presiden memutuskan pembentukan Kontingen Garuda yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Penyiapan kekuatan TNI 2. Anggaran operasional Kontingen Garuda dalam misi UNIFIL dibebankan kepada PBB dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 3. Beban biaya operasional selama operasi akan direimburse kepada PBB, sesuai dengan mekanisme yang disepakati antara Indonesia sebagai negara partisipan dan PBB dalam hal ini berstatus sebagai penyewa. Bersamaan dengan misi tersebut terdapat kondisi internal negara yang menjadi pertimbangan untuk menilai kepentingan Indonesia dalam partisipasi Indonesia dalam operasi UNIFIL di Lebanon, yaitu kondisi Indonesia pada tahun 2006 : 1. Indonesia di tahun 2006, menghadapi masalah perbatasan baik darat di wilayah Timor Leste, maupun wilayah laut dengan Malaysia dimana kondisi 13

ini memerlukan perhatian lebih fokus, mengingat adanya ancaman secara langsung terhadap kedaulatan negara Indonesia. 2. Keadaan ekonomi Indonesia yang belum cukup pulih akibat krisis ekonomi di pada akhir tahun 90an. Pada tahun 2006, tingkat investasi Indonesia belum mengalami peningkatan yang signifikan, juga pengaruh kenaikan BBM pada akhir tahun 2005, menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini belum berhasil mendongkrak kepercayaan masyarakat mengenai

perekonomian Indonesia. 3. Berkaitan dengan anggaran militer Indonesia pada tahun 2006, sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tanggal 31 November 2005 tentang APBN 2006 DEPHAN dan TNI mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 28,22 Triliun, yang terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal. Alokasinya sendiri untuk pertahanan integratif, pengembangan pertahanan matra darat, laut, dan udara, operasionalisasi penegakan kedaulatan NKRI, pengembangan bela negara, pengembangan strategi dan sistem, pengembangan industri pertahanan, kerjasama militer internasional, litbang pertahanan, dan operasi bhakti TNI yang keseluruhannya hanya bernilai 0,93 % dari PDB (produk domestik bruto tahun 2006) atau hanya sekitar 4,36 % dari APBN. (Dr. Yuddy Chrisnandi, 2007 : 2) 4. Bencana alam yang meningkat terjadi di beberapa tempat di seluruh Indonesia di tahun 2006.

14

Berkaitan dengan kondisi internal negara Indonesia pada tahun 2006, bahwa dengan kebijakan luar negeri Indonesia melibatkan diri dalam perwujudan perdamaian dunia sebagai keinginan diri untuk meningkatkan citra di dunia internasional tentu akan mempengaruhi konsentrasi pemerintah dalam menangani persoalan dalam negeri yang sementara belum seutuhnya selesai. Permasalahan internal Indonesia ini masih memerlukan fokus pemerintah dan segenap seluruh rakyat Indonesia untuk menanganinya. Keterlibatan Indonesia sendiri dalam misi perdamaian PBB memerlukan dukungan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Melalui memorandum of understanding (nota kesepahaman) antara Indonesia sebagai negara partisipan operasi perdamaian dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diwakili oleh UN Department of Field Support, tercapai kesepakatan mengenai standar yang harus dipenuhi Indonesia berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (dalam hal ini tentara), equipment (sarana dan prasarana pendukung operasi), serta fasilitas (sarana dan prasarana pengelolaan self-sustainment services) yang mendukung subjek yang

mengoperasionalisasikan kegiatan. Untuk memenuhi standar persyaratan keikutsertaan Indonesia dalam operasi UNIFIL, muncul permasalahan berkaitan dengan anggaran. Pemerintah Indonesia menganggarkan dana sebesar Rp. 374 Milyar

(http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia) untuk keperluan pelatihan, pemenuhan kelengkapan dan pengiriman pasukan ke Lebanon melebihi pagu anggaran militer pada APBN 2006 yaitu sebesar Rp 40,79 milyar untuk kerjasama militer internasional 15

dan beberapa anggaran lainnya yang berkaitan dengan operasi berskala internasional. (Yuddi Chrisnandi, 2007 : 2). Melihat kondisi internal negara Indonesia pada tahun 2006 yang masih memerlukan perhatian khusus terutama berkaitan dengan alokasi anggaran dalam bidang-bidang tertentu, keterlibatan Indonesia dalam operasi perdamaian PBB mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki national interests dalam operasi UNIFIL di Lebanon.

2.2

Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, mengingat begitu luasnya cakupan permasalahan yang

telah dipaparkan dalam bagian identifikasi masalah sebelumnya, maka penulis dalam hal ini akan membatasi masalah pada aspek politik-pertahanan keamanan saja. Penulis akan lebih banyak menekankan pada kepentingan nasional Indonesia yang diusung melalui partisipasi dalam operasi perdamaian UNIFIL di Lebanon berkaitan dengan pertimbangan upaya pemenuhan kebutuhan Alutsista dengan peningkatan anggaran militer dalam operasi tersebut. Peningkatan kapabilitas baik kualitas maupun kuantitas Indonesia sebagai peserta operasi merupakan sebuah upaya peningkatan pencitraan positif di mata internasional. Penulis juga akan membatasi penelitian ini dalam kerangka level of analysis negara, dimana melihat pada upaya Indonesia sebagai negara berdaulat dalam upaya pencapaian kepentingan nasional, melalui partisipasinya dalam aktivitas skala internasional. Selain itu, penulis dalam hal ini juga akan membatasi waktu objek

16

penelitian mulai dari munculnya wacana mengenai partisipasi Indonesia di UNIFIL melalui pengiriman Kontingen Garuda XXIII-A pada operasi UNIFIL pada tahun 2006, hingga masa tugas Kontingen Garuda XXVI di kawasan Lebanon yang masih berlangsung hingga tahun 2010.

2.3

Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka perumusan masalah dalam hal ini akan disusun dalam research question sebagai berikut: Apakah kepentingan nasional Indonesia dibalik kebijakan luar negeri berpartisipasi dalam operasi pasukan perdamaian PBB di Lebanon ?

3.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan hal berupa target yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Menjelaskan tentang formulasi kebijakan luar negeri Indonesia dalam

berpartisipasi di PBB berdasarkan tiga landasan pokok. b. Menjelaskan tentang sejarah awal perkembangan keterlibatan Indonesia dalam operasi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL).

17

c. Menjelaskan persiapan dan pelaksanaan kegiatan Kontingen Garuda dalam operasi UNIFIL. d. Mendeskripsikan tentang kepentingan nasional Indonesia dalam operasi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL)

3.2 Kegunaan Penelitian a. Dalam tataran lingkup akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama bidang kaji Hubungan Internasional. Dimana penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi para penstudi Hubungan Internasional lainnya, terutama di bidang strategi pertahanan keamanan dan keterkaitannya dengan sistem internasional. b. Diharapkan dapat menjadi pendorong bagi perkembangan kajian pertahanankeamanan dan politik. Sehingga penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi pengkajian tentang isu tersebut. c. Menambah wawasan mengenai bentuk serta dinamika sistem internasional terutama tentang upaya negara mencapai kepentingan nasional serta mekanisme pembentukan kebijakan luar negeri suatu negara.

4. Kerangka Pemikiran

18

Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki tujuan negara baik bersifat internal dan eksternal. Tujuan bersifat internal berkaitan dengan kesejahteraan penduduk, dan tujuan bersifat eksternal berkaitan dengan eksistensi Indonesia sebagai bagian dari sistem internasional. Landasan yang digunakan dalam

mengimplementasikan tujuan negara terdiri dari landasan idil, landasan konstitusional dan landasan operasional. Pancasila sebagai landasan idiil bangsa Indonesia, dalam operasionalisasinya didukung oleh landasan konstitusional dan landasan operasional. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan konstitusional, dan mencetuskan empat poin national interest yang hendak dicapai oleh Indonesia. Di dalamnya disebutkan bahwa empat tujuan utama bangsa Indonesia adalah (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan (2) untuk memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berkaitan dengan tujuan utama bangsa Indonesia yang diimplementasikan sebagai kepentingan nasional (national interests), terutama berkaitan dengan poin ke-4 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia, Indonesia mengimplementasikannya melalui keikutsertaan dalam kegiatan yang melibatkan aktor-aktor lain dalam sistem internasional yaitu salah satunya melalui keanggotaan di PBB. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) lahir dari deklarasi London pada tahun 1941 yang menyebutkan bahwa dasar sejati bagi pemeliharaan perdamaian adalah kehendak bekerjasama antara bangsa-bangsa yang bebas di dunia 19

(T.May Rudy, 1998 : 46). Keberadaan PBB ini merupakan wadah bagi kontak atau hubungan antar negara agar dalam pencapaian kepentingan nasionalnya lebih terjamin dan tujuan bersama dapat tercapai secara efisien dan efektif. Pembentukan PBB memiliki tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan hubungan persaudaraan antar bangsa, bekerjasama secara

internasional untuk memecahkan persoalan ekonomi, sosial, kebudayaan dan kemanusiaan yang bersifat internasional, serta menjadi pusat bagi tindakan bangsa dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama (T.May Rudy, 1998:57) Berkaitan dengan upaya PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, UNIFIL sebagai operasi perdamaian menjadi implementasi nyata dari upaya negara-negara anggota PBB dalam rangka menyelesaikan konflik di Lebanon. Konflik Lebanon merupakan konflik berkepanjangan yang terjadi dalam beberapa termin, dan memakan ribuan korban sipil serta kehancuran infrastruktur di beberapa wilayah di Lebanon. Peranan UNIFIL di Lebanon sejak resolusi DK PBB no. 425 dan 426 tahun 1978 mengalami perkembangan, seiring dengan terjadinya konflik berkelanjutan antara Israel dan Hizbullah pada tahun 2006. Resolusi DK PBB no. 1701 tahun 2006 merupakan perluasan mandat UNIFIL dalam operasinya di Lebanon berkaitan dengan mandat sebelumnya pada resolusi DK PBB tahun 1978. Kondisi internal negara Indonesia sejak tahun 1998 terus mengalami gejolak, berkaitan dengan permasalahan ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan. Ditandai dengan berbagai masalah internal negara yang membutuhkan perhatian dan memerlukan penanganan yang tepat. Pada tahun 2006, bertepatan dengan tahun awal 20

pengiriman Kontingen Garuda ke Lebanon, Indonesia menghadapi permasalahan internal yang sepatutnya menjadi pertimbangan. Pengiriman Kontingen Garuda ke Lebanon tidak hanya memerlukan dukungan dalam bidang ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan, seperti pengadaan Alutsista standar PBB, namun juga fokus implementasi persiapan fasilitas pendukung bagi Kontingen Garuda, serta implementasi perpolitikan Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas yang melibatkan diri ke dalam sistem internasional. Sehingga pemerintah perlu cermat dan tepat sasaran dalam mengeluarkan kebijakan mengenai pengiriman Kontingen Garuda dalam operasi pasukan perdamaian PBB. Partisipasi Indonesia melalui pengiriman sebagian anggota Tentara Nasional Indonesia untuk bergabung dalam pasukan perdamaian UNIFIL dan bertugas menjalankan mandat resolusi DK PBB tahun 2006 ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk menjalankan peran sebagai bagian dari masyarakat internasional. Namun perlu ditekankan pula bahwa sebagai negara berdaulat yang memiliki tujuan nasional, Indonesia perlu bertindak rasional dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya. Penentuan kebijakan luar negeri Indonesia, berkaitan dengan partisipasi dalam UNIFIL, dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat internal maupun eksternal dan merupakan upaya pencapaian kepentingan nasional. Pengiriman Kontingen Garuda ke Lebanon dengan dasar implementasi kepentingan nasional ideal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, penerapan politik luar negeri bebas-aktif, dan peran Indonesia sebagai anggota PBB, 21

tidak dapat semata-mata dilihat sebagai upaya bentuk eksistensi Indonesia dalam sistem Internasional, karena upaya peningkatan kapabilitas Indonesia sebagai faktor internal juga menjadi pertimbangan. Sebagai negara berdaulat yang bertindak rasional dalam pencapaian national interests selanjutnya Indonesia berpartisipasi dalam operasi perdamaian UNIFIL. Pertimbangan rasional ini didasarkan pada beberapa landasan, yakni pertahanan dan keamanan negara, pencapaian power, dan eksistensi negara dalam perpolitikan internasional.

4.1 Kerangka Konseptual Dalam melakukan analisis teoritis terhadap kebijakan luar negeri suatu negara, tidak lepas dari kerangka paradigma neorealis. Berawal dari Thucydides, yang menulis bahwa the strong do what they have the power to do, the weak accept what they have to accept (LeRoy Bennett, 1984 :2) Neorealisme merupakan sebuah paradigma yang tergambarkan berdasarkan pemahaman atas asumsi dasar yaitu : 1. Pengakuan terhadap kedaulatan negara secara anarki dimana tidak ada otoritas pusat, dan keamanan serta menjadi tujuan utama negara. 2. Rasionalitas aktor negara. Robert Keohane berbicara bahwa ketika pemerintah bertindak rasional, berarti konsisten terhadap pilihan yang diambil, dan telah

mempertimbangkan biaya dan manfaat dari seluruh kebijakan dalam upaya

22

maksimalisasi kebutuhan maupun persepsi dari pemenuhan realitas (Robert Keohane, 1986:158-203). 3. Menjunjung tinggi keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara. (Robert Jackson dan Georg Sorensen, 1999:88). Dalam konteks analisis terhadap kebijakan luar negeri negara Indonesia untuk berpartisipasi dalam operasi pasukan perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), neorealis menekankan pada upaya negara sebagai aktor utama berupaya mencapai kepentingan nasional dalam rangka menjunjung tinggi keamanan nasional dan keberlangsungan hidup negara. Upaya negara ini diimplementasikan dalam bentuk kerjasama dengan negara lain dalam sistem internasional, yang diwakilkan melalui PBB sebagai institusi kerjasama.

4.1.1 Kebijakan Luar Negeri Secara umum, ketika membicarakan kebijakan luar negeri dan proses pembuatan keputusan yang menghasilkan kebijakan luar negeri, maka akan membicarakan tujuan negara di luar wilayah negara untuk mencapai sesuatu. Pencapaian atas sesuatu ini disebut juga dengan kepentingan nasional (national interests). Namunpun demikian, kebijakan luar negeri dalam proses formulasinya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat internal maupun eksternal. Senada dengan pernyataan Howard H.Lentner bahwa kebijakan luar negeri suatu negara

23

berada diantara aspek kehidupan domestik dan internasional dari negara tersebut (Howard H.Lentner, 1973:3). Dalam kajian mengenai kebijakan suatu negara terhadap lingkungan eksternal negara tesebut, perlu ada pembedaan antara istilah kebijakan luar negeri dan politik luar negeri. Menurut Holsti penelitian yang menganalisis tindakan negara terhadap lingkungan eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tersebut, pada dasarnya melakukan suatu kajian kebijakan luar negeri. Sedangkan penelitian yang memandang tindakan demikian sebagai salah satu aspek pola tindakan suatu negara serta reaksi atau tanggapan (respon) terhadap negara/aktor lain, berkaitan erat dengan kajian politik luar negeri yang juga disebut politik internasional (K.J Holsti, 1987 :26) Mengenai politik luar negeri, Rossenau mengemukakan tiga hal pokok. Pertama, dalam arti sekumpulan orientasi. Mengacu pada prinsip umum yang melandasi arah tindakan negara dalam urusan internasional. Kedua, merujuk pada komitmen dan rancangan tindakan yang lebih nyata. Mewujudkan strategi-strategi atau keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Ketiga, tindakan (action). Mengacu pada politik luar negeri sebagai kegiatan-kegiatan konkrit yang sejalan dengan penerjemahan orientasi umum serta pengembangan dan artikulasi dari tujuan maupun komitmen-komitmen spesifik. (Rosenau, 1976 : 16-17) Kebijakan luar negeri dibentuk oleh elemen-elemen yang satu sama lain saling berkesinambungan berkaitan dengan kepentingan atas keamanan teritori

24

(wilayah) negara, kekuatan ekonomi, dan kepentingan politik. Berkaitan dengan penerapan kebijakan luar negeri, tentu saja tidak lepas dari pengaruh negara-negara dan aktor lain dalam sistem internasional. Pemerintah suatu negara pada umumnya berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh mereka sendiri diluar batas-batas wilayah territorial mereka atau di dalam berhubungan dengan negara-negara lainnya di dalam arena interansional, melalui penerapan sebuah kebijakan (Mark R. Amstutz, 1995:146). Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri merupakan bentuk komitmen yang menjadi strategi dasar pencapaian tujuan dalam konteks internal maupun eksternal, serta sekaligus menentukan keterlibatan negara dalam aktivitas diluar negaranya berkaitan dengan isu-isu internasional. Memahami konsep luar negeri selalu memiliki keterkaitan dengan konsekuensi terhadap kondisi internal dan juga sebaliknya, sehingga keduanya memiliki keterikatan dan dalam proses penentuannya memiliki pengaruh satu sama lain.

4.1.2 Kepentingan Nasional (National Interests) Konsep kepentingan nasional diperlukan dan penting untuk menjelaskan bagaimana perilaku negara dalam sistem internasional, dan dalam hal ini kepentingan nasional menjadi key concept untuk perumusan kebijakan luar negeri. (Joseph Frankel, 1970: 450). Bagi kaum neorealis, kepentingan nasional merupakan upaya negara mencapai power untuk dapat mengembangkan dan memelihara kontrol negara terhadap aktor lain dalam sistem internasional. Pencapaian kepentingan nasional 25

dapat dilakukan salah satunya melalui kerjasama, sehingga pencapaian power dan kepentingan nasional menjadi sarana untuk dapat mempertahankan eksistensi dalam perpolitikan internasional. Kepentingan nasional juga menjadi faktor yang menentukan formulasi kebijakan suatu negara berkaitan dengan lingkungan internasionalnya. Konsep kepentingan nasional yang dikemukakan oleh Hans J Morgenthau, dalam pemikirannya secara singkat dapat di rangkum dalam tiga bagian utama, yaitu pertama perlindungan terhadap identitas fisik, yaitu mampu mempertahankan integritas territorialnya, kedua perlindungan terhadap identitas politik, yaitu mempertahankan rejim ekonomi dan politiknya, dan ketiga perlindungan terhadap kulturnya, yaitu mampu mempertahankan linguistik dan sejarahnya. (Mohtar Masoed, 1990:163)

4.1.3 Power Power atau kekuasaan merupakan kapabilitas maupun kapasitas negara dalam memberikan pengaruh, dalam konteks hubungan internasional berarti memberikan pengaruh kepada aktor lain diluar wilayah kedaulatan negara, yang berada dalam sistem internasional. Dalam pemikiran kaum realis, baik tradisional maupun struktural, perilaku negara yang keras merupakan konsekuensi dari endemiknya kekuasaan dalam politik internasional, seperti secara jelas diekspresikan oleh Morgenthau bahwa International politics is... struggle for power (Morgenthau, 1985:31). Power didefinisikan oleh Morgenthau tidak hanya sebagai sasaran melainkan juga sebagai tujuan, misalnya untuk memperbesar power, suatu negara 26

mempergunakan power yang telah dimilikinya untuk dapat mencapainya. Power juga dapat diartikan sempit sebagai force. Karena power tidak terbatas pada kekuatan militer atau secara fisik saja, tetapi ancaman atau tekanan secara psikologis juga dapat dikatakan sebagai suatu power. (Dra.Dewi Utariah, 2006 :3)

4.1.4 Keamanan Nasional (National Security) Istilah keamanan muncul untuk mewakili sebuah kondisi bebas dari ancaman. Berkaitan dengan keamanan yang menyangkut negara, menurut Walter Lipman, sebuah bangsa dikatakan aman apabila mampu mempertahankan keadaan tidak dalam bahaya, akan pengorbanan nilai-nilai yang dianggapnya penting, jika berharap dapat menghindari perang atau jika terpaksa melakukannya harus mampu untuk mempertahankan kemenangannya. (Barry Buzan, 1991:16) Keamanan nasional menjadi suatu nilai yang sangat penting diperjuangkan untuk keberlangsungan kedaulatan sebuah negara. Dalam konsep tradisional, para ilmuwan biasanya menafsirkan keamanan sebagai suasana bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan - sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisik (militer) yang berasal dari luar wilayah kedaulatan. Ancaman yang dimaksud memiliki berbagai sifat, baik berbentuk fisik maupun non-fisik, skala global ataupun lokal, present atau future, militer ataupun non-militer. Berkaitan dengan bahasan keamanan dalam konteks ini adalah keamanan tradisional. Berikut beberapa asumsi mengenai keamanan tradisional: (Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, 2005:126) : 27

1. Fenomena politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang negara dan kepentingannya, kekuasaan, 2. Tidak ada kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan negara, 3. Kepentingan keamanan didefinisikan secara sepihak oleh negara, 4. Kestabilan internasional tergantung pada distribusi kekuatan yang seimbang (balance of power) 5. Negara tidak bisa menggantungkan kepentingan keamanannya pada negara lain bahwa struggle for power itu bersifat permanen, 6. Hubungan antarnegara bersifat zero-sum game, artinya setipa upaa untuk meningkatkan keamanan mempunyai implikasi negatif terhadap negara lain yang mengganggu keseimbangan kekuatan atau yang dikenal sebagai dilema keamanan (security dilemma). y y Unit Analisis: keamanan negara (state security), state actor Pemahaman keamanan dari ancaman militer yaitu mengejar kepentingan-kepentingan

7. Fenomena politik dan hubungan internasional adalah fenomena tentang negara dan kepentingannya, kekuasaan, 8. Tidak ada kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan negara, 9. Kepentingan keamanan didefinisikan secara sepihak oleh negara, yaitu mengejar kepentingan-kepentingan

28

10. Kestabilan internasional tergantung pada distribusi kekuatan yang seimbang (balance of power) 11. Negara tidak bisa menggantungkan kepentingan keamanannya pada negara lain bahwa struggle for power itu bersifat permanen, 12. Hubungan antarnegara bersifat zero-sum game, artinya setipa upaa untuk meningkatkan keamanan mempunyai implikasi negatif terhadap negara lain yang mengganggu keseimbangan kekuatan atau yang dikenal sebagai dilema keamanan (security dilemma). y y Unit Analisis: keamanan negara (state security), state actor Pemahaman keamanan dari ancaman militer

Asumsi tentang keamanan tradisional ini mewakili fokus national interest negara dalam bidang pertahanan keamanan.

4.1.5 Organisasi Internasional Organisasi internasional didefinisikan sebagai sebagai struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan non- pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejat kepentingan bersama para anggotanya (Clive Archer, 1983:35). Awal organisasi internasional terjadi ketika terbentuk kesepakatan pertama antara satuansatuan politik yang otonom untuk menegaskan hak kewajiban bersama demi kerjasama atau perdamaian. Organisasi internasional tidak pernah dibentuk untuk

29

saling memerangi atau saling memusuhi antar anggota. Dalam arti luas, organisasi internasional dapat diartikan sebagai suatu perikatan antar subjek yang melintasi batas-batas negara dimana perikatan tersebut terbentuk berdasarkan suatu perjanjian dan memiliki organ bersama.(LeRoy Bennet, 1997:3). Peran organisasi internasional dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: 1. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya. 2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat maslah dalam negerinya, ataupun masalah dalam negeri negara lain untuk mendapat perhatian internasional. 3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat

keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi. (Clive Archer, 1983:130-147)

Setiap organisasi internasional juga memiliki fungsi. Fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yang berhubungan dengan pemberian bantuan dalam mengatasi masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait. Fungsi organisasi internasional menurut A. Le Roy Bennet adalah:

30

1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan antar negara dimana kerjasama itu menghasilkan keuntungan yang besar bagi seluruh bangsa. 2. Menyediakan banyak saluran-saluran komunikasi antar pemerintahan sehingga ide-ide dapat bersatu ketika masalah muncul ke permukaan. (Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005:97)

5. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 5.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena penelitian kualitatif dianggap paling tepat untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai Apakah kepentingan nasional Indonesia dibalik kebijakan luar negeri berpartisipasi dalam operasi pasukan perdamaian PBB di Lebanon ?. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

31

Penelitian kualitatif diimplementasikan dalam kondisi yang natural dan memiliki sifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, posisi peneliti sebagai key instrument, dimana peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang cukup luas untuk dapat menganalisis, memahami, dan mengkonstruksi objek penelitian yang akan dikaji. Penelitian kualitatif menekankan untuk membuka masalah yang belum jelas, mengetahui makna yang tersirat dan tersembunyi, interaksi sosial, serta mengembangkan teori dan memastikan kebenaran data serta meneliti sejarah perkembangan. Menurut Creswel (Creswel, 1998: 29-36) penelitian kualitatif memiliki 5 jenis penelitian, yaitu: 1. Biografi Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut

memposisikan dirinya sendiri. 2. Fenomenologi Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang 32

dikaji. Menurut Creswel (1998:54), Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden. 3. Grounded theory Walaupun suatu studi pendekatan menekankan arti dari suatu pengalaman untuk sejumlah individu, tujuan pendekatan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu. Situasi di mana individu saling berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon terhadap suatu peristiwa. Inti dari pendekatan grounded theory adalah pengembangan suatu teori yang berhubungan erat kepada konteks peristiwa dipelajari. 4. Etnografi Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. Peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara 33

satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok. 5. Studi kasus Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu. Keluasan cakupan daripada penelitian kualitatif, memerlukan metode yang tepat untuk melakukan sebuah penelitian. Berdasarkan pertimbangan mengenai tujuan dari penelitian ini, maka digunakan metode studi kasus. Metode studi kasus ini terbagi kembali menjadi beberapa jenis yaitu : 1. Exploratory Case Study Pada exploratory case study, bidang penelitian dan pengumpulan data harus sudah ditentukan sebelum disusunnya research question. Tipe pendekatan ini dinilai sebagai pendekatan yang membuka kajian social scientific secara lebih luas. 2. Explanatory Case Study Explanatory case study sangat berguna untuk meneliti tentang kajian yang bersifat sebab akibat. Terutama dalam mengkaji tentang organisasi atau komunitas tertentu, yang dapat menganalisis tentang kasus-kasus yang multivariasi kedalam sebuah perumusan dampak yang beranekaragam. 34

3. Descriptive Case Study Descriptive case study dapat mengeksplorasi segala yang dibutuhkan oleh peneliti dalam menggunakan teori deskriptif, dimana dapat memberikan keseluruhan kerangka pemikiran yang diperlukan oleh peneliti dalam teori tersebut (Berg, 2001: 230). Berdasarkan pemaparan diatas, serta kesesuaian pendekatan metode dengan bahasan mengenai mekanisme institusi tertentu, penulis menggunakan pendekatan explanatory case study untuk melakukan penelitian ini. Literatur berupa dokumen, arsip, buku, jurnal dan naskah tertulis lainnya menjadi sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan data penulis dalam melakukan penelitian. Sumber lainnya berkaitan dengan penelitian ini, didapatkan melalui key informant sumber primer, yaitu pihak dan institusi terkait yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.

5.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data primer yang berasal dari wawancara dengan pihak-pihak yang relevan, diantaranya : 1. Direktorat bidang Multilateral, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK), Staf Ahli Menteri bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia 2. Direktorat Strategi Pertahanan, Direktorat Sarana Pertahanan, Direktorat Kekuatan Pertahanan, Kementrian Pertahanan Republik Indonesia 35

Selain mendapatkan informasi dari sumber data primer, peneliti juga menganalisis data sekunder (secondary data) yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library search) dari jurnal resmi yang relevan serta informasi dari situssitus resmi berkaitan dengan UNIFIL dan partisipasi Indonesia dalam UNIFIL di internet.

6. Lokasi dan Waktu Penelitian 6.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa instansi dan perpustakaan yang dianggap relevan untuk mengumpulkan data-data penelitian, yaitu: 1. Perpustakaan Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang; 2. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang;; 3. Perpustakaan Pusat Universitas Padjadjaran, CISRAL. Jl. Dipatiukur No. 35, Bandung; 4. Pustaka Pandawa. Jl. Raya Bandung-Sumedang No. 149, Jatinangor, Sumedang; 5. Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Jl. Taman Pejambon No.6, Jakarta Pusat;

36

6. Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat no. 13-14, Jakarta, Jakarta Pusat. 7. Kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia, Jl. MH. Thamrin St. No. 14 Gondangdia, Menteng Jakarta Pusat

6.2 Waktu Penelitian Kegiatan pra penelitian (tahap pengenalan, pemahaman dan pendalaman masalah) ini dilakukan sejak Oktober 2009 dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh data informasi dan bimbingan selesai pada bulan Juni 2010. Berikut adalah rincian kegiatan penelitian yang akan berlangsung selama 8 bulan tersebut: Waktu Pelaksanaan 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kegiatan Studi Pendahuluan dan Bimbingan Studi Pustaka dan Bimbingan Seminar Usulan Penelitian Penelitian Lapangan Pengolahan Data dan Bimbingan Penyusunan Laporan dan Perbaikan Sidang Skripsi Tabel 1. Waktu Penelitian 10 11 12 1 2 3 2010 4 5 6 7

37

7. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disusun dalam lima bagian dengan sistematika sebagai berikut:  BAB I: Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode dan teknik pengumpulan data, lokasi dan lamanya jangka waktu penelitian yang dilakukan dan sistematika penulisan.  BAB II: Tinjauan Pustaka. Bab ini berisikan kajian terhadap jurnal resmi yang berkaitan dengan topik penelitian. Tinjauan pustaka merupakan hasil telusuran tentang kepustakaan yang mengupas topik yang sama, dimana dalam penelitian ini neo-realisme akan menjadi teori utama untuk membahas mengenai kebijakan luar negeri Indonesia dalam partisipasi di UNIFIL.  BAB III: Obyek Penelitian. Bab ini memaparkan apa yang menjadi obyek penelitian, Dalam hal ini adalah Indonesia dan United Nations Interim Force for Lebanon, mulai dari latar belakang, sejarah, hingga proses pembentukan kebijakan partisipasi Indonesia dalam UNIFIL tersebut.  BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini memaparkan hasil penelitian dan analisis pembahasan, yaitu keterkaitan antara konsep dan teori dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. Dalam hal ini

38

ditujukan untuk mengetahui dan menganalisa kebijakan luar negeri Indonesia dalam partisipasi di UNIFIL.  BAB V: Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan juga memberikan saran penulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, baik dalam ranah keilmuan maupun praktis.

39

DAFTAR PUSTAKA
Buku : Amstutz, Mark R, 1995, International Conflict and Cooperation : An Introduction to World Politics, Brown & Bechmark, London Archer, Clive. 1983. International Organizations. London: Allen & Unwin Axelrod, Robert R. 1984. The Evolution of Cooperation. New York: Basic Books Baylis, John et al. 2004. The Globalization Of World Politics, Third Edition. Oxford: Oxford University Press Bennet, A.Leroy. 1984. International Organizations. NewJersey : Prentice Hall Bennet, A.Leroy. 1995. International Organizations: Principles And Issues. New Jersey: Prentice Hall Berg, Bruce L. 2001. Qualitative Research Methods For The Social Sciences. California: Allyn and Bacon Burchill, Scott et al. 1996. Theories of International Relations, Third Edition. New York: Palgrave Buzan, Barry. 1991. People, States and Fear: An Agenda for International Security. Studies in the Post-Cold War Era. London: Harvester Wheatsheaf Chrisnandi, Yuddy. 2005. Reformasi TNI : Perspektif Baru Hubungan Sipil-Militer. Jakarta : LP3ES Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing Among Five Traditions. California: Sage Publications Couloumbis, Theodore A. dan James H.Wolf. 1990. Introduction to International Relations: Power and Justice. New Jersey : Prentice Hall Frankel, Joseph. National Interest. London: Pall Mall Press, 1970 Kauppi, Mark.V dan Paul R. Viotti. 1999. International Relations : Realism, Pluralism, Globalism and Beyond. Boston : Allyn and Bacon Lentner, Howard H. 1974. Foreign Policy Analysis : A Comparative and Conceptual Approach. Ohio : Charles E.Metrill Publishing Company

40

Masoed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES Moleong. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya Morgenthau, Hans Joachim. 1985. Politics Among Nations: the Struggle for Power and Peace. New York: Knopf Olayiwola, Abegunrin. 2005. Nigerian Foreign Policy Under Military Rule 19661999. Westport : Praeger Papp, Daniel S. 1997. Contemporary International Relations : Framework for Understanding 5th ed. Needham Heights: Allyn and Bacon Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : Remaja Rosda Karya Plano, Jack C. dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin Prawirasaputra, Sumpena. 1984. Politik luar negeri Republik Indonesia : Suatu Model Pengantar. Bandung : Remadja Karya Rosenau, James N., Gavin Boyd, dan Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An Introduction. New York : The Free Press. Rudy, T.May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung : PT. Refika Aditama Sorensen, Georg dan Robert Jackson. 1999. Introduction to International Relations. NewYork : Oxford University Press

Jurnal : Chrisnandi, Yuddy. 2007. Dilema Politik Anggaran Pemerintahan. Diskusi Publik Propatria Keohane, Robert. 1986. Neorealism and Its Critics. New York : Columbia University, Journal of Peace Research Utariah, Dewi. 2006. Relevansi Realisme Politik H.J Morgenthau Terhadap Politik Internasional Kontemporer.

41

Internet : http://www.deplu.go.id, diakses pada 3 Maret 2010 http:///www.un.org, diakses pada 20 Februari 2010 http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia, diakses pada 18 Februari 2010 http://www.pustaka.unpad.ac.id, diakses pada 7 Maret 2010 http://www.pralangga.org , diakses pada 20 Februari 2010 http://www.unifil.unmissions.org, diakses pada 20 Februari 2010 http://www.indomil.wordpress.com, diakses pada 20 Februari 2010

42

Anda mungkin juga menyukai