Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

LATAR BELAKANG Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup fahamfaham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama. Seperti juga hal tersebut, diktatorisme juga pasti ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kolonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab, bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.

1.2.

RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang tersebut, maka dapat kami kemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah: 1) Bagaimana asal mula pancasila secara formal ? 2) Bagaiamana tinjauan Pancasila dari segi Agama ? 3) Bagaimana hubungan Negara dengan Agama menurut Pancasila ?
1

1.3.

TUJUAN Tujuan yang hendak kami capai dalam penyusunan makalah ini adalah: 1) Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila 2) Untuk memberi pengetahuan tentang hubungan Negara dengan Agama menurut Pancasila

1.4.

MANFAAT Manfaat dari makalah ini adalah: 1) Mahasiswa dapat mengetahui asal mula Pancasila secara formal 2) Mahasiswa dapat mengetahui hubungan pancasila dengan agama 3) Pembaca mengetahui isi dan masalah masalah yang ada, yaitu tentang Pancasila yang dilihat dari segi agama

BAB II METODE PENULISAN 2.1. OBJEK PENULISAN Objek penulisan yang kami gunakan dalam makalah ini adalah mengenai Pancasila dari sudut pandang Agama. Dalam makalah ini dibahas mengenai Sejarah Pancasila, Hubungan Negara dengan Agama menurut Pancasila, dan bagaimana Tinjauan Pancasila dari sudut pandang Agama. 2.2. DASAR PEMILIHAN OBJEK Makalah ini membahas mengenai Tinjauan Pancasila dari sudut pandang Agama. Pancasila di gali dari akar budaya dan kultur nenek moyang bangsa kita sendiri, melalui berbagai pendekatan, termasuk pendekatan politik dan pendekatan agama yang dilakukan oleh para pendiri bangsa kita dengan jalan musyawarah dan mufakat. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui bahwa Pancasila merupakan sesuatu yang paling mendasar bagi negara Indonesia. 2.3. METODE PENGUMPULAN DATA Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu dengan tema wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai Pancasila dan kaitannya dengan Agama.
3

2.4.

METODE ANALISIS Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu

mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah

BAB III LANDASAN TEORI


3.1

TEORI ASAL MULA PANCASILA Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsurunsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya:
1. Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, bukti-

buktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama, pendidikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang mengandung nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan, pondok-pondok, semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha, membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan
5

sebagainya, hubungan luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan; semua meng-indikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan, sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya, tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan. 4. Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya: bangunan Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk musyawarah, Nagari di Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai Desa di Jawa, tulisan tentang Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan sebagainya, perbuatan musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat demokratis Indonesia; 5. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan, dan sebagainya.

3.2.

ASAL MULA PANCASILA SECARA FORMAL BPUPKI terbentuk pada tanggal 29 April 1945. Adanya Badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa). Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Pada sidang pertama M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar negara, sedangkan Soepomo mengenai paham negara integralistik. Tindak lanjut untuk membahas mengenai dasar negara dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan Rancangan mukaddimah (pembukaan) Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Sidang kedua BPUPKI menentukan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitiapanitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1) Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua

Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang 3) Panitia ekonomi dan keuangan dengan ketua Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota. Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil Perancang Hukum Dasar yang dipimpin Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah dapat menyelesaikan tugasnya Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Linkai), yang sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan: menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai mukaddimah. Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan selesailah tugas badan tersebut. Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang pertama PPKI 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan: 1. Piagam Jakarta sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggl 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

2. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs.

Moh. Hatta. 4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan Musyawarah Darurat. Sidang kedua tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah propinsi, termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian. Sidang ketiga tanggal 20, membicarakan agenda badan penolong keluarga korban perang, satu di antaranya adalah pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 22 Agustus 1945 diselenggarakan sidang PPKI keempat. Sidang ini membicarakan pembentukan Komite Nasional Partai Nasional Indonesia. Setelah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak langsung bubar, dan para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Anggota KNIP ditambah dengan pimpinanpimpinan rakyat dari semua golongan atau aliran dari lapisan masyarakat Indonesia. Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok. 1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia. 2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.

3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni: 1. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia (Rumusan I). 2. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II). 3. Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah Pancasila (Rumusan III). 4. Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil kesepakatan yang pertama (Rumusan IV). 5. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V). 6. Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI). 7. Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).

10

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PANCASILA DARI SEGI AGAMA Seperti kita ketahui bersama di antara para penggagas, penggali dan perumus Pancasila adalah tokoh politik yang sangat populer di jamannya yaitu Ir Sukarno. Kita semua sepakat bahwa Bung Karno di samping dikenal piawai berpolitik (politisi negarawan), beliau juga adalah seorang yang religius (pemeluk agama yang taat). Kami pikir siapapun yang pernah membaca biografi Bung Karno akan mengiyakan ini. Tetapi dalam kaitannya dengan persoalan ini, kalau masih kurang percaya dengan kepiawaian Bung Karno dalam hal agama (dalam hal ini Islam), coba kita lihat kepiawaian salah seorang tokoh lain dalam hal agama, beliau adalah Kyai Haji Wachid Hasyim. Apakah ada di antara kita yang meragukan keshalehan Kyai yang satu ini? Kalau ada yang meragukan Pancasila, itu artinya masih meragukan keshalehan Kyai Haji Wachid Hasyim, dan ini berarti merupakan penolakan status Kyai (tokoh santri) yang di sandang H.Wachid Hasyim dan lebih jauh ini berarti ketidak patuhan terhadap aturan agamanya sendiri. Kita semua mengetahui bahwa Islam adalah agama yang humanis dan mengedepankan akal dalam hal ini proses berpikir. Dan Allah mengisyaratkan penekanan berpikir ini dalam Arquran justru pada ayat yang pertama sekali diturunkan. IQRA = bacalah, iqra disini mengandung makna filosofi perintah membaca, belajar, terus berfikir, kemudian mengkaji, menganalisa dst. Dan Rasulullah dalam hadits beliau, menggambarkan bahwa proses belajar itu di mulai dari buaian hingga liang lahat. Maksudnya dalam pengertian yang lebih luas, bahwa Islam mengedepankan kerangka berpikirdalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
11

dalam merumuskan sebuah idiologi negara yang fundamental, serta sanggup mengakomodasi perkembangan zaman, seperti Pancasila ini. Bertolak dari sudut pandang agama semestinya kita semua bangga akan Pancasila, sebab Pancasila merupakan maha karya para pendiri bangsa kita, yang pantas kita banggakan. Pancasila jelas-jelas merupakan jiwa Alquran dalam skala yang lebih kecil. Coba kita lihat ke 5 sila dalam Pancasila, apakah ada yang bertentangan dengan Alquran?. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, meski merupakan perbaikan (pendekatan politik) terhadap protes dari beberapa tokoh non muslim (diantaranya Mr A.A.Maramis). Tetapi tetap saja pendekatan politis ini, menunjukan kapasitas politik Ir Sukarno dan Kyai Haji Wachid Hasyim yang memang sangat piawai. Coba lihat terminologinya ESA = Ahad = Satu, yang berarti menunjukan sesembahan yang Satu, Zat yang satu. Lalu kemudian Alhamdulillah, akhirnya Pancasila bisa diterima dengan baik oleh semua kalangan, termasuk tokoh pentolan DI/TII yang badung, yang akhirnya kemudian tokoh ini menyerah dan mengaku salah kepada teman seperjuangan beliau, dalam hal ini kepada Bung Karno. Tokoh DI/TII ini, adalah Kahar Muzakkar. Singkatnya, sebetulnya akar persoalan (secara menyeluruh) Agama, seperti persoalan Ustadz Abu Bakar Baasyir, bisa di selesaikan dengan bijak dan arif, dengan mengedepankan pendekatan Pancasila khususnya sila ke 2 (Kemanusiaan yang adil dan beradab) dan sila ke 5 (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) dari Pancasila itu sendiri. Dengan begini menjadi tidak ada alasan untuk menolak Pancasila sebagai dasar negara.

12

4.2.

HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu sifat dasar negara, sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu negara memiliki sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah sebagai pendiri negara untuk mencapai tujuan manusia itu sendiri. Namun perlu disadari bahwa manusia sebagai warga hidup bersama, berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Sebagai makhluk pribadi ia dikaruniai kebebasan atas segala sesuatu kehendak

kemanusiaannya. Sehingga hal inilah yang merupakan suatu kebebasan asasi yang merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah Tuhan yang Maha Esa. Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhannya adalah terwujud dalam agama. Negara adalah merupakan produk manusia sehingga merupakan hasil budaya manusia, Sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang sifatnya mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang didasarkan atas keimanan dan ketakwaanya terhadap

Tuhannya,sedangkan dalam negara manusia memilik hak-hak dan kewajiban secara horizontal dalam hubungannya dengan manusia lain. Berdasarkan pangertian kodrat manusia tersebut maka terdapat berbagai macam konsep tentang negara dan agama, dan hal ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing-masing. Oleh karena berikut ini perlu dibahas sebagai bahan
13

komparasi dalam memahami hubungan negara dengan agama dalam Pancasila atau negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa. 1. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila. Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan adil dan Beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan Pembukaan UUD 1945 yaitu Pokok Pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukkan pada kita bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara adalah berdasar atas Ketuhanan yan Maha Esa. Hal ini berarti bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang derasal dari Tuhan. Nilai-nalai yang berasal dari Tuhan yang pada hakikatnya adalah merupakan Hubungan Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala norma, terutana bagi hukum positif di Indonesia. Demikian pula makna yang terkandung dalam Pasal 29 ayat (1) tersebut juga mengandung suatu pengertian bahwa negara Indonesia adalah negara yang bukan hanya mendasarkan pada suatu agama tertentu atau bukan negara agama dan juga bukan negara Theokrasi. Negara Pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin segala kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak.Dalam kaitannya dengan pengertian negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah.

14

Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa. Bilamana dirinci makna hubungan negara dengan agama menurut negara Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa. 2. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing. 3. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan. 4. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama,golongan agama,antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama. 5. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga. 6. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara. 7. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
15

8. Negara pada hakikatnya merupakan berkat rahmat Allah Yang Maha Esa. (Bandingkan dengan Notonagoro, 1975)

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN

16

Setelah penulis berusaha menguraikan masalah dalam setiap babnya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut. Bahwa unsur unsur Pancasila memang telah di miliki dan di jalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Hubungan antara sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhaan Yang Maha Esa dengan Agama adalah Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari itu dasar negara bagi Indonesia sama pentingnya seperti Agama yang dimilki umat manusia. 5.2. SARAN Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam pembuatan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan kekurangan baik dari bentuk maupun isinya - Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang Pancasila darisegi Agama. - Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

17

Soediman Kartohadiprojo 1970, Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung Alumni

http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm http:// www.google.co.id http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm http:// www.teoma.com http:// www.kumpulblogger.com http://firman.vinieta.bolg.unsoed.ac.id Prof.DR.Kaelan,M.S 2010,Pendidikan Pancasila,Paradigma,Yogyakarta

18

Anda mungkin juga menyukai