Anda di halaman 1dari 10

KONSEP HIKMAH IMAN KEPADA MALAIKAT

ADITYA ZULIZAR TRIANATA RANDY IMANSYAH FENY PURWANTI

AIK PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011/2012

Konsep Hikmah Iman kepada Malaikat


Pada kesempatan kali ini marilah kita belajar bersama tentang Iman Kepada Malaikat Allah, terutama tentang fungsi dan hikmah iman kepada malaikat. Beriman kepada malaikat adalah rukun iman yang kedua yang wajib diyakini. Iman kepada malaikat berarti meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah SWT telah menciptakan malaikat sebagai pesuruh untuk melaksanakan perintah-Nya. Kata Malaikat berasal dari bahasa Arab yaitu Malaikah yang merupakan kata jamak dari kata Malakum yang artinya risalah, misi atau utusan. Malaikat dan Rasul sama-sama utusan Allah. Menurut istilah, malaikat ialah makhluk Allah yang gaib yang selalu taat dan patuh melaksanakan tugas dan perintah Allah Iman kepada Malaikat berarti percaya dengan sepenuh hati bahwa Malaikat itu betul-betul makhluk Allah SWT yang diciptakan dari nur atau cahaya. Mereka senantiasa tunduk dan patuh kepada perintah-perintah Allah, tidak pernah membangkangnya.

Sementara fungsi iman kepada Malaikat itu bahwa dengan mengetahui, memahami dan menghayati adanya Malaikat sebagai utusan Allah dengan tugasnya masing-masing sebagai penjaga, pemelihara, pelindung dan pengawas segala gerak gerik manusia di dunia, diharapkan pada diri manusia agar timbul kesadarannya untuk beriman,: 1. Manusia lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah yang menciptakan dan menugaskan para Malaikat. 2. Manusia wajib bersyukur kepada Allah atas perhatian dan perlindunganNya dengan menugaskan para Malaikat untuk menjaga, membantu dan mendoakan hamba hamba-Nya. 3. Manusia berusaha untuk dapat berhubungan dengan Malaikat lewat jalan mensucikan jiwa, membersihkan hati dan meningkatkan ibadah kepada Allah sehingga akan beruntung apabila didoakan oleh para malaikat. 4. Manusia berusaha selalu hati-hati dalam menjalani hidup di dunia ini, waspada dan selalu mawas diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Segala perbuatan manusia dipertanggung jawabkan di alam kubur dan akan ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir tentang siapa Tuhannya, apa Agamanya, siapa Nabinya dan siapa Imamnya.

5. Manusia berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemaksiatan serta senantiasa ingat kepada Allah sebab para Malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia. Segala perbuatan manusia dicatat oleh Malaikat Rakib dan Atid.Beriman kepada
malaikat dapat meningkatkan pengetahuan indra manusia kepada pengetahuan yang berada dibelakang benda atau misteri yang disebut dengan pengetahuan metafisika. Namun, terkadang terjadi salah penafsiran yang mengakibatkan mereka terjerumus dalam cerita khurafat, dan tahayul yang pada akhirnya menimbulkan rasa takut yang tidak beralasan. Untuk menghilangkan rasa takut itu, mereka menyediakan bermacam-macam sesajian, seperti melalui upacara menanam kepala kerbau yang diyakini dapat menyelamatkan manusia. Oleh karena itu, dengan mnegimani adanya malaikat dan hal-hal ghaib lainnya yang diterangkan dalam Al-Quran dan hadist Nabi SAW jiwa manusia akan terbebas dari rasa takut yang tidak beralalasan, khurafat, dan tahayul. Hukum Beriman Kepada Malaikat Keberadaan malaikat diperkuat dengan dalil Al-Quran, Sunnah dan ijma, maka iman kepada malaikat hukumnya wajib. Dan barangsiapa yang mengingkari keberadaan mereka, maka ia telah kafir. Iman kepada malaikat menjadikan manusia berhati-hati dalam tindaktanduknya karena mereka yakin ada dan akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Iman kepada malaikat mempunyai pengaruh positif dan manfaat yang besar bagi kehidupan seseorang, antara lain sebagai berikut : 1. Semakin meyakini kebesaran, kekuatan dan kemahakuasaan Allah SWT. 2. Bersyukur kepada-Nya, karena telah menciptakan para malaikat untuk membantu kehidupan dan kepentingan manusia dan jin. 3. Menumbuhkan cinta kepada amal shalih, karena mengetahui ibadah para malaikat. 4. Merasa takut berbuat maksiat karena meyakini berbagai tugas malaikat seperti mencatat perbuatannya, mencabut nyawa, dan menyiksa di neraka. 5. Cinta kepada malaikat karena kedekatan ibadahnya kepada Allah SWT

Kedudukan Manusia,Malaikat dan Makhluk Allah yang Lain


Kedudukan manusia dan malaikat adalah diterangkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah berasal dari turab atau tanah liat sehingga lahiriahnya dapat diamati dengan indra manusia, sedangkan malaikat tercipta dari unsur Nur atau Cahaya yang sifatnya gaib sehingga tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan panca indra manusia. Jin, Iblis dan Syetan termasuk makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah dari api.

Perhatikan Sabda Rasulullah SAW berikut ini :

Malaikat itu diciptakan dari cahaya, Jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua. (HR. Muslim) Diantara makhluk-makhluk Allah, seperti Manusia, Malaikat, Jin, Iblis dan Syetan maka yang paling mulia adalah Manusia.
Sesuai Firman Allah SWT :

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-Isra : 70) Kelebihan manusia dari makhluk lain ialah manusia dikarunia akal dan nafas sehingga dapat menjadi motivasi dan semangat dalam menghambakan diri kepada Allah SWT. Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Tentunya manusia sendiri yang dapat menjaga dan memelihara diri dari yang dapat merendahkan martabatnya. x
Perhatikan Firman Allah SWT :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendahrendahnya (Neraka). (QS. At-Tin : 4-5) Tentu saja kedudukan manusia akan tetap mulia dan baik serta tidak akan ditempatkan pada tempat yang serendah-rendahnya apabila manusia itu beriman dan beramal shaleh. Karena balasan bagi manusia yang beriman dan beramal shaleh adalah Syorga (yaitu) tempat pahala yang tidak putusputusnya. Hal inilah yang menjadikan manusia memiliki kedudukan yang lebih mulia daripada malaikat dan makhluk lainnya.
Sebagai kenyataan Allah SWT mengehendaki kemuliaan manusia sebagai berikut :

1. Manusia dijadikan Khalifah di muka bumi sesuai Firman-Nya : Dan ingatlah ketika Tuhan berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi .... (QS. AlBaqarah : 30)

2. Allah SWT memerintahkan kepada malaikat untuk sujuf (hormat) kepada Adam a.s.
 Firman-Nya :

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat : Sujudlah kamu kepada Adam. Maka sujudlah mereka kecuali iblis, yang enggan dan takabur dna adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. AlBaqarah : 34) 3. Malaikat tidak dapat menjawab pertanyaan tentang nama-nama ilmu pengetahuan, sedangkan Adam dapat menjawabnya karena diberi ilmu dan diajarkan kepadanya. 4. Kepatuhan malaikat kepada Allah karena sudah tabiatnya dan malaikat tidak memiliki hawa nafsu, sedangkan manusia kepatuhannya kepada Allah melalui perjuangan yang berat karena harus melawan hawa nafsu dan godaan syetan yang terkutuk.

Memahami Cara Interaksi yang Benar dengan Makhluk Gaib


Sebagaimana istilah 'gaib' itu sendiri, maka 'wujud asli' dari para makhluk gaib justru hanyalah bisa diketahui ataupun dirasakan melalui alam batiniah ruh tiap manusianya (alam pikirannya). Karena mereka itu memang hanya bisa berinteraksi langsung dengan manusia melalui alam batiniah ruh manusianya (alam pikirannya), dengan cara 'terang-terangan' ataupun cara 'terselubung'. Prinsip kedua cara itu pada dasarnya sama, yaitu para makhluk gaib itu bisa berbicara ataupun berkomunikasi dengan tiap manusia, melalui suara 'bisikan' mereka pada alam batiniah ruh manusianya. Namun pada interaksi secara 'terang-terangan', komunikasinya berlaku 'dua arah' dan suara bisikan dari para makhluk gaib itu 'jelas' (seperti suara manusia pada umumnya). Sedang pada interaksi secara 'terselubung', komunikasinya berlaku 'searah' dan suara bisikan dari para makhluk gaib itu 'tidak jelas' atau 'amat sangat halus'. Baca pula uraian-uraian di bawah, tentang berbagai cara berinteraksi itu. Bahwa dalam Al-Qur'an disebutkan misalnya, "bahwa syaitan terdiri dari golongan jin dan manusia", serta disebutkan pula berbagai "penampakan" para makhluk gaib itu secara lahiriah. Maka hal-hal itu perlu dipahami sebagai 'nilainilai pelajaran' yang bisa diperoleh dari aspek-aspek 'penampakan' lahiriah itu. Serta hal itu hanyalah bersifat 'contoh-perumpamaan simbolik', sebagai suatu pengajaran semata. Lebih jelasnya, tiap manusia yang mengakui pernah

melihat penampakan lahiriah para makhluk gaib, sebenarnya hanyalah sematamata melihat manusia biasa lainnya, yang telah membawa suatu bahan pelajaran tertentu (positif ataupun negatif). Persis seperti segala bahan pelajaran yang diperoleh manusia pada alam batiniah ruhnya dari para makhluk gaib. Pada dasarnya wujud dari para makhluk gaib pastilah tetap 'gaib' (mustahil bisa tampak terlihat dan diraba oleh manusia). Baca pula berbagai uraian di bawah, tentang 'wujud asli' dari para makhluk gaib. Interaksi terang-terangan dengan para makhluk gaib Hanya dengan cara 'terang-terangan' itulah manusia bisa pula 'berbicara' langsung secara 'dua arah' dengan para makhluk gaib itu, karena mereka 'berwujud asli' seperti manusia biasa, dengan berbagai usia (dari suara bayi sampai lansia), bangsa (berbagai bahasa) dan juga berbagai jenis kelamin (suara pria, wanita, dan bahkan banci). Walaupun hal itu hanyalah melalui suara 'bisikan' mereka dari berbagai posisi ufuk (letak horison) dan jarak (dari seolah-olah amat dekat di kuping, sampai amat jauh sekali dan terdengar sayupsayup), seperti halnya saat nabi Muhammad saw kedatangan malaikat Jibril. Sehingga dialog dengan para makhluk gaib melalui interaksi secara 'terangterangan' itu, adalah dialog 'dua arah', dari hati ke hati, dalam arti yang sebenarbenarnya, walaupun memang relatif 'terbatas' pula. Karena mereka pasti mengetahui segala hal yang terlintas dalam pikiran tiap manusia, sesederhana dan sehalus apapun hal itu. Bahkan mereka pasti memahami segala bahasa yang dipakai oleh manusianya, serta pasti mengetahui pula isi mimpi manusianya, saat tidurnya. Tetapi sebaliknya, manusia tidaklah bisa memahami isi pikiran mereka, kecuali dengan menelaah dan mencari hikmah dari segala hal yang mereka bisikan itu. Persis seperti seseorang manusia pada saat menelaah perkataan, sikap dan perbuatan orang-lain, lalu mengambil pelajaran dan hikmah darinya. Lebih umumnya lagi persis seperti pada saat menelaah segala zat ciptaan-Nya yang terdapat di seluruh alam semesta ini, berikut berbagai macam kejadian dan tingkah-polahnya. Sehingga pengawasan dari para malaikat itu ('waskat'), pada dasarnya memang ada wujudnya. Seperti disebut di dalam Al-Qur'an, tentang adanya malaikat Rakid dan 'Atid, yang bertugas mengawasi dan mencatat segala amalperbuatan baik dan buruk manusia. Bahkan mereka bisa mengawasi tiap pikiran manusia, yang amat sangat halus sekalipun. Serta mereka terus-menerus bisa mengawasi kapanpun dan dimanapun manusia yang diikuti berada, tanpa bisa menyembunyikan segala sesuatu halnya. Hal ini tentunya jastru lebih sederhana daripada pengetahuan-Nya, atas segala amal-perbuatan tiap makhluk-Nya. Para makhluk gaib itu seolah-olah berada pada kehidupan yang paralel, yang serupa dengan kehidupan manusia di dunia ini, namun mereka berada di alam batiniah ruh manusia (alam pikiran dan gaib). Mereka bisa bernyanyi, bermain, bercanda-tawa, meledek, berdiskusi, saling menyapa dan memberi salam, dsb. Persis seperti segala aktifitas 'verbal' manusia. Walaupun hampir segala aktifitas mereka itu, justru relatif hanya terkait langsung dengan manusia,

yang mereka kunjungi, ikuti ataupun awasi. Kunjungan mereka antara-lain: bisa hanya terdiri dari beberapa makhluk gaib saja, ataupun banyak jumlahnya; bisa menetap, sering, jarang atau sesekali saja; dsb. Bahkan juga disebut dalam Al-Qur'an, bahwa kalau sedang membaca Al-Qur'an dan shalat, nabi Muhammad saw juga bisa dirubungi atau dikerumuni oleh para makhluk gaib itu Hal sangat penting pula, bahwa tiap manusia pasti mengalami kegoncangan yang sangat dahsyat (ketakutan, susah tidur, amat awas, tegang, berkeringat dingin, dsb), terutama saat pertama-kali kunjungan mereka. Persis gambaran dalam Al-Qur'an terhadap nabi Muhammad saw, ketika beliau pertama-kali 'bertemu' langsung dengan malaikat Jibril (atau ketika 'mengetahui' wujud asli malaikat Jibril). Kegoncangan ini terutama terjadi, karena para malaikat (atau para makhluk gaib), pasti menguji keyakinan batiniah manusianya dan pasti menghakimi pula secara batiniah, atas berbagai dosa yang pernah diperbuatnya. Kegoncangan batiniah ini dengan sendirinya juga akan bisa menimbulkan berbagai kekacauan pada tubuh fisik-lahiriahnya (panas dingin, sakit perut atau bagian tubuh lainnya, kejang-kejang, susah buang air, susah makan, dsb). Hanyalah manusia yang memiliki keyakinan batiniah relatif kuat, yang bisa melewati kegoncangan ini. Hal-hal di atas diketahui dari seorang yang telah berinteraksi langsung dengan para makhluk gaib itu. Namun relatif sangat terbatas jumlah manusia pada tiap jamannya sampai saat ini, yang telah pernah mengalami cara berinteraksi "terang-terangan" tersebut. Sebagaimana halnya yang telah diketahui pula dialami oleh sebagian dari para nabi-Nya (termasuk nabi Muhammad saw). Gambaran tentang interaksi terang-terangan Berbagai gambaran dan contoh lebih lengkap, tentang kejadian di sekitar interaksi 'terang-terangan' antara manusia dan para makhluk gaib itu, serta digabungkan dengan hasil uraian-uraian di atas,seperti: Berbagai gambaran tentang kejadian pada interaksi 'terang-terangan', antara manusia dan para makhluk gaib
Manusia bisa 'berbicara' langsung dengan para makhluk gaib melalui suara 'bisikan' pada alam batiniah ruh manusia itu sendiri (alam pikirannya). Persis serupa dengan proses berpikir manusia tiap saatnya, namun dengan langsung mengucapkan sesuatu hal kepada mereka, secara batiniah. Sebaliknya mereka bisa berbicara, seperti orang yang 'berbisik' ke 'telinga' manusianya (lebih tepatnya ke 'hati'). Dan tentunya mereka tidak memiliki wujud fisik-lahiriah (tidak bisa dilihat melalui mata lahiriah, tetapi melalui mata batiniah atau 'hati'). Mereka 'berwujud asli' seperti manusia biasa pada umumnya, walau hanya berwujud 'suara bisikan' mereka, dengan berbagai hal, seperti: berbagai usia (dari suara bayi sampai lansia); berbagai bangsa (berbagai bahasa); berbagai jenis kelamin (suara pria, wanita, dan bahkan banci); dsb. Kalaupun mereka itu 'seolah-olah' memiliki wujud lahiriah, pada dasarnya hanya berupa gambaran sosok bayangan mereka dalam pikiran, yang justru hanya hasil dari khayalan ataupun imajinasi manusianya sendiri, atas wujud dan isi 'suara bisikan' mereka.

Suara bisikan mereka itu bisa berasal dari berbagai posisi 'ufuk' (letak horison Bumi) dan 'jarak' (seolah-olah dari amat dekat ke 'kuping', sampai amat jauh dan terdengar sayup-sayup). Mereka bisa bernyanyi, bermain, bercanda-tawa, meledek, saling menyapa dan memberi salam, berdiskusi, dsb, yang persis seperti segala aktifitas 'verbal' manusia. Walau hampir segala aktifitas mereka itu justru relatif hanyalah terkait langsung dengan manusia yang dikunjungi atau diawasi. Melalui interaksi terang-terangan, ibarat sederhananya, mereka itu seperti semua manusia lain di sekitar, yang saling berinteraksi dengan seseorang manusia, walau hanyalah melalui suara bisikan (serupa halnya pembicaraan antar orang buta, dan pembicaraan dari balik tembok). Karena manusia justru hanya bisa mendengar segala bentuk suara 'bisikan' dari mereka, melalui indera batiniah ruhnya ('hati' atau 'kalbu'). Lebih jelasnya lagi saat interaksi terang-terangan ini, besar atau 'amplitudo' suara bisikan mereka, jauh lebih jelas dan terang, daripada saat interaksi terselubung (amplitudo suaranya amat sangat halus). Maka 'wujud asli' atau warna suara dari tiap mereka yang sedang berbicara juga relatif jelas (usia, bangsa, jenis kelamin, dsb).

Akhirnya, karena dalam interaksi 'terang-terangan' dengan para makhluk gaib, yang terdiri dari berbagai kelompok umur (dari lansia sampai bayi), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) ataupun bangsa, maka satu-satunya cara 'paling aman' bagi manusia yang menghadapi mereka, adalah dengan memiliki segala kepercayaan atau keyakinan diri yang relatif amat kuat. Dengan semaksimal mungkin bisa menjaga dan membangun tiap akhlak dan perbuatannya, seperti yang diajarkan dalam ajaran-ajaran agama Islam (dengan banyak melakukan segala amal-kebaikan dan banyak menghindari segala amalkeburukan). Hal itu diperlukan agar tiap manusia bisa percaya diri, ataupun relatif amat memuaskan bisa menjawab tiap godaan dan penghakiman secara batiniah dari para makhluk gaib itu. Bahkan jika hal ini berhasil dilakukannya, ia justru bisa membina hubungan yang relatif harmonis dengan para makhluk gaib itu. Hal ini pada dasarnya persis serupa, dengan saat tiap manusia menghadapi seluruh manusia lainnya di sekitarnya. Ia akan mendapat pujian atau penghormatan, jika telah berbuat kebaikan, dan sebaliknya mendapat cercaan atau penistaan, jika telah berbuat keburukan. Namun hal yang relatif jauh lebih rumit terjadi dalam interaksi terang-terangan dengan para makhluk gaib itu, karena merekapun bisa mengetahui segala pengetahuan dan segala hal yang sedang dipikirkan oleh tiap manusia yang mereka ikuti, bukan hanya berupa tiap amal-perbuatan lahiriah yang justru memang mudah tampak oleh manusia lainnya. Dengan sendirinya tiap manusia juga semestinya menjaga tiap pikirannya, agar relatif selalu berpikir tentang hal-hal yang positif. Sangat mudah dimengerti pula, jika nabi Muhammad saw bisa jauh lebih terjaga segala akhlak, budi-pekerti dan kebiasaan terpujinya tiap saatnya sehariharinya, karena telah berinteraksi terang-terangan dengan para makhluk gaib 'hampir tiap saatnya' (khususnya malaikat jibril), dan bukan hanya sesekali ataupun beberapa kali saja. Sehingga juga seolah-olah ada 'waskat' terhadap Nabi (pengawasan malaikat). Tentunya jauh lebih sempurna lagi daripada 'waskat' tersebut, adalah karena Nabi selalu bisa merasakan langsung 'kehadiran Allah', Yang justru pastilah selalu menyaksikan segala pikiran, perkataan dan

perbuatannya tiap saatnya (tiap tarikan napas atau detak jantungnya).

Sedang akhlak itu sendiri, atau sikap batiniah terhadap sesuatu hal (yang terwujud secara lahiriah ataupun tidak), bisa meliputi akhlak kepada: Allah, segala makhluk-Nya (makhluk nyata ataupun gaib) dan bahkan segala benda mati. Maka pada saat seseorang manusia sedang berinteraksi terang-terangan dengan para makhluk gaib itu, akan lebih kentara perlunya akhlak terpuji kepada mereka. Hal ini persis serupa dengan akhlak seseorang manusia kepada manusia lainnya, namun relatif berbeda pada bentuk atau wujud dari akhlak yang justru lebih diperlukan, yaitu: berwujud lahiriah (kepada manusia) dan berwujud batiniah (kepada para makhluk gaib). Tentunya hal yang jauh lebih diperlukan lagi, adalah akhlak yang terpuji kepada Allah, Yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini (akhlak yang berwujud lahiriah dan batiniah). Penting diketahui pula, bahwa segala akhlak, budi-pekerti dan kebiasaan terpuji yang perlu dimiliki oleh tiap umat Islam, sama sekali bukan karena bermanfaat bagi Allah ataupun bagi segala makhluk-Nya lainnya. Namun justru untuk bisa bermanfaat bagi pembangunan kehidupan batiniah ruh umat itu sendiri (kehidupan akhiratnya), yang relatif jauh lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai