Anda di halaman 1dari 4

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah

berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan keselamatan
manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki, yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan
Dunia ke 16 di Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964. Deklarasi tersebut merupakan
rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentang segi etik penelitian yang melibatkan
manusia sebagai obyek penelitian. Disebutkan, perlunya dilakukan percobaan pada hewan
sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan
terhadap manusia.

Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan


tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.

I. Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji:

1. Mencit

Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu tempat yang
permukaannya tidak licin (misal ram kawat pada penutup kandang), sehingga ketika
ditarik, mencit akan mencengkram.
Kulit tengkuk dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap dipegang
dengan tangan kanan.
Posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor
dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri.

2. Tikus

Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi bagian ekor yang dipegang pada bagian
pangkal ekor dan pegangannya pada bagian tengkuk bukan dengan memegang kulitnya.

Cara memegang tikus sebagai berikut:

Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari belakang kemudian diletakkan di atas
permukaan kasar.
Tangan kiri perlahan-lahan diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala.
Ibu jari dan telunjuk diselipkan ke depan dan kaki kanan depan dijepit di antara kedua
jari tersebut.

3. Kelinci

Kelinci harus diperlakukan dengan halus, tetapi sigap, karena kadang-kadang memberontak.
Kelinci diperlakukan dengan cara memegang kulit lehrtnya dengan tangan kiri, kemudian
pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke dekat tubuh.

4. Marmot
Marmot diangkat dengan cara memegang bagian punggung atas dengan tangan kiri dan
memegang bagian punggung bawah dengan tangan kanan.

II. Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan

1. Mencit
Oral: Cairan obat diberikan dengan mengginakan sonde oral.
Sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian
perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
Sub kutan: Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit
dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml.
Intra vena: Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan
ekornya menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat agar
pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian
obat ke dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan dengan
menggunakan jarum suntik no. 24.
Intramuskular: Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no.
24. Intra peritonial:Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari
abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada
daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak
mengenai kandung kemih. Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tingga
untuk menghindari terjadinya penyuntikan pada hati. 2. Tikus Pemberian
secara oral, intra muskular dan intra peritonial dilakukan dengan cara yang
sama seperti pada mencit. Pemberian secara sub kutan dilakukan di bawah
kulit tengkuk atau kulit abdomen. Pemberian secara intra vena lebih mudah
dilakukan pada vena penis dibandingkan dengan vena ekor. 3. Kelinci Oral:
Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci dilakukan dengan menggunakan
alat penahan rahang dan pipa lambung. Sub kutan: Pemberian obat secara sub
kutan dilakukan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk dengan cara kulit
diangkat dan jarum (no. 15) ditusukkan dengan arah anterior. Intra vena:
Penyuntikan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga.
Sebelum penyuntikan, telinga dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol atau air
hangat. Intra muskular: Pemberian intramuskular dapat dilakukan pada otot
kaki belakang. Intra peritoneal: Posisi diatur sedemikian rupa sehingga letak
kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah
di muka kandung kencing. 4. Marmot Oral: Pemberian obat secara oral
dilakukan dengan menggunakan sonde oral. Intradermal: Bulu marmot pada
daerah yang akan disuntik dicukur terlebih dahulu. Obat disuntikkan ke dalam
kulit secara perlahan-lahan. Subkutan: Bagian kulit diangkat dengan cara
dicubit, dan jarum suntik ditusukkan ke bawah kulit dengan arah paralel
dengan otot di bawahnya. Intraperitoneal: Punggung marmot dipegang
sehingga perutnya agak menjolok ke muka. Jarum suntik ditusukkan seperti
pada cara subkutan, sesudah masuk ke dalam kulit, jarum ditegakkan sehingga
menembus lapisan otot dan masuk ke dalam daerah peritonium. Intramuskular:
Jarum ditusukkan pada jaringan otot. Daerah penyuntikan adalah otot paha
bagian posterior-lateral. III. Cara Menganestesi Hewan Percobaan 1. Mencit
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah: Eter: Eter
digunakan untuk anestesi singkat, Caranya adalah obat diletakkan dalam suatu
wadah, kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Hewan sudah
kehilangan kesadaran, hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan
selanjutnya diberikan dengan bantuan kapas yang dibasahi dengan obat
tersebut. Halotan: Obat ini digunakan untuk anestesi yang lebih lama.
Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium Dosis pentobarbital natrium
adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian intraperitonial dan 35 mg/kg untuk cara
pemberian intravena. Dosis heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk
intraperitonial dan 47 mg/kg untuk pemberian intravena. Uretan (etil
karabamat): Ureten diberikan pada dosis 1000-1250 mg/kg secara
intraperitoneal dalam bentuk larutan 25% dalam air. 2. Tikus Senyawa
penganestesi yang digunakan dan cara melakukan anestesi pada tikus,
umumnya sama seperti pada mencit. 3. Kelinci Obat anestetika yang paling
banyak digunakan untuk kelinci adalah penobarbital natrium, dengan
disuntikkan secara perlahan-lahan. Dosis untuk anestesi umum, biasanya
sekitar 22 mg/kg bobot badan. Untuk anestesi singkat dapat digunakan
setengah dosis atas, dengan ditambah eter agar pembiusan terjadi sempurna. 4.
Marmot Anestesi marmot biasanya dilakukan dengan menggunakan eter atau
pentobarbital natrium. Eter digunakan untuk anestesi singkat, setelah hewan
dipuasakan selama 12 jam. Dosis pentobarbital natrium adalah 28 mg/ kg
bobot badan. IV. Cara Mengorbankan Hewan Percobaan 1. Mencit Cara kimia
antara lain dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada dosis yang
mematikan. Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi
dilakukan dengan cara: Ekor mencit dipegang dan kemudian ditempatkan pada
permukaan yang bisa dijangkaunya. Mencit akan meregangkan badannya. Saat
mencit meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan,
misalnya pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri. Ekornya
ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan terdislokasi
dan mencit akan terbunuh. 2. Tikus Cara kimia dengan menggunakan eter atau
pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan
proses sebagai berikut: Tikus diletakkan diatass sehelai kain, kemudian badan
tikus dibungkus termasuk kedua kaki depannya dengan kain tersebut. Tikus
selanjutnya dibunuh dengan cara memukul bagian belakang telinganya dengan
tongkat. Tokus dipegang dengan perutnya menghadap ke atas, kemudian
bagian belakang kepalanya dipukulkan dengan keras pada permukaan yang
keras seperti meja. Ekor tikus dipegang, kemudian diayunkan sampai
tengkuknya tepat mengenai permukaan benda keras seprti bagian pinggir
meja. 3. Kelinci Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na
pada dosis yang mematikan. Cara fisik dilakukan dengan proses: Kaki
belakang kelinci dipegang dengan tangan kiri sehingga badan dan kepalanya
tergantung ke bawah menghadap ke kiri. Sisi telapak tangan kanan dipukulkan
dengan keras pada tengkuk kelinci. Pemukulan pada tengkuk kelinci dapat
dilakukan dengan menggunakan alat, mislanya tongkat. 4. Marmot Cara kimia
dengan menggunakan eter atau pentobarbital-Na pada dosis yang mematikan.
Cara fisik dilakukan dengan: Tengkuk marmot dipukul dengan keras dengan
menggunakan alat atau dengan memukulkan bagian belakang kepalanya pada
permukaan keras. Dilakukan dislokasi leher dengan tangan. V. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan diantaranya: 1. Faktor
internal Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang
harus diberikan) dan jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk
jantan dan untuk betina). Kemudian ras dan sifat genetic, faktor-faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap hewan yang akan di jadikan percobaan karena
akan memepengaruhi hasil dari percobaan disebabkan oleh pengaruh dosis dan
cairan tubuh hewan tersebut sehingga hasil dari pengamatan akan berbeda-
beda, sehingga memepengaruhi efek farmakologinya. Selain itu, status
kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh serta luas permukaan tubuh akan
berpengaruh pada dosis yang harus diberikan. 2. Faktor eksternal Meliputi
suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana
asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan
tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta
penempatan hewan), pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan
atau organ untuk percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil
percobaan, dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang
sudah biasa di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda
dengan hewan percobaan yang masih baru dan masih asing makan akan lebih
berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan penelitian dan perawatan
yang baik terhadap hewan percobaan sebelum melakukan percobaan. Daftar
Pustaka: Laurence, D.R. and A. L. Bacharach (Eds), Evaluation Of Drug
Activities: Pharmacometries, vol. 1st, Academic Press, London, 161-162.
Malole, M. B. M. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium.
Bogor. 1989. Subarnas, A., Suwendar, dan A. Qowiyyah, 2008, Panduan
Praktikum Farmakologi, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Garut, Garut. Sulaksono, M.E., 1987. Peranan,
Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan.Jakarta. Sulaksono, M.E.,
1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai