Anda di halaman 1dari 11

I.Tujuan Percobaan 1.Untuk mengetahui karakteristik hewan-hewan yang lazim dipergunakan dalam percobaan. 2.

Untuk mengetahui berbagai teknik pemberian obat. 3.Mengetahui faktor-faktor yang dapat mepengaruhi hasil percobaan

II.

Pendahuluan

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan keselamatan manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan Dunia ke 16 di Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964. Deklarasi tersebut merupakan rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentang segi etik penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyek penelitian. Disebutkan, perlunya dilakukan percobaan pada hewan sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia.4 Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.5 Pemberian obat pada hewan percobaan bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dapat dilihat pada table berikut.

No. 1.

Istilah Per oral (per os)

Letak masuk dan jalan absorpsi obat Melalui mulut masuk saluram intestinal (lambung), penyerapan obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus memberi efek sistemik Dimasukkan di bawah lidah, penyerapan obat mellaui membran mukosa, memberi efek sistemik atau melalui selain jalan lambung dengan merobek beberap jaringan Masuk pembuluh darah balik (vena), memberi efek sistemik Menembus jantung, memberi efek sistemik Menembus kulit, memberi efek sistemik Di bawah kulit, memberi efek sistemik Menembus otot daging, memberi efek sistemik Diteteskan pada lubang hidung, memberi efek lokal Diteteskan pada lubang telinga, memberi efek lokal Letak masuk dan jalan absorpsi obat

2. 3

Sublingual Parenteral injeksi a. intravena b. intrakardial c. intrakutan d. subkutan e. intramuskular

4 5 No.

Intranasal Aural Istilah

No. 6 7 8 9

Istilah Intrarespiratoral Rektal Vaginal Uretral

Letak masuk dan jalan absorpsi obat Inhalasi berupa gas masuk paru-paru, memberi efek lokal Dimasukkan ke dalam dubur, memberi efek lokal + sistemik Dimasukkan ke dalam lubang kemaluan wanita, memberi efek lokal Dimasukkan ke dalam saluran kencing, memberi efek lokal

Untuk mencapai efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada setiap spesies hewan percobaan, diperlukan data mengenai penggunaan dosis secara kuantitatif. Hal ini sangat diperlukan bila obat tersebut akan diaplikasikan pada manusia dan pendekatan terbaik adalah menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh.

Tabel 2. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan Untuk Konversi Dosis.1

20g mencit 20g mencit 200g tikus 400g marmot 1,5kg Kelinci 2kg Kucing 4kg Kera 12kg anjing 70kg manusia 1,0 0,14 0,08 0,04 0,03 0,016 0,008 0,0026

200g tikus 7,0 1,0 0,57 0,25 0,23 0,11 0,06 0,018

400g 1,5kg 2kg 4kg marmot Kelinci Kucing Kera 12,29 1,74 1,0 0,44 0,41 0,19 0,10 0,031 27,8 3,3 2,25 1,0 0,92 0,42 0,22 0,07 23,7 4,2 2,4 1,08 1,0 0,45 0,24 0,13 64,1 9,2 5,2 2,4 2,2 1,0 0,52 0,16

12kg anjing 124,2 17,8 10,2 4,5 4,1 1,9 1,0 0,32

70kg manusia 387,9 56,0 31,5 14,2 13,0 6,3 3,1 1,0

Cara mempergunakan tabel :

Bila diinginkan dosis absolute pada manusia dengan BB 70 kg dari data dosis pada anjing 10 mg/kg (untuk anjing dengan bobot 12 kg), maka lebih dahulu dihitung dosis absolute pada anjing, yaitu (10 12) mg = 120 mg. Dengan mengambil factor konversi 3,1 dari table diperoleh dosis untuk manusia = (120 3,1) mg = 372 mg. Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 382 mg / 70 kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 120 mg/ 12 kg BB, dari obat yang sama.

I.

Alat dan Bahan

Tabel 3. Alat, bahan, dan hewan yang digunakan.

