Strategi dalam mata kuliah ini diartikan sebagai rencana yang cermat dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dengan demikian mata kuliah Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia berisi segala sesuatu yang dapat digunakan dalam menyusun rencana pembelajaran bahasa Indonesia secara cermat yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Materi-materi atau pembahasan dalam mata kuliah ini meliputi kajian teoretis dan prinsipprinsip pembelajaran, pengembangan basil kajian yang berupa model pembelajaran atau desain/rancangan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Melalui latihan menyusun rencana/rancangan/desain pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan SMA dengan benar. Kajian teoretis dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembelajaran secara umum diuraikan di dalam modul satu sampai enam, sedangkan modul tujuh sampai dua belas berisi latihan-latihan menyusun strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP dan SMA. Penyusunan strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berpedoman pada kurikulum sekolah (SMP dan SMA) yang berlaku. Di samping itu, mata kuliah ini juga dilengkapi dengan media belajar berupa video. Penyediaan media ini bertujuan memperjelas uraian tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara benar memiliki nilai positif baik bagi siswa maupun bagi guru. Sesuai dengan salah satu fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang tercantum dalam kurikulum dinyatakan bahwa, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran. Salah satu tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa (Depdiknas, 2004). Dengan kemampuan menyusun strategi pembelajaran bahasa Indonesia kami mengharapkan Anda sebagai lulusan program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP-UT akan menjadi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang profesional sehingga mampu mencapai tujuan mata pelajaran seperti yang tertuang di dalam kurikulum tersebut. Semoga harapan ini menjadi kenyataan. Amin. MODUL 1: STRATEGI PEMBELAJARAN Kegiatan Belajar 1:
menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry), seperti eksperimen. Kegiatan Belajar 2:
Zubair Amin and Khoo Horn Eng. (2003). Basic in Medical Education. Singapore: World Scientific.
MODUL 2: PROSEDUR UMUM PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF Kegiatan Belajar 1
Cannon, R. & Newble, D. (2000). A Handbook for Teachers in University and Colleges. A Guide to Improving Teaching Method. London: Kogan Page MODUL 3: KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR Kegiatan Belajar 1:
siswa secara individu (kepada pribadi tertentu), kepada kelompok, dan penguatan tersebut harus diberikan dengan segera. Agar tidak membosankan, penguatan hendaknya bervariasi, sebab penguatan yang serupa bila diberikan secara terus-menerus akan menjadi kurang efektif. Komponen keterampilan memberi penguatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal dapat berwujud kata-kata, seperti bagus, baik, betul, sedangkan penguatan nonverbal dapat berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekat, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa simbol atau benda, dan penguatan tidak penuh. Kegiatan Belajar 2:
Diskusi Kelompok Kecil Guru terlebih dahulu harus membuka pelajaran dengan maksud menciptakan suasana siap mental para siswa untuk menerima pelajaran. Pembukaan pelajaran itu tidak saja dilakukan pada awal pelajaran, tetapi juga dilakukan pada setiap penggal pelajaran. Demikian pula dengan kegiatan menutup pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan guru pada akhir pelajaran, melainkan juga dilakukan pada setiap akhir penggal kegiatan. Kegiatan menutup pelajaran dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran tentang materi yang dipelajari. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi kegiatan menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat kaitan. Komponen-komponen menutup pelajaran meliputi kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi. Diskusi merupakan pembicaraan 2 orang atau lebih untuk saling mengemukakan pendapat. Diskusi kelompok merupakan suatu pembicaraan yang melibatkan kelompok dan merupakan suatu cara langsung untuk saling bertukar pengalaman atau pendapat dalam rangka memecahkan masalah. Kegiatan ini harus dilatihkan kepada para siswa untuk menanamkan sikap demokratis dalam pemecahan masalah. Agar siswa dapat berlatih dengan baik maka guru juga harus terlatih dengan baik. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan ini, agar dapat menjadi contoh bagi siswa. Pemimpin diskusi tidak harus guru sendiri, melainkan secara bertahap harus dialihkan kepada siswa agar mereka belajar menjadi pemimpin. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan diskusi adalah memilih topik atau masalah, menyiapkan berbagai informasi yang dapat menunjang diskusi, dan menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk. Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meliputi pemusatan perhatian, penjelasan masalah, menganalisis pandangan siswa, meningkatkan kontribusi siswa, mendistribusikan partisipasi siswa, dan menutup siswa. Kegiatan Belajar 4:
1. Perilaku yang mengganggu, melalui penguatan atau hukuman. 2. Memodifikasi pengelolaan kelompok. 3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Pembelajaran kelompok kecil, biasanya diikuti oleh 3-5 orang atau maksimal 8 orang. Pembelajaran perorangan (individual) merupakan suatu pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tujuan, materi, prosedur serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu. Dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadi hubungan interpersonal yang akrab antara guru-siswa maupun antarsiswa. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara, kemampuan, dan minat masing-masing. Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan mencakup berikut ini. 1. Keterampilan mengadakan hubungan antarpribadi, yang ditunjukkan dengan: a. kehangatan dan kepekaan, b. mendengarkan dan memberikan respons kepada siswa, c. rasa saling percaya, d. memberi bantuan, dan e. menerima perasaan siswa mengendalikan emosi siswa. 2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan, yang mencakup keterampilan melakukan: a. orientasi, b. variasi kegiatan, c. pengaturan kelompok, d. koordinasi, e. pembagian perhatian, dan f. kegiatan mengakhiri kegiatan. 3. Keterampilan membimbing dan memberikan fasilitas belajar, yang mencakup keterampilan: a. memberikan penguatan, b. mengembangkan supervisi proses awal c. mengembangkan supervisi proses lanjut, dan d. mengadakan supervisi pemaduan 4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang mencakup: a. membantu siswa menetapkan tujuan belajar, b. merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa, c. berperan sebagai penasihat siswa, serta d. membantu menilai siswa. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi. Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS. Turney, C. at.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press. MODUL 4: METODE MENGAJAR Kegiatan Belajar 1:
1. Metode ceramah merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. 2. Metode tanya jawab merupakan metode mengajar di mana guru menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual. 3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah. 4. Metode kerja kelompok, dengan metode ini siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 5. Metode demonstrasi dan eksperimen, dengan demonstrasi guru atau narasumber atau siswa mengadakan suatu percobaan. 6. Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan metode mengajar dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial. 7. Metode pemberian tugas belajar dan resitasi, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa mempelajari kemudian melaporkan hasilnya. 8. Metode karyawisata, merupakan suatu metode mengajar di mana guru mengajak siswa ke suatu objek tertentu dalam kaitannya dengan mata pelajaran di sekolah. 9. Drill atau pemberian latihan merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang dipelajari. Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode mengajar yang mendorong siswa mencari dan memecahkan persoalan Kegiatan Belajar 2:
Dengan membaca rangkuman tersebut, Anda dapat memeriksa kembali sejauh mana
penguasaan Anda terhadap materi tentang metode-metode mengajar kelompok. Apabila ada hal-hal yang belum Anda kuasai, cobalah baca sekali lagi bagian-bagian yang dimaksud. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi. Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS. Turney, C. et.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.
Media Pembelajaran
Antara alat peraga dan media tidak berbeda dari segi substansi (bendanya), namun hanya berbeda dari segi fungsinya. Bahwa alat peraga hanya sekadar alat bantu, sedangkan media merupakan bagian integral dalam PBM, yang di dalamnya ada pembagian tanggung jawab antara guru dengan media. Agar Anda dapat menggunakan berbagai media secara bervariasi maka Anda perlu mengenal jenis-jenis media yang dimaksud. Berbagai jenis media visual yang dapat dipelajari adalah Media visual yang tidak diproyeksikan, terdiri dari gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta, realia, berbagai jenis papan, sketsa. Media visual yang diproyeksikan, antara lain OHP, slide, filmstrip, opaque projector. Kegiatan Belajar 2:
Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D. (1994). Instructional Media. New York: John Wiley and Sons. Kemp, J.E. (1980). Planning & Producing Audiovisual Materials. New York: Harper & Row, Publishers.
Model-model Belajar
Belajar kolaboratif adalah suatu cara belajar antara 2 orang atau lebih dengan tujuan yang sama dan adanya ketergantungan satu sama lain. Dalam belajar kolaboratif pebelajar dapat mengembangkan pengetahuan bersama maupun pengetahuan individu. Belajar kooperatif juga merupakan suatu cara belajar bekerja sama, namun para anggota belum tentu mempunyai tujuan yang sama. Antarpebelajar yang saling bantu hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh temannya. Belajar kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang menyenangkan karena guru menggubah (mengorkestrasi) segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga pebelajar bergairah belajar. Belajar tematik pada hakikatnya merupakan suatu jenis pembelajaran yang memadukan beberapa bidang studi berdasarkan suatu tema sebagai payung (kerangka isi). Dengan demikian, pebelajar diharapkan memahami hubungan antarbidang studi (mata pelajaran) secara terpadu. Kegiatan Belajar 2:
DAFTAR PUSTAKA Boud, D. & Feletti, G.I. (Ed.). (1997). The Callenge of Problem-Based Learning. Boston: Allyn & Bacon. Bouhuiys, A.A.J., Schmidt, H.G., Berkel, H.J.M. (Eds.). (1993). Problem-Based Learning on Educational Strategy. Netherlands: Network Publishers. Elaine, B. (2002). Contextual Teaching & Learning. California: Corwin Press, Inc. Frazee, B.M. & Rudnitski, R.A. (1995). Integrated Teaching Methods. Washington: Delamr Publishers. Hill, S. & Hill, T. (1996). The Collaborative Classroom. Australia: Leanor Curtain Publishing. Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research and Practice. Boston: Allyn & Bacon. Yoice, B. & Marsha, W. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon.
dengan cara-cara tradisional. 6. Pembelajaran whole language bergerak dari keseluruhan menuju bagian-bagian kecil. 7. Bahasa dan kemampuan baca tulis lebih baik dikembangkan melalui penggunaan secara fungsional. Oleh sebab itu, dalam penerapan whole language guru seharusnya melibatkan siswa dalam membaca dan menulis, berbicara dan menyimak dalam kegiatan nyata. 8. Pandangan whole language menegaskan, guru dan siswa harus bersama-sama menjadi pembelajar, pengambil risiko, dan pembuat keputusan melalui tanggung jawab masingmasing di kelas. 9. Dalam kelas whole language, pembelajaran selalu dipercepat melalui interaksi sosial. 10. Dalam kelas whole language, siswa diperlakukan sebagai orang yang memiliki kemampuan yang terus berkembang. 11. Dalam kelas whole language, terdapat beberapa masalah perilaku tertentu bukan hanya karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melainkan juga karena diberikan kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak hanya mengikuti pengendalian guru. 12. Dalam kelas whole language, penilaian dijalin dalam proses pembelajaran. 13. Pandangan whole language mencerminkan dan mendorong konsep kemampuan baca tulis yang berbeda dibandingkan dengan kelas tradisional. Kelas whole language mendorong sikap dan perilaku yang diperlukan untuk kemajuan tekonologi dan masyarakat demokratis. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan SMA. Jakarta: Pusat Kurikulum. Mulyana, D. (2003). Filsafat Ilmu dan Segi-segi Pemikiran Ilmiah. Bandung: Rosdakarya MODUL 8: PEMBELAJARAN MENYIMAK Kegiatan Belajar 1:
5. Identifikasi kalimat topik. 6. Menjawab pertanyaan. 7. Menyelesaikan cerita. 8. Merangkum. 9. Parafrase. Kegiatan Belajar 2:
Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka. Tarigan, Henry Guntur. (1987). Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
konkretisasi. Berkaitan dengan aspek evaluasi dalam pembelajaran berbicara tersebut, ada sejumlah pertanyaan kunci yang pantas diajukan oleh seorang guru. Adapun pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan? 2. Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian kompetensi dasar? 3. Apakah penjenjangan soal penilaian yang digunakan sudah benar? 4. Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik? Selanjutnya, guru harus memahami aspek-aspek penting yang dijadikan dasar penilaian kemampuan berpidato siswa. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) isi pidato, (2) bahasa pidato, dan (3) teknik pidato. Kegiatan Belajar 3:
2. Membaca Cepat. 3. Scramble. 4. Isian Rumpang. Banyak manfaat yang dapat diambil dari mempelajari metode-metode membaca tersebut. Melalui metode SQ3R, siswa akan dapat menentukan apakah materi yang dihadapinya itu sesuai dengan keperluannya atau tidak, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membaca dengan pengaturan kecepatan membaca yang fleksibel, membekali mereka dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Melalui metode membaca cepat, siswa dapat meninjau kembali secara cepat materi yang pernah dibacanya dan dapat memperoleh pengetahuan yang luas tentang apa yang dibacanya. Melalui metode Scramble, siswa dapat dilatih berkreasi menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan bare yang bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya. Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya stres atau tertekan. Metode isian rumpang sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa dalam hal penggunaan isyarat sintaksis, penggunaan isyarat semantik, pengunaan isyarat skematik, peningkatan kosakata, dan peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan bacaan. Kegiatan Belajar 2:
Ada beberapa hal yang harus dinilai dalam kemampuan membaca. Ditinjau dari kemampuan yang menjadi sasaran tes membaca, Harsiati (2003) membatasi cakupan kemampuan yang akan diukur dalam tes membaca, yaitu (1) kemampuan literal (kemampuan memahami isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat), (2) kemampuan inferensia (kemampuan memahami isi teks yang tersirat/menyimpulkan isi yang tidak langsung ada dalam teks), (3) kemampuan reorganisasi (penyarian/penataan kembali ide pokok dan ide penjelas dalam paragraf maupun ide-ide pokok paragraf yang mendukung tema bacaan), (4) kemampuan evaluatif (untuk menilai keakuratan, kemanfaatan, kejelasan isi teks), dan (5) kemampuan apresiasi (kemampuan menghargai teks) Kegiatan Belajar 3:
DAFTAR PUSTAKA Harjasujana, S.A., Mulyati, Y. (1997). Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru. Soedarso. (1989). Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia. Tarigan, H. G. (1979). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
bidang yang tidak transparan. Lingkungan sebagai media pembelajaran menulis bagi para siswa dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran untuk memperkaya bahan dan kegiatan menulis di sekolah. Prosedur belajar untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran menulis ditempuh melalui beberapa cara, antara lain survei, berkemah, karyawisata pendidikan, dan mengundang manusia sumber. 4 macam lingkungan belajar, yakni lingkungan sosial, personal, lingkungan alam, dan lingkungan kultural. Cara menilai kemampuan menulis dilakukan melalui tes menulis langsung dan tes menulis tidak langsung. Sedangkan hal-hal yang harus dinilai dalam kemampuan menulis meliputi indikator mengurutkan, indikator mengembangkan, indikator memvariasikan/mengubah, dan indikator menyunting. DAFTAR PUSTAKA Akhmadi, M. (1990). Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh. Gie, The Liang. (1992). Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty. Parera, J.D. (1983). Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga. Suparno dan Yunus, M. (2003). Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.
berupa audio, video, dan audiovisual. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis adalah bahan pembelajaran harus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembelajar. Desain pembelajaran lisan-tulis adalah silabus yang merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Silabus tersebut merupakan acuan dan harus mencerminkan pengalaman belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Desain pembelajaran berbahasa lisan tulis merupakan pedoman aktivitas guru dan murid dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berfokus pada bahasa lisan menuju bahasa tulis. Kegiatan Belajar 2: