Keluarga Sakinah
Pengertian Khitan
Khitan (Bhs. Arab) sering juga disebut Sunat atau Circumcisio (Bhs. Latin) adalah tindakan memotong kulit yang menyelimuti ujung alat kelamin pria atau kulup (bhs. Arab = qulfah atau Bhs. Latin= praeputium glandis).
Sebagian ulama mendasarkan diwajibkannya khitan itu berkaitan dengan upaya penghilangan najis yang terdapat diantara kulit dan kepala penis yang tidak akan mungkin hilang atau bersih tanpa di khitan. Atas dasar ini maka khitan harus dilaksanakan sebelum seorang anak mencapai usia akil baligh, usia dimana seorang anak sudah dituntut untuk melaksanakan sholat. Karena salah satu syarat syahnya sholat adalah harus suci dari hadas dan najis, maka seseorang harus sudah di khitan agar terjaga kesucian badannya. Secara psikologis, sebaiknya sunat dilakukan saat anak sudah berani sehingga trauma psikis lebih minimal. Atau, saat anak masih bayi sekalian. Bisa juga dilakukan diluar ketentuan waktu tersebut di atas terkait dengan masalah kesehatan, antara lain jika terjadi infeksi saluran kencing karena penyebab kulit khatan panjang dengan saluran kencing bagian luar yang sempit. Sisa air kencing yang tidak tuntas akan memudahkan kuman berkembang biak dan terjadi infeksi. Khitan yang dilakukan saat usia sudah dewasa, secara teknis tidak ada kendala.
Metode khitan
Sejalan dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan maka metode sirkumsisi-pun mengalami perkembangan, dimana pada zaman dahulu menggunakan bilah bambu tajam untuk memotongnya sampai metode sekarang yang paling canggih menggunakan laser. Dari sisi teknis, banyak ragam teknik khitan dan pemberian nama tiap teknik didasarkan atas alat yang digunakan atau teknik sayatan yang dilakukan. Teknik paling tua adalah guilotine atau sayatan pancung. Lalu ada teknik dorsumsisi (sayatan melingkar), metode cincin (zhenxi circumcision ring atau ross circumcision ring) yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1942. Selain itu, ada pula teknik double circular incision (sleeve resection /freehand circumcision), sheldon, comco clamp, teknik mogen (meningkat penggunaannya di AS), teknik plestible, smart clamp (metode jepit dengan sejenis plastik disposable), tara clamp (metode jepit dengan sejenis plastik disposable), dan laser CO2 (yang sering dipakai sharplan CO2 medical laser ), dan lain-lain. Penggunaan electro cauter (yang sesungguhnya, bukan electro cauter yang membara) pun hanya boleh digunakan pada tahap homeostasis. Sedangkan teknik yang umum digunakan di Indonesia adalah dengan cara dipotong menggunakan bistouri (pisau bedah) atau juga dikenal dengan cara konvensional, smart clamp, plestibel, tara clamp, dan cauter. Cara konvensional ini masih dianggap baik dibanding electro cauter atau laser. Namun, keputusan untuk memilih metodenya tergantung masing-masing dan bersifat individual. Waktu sembuh rata-rata, kulit bekas khitan sembuh sekitar 10 hari sampai 2 minggu. Mengenai kecepatan waktu penyembuhan pasca khitan tergantung banyak hal. Antara lain, kondisi kesehatan individu, kondisi sterilisasi saat tindakan, dan teknik penjepitan kulit yang dilakukan menjelang pemotongan.
Khitan atau sirkumsisi secara medis banyak memberi manfaat. Khususnya untuk menjaga kebersihan organ penis. Setelah khitan, maka akan menjadi lebih mudah untuk membersihkan kotoran putih (smegma) yang sering berada di leher penis. Tahun 2006 lalu, sebuah penelitian menunjukkan, pria yang dikhitan terbukti jarang tertular infeksi melalui hubungan seksual dibanding yang tidak khitan. Penelitian yang dimuat dalam jurnal Pediatrics terbitan November 2006 itu menunjukkan, khitan ternyata bisa mengurangi resiko tertular dan menyebarkan infeksi sampai sekitar 50 persen dan merekomendasikan sunat bagi bayi yang baru lahir mengingat manfaatnya bagi kesehatan. Dalam konferensi internasional ke-25 tentang AIDS d i Bangkok. Dipaparkan hasil penelitian, khitan bisa mengurangi tingkat HIV (virus penyebab AIDS), sipilis, dan borok pada alat kelamin. National Health Institute (NIH) mengonfirmasi hubungan khitan dengan penurunan risiko penularan AIDS, dengan dua penelitian massal yang diumumkan tahun 2007. Penelitian yang dilakukan di Kenya dan Uganda menunjukkan, khitan terbukti menurunkan risiko penularan virus HIV sekitar 50 persen. Penelitian tersebut melibatkan 2.784 lelaki yang terbukti tidak terkena HIV di Kisumu, Kenya dan 4.996 pria yang juga negatif HIV di Rakai, Uganda. Sebagian dari para lelaki tersebut dikhitan dan sebagian lagi tidak. Setelah dua tahun diamati, Data yang dicatat NIH dan Safety Monitoring Board telah menunjukkan penurunan risiko penularan HIV pada lelaki yang dikhitan di Kenya sebesar 53 persen dan 48 persen di Uganda. Walimah Khitan merupakan acara tradisi yang biasa dilakukan oleh umat Islam di Indonesia (mungkin juga di negeri lainnya). Dalam satu riwayat Utsman bin Abil Ash diundang ke (perhelatan) Khitan, dia enggan untuk datang lalu dia diundang sekali lagi, maka dia berkata, Sesungguhnya kami dahulu pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mendatangi walimah khitan dan tidak diundang. (HR. Imam Ahmad). Berdasarkan atsar dari Utsman bin AbilAsh di atas, walimah khitan adalah acara tradisi saja dan bukan merupakan syariat Islam. Semoga Allah taala memudahkan kaum muslimin untuk menjalankan sunnah yang mulia ini.