No Alat 1 jarum suntik 2 sonde oral 3 kandang hewan 4

Bahan makanan hewan air matang

Hewan mencit tikus kelinci marmot

II.

Prosedur Percobaan

1. Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji a. Mencit Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misal ram kawat pada penutup kandang), sehingga ketika ditarik, mencit akan mencengkram. Kulit tengkuk dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan. Posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri. b. Tikus Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi bagian ekor yang dipegang pada bagian pangkal ekor dan pegangannya pada bagian tengkuk bukan dengan memegang kulitnya. Cara memegang tikus sebagai berikut: Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari belakang kemudian diletakkan di atas permukaan kasar.

Tangan kiri perlahan-lahan diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala.

Ibu jari dan telunjuk diselipkan ke depan dan kaki kanan depan dijepit di antara kedua jari tersebut. c. Kelinci Kelinci harus diperlakukan dengan halus, tetapi sigap, karena kadang-kadang memberontak. Kelinci diperlakukan dengan cara memegang kulit lehrtnya dengan tangan kiri, kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke dekat tubuh. d. Marmot Marmot diangkat dengan cara memegang bagian punggung atas dengan tangan kiri dan memegang bagian punggung bawah dengan tangan kanan.

2. Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan a.Mencit Oral: Cairan obat diberikan dengan mengginakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan. Sub kutan: Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml. Intra vena: Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat ke dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik no. 24. Intramuskular: Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24. Intra peritonial: Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai kandung kemih. Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tingga untuk menghindari terjadinya penyuntikan pada hati. b. Tikus

Pemberian secara oral, intra muskular dan intra peritonial dilakukan dengan cara yang sama seperti pada mencit. Pemberian secara sub kutan dilakukan di bawah kulit tengkuk atau kulit abdomen.

Pemberian secara intra vena lebih mudah dilakukan pada vena penis dibandingkan dengan vena ekor. c. Kelinci Oral: Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci dilakukan dengan menggunakan alat penahan rahang dan pipa lambung. Sub kutan: Pemberian obat secara sub kutan dilakukan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk dengan cara kulit diangkat dan jarum (no. 15) ditusukkan dengan arah anterior. Intra vena: Penyuntikan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga. Sebelum penyuntikan, telinga dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol atau air hangat. Intra muskular: Pemberian intramuskular dapat dilakukan pada otot kaki belakang. Intra peritoneal: Posisi diatur sedemikian rupa sehingga letak kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah di muka kandung kencing. d. Marmot Oral: Pemberian obat secara oral dilakukan dengan menggunakan sonde oral. Intradermal: Bulu marmot pada daerah yang akan disuntik dicukur terlebih dahulu. Obat disuntikkan ke dalam kulit secara perlahan-lahan. Subkutan: Bagian kulit diangkat dengan cara dicubit, dan jarum suntik ditusukkan ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot di bawahnya. Intraperitoneal:

Punggung marmot dipegang sehingga perutnya agak menjolok ke muka. Jarum suntik ditusukkan seperti pada cara subkutan, sesudah masuk ke dalam kulit, jarum ditegakkan sehingga menembus lapisan otot dan masuk ke dalam daerah peritonium. Intramuskular: Jarum ditusukkan pada jaringan otot. Daerah penyuntikan adalah otot paha bagian posterior-lateral.

3. Cara Menganestesi Hewan Percobaan a. Mencit Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah: Eter Eter digunakan untuk anestesi singkat. Caranya adalah obat diletakkan dalam suatu wadah, kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Hewan sudah kehilangan kesadaran, hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya diberikan dengan bantuan kapas yang dibasahi dengan obat tersebut. Halotan: Obat ini digunakan untuk anestesi yang lebih lama. Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium Dosis pentobarbital natrium adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian intraperitonial dan 35 mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk intraperitonial dan 47 mg/kg untuk pemberian intravena. Uretan (etil karabamat) Ureten diberikan pada dosis 1000-1250 mg/kg secara intraperitoneal dalam bentuk larutan 25% dalam air. b. Tikus Senyawa penganestesi yang digunakan dan cara melakukan anestesi pada tikus, umumnya sama seperti pada mencit. c. Kelinci Obat anestetika yang paling banyak digunakan untuk kelinci adalah penobarbital natrium, dengan disuntikkan secara perlahan-lahan. Dosis untuk anestesi umum, biasanya sekitar 22 mg/kg bobot badan. Untuk anestesi singkat dapat digunakan setengah dosis atas, dengan ditambah eter agar pembiusan terjadi sempurna. d. Marmot

Anestesi marmot biasanya dilakukan dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium. Eter digunakan untuk anestesi singkat, setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis pentobarbital natrium adalah 28 mg/ kg bobot badan. 4. Cara Mengorbankan Hewan Percobaan a. Mencit Cara kimia antara lain dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi dilakukan dengan cara: Ekor mencit dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkaunya. Mencit akan meregangkan badannya.

Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan, misalnya pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri. Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh. b. Tikus Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan proses sebagai berikut: Tikus diletakkan diatass sehelai kain, kemudian badan tikus dibungkus termasuk kedua kaki depannya dengan kain tersebut. Tikus selanjutnya dibunuh dengan cara memukul bagian belakang telinganya dengan tongkat. Tokus dipegang dengan perutnya menghadap ke atas, kemudian bagian belakang kepalanya dipukulkan dengan keras pada permukaan yang keras seperti meja. Ekor tikus dipegang, kemudian diayunkan sampai tengkuknya tepat mengenai permukaan benda keras seprti bagian pinggir meja. c. Kelinci Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan proses: Kaki belakang kelinci dipegang dengan tangan kiri sehingga badan dan kepalanya tergantung ke bawah menghadap ke kiri. Sisi telapak tangan kanan dipukulkan dengan keras pada tengkuk kelinci. Pemukulan pada tengkuk kelinci dapat dilakukan dengan menggunakan alat, mislanya tongkat. d. Marmot

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan: Tengkuk marmot dipukul dengan keras dengan menggunakan alat atau dengan memukulkan bagian belakang kepalanya pada permukaan keras. Dilakukan dislokasi leher dengan tangan.

III.

Data Pengamatan

Tabel 4. Memegang Hewan Percobaan sehingga Siap untuk Diberi sediaan Uji.

NO. 1.

Hewan uji Mencit

Percobaan Sudah dilakukan percobaan dan mencitya terlihat lebih pendiam. Sudah dilakukan percobaan dan tikusnya terlihat lebih agresif.

2.

Tikus

Tabel 5. Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan dengan rute per oral (p.o)

NO. 1. 2.

Hewan Uji Mencit Tikus

Percobaan dilakukan pemberikan NaCl fisiologis Tidak dilakukan percobaan

Tabel 6. Memberikan Suntikan Pada Hewan Percobaan

NO. 1.

Hewan Uji Mencit

Percobaan Dilakukan penyuntikan NaCl fisiologis dengan rute intraperitonial (i.p) Tidak dilakukan percobaan

2.

Tikus

IV.

Pembahasan

Pada percobaan ini hewan yang digunakan adalah mencit dan tikus putih. Kelinci dan marmot tidak digunakan karena hewan tersebut sulit didapat, dan penanganannya lebih sulit, selain itu mencit dan tikus sudah cukup mewakili keperluan dilakukannya percobaan. Percobaan dimulai dengan mempelajari karakteristik dari mencit dan tikus. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses penanganan hewan saat melakukan percobaan. Tabel 7. Karakteristik Mencit dan Tikus Putih.3

Hewan Percobaan y y y y Mencit y y y y y y y y Tikus y y y

Karakteristik Penakut dan fotofobik Cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesame Mudah ditangani Lebih aktif pada malam hari Aktivitas terganggu dengan adanya manusia Suhu normal badan 37,40C Laju respirasi : 163/ menit Sangat cerdas Mudah ditangani Tidak bagitu bersifat fotofobik Lebih resisten terhadap infeksi Kecenderungan berkumpul dengan sesamanya sangat kurang Jika makanan kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar, galak, dan menyerang si pemegang Suhu normal 37,50C Laju respirasi 210/ menit

Setelah mengetahui karakteristik hewan percobaan, cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya.5 Pada percobaan ini dilakukan pemberian NaCl fisiologis dengan cara oral dan intraperitonial pada mencit jantan dan betina. NaCl fisiologis digunakan karena komposisinya mirip dengan cairan tubuh sehingga tidak akan memberikan efek farmakologis apapun bila diberikan pada mencit. Pemberian Per Oral Hal ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul atau berbentuk bola (sonde oral). Sonde oral dimasukkan kedalam mulut , secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah belakang esophagus, kemudian cairan dimasukkan. Jika terasa ada hambatan mungkin melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum di tarik dan dimasukkan kembali hingga tak ada hambatan. Pemberian Intra Peritoneal Penyuntikan pada bagian perut (ke dalam rongga perut) dimana jarum disuntikkan dengan kemiringan 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah. Setelah dilakukan penyuntikan dengan rute i.p pada mencit jantan, mencit tersebut mati. Hal ini kemungkinan disebabkan karena cara memegang mencit yang terlalu kuat dan penusukan jarum suntik yang terlalu dalam sehingga mungkin mengenai organ dalamnya.

Dalam pemberian obat pada hewan percobaan harus memperhatikan batas volume maksimal yang telah ditetapkan. Kemudian untuk senyawa yang tidak lerut dalam air atau NaCl fisiologis dibuat dalam gom arab dan diberikan secara oral. Tabel 8. Volume maksimum larutan obat yang diberikan pada hewan.3 Hewan Percobaan Volume maksimal (ml) untuk rute pemberian

Hewan Percobaan mencit tikus kelinci marmut

Volume i.v 0,5 1 5-10 2

maksimal (ml) untuk rute pemberian i.m i.p s.c p.o 0,05 1 0,5 1 0,1 3 2 5 0,5 10 3 20 0,2 3 3 10

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan diantaranya: 1. Faktor internal

Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang harus diberikan) dan jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk jantan dan untuk betina). Kemudian ras dan sifat genetic, faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap hewan yang akan di jadikan percobaan karena akan memepengaruhi hasil dari percobaan disebabkan oleh pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut sehingga hasil dari pengamatan akan berbeda-beda, sehingga memepengaruhi efek farmakologinya. Selain itu, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh serta luas permukaan tubuh akan berpengaruh pada dosis yang harus diberikan. 2. Faktor eksternal

Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan, dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah biasa di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda dengan hewan percobaan yang masih baru dan masih asing makan akan lebih berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan percobaan sebelum melakukan percobaan.

V.

Kesimpulan

1. Karakteristik mencit dan tikus yang sama adalah mudah ditangani. Perbedaannya diantaranya mencit bersifat fotofobik, cenderung berkumpul dengan sesamanya dan lebih aktif di malam hari sengakan tikus tidak. 2. Cara pemberian obat pada mencit dapat dilakukan dengan cara Oral, Subkutan, Intravena, Intramuskular, Intraperitoneal. 3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan, diantaranya factor internal seperti variasi biologis, ras, dan sebagainya dan faktor eksternal seperti suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologis dan sebagainya.

VI.

Daftar Pustaka

1. Laurence, D.R. and A. L. Bacharach (Eds), Evaluation Of Drug Activities : Pharmacometries, vol. 1st, Academic Press, London, 161-162. 2. Malole, M. B. M. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium. Bogor. 1989.

3. Subarnas, A., Suwendar, dan A. Qowiyyah, 2008, Panduan Praktikum Farmakologi, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut, Garut. 4. Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan.Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.pdf/16_Perkembang biakanHewanPercobaan.html Tanggal diakses 9 Oktober 2010 5. Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_FaktorKeturunandanLingkungan.pdf/15_FaktorKeturunan danLingkungan.html Tanggal diakses 9 Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai