Anda di halaman 1dari 23

Epidemiologi Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus

kematian sebagai akibatnya7. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan8. Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 29. Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat. Patofisiologi Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi c AMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.7 Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik dengan anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru ( pernapasan Kussmaul ) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.

Penyebab Diare dan Gejala Diare


Penyebab Diare Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu: 1. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit. 2. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu. 3. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll. 4. Pemanis buatan

Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar. Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan menarik air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare. Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini kemudian dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare. Selain karena rotavirus, diare juga bisa terjadi akibat kurang gizi, alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi dan balita banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya sedikit memiliki enzim laktose yang berfungsi mencerna laktosa yang terkandung susu sapi. Tidak demikian dengan bayi yang menyusu ASI. Bayi tersebut tidak akan mengalami intoleransi laktosa karena di dalam ASI terkandung enzim laktose. Disamping itu, ASI terjamin kebersihannya karena langsung diminum tanpa wadah seperti saat minum susu formula dengan botol dan dot. Diare dapat merupakan efek sampingan banyak obat terutama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus. Gejala Diare Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari,

yang kadang disertai:


y y y y y

Muntah Badan lesu atau lemah Panas Tidak nafsu makan Darah dan lendir dalam kotoran

Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadangkadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak. Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok

8 faktor penyebab diare pada anak


Diare adalah sindrome penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja). Diare adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

Penyakit diare merupakan penyebab no 2 angka kesakitan dan angka kematian pada anak-anak, khususnya dikalangan usia anak dibawah 5 tahun. Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare, diantaranya adalah faktor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. 1. Faktor Pendidikan Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak. 2. Faktor Pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit. 3. Faktor Umur Balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan. 4. Faktor Lingkungan Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manbusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare. 5. Faktor Gizi Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.

6. Faktor Sosial Ekonomi Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan. 7. Faktor Makanan/minuman yang dikonsumsi Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan:
y y y

Bakteri : Etamuba coli, salmonella, sigella. Virus : Enterovirus, rota virus. Parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris) Jamur (Candida albikan).

8. Faktor terhadap Laktosa (Susu kaleng) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diarelebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mangandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae Diare adalah meningkatnya frekuensi bab, konsistensi feses mjd cair, dan perut terasa mules ingin bab. Scr praktis dikatakan diare bila frekuensi bab lebih dari 3 x sehari dg konsistensi cair Diare dpt tergolong dlm keadaan akut atau bila tjd > 2 minggu disebut diare kronik DIARE AKUT Etiologi Virus Protozoa : giardia lamblia, entamoeba histolitica Bakteri : yg memproduksi enterotoksin (S. Aureus, C. Perfingen, e.coli, V. Cholera) Dan yg menimbulkan inflamasi usus ( shigella, salmonela sp, yersinia ) Iskemia intestinal

Inflamatory bowel desease Kolitis radiasi Pendekatan diagnostik Pada umumnya diare akut disebabkan infeksi atau toksin bakteri Adanya riwayat makan makanan tertentu ( terutama makanan siap santap ) dan adanya keadaan yg sama pd orang lain, sangat mungkin mrpk keracunan makanan yg disebabkan toksin bakteri Travellers diarrhea mrpk kejadian diare pd wisatawan Riwayat pemakaian antibiotika yg lama Diare yg tjd tanpa kerusakan mukosa usus ( non inflamatory ) dan disebabkan oleh toksin bakteri ( terutama e.coli ) biasanya mpy gejala feses benar benar cair, tdk ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung, mual dan muntah Bila muntahnya sangat mencolok biasanya sebab oleh virus atau s. Aureus dlm bentuk keracunan makanan Bila diare bercampur darah, lendir, dan disertai demam, biasanya disebabkan oleh kerusakan mukosa usus yg ditimbulkan oleh invasi shigella, salmonela atau amebiasis. Daerah yg terkena adl kolon Pada umumnya sembuh sendiri dlm 5 hari dg pengobatan sederhana yg disertai rehidrasi DIARE KRONIK Etiologi Pada umumnya etiologi diare kronik dpt dikelompokan dlm 4 kategori patogenesis: Diare osmotik : disebabkan osmolalitas intralumen lbh tinggi dari dlm serum. Hal ini tjd pd intoleransi laktosa, obat laksatif, obat antasid Diare sekretorik : tjdnya sekresi intestinal yg berlebihan dan berkurangnya absorbsi menimbulkan diare yg cair dan banyak. Pd umumnya disebabkan tomur endokrin, malabsorbsi garam empedu, laksatif katartik Diare krn gangguan motilitas: hal ini disebabkan transit usus yg cepat atau justru krn tjdnya stasis yg menimbulkan perkembangan bakteri intralumen yg berlebihan. Penyebab yg klasik adl irritable bowel syndrom Diare inflamatorik disebabkan oleh faktor inflamasi spt inflamatory bowel desease Malabsorbsi: pd umumnya disebabkan oleh penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas dan pertumbuhan bakteri yg berlebihan Pendekatan diagnostik Bila dg puasa diare berkurang, biasanya disebabkan diare osmotik Adanya penurunan berat badan yg bermakna hrs diwaspadai suatu tumor kolon Anamnesis yg akurat sgt diperlukan Pemeriksaan feses: mulai dari kemungkinan telur cacing, parasit, leukosit feses, sampai analisis lemak feses 24 jam dan osmolalitas feses Pemeriksaan darah: elektrolit ( kemungkinan hipokalemi, hiponatremi), adanya anemia krn

malabsorbsi ( vit. B12, folat dan besi ), adanya hipoalbuminemia Kolonoskopi dan biopsi Penatalaksanaan Scr umum dibagi atas terapi umum / supportif dan terapi farmakologik Pentalaksanaan umum atau supportif yg dpt dilakukan yaitu: Rehidrasi : pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien Perbaiki keadaan umum dan tanda vital : infus dan lain lain Nutrisi Penyuluhan / edukasi Penatalaksanaan farmakologik yg diberikan yaitu: 1. Antibiotik / antiparasit / anti jamur : Infeksi salmonella : chlorampenicol, kotrimoksazole, quinolon, cephalosporin. Infeksi giardiasis: metronidazole Infeksi campylobacter: kotrimoksazole, makrolide Infeksi cholera: tetracyclin Infeksi entamoeba histolitica : metronidazole 2. Obat anti diare : kaolin, diphenoxylate, codein, loperamide dll.

5 rekomendasi terkini tatalaksana diare (WHO_UNICEF)

Oralit: Mulai bulan Februari 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan larutan rehidrasi oral (oralit) dengan formula baru. Hal ini karena ternyata, oralit lama dikembangkan dari kejadian outbreak diare di Asia

selatan yang terutama disebabkan karena dysentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama Natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak dijumpai belakangan ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah diare karena virus, dimana berkurangnya elektrolit tidak seberat pada dysentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Penelitian menunjukkan bahwa efikasi (kemanjuran) oralit pada anakanak dengan diare akut meningkat dengan mengurangi konsentrasi Natrium dan kadar glukosa. Oralit formula lama untuk tiap kantong (200 ml) terdiri dari : y Natrium klorida 0,7 g y Kalium klorida 0,3 g y Natrium sitrat dihidrat 0,58 g y Glukosa anhidrat 4 g y Osmolaritas 311 mOsm/L
Oralit formula baru untuk tiap kantong (200 ml) terdiri dari : y Natrium klorida 0,52 g y Kalium klorida 0,3 g y Natrium sitrat dihidrat 0,58 g y Glukosa anhidrat 2,7 g y Osmolaritas 245 mOsm/L

Dari sini terlihat bahwa oralit formula baru memiliki kadar natrium glukosa rendah (osmolaritas rendah). Osmolaritas larutan oralit formula baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia. ZINC : Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan suplemen Zinc untuk terapi diare karena diketahui dapat mengurangi keparahan dan lamanya diare. Zinc atau disebut juga dengan Seng merupakan mikronutrien esensial, artinya walaupun dibutuhkan dalam jumlah yang kecil tetapi sangat penting artinya dalam mempertahankan fungsi normal tubuh. Zinc berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi Zinc dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein. Kekurangan zinc

akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi. Peranan penting Zinc dalam tubuh manusia dan berbagai penelitian yang menunjukkan Zinc dapat digunakan sebagai tatalaksana diare. Maka pemberian Zinc telah mendapatkan rekomendasi dari WHO dan Unicef sebagai salah satu dari 5 rekomendasi tatalaksana diare

Garis besar mekanisme kerja Zinc untuk terapi diare adalah sebagai berikut: 1.Mempengaruhi system imun (pertahanan tubuh) spesifik humoral ataupun selular. 2.Mempengaruhi proses penyerapan intestinal dan/atau proses transport sekretorik. 3.Memiliki efek penghambatan antimikroba, seperti Salmonella thypi, Salmonella parathypi A, Shigella flexneri, Shogella sonnei. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, Zinc terbukti: 1.Memperpendek durasi diare. 2.Mengurangi insiden diare. 3.Mengurangi 24% rawat inap di RS akibat diare. 4.Mengurangi angka kematian pasien akibat diare. Pemberian zinc untuk bayi umur kurang dari 6 bulan sebanyak 10 mg (setengah tablet Zinc) sekali sehari selama sepuluh hari berturut-turut. Sedangkan untuk anak lebih dari usia 6 bulan diberikan 20 mg (satu tablet Zinc) sekali sehari selama sepuluh hari berturut-turut. Zinc sebaiknya diberikan sampai 10-14 hari, walaupun diarenya sudah sembuh. Teruskan ASI/PASI/Makanan : Bila anak masih menyusui, ASI harus tetap diberikan. Lebih sering anak diberi ASI lebih baik. Sebab air susu ibu (ASI) sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya. Selain komposisinya yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang bisa

berubah sesuai dengan kebutuhan pada setiap saat, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai penyakit infeksi. Bagaimana garis besar ASI dalam Mencegah Diare dan Penyakit Usus lainnya :
y y y
ASI dapat melindungi terhadap infeksi beberapa bakteri dan virus, terutama infeksi pada saluran cerna. ASI mengandung zat anti-parasit terutama yang ditujukan pada infeksi dengan Giardia lamblia dan E.histolytica. Hal ini belum bisa dibuktikan pada manusia tetapi pada tikus telah terbukti. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa ASI sangat bermanfaat dalam proses penyembuhan penyakit diare akut, diare kronik dan Necrotinng enterocolitic (NEC).

Bila anak sudah memperoleh makanan tambahan, lanjutkan beri makan seperti biasanya.Saat anak diare sebaiknya makanannya dibuat lembek (makanan dapat berupa makanan yang dihaluskan), makanan sebaiknya makanan yang baru dimasak. Bila ibu akan memberikan makanan yang sudah cukup lama dimasak, panaskan makanan tersebut sebelum diberikan ke anak. Beri semangat anak agar dia mau makan sebanyak yang dia mau. Bila perlu, tawarkan makanan setiap 3-4 jam sekali. Pemberian makanan yang sering walau dalam jumlah yang sedikit akan lebih baik. Untuk memulihkan kesehatannya, setelah sembuh dari diare, beri makanan lebih banyak (paling kurang selama dua minggu). Nasihat (KIE) : Memberikan pengarahan/komunikasi kepada ibu akan pentingnya meningkatkan pemberian cairan dan meneruskan pemberian makan selama dan sesudah episode diare, serta tetap memberikan zinc selama 10-14 hari berturut-turut meski diare telah berhenti. Member edukasi kapan harus kembali periksa : y Mengalami diare terus menerus. y Merasa gelisah dan sangat haus. y Mata tampak cekung. y Tidak juga sembuh setelah 3 hari. y Panas badannya di atas 38.5 C y Keadaan sangat lemah, tidak mau makan dan minum secara normal. y Apabila terjadi muntah yang berulang Antibiotik selektif:

Penggunaan antibiotik hanya untuk diare disebabkan karena kolera atau diare dengan darah dan tidak membaik dengan obat anti diare
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada anak-anak. Diperkirakan pada anak setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut, di mana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang sampai berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju. Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas atau balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama bagi masyarakat yang berkunjung ke puskesmas.

Angka kesakitannya adalah sekitar 200 400 kejadian diare dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah lima tahun ( 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh kedalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah 350.000 500.000 anak dibawah lima tahun meninggal setiap tahunnya.

Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5 2 juta penderita penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah sekitar 10% dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil survei rumah tangga di antara 8 penyakit utama, ternyata penyakit diare mempunyai presentase berobat yang sangat tinggi, yaitu 72% dibandingkan untuk rata-rata penderita seluruh penyakit yang memperoleh pengobatan. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia, pada 2001 penyakit diare menempati urutan kedua penyakit mematikan yang berasal dari penyakit infeksi. Jumlah penderita diare di Indonesia pada tahun itu mencapai 4% dan angka kematiannya mencapai 3,8%. Pada bayi, diare menempati urutan tertinggi sebagai penyebab kematian dengan angka mencapai 9,4% dari seluruh kematian bayi. Angka kejadian diare, disebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. Menurut Murad, sekitar 3,3 juta kematian akibat diare terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia. Dan angka ini paling tinggi terjadi pada anak-anak di bawah satu tahun dengan perkiraan 20 kematian per 1.000 anak. Pada anak usia 1-5 tahun, angka kematiannya menurun atau hanya sekitar lima dari 1.000 anak. Di negara berkembang, angka kejadian diare sangat bervariasi sesuai umur penderita. Tapi umumnya angka kejadiannya pada usia dua tahun pertama dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. Namun, puncak angka kejadian adalah pada anak usia antara enam sampai tujuh bulan. Di samping itu diare juga merupakan merupakan penyebab kematian yang penting di negara berkembang. Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. Defenisi Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus. Etiologi Diare Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), malabsorpsi, alergi. Faktor infeksi Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, ini meliputi infeksi bakteri (E. coli, Salmonella, Vibrio cholera), virus (enterovirus, adenovirus, rotavirus), parasit (cacing, protozoa). Infeksi parenteral yaitu infeksi yang berasal dari bagian tubuh yang lain diluar

alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia. Keadaan ini terutama pada bayi berumur dibawah 2 tahun. Faktor malabsorbsi Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein. Faktor alergi makanan Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan. Penularan melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti : y y y
Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.

Patofisiologi Diare Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: a) Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain. Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah. Gejala Klinik Diare Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit berkurang selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering. Penataksanaan Diare Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus

cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak. Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal. Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease). Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik. Pencegahan Diare Upaya pencegahan diare yang sudah terbukti, efektif, yang berupa : y y y y
Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang. Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan kebersihan dari makanan yang kita makan. Penggunaan jamban yang benar. Imunisasi campak.

Faktor Resiko Terjadinya Diare 1. Umur Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan. 2. Jenis Kelamin Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi. 3. Musim Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan. 4. Status Gizi Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi. 5. Lingkungan Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.

6. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.

Penatalaksanaan Diare Persisten pada anak dengan status gizi kurang


Dibuat oleh: Niken Indriastuti,Modifikasi terakhir pada Fri 15 of Jul, 2011 [09:37 UTC] ABSTRAK Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah yang berlangsung selama 14 hari atau lebih. Diare persisten merupakan diare akut yang menetap. Faktor resiko berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten adalah usia bayi kurang dari 4 bulan, tidak mendapat ASI, malnutrisi, diare akut dengan etiologi bakteri invasif, tata laksana diare akut yang tidak tepat seperti pemakaian antibiotik yang tidak sesuai. Seorang anak usia 13 bulan dibawa orang tuanya dengan keluhan BAB cair sejak 1 bulan yang lalu dengan frekuensi hingga 7 kali per hari tidak terdapat darah, BAK normal, pasien rewel dan masih mau minum. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya status gizi kurang pada pasien. Pasien mendapat terapi cairan rehidrasi, antibiotic, antimuntah, probiotik dan antiamuba. Keyword : diare persisten, status gizi kurang KASUS Seorang anak usia 13 bulan dibawa orangtuanya dengan keluhan BAB cair sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi 5-8 kali perhari, terdapat lendir, tidak ada darah pada kotoran. 7 hari sebelum masuk rumah sakit kondisi pasien semakin lemah, pasien masih BAB cair, terdapat ampas dan lendir,tidak terdapat darah, kotoran berwarna kuning kehijauan, bau feses biasa, volume BAB 60 cc, frekuensi 7 kali per hari. Pasien tidak Batuk, pilek dandemam, BAK normal. Dari pemeriksaan tanda vital ditemukan denyut nadi 110 x per menit, frekuensi nafas 30 x per menit, dan suhu badan 36.50C per aksilla. Dari pemeriksaan fisik ditemukan berat badan 7.8 kg dengan tinggi badan 78 cm, mata tidak cekung, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada retraksi dinding dada, turgor kulit normal. Dari pemeriksaan penunjang feses rutin makroskopik didapatkan warna kuning dengan bau khas feses, terdapat lendir, tidak terdapat darah. Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan adanya eritrosit dan entamuba coli. Dari pemeriksaan darah rutin hemoglobin 13.4 g/dL, angka eritrosit 4.64 x 105 / mikroLiter, angka leukosit 6 x 103/ mikroLiter, angka trombosit 181 x 103/mikroLiter. DIAGNOSIS Diare persisten et causa infeksi entamoeba coli pada anak usia 1 tahun dengan status gizi kurang TERAPI Pada pasien ini mendapat 3 macam terapi yaitu terapi cairan, terapi nutrisi dan terapi medikamentosa. Terapi cairan untuk pasien ini adalah Berikan ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian, berikan 1 atau lebih cairan berikut: oralit, air matang, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) lebih sering dan setiap kali anak mencret ( 1/4 1/2 gelas). Pemberian cairan intravena tidak diperlukan karena tidak ada tanda dehidrasi sedang. Terapi nutrisi pada pasien ini adalah berikan ASI sesuai keinginan anak, lebih sering dan lebih lama, siang dan malam, berikan nasi lembik dengan tambahan (telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, minyak. Frekuensi pemberian makanan keluarga 3 kali sehari. Selain itu diberi makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya. Setelah diare berhenti, beri tambahan 1 porsi makanan selama seminggu atau sampai berat badan sebelum sakit tercapai kembali

Untuk terapi medikamentosa diberikan Promuba syrup sendok takar tiap 8 jam selama 10 hari, Parasetamol syrup 1 sendok takar tiap 8 jam jika pasien panas, Domperidone sirup 1 sendok takar tiap 12 jam jika pasien muntah, dan 10 mg zinc puyer tiap 24 jam selama 10 hari, serta dialac sachet tiap 8 jam. DISKUSI Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop. Walker-Smith mendefinisikan sebagai diare yang mulai secara akut tetapi bertahan lebih dari 2 minggu setelah onset akut. Sejumlah studi telah mencoba menemukan patogen utama yang berhubungan dengan diare persisten. Informasi ini berguna untuk meramalkan perjalanan penyakit dan membantu memutuskan apakah perlu pemakaian antibiotic. Empat studi di India, Bangladesh dan Peru menemukan bahwa Rotavirus, Aeromonas, Campylobacter, Shigella dan Giardia Lamblia sama seringnya pada diare akut dan diare persisten. Cryptosporidium lebih sering pada diare persisten dibanding diare akut di Bangladesh. Bukti dari beberapa studi menyatakan bahwa Entero-adherent E Coli terutama dihubungkan dengan diare persisten. Studi Ashraf, dkk di Bangladesh mendapatkan bakteri patogen dari isolasi feses berupa Diaregenic E coli sebesar 66% (ETEC,EAEC dan EPEC) diikuti C jejuni 32% Infeksi parenteral sebagai penyakit penyerta atau sebagai komplikasi seperti campak, otitis media akut, infeksi saluran kencing dan pneumonia dapat menyebabkan gangguan imunitas. Menurunnya imunitas yang disebabkan faktor etiologi seperti pada shingellosis, dan rotavirus yang diikuti enteropathi hilang protein, Kurang Energi Protein (KEP) dan kerusakan mukosa sendiri yang merupakan pertahanan lokal saluran cerna. KEP menyebabkan diare menjadi lebih berat dan lama karena lambatnya perbaikan mukosa usus. Pasien KEP secara histologi memiliki mukosa usus yang tipis, penumpulan mikrovili mukosa dan indek mitosis yang rendah sehingga mengganggu absorpsi makanan. Diare persisten sering berhubungan atau bersamaan dengan intoleransi laktosa dan protein susu sapi, tapi angka kejadian sebenarnya tidak diketahui. Intoleransi laktosa dan protein susu sapi dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Kedua keadaan ini muncul sekunder karena kerusakan mukosa usus akibat infeksi, KEP atau reaksi alergi protein susu sapi atau protein lain. Beberapa penelitian berbasis rumah sakit di India dan Brazil mendapatkan 28 64 % bayi KEP dengan diare persiten mengalami intoleransi laktosa dan 7 35 % dengan intoleransi protein susu sapi. Titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakan mukosa usus yang pada tahap awal disebabkan oleh etiologi diare akut. Berbagai faktor resiko melalui interaksi timbal balik menyebabkan rehabilitasi kerusakan mukosa terhambat dan memperberat kerusakan. Faktor resiko tersebut adalah usia penderita, karena diare persisten ini umumnya terjadi pada tahun pertama kehidupan dimana pada saat itu pertumbuhan dan pertambahan berat badan bayi berlangsung cepat. Berlanjutnya paparan etiologi diare akut seperti infeksi Giardia yang tidak terdeteksi dan infeksi shinggellayang resisten ganda terhadap antibiotik dan infeksi sekunder karena munculnya C. Defficile akibat terapi antibiotika. Infeksi oleh mikro organisme tertentu dapat menimbulkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan kerusakan mukosa usus karena hasil metaboliknya yang bersifak toksik, sehingga terjadi gangguan penyerapan dan bakteri itu sendiri berkompetisi mendapatkan mikronutrien. Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit akan bertambah berat karena berkurangnya masukan selama diare dan bertambahnya kebutuhan serta kehilangan nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya mencakup makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti difisiensi Vitamin A dan Zinc. Faktor resiko lain berupa pemberian jenis makanan baru dan menghentikan pemberian makanan selama diare akut, menghentikan atau tidak memberikan ASI sebelum dan selama diare akut dan pemberian PASI selama diare akut. Pasien dengan diare persisten melakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa mikroskopis dan kultur feses. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pertama. Tiga sampel feses harus dilihat dibawah mikroskop cahaya terhadap parasit oleh yang berpengalaman dan kemudian dilakukan kultur bakteri pathogen. Pemeriksaan antibodi berguna untuk konfirmasi atau mendukung pemeriksaan lain terhadap infeksi tertentu. Serum antibodi spesifik terdapat pada 80 90 % penderita amobiasis infasif, antibodi juga berguna terhadap infeksi yersinia interocolica, namun memerlukan waktu 10 14 hari guna mendapat hasilnya. Kit ELISSA untukstrongiloides dan Schistosoniasis dapat diperoleh secara luas dan digunakan skrening pertama dan terutama bagi pelancong baru kembali dari daerah indemik. Pemberian makan merupakan bagian esensial dalam tatalaksana diare persisten untuk menghindari dampak diare persisten terhadap status gizi dan mempertahankan hidrasi. Hidrasi dipertahankan dengan pemberian tambahan cairan dan cairan rehidrasi oral jika diperlukan. Kadang diperlukan pemberian cairan intravena bila gagal pemberian oral. Diare persisten akan mempengaruhi status gizi karena penurunan masukan makanan, gangguan penyerapan makanan, kehilangan zat gizi dari dalam tubuh melalui kerusakan saluran cerna dan meningkatnya kebutuhan energi oleh karena demam dan untuk perbaikan saluran cerna. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) harus dilanjutkan selama diare berlangsung

KESIMPULAN Diare persisten merupakan diare akut yang berlanjut lebih dari 14 hari. Diare persisten sering mengenai anak dibawah 2 tahun dan kematian sering mengenai pada anak berumur 1 4 tahun yang berhubungan dengan malnutrisi. Patogen penyebab diare persisten sama dengan diare akut. Beberapa faktor resiko dapat menyebabkan diare akut berlanjut menjadi diare persisten. Tatalaksana diare persisten pada prinsipnya sama dengan diare akut yaitu mempertahankan hidrasi dan pemberian makanan guna menghindari dampak malnutrisi akan memperlambat proses penyembuhan Perlu dicari penyebab diare. Selain itu perlu diberikan edukasi terhadap orang tua pasien mengenai cara penanganan diare di rumah yang meliputi pemberian cairan tambahan, pemberian makanan, dan kapan harus periksa ke petugas kesehatan. Selain itu perlu dijelaskan kepada ibu tentang jenis cairan yang dapat diberikan, cara mencampur dan memberikan oralit, dan jumlah oralit yang harus diberikan. Dan yang tidak kalah penting tentang pencegahan diare

Kenapa Cairan Oralit bisa mencegah dehidrasi? (tinjauan secara molekuler)


19:36 | Diposkan oleh Itheng cemani

Dear kawan kali ini, andy akan njelasin tentang berbagai hal yang jarang orang ketahui tentang cairan oralit. What oralit ? oralita adalah larutan untuk merawat diare. larutan ini sering disebut rehidrasi oral. larutan ini mempunyai komposisi campuran natrium klorida, kalium klorida, glukosa anhidrat, dan natrium bikarbonat. Orang menggunakan larutan ini untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Sering digunakan pada orang /anak anak yang terkena diare.

Kenapa Cairan oralit dapat digunakan untuk menanggulangi dehidrasi? Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh akibat terjadinya ketidakseimbangan pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukannya. Ternyata cairan oralit ini bisa memasukkan air kedalam tubuh. Dimana air di masukan dalam tubuh melalui penyerapan/absorbsi usus halus. Bagaimana mekanisme cairan oralit dapat memasukkan air melalui penyerapan/absorbsi usus halus?dan mengapa cairan oralit perbandingan gula dan garam 1 :2?

Pada usus halus di permukaannya ada membrane . Di dalam mebrane tersebut terdapat transporter yang disebut SGLT-1 (sodium Glukose Transporter-1). transporter ini berfungsi untuk memasukkan gula dalam bentuk glukosa melalui proses absorbsi di usus sehingga gula dapat melewati usus dan masuk ikut tertransport aliran darah. Nah pada proses absorbsi inilah ternyata air ikut masuk jadi begini, mekanisme glukosa masuk melewati SGLT-1 ini di bantu oleh ion Natrium yang banyak terkandung di garam. Mekanismenya adalah, ketika dua ion natrium menempel di SGLT-1, maka SGLT-1 akan berubah bentuk sehingga dapat menarik 1 molekul glukosa. Akibatnya, ion natrium dan glukosa tersebut masuk. Ternyata, setelah itu, molekul air (H2O) yang ada didalam usus juga ikut ikutan masuk. G tanggung tanggung masukknya, 264 molekul H2O ikut masuk melewati SGLT1. Sesungguhnya, apabila melihat perbandingan ion Natrium yang masuk dan glukosa yang masuk, maka permbandingan oralit seharusnya adalah garam 2 sendok dan gula satu sendok, namun pada wikepedia perbandingan oralit adalah garam 1 sendok, sedangkan glukosa 2 sendok (terbalik) mengapa?? Hal ini Apabila dilihat dari mata saja, maka memang nampak bahwa garam hanya 1 sendok, sedangkan gula 2 sendok, namun apabila kita memperhatikan berat molekul dari garam yang sangat kecil sedangkan gula besar sekali, maka perbandingan secara molekuler, menjadikan bahwa satu sendok garam tersebut sudah cukup untuk memasukkan 2 sendok glukosa melalui transporter SGLT 1.

Inilah alasan yang melandasi perbandingan gula dan garam dalam cairan oralit adalah 2 sendok gula dan 1 sendok makan

Kenapa gula masuk lewat SGLT 1 tidak langsung di absorbsi melalui difusi saja? karena molekul gula merupakan molekul yang besar dan susah menembus membrane usus. Bagaimana cara melakukan penelitian tersebut sehingga diketahui bahwa yang masuk pada SGLT-1 adalah 2 ion Natrium , 1 molekul glukosa, dan 264 molekul air (H2O)? caranya adalah menggunakan Xenopus laevis oocytes (telur kodok) yang telah di masukki transporter SGLT-1 milik manusia.

Nah dengan berbagai perlakuan tertentu sesuai dengan jurnal, dilakukan perlakuan pemberian ion natrium, molekul glukosa dan molekul air kemudian dilakukan pengamatan, dimana ion natrium, dan molekul glukose serta air dengan cara tertentu dapat diamati perpindahannya masuk melalui transporter tersebut gimana cara memasukkan transporter ke dalam oocytes?

dengan cara memasukkan cRNA dari SGLT-1 (di injeksikan ke dalam Xenopus oocyte) , yang kemudian di inkubasi sehingga akan terjadi ekspresi protein SGLT-1.

Pencegahan Diare
Diare termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease). Meskipun demikian, jangan remehkan diare karena dapat mengancam jiwa. Dua pembunuh terbesar anakanak balita (bawah lima tahun) adalah diare dan radang paru-paru. Penyakit diare dapat ditularkan melalui:
y y y y

Pemakaian botol susu yang tidak bersih Menggunakan sumber air yang tercemar Buang air besar disembarang tempat Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa, dll) atau oleh tangan yang kotor.

Faktor kebersihan ternyata ikut andil dalam menyebabkan anak diare. Mulai dari kebersihan alat makan anak sampai kebersihan setelah buang air kecil/buang air besar. Semua yang dapat mengenai tangan anak atau langsung masuk ke dalam mulut anak harus diawasi. Ada cara yang mudah untuk mencegah terkena diare yaitu mencuci tangan dengan sabun. Kebiasaan sederhana mencuci tangan dengan sabun, jika diterapkan secara luas, akan menyelamatkan lebih dari satu juta orang di seluruh dunia, khususnya balita Tak kalah penting adalah pemberian ASI minimal 6 bulan. Sebab, di dalam ASI terdapat antirotavirus yaitu imunoglobulin. Makanya, anak-anak yang minum ASI eksklusif jarang menderita diare. Selain ASI, imunisasi campak ternyata bisa mencegah diare, tambah dr. Luszy Arijanty, Sp.A. Penyebab utama diare pada orang dewasa adalah bakteri yang mengkontaminasi makan dan minuman, sehingga mencegah diare pada orang dewasa adalah dengan memperhatikan kebersihan makanan dan minuman. Jadi pilihlah makanan yang tetap dalam keadaan baik, saran dr. Ari Fahrial Syam, SP.PD, KGEH, MMB. Suntikan Vaksin Rotavirus Di Indonesia kematian anak mencapai 240.000 orang per tahun. Kematian anak karena diare 50.400 orang. Dari jumlah itu 10.088 anak di antaranya akibat rotavirus. Di Jakarta dan Surabaya sekitar 21-42 persen balita meninggal akibat diare dari rotavirus. Rotavirus ditemukan pertama kali oleh Ruth Bishop (Australia) tahun 1973. Di Indonesia rotavirus ditemukan pada 1976. Rotavirus kemungkinan masuk ke tubuh manusia bukan hanya lewat oral tapi juga melalui saluran pernafasan. Untuk mencegah diare akibat infeksi rotavirus, bisa diberikan vaksin rotavirus per-oral (melalui mulut). Sayangnya di Indonesia, vaksin rotavirus ini belum ada. Namun karena rotavirus generasi awal itu strainnya sama dengan yang di dunia, G1, G2, G3, dan G4, maka vaksin yang

sudah ada di negara lain bisa digunakan. Tahun 2005, strain rotavirus di Indonesia berubah menjadi G9. Jenis ini jarang meski sempat ditemukan di India. Saat ini Amerika, hampir di semua negara Eropa, Cina, India, Bangladesh dan Filipina, sudah menggunakan vaksin rotavirus. Bahkan di Filipina dan Amerika vaksinasi rotavirus termasuk diwajibkan. Sementara itu di Indonesia, vaksinasi rotavirus belum ada. Rotavirus diberikan 2-3 kali pada bayi usia 6-8 minggu. Harganya memang masih mahal Rp 300 ribu-500 ribu satu kali vaksin. Jika digunakan massal, bisa lebih murah sebagaimana hepatitis B. Saat ini vaksin rotavirus buatan Merck dan GSK sudah masuk proses izin di BPOM. Apabila disetujui Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), selanjutnya menyiapkan delapan rumah sakit (enam rumah sakit pendidikan, RSUD Kodya Yogyakarta dan RSUD Purworejo) untuk post marketing surveillens vaksin rotavirus. Vaksin diharap bisa mengurangi diare akibat rotavirus
9 at 6:18 pm 8 komentar

Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak segera diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa di Indonesia diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) setelah radang paru atau pneumonia. Banyak faktor risiko yang diduga menjadi penyebab terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak disedot penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini. Gejala Selain menimbulkan rasa tidak nyaman, rasa malu karena sering ke toilet dan terganggunya aktivitas sehari-hari; diare yang berat juga dapat menyebabkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan kehilangan elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium dan klorida. Jika sejumlah besar cairan dan elektrolit hilang, tekanan darah akan turun dan dapat menyebabkan pingsan, denyut jantung tidak normal (aritmia) dan kelainan serius lainnya. Resiko ini terjadi terutama pada anak-anak, orang tua, orang dengan kondisi lemah dan penderita diare yang berat. Hilangnya bikarbonat bisa menyebabkan asidosis, suatu gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah. Diagnosa Pertama-tama, dipastikan dulu apakah diarenya timbul tiba-tiba dan untuk sementara waktu atau menetap. Dilihat juga apakah:

y y y

Penyebabnya adalah perubahan makanan Terdapat gejala lain seperti demam, nyeri dan ruam kulit Ada orang lain yang juga memiliki gejala yang sama.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan contoh tinja. Pemeriksaan tinja meliputi bentuknya (cair atau padat), baunya, ditemukannya lemak, darah atau zat-zat yang tidak dapat dicerna, dan jumlahnya dalam 24 jam. Bila diare menetap, dilakukan pemeriksaan mikroskopik tinja untuk:

y y y

Mencari sel-sel, lendir, lemak dan bahan lainnya Menemukan darah dan bahan tertentu yang menyebabkan diare osmotik Mencari organisme infeksius, termasuk bakteri tertentu, amuba dan Giardia.

Bila secara sembunyi-sembunyi mengkonsumsi pencahar, maka pencahar yang diminum bisa ditemukan dalam contoh tinja. Untuk memeriksa lapisan rektum dan anus dapat dilakukan sigmoidoiskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan biopsi (pengambilan contoh lapisan rektum untuk pemeriksaan mikroskop). Pencegahan Diare Diare dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Adapun cara pencegehan diare dapat dilakukan dengan cara: 1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu: 1) sebelum makan, 2) setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5) sebelum menyiapkan makanan; 2. 3. 4. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi; Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain); Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik.

Pengobatan Diare Diare merupakan suatu gejala dan pengobatannya tergantung pada penyebabnya. Kebanyakan penderita diare hanya perlu menghilangkan penyebabnya, misalnya permen karet diet atau obat-obatan tertentu, untuk menghentikan diare.Kadang-kadang diare menahun akan sembuh jika orang berhenti minum kopi atau minuman cola yang mengandung cafein. Untuk membantu meringankan diare, diberikan obat seperti difenoksilat, codein, paregorik (opium tinctur) atau loperamide. Kadang-kadang, bulking agents yang digunakan pada konstipasi menahun (psillium atau metilselulosa) bisa membantu meringankan diare Untuk membantu mengeraskan tinja bisa diberikan kaolin, pektin dan attapulgit aktif. Bila diarenya berat sampai menyebabkan dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan cairan pengganti dan garam melalui infus. Selama tidak muntah dan tidak mual, bisa diberikan larutan yang mengandung air, gula dan garam. Jika seseorang atau balita telah terserang diare, langkah awal yang dapat dilakukan adalah: 1. Berikan minum dan makan secara normal untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang;

2. 3.

Untuk bayi dan balita, teruskan minum ASI (Air Susu Ibu); Berikan garam Oralit.

Segeralah priksakan penderita ke dokter apabila diare berkelanjutan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan

Anda mungkin juga menyukai