Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENDIDIKAN PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA”

DOSEN PENGAMPU : Danisya Primasari, M.Si

Disusun oleh :

Fadly Suryo Prayogo (2021-2-06-0006)


Siti Asiyah (2021-2-23-0023)
Azizah Nuzulah (2021-2-14-0014)
Ilma Izzatun Nisa (2021-2-12-0012)
Nabila Dwi Asmiati (2021-1-22-0022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA & IPA


STKIP SINAR CENDEKIA
2020-2021
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh.

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Pendidikan Pancasila tepat
waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepadan Rasulullah SAW yang sya’faatnya kita
nantikan kelak.
Penulisan makalah berjudul “Pancasila dalam Perjuangan Bangsa” dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata Pendidikan Pancasila, Kami berharap makalah
tentang “Pancasila dalam Perjuangan Bangsa” ini dapat menjadi referensi bagi masyarakat dan
teman-teman.
Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi.
Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami mohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Pancasila dalam
Perjuangan Bangsa ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 4
B. Tujuan .............................................................................................................................. 4
C. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Era Pra Kemerdekaan ......................................................................................... 6
B. Sejarah Era Kemerdekaan ................................................................................................. 7
C. Sejarah Era Orde Lama ..................................................................................................... 9
D. Sejarah Era Orde Baru ...................................................................................................... 14
E. Sejarah Era Reformasi ....................................................................................................... 19
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila menjadi dasar negara baru disahkan oleh PPKI pada tanggal 18Agustus
1945. Namun jauh sebelum di sahkan nilai-nilai pancasila sudah ada padakehidupan
masyarakat indonesia sejak zaman dahulu sebelum bangsa indonesiamenjadi sebuah
negara dimana nilai-nilai tersebut berupa nilai-nilai adatistiadat,kebudayaan serta relegius.
Nilai-nilai yang ada kemudian diambil dandirumuskan oleh paa pendiri negara yang untuk
nantinya dijadikan dasar negaraindonesia. Oleh karena itu untuk memahami pancasila
secara utuh dan kaitannyadengan jati diri bangsa indonesia ini diperlukan pemahaman
sejarah bangsaindonesia dalam membentuk suatu negara dan dijadikannya pacaila sebagai
dasarnegara karena semua itu berhubungan dengan sejarah perjuangan bangsaindonesia

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sansekerta yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalahKetuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuanIndonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia,dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan)
Undang-undang Dasar1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila
Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada
tahun1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila

B. Tujuan

1. Menjelaskan Sejarah Era Pra Kemerdekaan..

2. Menjelaskan Sejarah Era Kemerdekaan.

3. Menjelaskan Sejarah Era Orde Lama.

4. Menjelaskan Sejarah Era Orde Baru.

5. Menjelaskan Sejarah Era Reformasi.

4
C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Era Pra Kemerdekaan?

2. Bagaimana Sejarah Era Kemerdekaan?

3. Bagaimana Sejarah Era Orde Lama?

4. Bagaimana Sejarah Era Orde Baru?

5. Bagaimana Sejarah Era Reformasi?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH ERA PRA KEMERDEKAAN

Pada era pra kemerdekaan, telah terjadi beberapa kejadian berharga. Ketika Dr.
Radjiman Wediodiningrat, selaku ketua Badan dan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Chōsakai? pada tanggal 29 Mei 1945, beliau
meminta untuk mengadakan sidang yang membahas tentang pengemukaan dasar (negara)
Indonesia merdeka.

Pada tanggal 29 mei – 1 juni 1945 dilaksanakanlah sidang pertama BPUPKI. Dalam
sidang pertama tersebut telah terjadi pidato secara berurut dari beberapa tokoh untuk
menyampaikan usulan tentang dasar negara. Beberapa tokoh yang menyampaikan
pendapat mereka mengenai dasar negara Indonesia diantaranya :

a. Mr. Muhammad Yamin


1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan, dan
5. Peri Kesejahteraan Rakyat
b. Prof. Dr. Soepomo
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara,
2. Hubungan antara negara dan agama,
3. Republik atau monarchie.
c. lr. Soekarno
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan Sosial, dan
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Berkebudayaan)

Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli - 17 Juli 1945, merupakan
sidang penentuan perumusan dasar negara sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota
BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap
BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia Sembilan yang
disebut dengan piagam Jakarta. Hasil dari “Piagam Jakarta” adalah rumusan dasar negara
yang terdiri dari 5 isi, yaitu :

6
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek2-nya*
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam
permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Namun, setelah sidang pertama dilaksanakan, terjadi perdebatan sengit yang


disebabkan perbedaan pendapat karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI
terdiri dari elit Nasionalis netral agama, elit nasionalis agama Muslim dan elit nasionalis
agama Kristen. Elit nasionalis Muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai dasar
negara, namun dengan kesadaran dan terjadi negosiasi politik elit nasionalis agama netral
dengan elit nasionalis Muslim maka terbentuklah kesepakatan untuk mengganti Piagam
Jakarta pada nomor satu dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” kesepakatan
tersebut dilaksanakan oleh elit nasionalis Muslim maupun elit Nasionalis agama Netral
dengan cara Legowo atau tidak ada salah satu pihak merasa kurang sependapat.

Disamping menerima hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk juga panitia-panitia


Hukum Dasar.

Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, tercantum dalam


ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih lanjut di dalam
pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya
dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya.
Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci
sebagai berikut: Pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala
sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Kedua; Pancasila sebagai dasar
negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945. Ketiga; Pancasila sebagai dasar
negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara
Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma yang
mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah maupun para
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.

B. SEJARAH ERA KEMERDEKAAN

Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh
Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari
kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang
membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun
7
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk
merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan
antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi yang
berlangsung singkat. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta
dan Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di jalan
Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan
muda) mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada


tanggal 17 Agustus 1945. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung
pengertian sebagai berikut:
1. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum
kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.
2. Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas
nasib sendiri dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang
tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis
pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar
pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam
Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu
ialah sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
(Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7
(tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan
Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang
Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial. Kedua, mereka
yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar argumentasinya
adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat
itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara golongan nasionalis netral agama
(Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka,
Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara.
Kajian Kesimpulan Pada Era Kemerdekaan.

A. Kelebihan:
8
1. Rakyat Indonesia sudah mengetahui nilai-nilai luhur Pancasila dan berusaha untuk
menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
2. Setelah merdeka, bangsa Indonesia membnuat berbagai penyesuaian yang cocok
dan padu dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
B. Kekurangan:
1. Belum stabilnya keadaan di Indonesia. Baik itu dari segi politik, sosial, ekonomi.
2. Terjadinya penggantian dasar Negara sebanyak 2 kali. Padahal seharusnya Pancasila
tidak tergantikan.

C. SEJARAH ERA ORDE LAMA

Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia merujuk kepada masa


pemerintahan Soekarno yang berlangsung dari tahun 1945 hingga 1966. Pada masa Orde Lama sistem
pemerintahan yang digunakan adalah sistem presidensial

Pada tahun 1927 Soekarno mendirikan dan menjadi pemimpin sebuah organisasi
politik yang disebut Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan untuk mencapai
kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Namun, aktivitas politik subversif ini menyebabkan
penangkapan dan juga pemenjaraannya oleh rezim Pemerintah Kolonial Belanda yang
represif di tahun 1929. Bagi orang-orang Indonesia pada saat itu, pembuangan Soekarno
itu malah memperkuat saja citranya sebagai pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan.
Setelah pembebasannya, Soekarno berada dalam konflik yang terus berkelanjutan dengan
pemerintahan kolonial selama tahun 1930an, menyebabkan Soekarno berkali-kali
dipenjara.

Waktu Jepang menginvasi Hindia Belanda pada bulan Maret 1942, Soekarno
menganggap kolaborasi dengan Jepang sebagai satu-satunya cara untuk meraih
kemerdekaan secara sukses. Sebuah taktik yang terbukti efektif.

Sampai saat ini, masyarakat Indonesia sangat menghormati dan mengagumi


Soekarno, pencetus dari nasionalisme Indonesia, karena mendedikasikan hidupnya untuk
kemerdekaan Indonesia dan membawa identitas politik baru kepada negara Indonesia.

Kelahiran yang Sulit Bangsa Indonesia

Waktu Soekarno (Presiden pertama Indonesia) bersama Mohammad Hatta (Wakil


Presiden pertama Indonesia), dua nasionalis paling terkemuka di Indonesia,
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bersama dengan
9
publikasi konstitusi yang pendek dan sementara (UUD 1945), tantangan-tantangan mereka
masih jauh dari berakhir. Nyatanya akan membutuhkan empat tahun revolusi lagi untuk
melawan Belanda yang - setelah dibebaskan dari Jerman di Eropa - kembali untuk
mengklaim kembali koloni mereka.

Belanda berkeras untuk tidak melepaskan koloni mereka di Asia Tenggara yang
sangat menguntungkan namun kemudian harus menghadapi kenyataan juga. Di bawah
tekanan internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun
1949 (kecuali untuk wilayah barat pulau Papua). Namun, negosiasi dengan Belanda
menghasilkan 'Republik Indonesia Serikat' yang memiliki konstitusi federal yang dianggap
terlalu banyak dipengaruhi oleh Belanda. Oleh karena itu, konstitusi ini segera diganti
dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang kemudian menjadi
dasar hukum sistem pemerintahan parlementer, yang menjamin kebebasan individu dan
mengharuskan tentara untuk tunduk kepada supremasi sipil. Posisi presiden, secara garis
besar, hanya memiliki fungsi seremonial dalam sistem ini.

Perdebatan antara beberapa pihak yang berpengaruh mengenai dasar ideologis


Indonesia dan hubungan organisasional antara sejumlah badan negara telah dimulai
sebelum proklamasi tahun 1945. Pihak-pihak ini adalah: (1) tentara, (2) kaum Islam, (3)
para komunis, dan (4) para nasionalis.

Pertama, tentara Indonesia, para pahlawan Revolusi, selalu memiliki aspirasi


politik sendiri. Namun, UUDS 1950, tidak menyediakan peran politik bagi para militer ini.
Ini merupakan sebuah kekecewaan untuk mereka dan sumber kecurigaan terhadap pihak-
pihak lain yang mendapatkan kekuatan melalui UUDS 1950.

Para perwakilan dari partai-partai Islam dalam pembicaraan-pembicaraan


konstitusi - meskipun dalam topik-topik lain tidak mewakili kelompok yang homogen -
ingin Indonesia menjadi sebuah negara Islam yang diatur dengan hukum syariah. Namun
kelompok-kelompok lain menganggap bahwa pendirian sebuah negara Islam akan
membahayakan persatuan Indonesia dan bisa memicu pemberontakan dan gerakan-
gerakan separatisme karena terdapat jutaan orang non-Muslim serta banyak Muslim yang
tidak terlalu strik di Indonesia.

10
Hal lain yang menyebabkan kecemasan di pihak perwakilan partai-partai Islam
maupun militer adalah kembalinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah dilarang oleh
pemerintahanan kolonial pada tahun 1927 karena mengorganisir pemberontakan-
pemberontakan di Jawa Barat dan Sumatra Barat, PKI meraih dukungan di Jawa Tengah
dan Jawa Timur dan menjadi salah satu partai paling populer dalam skala nasional maka
merupakan kekuatan politik.

Dan terakhir, ada juga para nasionalis yang menekankan kebutuhan akan jaminan
hak-hak individu versus negara. Para nasionalis berjuang dalam PNI (versi partai politik
dari gerakan PNI yang telah disebutkan sebelumnya, yang didirikan oleh Soekarno pada
tahun 1927 dan yang bertujuan meraih kemerdekaan). PNI meraih banyak dukungan di
Indonesia.

Makanya Soekarno harus mencari sebuah cara untuk menyatukan sudut pandang
yang berbeda-beda ini. Pada bulan Juni 1945, Soekarno menyampaikan pandangannya
mengenai kebangsaan Indonesia dengan memproklamasikan filosofi Pancasila. Pancasila
ini adalah lima prinsip yang akan menjadi dasar Negara Indonesia:

1. Ketuhanan yang Maha Esa.


2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Bangsa Indonesia.

Namun, ada satu masalah berkelanjutan yang menjadi penghalang persatuan


masyarakat Indonesia yang sangat pluralistis melalui Pancasila yaitu adalah tuntutan
pendirian negara Islam oleh partai-partai Islam. Pada awalnya, Panitia Sembilan (komite
yang terdiri dari sembilan tokoh kemerdekaan yang merumuskan dasar negara Indonesia)
setuju untuk menambahkan tambahan pendek pada sila pertama: 'Ketuhanan dengan
kewajiban menjalani syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Namun, sebelum
diumumkan ke publik, tambahan pada dasar negara tahun 1945 versi pertama ini (dikenal
sebagai "Piagam Jakarta") dihapuskan karena kekuatiran bahwa hal ini bisa menimbulkan
kemarahan dari kelompok non-Muslim atau para Muslim yang tidak terlalu religius.
Penghapusannya kemudian menyebabkan ketidakpercayaan yang dalam pada kelompok
nasionalis sekuler oleh komunitas Muslim yang lebih ortodoks.

Demokrasi Parlementer

Demokrasi parlementer di Indonesia pada tahun 1950an ditandai oleh


ketidakstabilan. Alasan utamanya adalah perbedaan sudut pandang mengenai dasar
11
ideologis negara. Situasi ini terlihat dalam pemilihan umum pertama di Indonesia.
Pemilihan umum pertama ini terjadi pada tahun 1955 dan dianggap jujur dan adil (dan akan
membutuhkan waktu lebih dari 40 tahun sebelum Indonesia bisa memiliki contoh lain dari
pemilu yang jujur dan adil). Dua partai Islam yang besar yaitu Masyumi dan Nahdlatul
Ulama, atau NU (Nahdatul Ulama telah memisahkan diri dari Masyumi pada tahun 1952)
mendapatkan masing-masing 20,9% dan 18,4% suara. PNI meraih 20,3% suara, sementara
PKI meraih 16,4%. Ini berarti tidak ada mayoritas satu partai yang bisa menguasai
pemerintahan sehingga kabinet di masa parlementer dibentuk dengan membangun koalisi-
koalisi antara berbagai aliran ideologi. Dari 1950 sampai 1959, tujuh kabinet yang
memerintah berganti-ganti secara cepat, dan setiap kabinet gagal membuat perubahan yang
signifikan untuk negara.

Pemilu Indonesia 1955:

Suara
Partai Politik Ideologi
(%)

Masyumi 20.9 Islam

Partai Nasionalis Indonesia (PNI) 20.3 Nationalis

Nahdlatul Ulama (NU) 18.4 Islam

Partai Komunis Indonesia (PKI) 16.4 Komunis

Sumber: M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c.1200

Selain perselisihan dalam elit politik Jakarta, ada masalah-masalah lain yang
membahayakan persatuan Indonesia pada era tahun 1950an. Gerakan militan Darul Islam,
yang bertujuan mendirikan negara Islam dan menggunakan teknik perang gerilya untuk
mencapai tujuannya, telah memenangkan wilayah-wilayah di Jawa Barat, Sulawesi Selatan
dan Aceh. Gerakan ini telah dimulai selama periode kolonial namun cepat merubah
arahnya melawan pemerintahan di bawah Soekarno hingga penyerahannya pada tahun
1962.

Gerakan subversif lain yang berdampak adalah Piagam Perjuangan Semesta


(Permesta) di Sulawesi Utara dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
di Sumatra Barat. Keduanya dimulai pada akhir tahun 1950an dan menkonfrontasi
pemerintah pusat dengan tuntutan-tuntutan reformasi politik, ekonomi, dan regional.
Gerakan-gerakan ini dipimpin para perwira militer, didukung oleh anggota-anggota
Masyumi dan Central Intelligence Agency (CIA) dari Amerika Serikat (AS) yang
menganggap popularitas PKI sebagai sebuah ancaman besar.

Dengan menggunakan kekuatan militer, pemerintah pusat berhasil menghancurkan


gerakan-gerakan ini pada awal 1960an. Terakhir, para mantan anggota militer bentukan
Pemerintah Kolonial Belanda yang bernama Koninklijk Nederlands-Indische Leger
(KNIL) memproklamasikan Republik Maluku Selatan pada tahun 1950. Sekalipun berhasil
12
dikalahkan oleh kekuatan militer Indonesia pada tahun yang sama, konflik bersenjata
berlanjut hingga tahun 1963.

Demokrasi Terpimpin Soekarno

Soekarno sadar bahwa periode demokrasi liberal telah menghambat perkembangan


Indonesia karena perbedaan-perbedaan ideologis di dalam kabinet. Solusi yang
disampaikan Soekarno adalah "Demokrasi Terpimpin" yang berarti pengembalian kepada
UUD 1945 yang mengatur sistem kepresidenan yang kuat dengan tendensi otoriter. Dengan
cara ini, ia memiliki lebih banyak kekuasaan untuk melaksanakan rencana-rencananya.
Pihak militer, yang tidak senang dengan perannya yang kecil dalam soal-soal politik hingga
saat itu, mendukung perubahan orientasi ini. Pada tahun 1958, Soekarno telah menyatakan
bahwa militer adalah sebuah 'kelompok fungsional' yang berarti mereka juga menjadi aktor
dalam proses politik dan pada periode Demokrasi Terpimpin, perannya tentara dalam
politik akan menjadi lebih besar.

Pada tahun 1959, Soekarno memulai periode Demokrasi Terpimpin. Ia


membubarkan parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru yang setengah dari
anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno. Soekarno juga sadar akan bahayanya bagi
kedudukannya bila militer menjadi terlalu kuat. Karena itu, Soekarno mengandalkan
dukungan dari PKI untuk mengimbangi kekuatan militer. Baik militer maupun PKI
merupakan bagian dari filosofinya yang disebut 'Nasakom', sebuah akronim yang
mencampurkan tiga buah ideologi yang paling penting dalam masyarakat Indonesia pada
tahun 1950an dan awal 1960an yaitu nasionalisme, agama, dan komunisme. Ketiga
komponen ini hanya memiliki sedikit kesamaan, bahkan tiap komponen bermasalah
dengan komponen lainnya. Semuanya tergantung pada kemampuan politik, kharisma dan
status Soekarno untuk tetap menjaga kesatuan ketiga komponen ini.

Karakteristik penting lain dari Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah tendensi anti
Barat dalam kebijakan-kebijakannya. Beliau memperkuat usaha-usaha untuk mengambil
alih bagian Barat pulau Papua dari Belanda. Setelah sejumlah konflik bersenjata, Belanda
menyerahkan wilayah ini ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian
menyerahkannya kepada Indonesia pada tahun selanjutnya.
13
Dari 1962 sampai 1966, Soekarno menggelar politik konfrontasi melawan
Malaysia. Ia menganggap pendirian Federasi Malaysia, termasuk Malaka, Singapura, dan
wilayah Kalimantan yang sebelumnya dikuasai Inggris (Sarawak dan Sabah), sebagai
kelanjutan dari pemerintah kolonial dan melaksanakan kampanye militer yang tidak sukses
untuk ‘menghancurkan’ Malaysia. Bagian dari kebijakan konfrontasi ini adalah keluarnya
Indonesia dari PBB karena PBB mengizinkan Malaysia menjadi negara anggota. Pada
tahun 1965, Soekarno terus memutuskan hubungan dengan dunia kapitalis Barat dengan
mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan International Monetary Fund (IMF) dan Bank
Dunia, yang berarti bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti dialirkan ke Indonesia.
Hal ini memperburuk situasi ekonomi Indonesia yang telah mencapai level ekstrim
berbahaya pada saat itu.

Kudeta Misterius Gerakan 30 September

Masalah antara ketiga komponen Nasakom membesar. Pada 30 September 1965,


menjadi jelas betapa berbahayanya campuran politis yang telah diciptakan Soekarno. Pada
malam itu, enam jenderal dan satu letnan diculik dan dibunuh oleh perwira-perwira aliran
kiri yang menamakan diri Gerakan 30 September. Berdasarkan tuduhan yang ada, para
perwira militer yang terbunuh ini merencanakan kudeta untuk menjatuhkan Soekarno.
Namun, tidak ada bukti bahwa akan ada kudeta militer melawan Soekarno.

Juga tidak ada bukti bahwa PKI berada di belakang serangan untuk mencegah
kudeta militer ini. Namun, Suharto, kepala dari Komando Cadangan Strategis Angkatan
Darat (Kostrad) yang kemudian mengambil alih kekuasaan militer karena menjadi perwira
militer tertinggi setelah pembunuhan atasannya, dengan cepat menyalahkan PKI. Dengan
segera, pengikut komunis dan orang-orang yang diduga mengikuti komunis dibantai
terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali dan Sumatra Utara. Dugaan jumlah korban
bervariasi di antara 400.000 sampai satu juta orang. Diduga bahwa pihak-pihak yang
melakukan pembantaian adalah unit-unit militer, kelompok-kelompok kriminil sipil (yang
mendapatkan senjata dari militer) dan Ansor (organisasi pemuda militan dari NU).
Pembantaian ini berlanjut sepanjang 1965 dan 1966.

D. SEJARAH ERA ORDE BARU

Meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 telah meruntuhkan konfigurasi politik era
demokrasi terpimpin yang bercorak otoritarian. Pengkhianatan tersebut mengakhiri tolak-
tarik di antara tiga kekuatan politik -Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI- dalam dinamika
era demokrasi terpimpin yang ditandai dengan tampilnya militer sebagai pemenang. Tarik-
menarik antara Soekarno, militer, dan PKI pada era demokrasi terpimpin mencapai titik
puncaknya pada bulan September 1965, menyusul kudeta PKI yang gagal, yang kemudian

14
dikenal sebagai G 30 S/PKI. Setelah kudeta yang gagal itu, kekuasaan Soekarno dan PKI
merosot tajam.

Merosotnya kekuatan Soekarno dan PKI secara drastis setelah G 30 S/PKI


disebabkan oleh peran-peran yang dimainkan oleh keduanya sebelumnya. Seperti
diketahui, Soekarno bersikap sangat otoriter, sehingga banyak yang menunggu momentum
untuk melakukan penantangan secara terbuka tanpa risiko masuk penjara. Sementara PKI
sejak tahun 1963 (ketika UU Darurat dicabut oleh Soekarno) tidak lagi memilih jalan damai
dalam berpolitik.

Akhirnya Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966


yang ditujukan kepada Soeharto untuk:

1. Pertama, mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya


keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya
revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan
pimpinan/presiden/panglima tertinggi/pemimpin besar revolusi/mandataris MPRS
demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia, dan melaksanakan
dengan pasti segala ajaran pemimpin besar revolusi.
2. Kedua, mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-panglima
angkatan-angkatan lain dengan sebaik-baiknya.
3. Ketiga, supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas dan
tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Surat perintah tersebut telah menjadi alat legitimasi yang sangat efektif bagi
Angkatan Darat untuk melangkah lebih jauh dalam panggung politik. Sehari setelah surat
perintah itu diterima, Soeharto membubarkan PKI, sesuatu yang sudah lama dituntut oleh
masyarakat melalui demonstrasi-demonstrasi. Presiden Soekarno sendiri praktis
kehilangan kekuasaannya setelah mengeluarkan Supersemar, kendati secara resmi masih
menjabat Presiden dalam status “Presiden Konstitusional”.

Setelah dibersihkan dari unsur PKI dan pendukung Soekarno, DPR-GR dan MPRS
mulai mengadakan sidang-sidangnya sebagai lembaga negara. Pada tahun 1967, MPRS
mencabut mandat Soekarno sebagai Presiden. Soekarno kehilangan jabatannya

15
berdasarkan TAP No. XXXIII/MPRS/1967, yang sekaligus mendudukkan Soeharto
sebagai Pejabat Presiden. Setahun kemudian, melalui TAP No. XLIII/MPRS/1968,
Soeharto diangkat menjadi Presiden definitif.

Rezim baru yang tampil di atas keruntuhan demokrasi terpimpin menamakan diri
sebagai ‘Orde Baru’. Yang muncul sebagai pemeran utama Orde Baru adalah Angkatan
Darat. Ada landasan konstitusional mengenai masuknya militer ke dalam politik, yakni
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan adanya golongan ABRI dalam anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Untuk mendapatkan dominasi di DPR, pemerintah mengusulkan adanya


pengangkatan sebagian anggota DPR oleh pemerintah. Di samping itu, pemerintah
menghendaki pemilu sistem distrik. Partai-partai yang ikut membahas rancangan undang-
undang itu di DPR menolak usul pemerintah, baik yang menyangkut pengangkatan anggota
DPR maupun yang menyangkut sistem pemilihan.

Satu model yang dianggap dapat menjelaskan realitas politik Orde Baru adalah rezim
otoriter birokratis, yang melenceng jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam rezim
seperti ini, keputusan dibuat melalui cara sederhana, tepat, tidak bertele-tele, efisien, dan
tidak memungkinkan adanya proses bergaining yang lama. Munculnya rezim ini
disebabkan adanya semacam delayed-dependent development syndrome di kalangan elite
politik, seperti ketergantungan pada sistem internasional dan kericuhan-kericuhan politik
dalam negeri. Rezim ini didukung oleh kelompok-kelompok yang paling dapat mendukung
proses pembangunan yang efisien, yaitu militer, teknokrat sipil, dan pemilik modal.

Tekad Orde Baru menjamin stabilitas politik dalam rangka pembangunan ekonomi
mempunyai implikasi tersendiri pada kehidupan partai-partai dan peranan lembaga
perwakilan rakyat. Pemerintah Orde Baru bertekad untuk mengoreksi penyimpangan
politik yang terjadi pada era Orde Lama dengan memulihkan tertib politik berdasarkan
Pancasila. Penegasan bahwa stabilitas politik menjadi prasyarat pembangunan ekonomi
secara tidak langsung dapat berimplikasi pada pengurangan pluralisme kehidupan politik
atau pembatasan pada sistem politik yang demokratis.

16
Pada awal kehadirannya, Orde Baru memulai langkah pemerintahannya dengan
langgam libertarian. Orde Baru telah menggeser sistem politik Indonesia dari titik ekstrim
otoriter pada zaman demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi liberal. Akan tetapi,
kenyataannya langgam libertarian tidak berlangsung lama, sebab di samping merupakan
reaksi terhadap sistem otoriter yang hidup sebelumnya, sistem ini hanya ditolerir selama
pemerintah mencari format baru politik Indonesia. Segera setelah format baru terbentuk,
sistem liberal bergeser lagi ke sistem otoriter.

Setelah format baru politik Indonesia dikristalisasikan melalui Undang-Undang


Nomor 15 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969, yang memberi
landasan bagi pemerintah untuk mengangkat 1/3 anggota MPR dan lebih dari 1/5 anggota
DPR, langgam sistem politik mulai bergeser lagi ke arah yang otoritarian. Gagasan
demokrasi liberal dicap sebagai gagasan yang bertentangan dengan demokrasi Pancasila
dan karenanya harus ditolak. Hasil Pemilu 1971 yang memberikan 62,8% kursi DPR
kepada Golkar semakin memberi jalan bagi tampilnya eksekutif yang kuat.

Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru,
pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap Orde Lama yang menyimpang dari
Pancasila, melalui program P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila).

Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan


ideologi negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di Indonesia. Akan tetapi,
implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa tahun kemudian,
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila.
Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah sehingga tertutup bagi
tafsiran lain. Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto
menggunakan Pancasila sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila. Pertama,


melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui pembekalan. Kedua, Presiden
Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk organisasi-organisasi dengan syarat
harus berasaskan Pancasila, atau yang disebut sebagai asas tunggal. Ketiga, Presiden
Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah dengan
17
alasan stabilitas, karena Presiden Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap
pemerintah menyebabkan ketidakstabilan di dalam negeri. Oleh karena itu, untuk menjaga
stabilitas negara, Presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga tidak ada
pihak-pihak yang berani untuk mengkritik pemerintah.

Dalam sistem pemerintahannya, Presiden Soeharto melakukan beberapa


penyelewengan dalam penerapan Pancasila, yaitu dengan diterapkannya demokrasi
sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah. Selain itu, Presiden Soeharto juga
memegang kendali terhadap lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sehingga peraturan
yang dibuat harus sesuai dengan persetujuannya.

Presiden Soeharto juga melemahkan aspek-aspek demokrasi, terutama pers, karena


dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka, Presiden Soeharto membentuk
Departemen Penerangan sebagai lembaga sensor secara besar-besaran agar setiap berita
yang dimuat di media tidak ada menjatuhkan pemerintah. Penyelewengan lainnya yang
sangat buruk dan menyimpang dari nilai-nilai luhur Pancasila adalah bahwa Presiden
Soeharto melanggengkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sehingga pada masa ini
dikenal sebagai rezim terkorup di Indonesia.

Puncaknya adalah saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di tahun 1997 yang
menyebabkan perekonomian Indonesia anjlok sehingga memicu gerakan besar-besaran
untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Selama rezim Orde Baru berkuasa, terdapat beberapa tindakan penguasa yang melenceng
dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:

1. Melanggengkan Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.


2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.
3. Adanya penindasan ideologis sehingga orang-orang yang mempunyai gagasan kreatif dan
kritis menjadi takut bersuara.
4. Adanya penindasan secara fisik, seperti pembunuhan di Timor Timur, Aceh, Irian Jaya,
kasus di Tanjung Priok, kasus pengrusakan pada 27 Juli, dan lain sebagainya.
5. Perlakuan diskriminasi oleh negara terhadap masyarakat non pribumi (keturunan) dan
golongan minoritas.

18
E. SEJARAH ERA REFORMASI

Kata ‘reformasi’ secara etimologis berasal dari kata reform, sedangkan secara harfiah
reformasi mempunyai pengertian suatu kiprah yang memformat ulang, membereskan
ulang,membereskan ulang hal-hal yang menyimpang untukdikembalikan pada format atau
bentuk mulanya sesuai tambah nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga
diartikan perubahan dari paradigma pola tempo ke paradigma pola baru untuk menuju ke
kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir
atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perilaku baik dari
warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam peluasan hukum, Pancasila
harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan
dengan sila-sila pancasila.

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar
negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara
Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang
sama erhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18
Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya
sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan
Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
1.Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis
Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada NationandCharacterBuilding. Hal
ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan
yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima
sangat dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro dan
Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan
pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila
merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila
merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak
lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu
philosophicalconcensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan
persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika.
Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staat
fundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat
dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri,
19
masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas
tunggal.
2.Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung
menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi
menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul
gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial
merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu
dilaksanakan oleh pemerintah. Keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya
gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bersamaan
dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis,
lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh
karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme
melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme,
disampingmenhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kronisme.
3.Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia,
khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh
bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar,
maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam
kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih
kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal
tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara
yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan
Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan
legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde
Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini,
yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih
konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan
perubahanperubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

20
BAB III
PENUTUP

Penyusunan dasar Negara Indonesia “Pancasila” dimulai dari organisasi bentukan Belanda yaitu
BPUPKI yang dilanjutkan dengan organisasi PPKI dan menghasilkan piagam Jakarta yang
disahkan pada 18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945. Pancasila juga merupakan
dasar Negara yang telah disusun dengan mempertimbangkan keberagaman budaya terbukti dengan
terhapusnya 7 (tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemelukpemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila sebagai sumber
kaidah hukum di Indonesia yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Serta pancasila juga merupakan
sumber hukum yang ada di Indonesia.

21
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Sandra dan Andrew Shandy Utama. 2018. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
serta Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi.
Jurnal PPKn & Hukum, Vol.13, No.1 April 2018, Hal 25-29.

Purwanta, Hieronymus. 2012. PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN


BANGSA INDONESIA. Jurnal Candi, 18, 124-137.

22

Anda mungkin juga menyukai