Anda di halaman 1dari 36

Blogiztic.net Setahuku udang merupakan makanan yang gak enak untuk dimakan.

. Namun bila saya lihat di sekeliling makanan dengan teman udang merupakan makanan favorit yang banyak disuka masyarakat Indonesia maupun mancanega. Nah bagaimanakah cara budidaya dan pelestarian udang yang benar dan berkualitas. Jenis-jenis udang ada banyak, yang saya tahu hanya udang windu. Indonesia kaya akan kekayaan laut, namaun kita sebagai anak Indonesia harus mengetahui dan mempraktekan agar kualitas dan kuantitas udang bisa maksimal. Blogiztic akan mengulas budidaya udang yang benar sebagai berikut. Syarat teknik dalam budidaya udang - Lokasi yang cocok untuk budidaya udang pada pantai dengan tanah yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir. - Tambak Semi Intensif.Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit. - Tambak Intensif.Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik. - Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan, meliputi : - Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon. - Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet. - Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha. - Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit. - Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON

ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak. Pemasukan Air Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha. Penebaran Benur Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. Pemeliharaan budidaya udang - Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. - Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. - Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. keterangan:Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme. Budidaya Udang Vaname Udang Vaname (Penaeus vannamei) di Indonesia merupakan jenis udang introduksi dari kawasan sub-tropis sekitar perairan negara Meksiko, Amerika Latin. Meskipun asal udang vaname dari kawasan sub-tropis, dalam pengembangannya dapat pula dibudidayakan di kawasan tropis secara massal dengan penerapan teknologi dari sederhana hingga intensif.

Bila dibandingkan dengan jenis udang lainnya, udang vaname memiliki karakteristik spesifik seperti adaptasi tinggi terhadap lingkungan suhu rendah, perubahan salinitas (khususnya pada salinitas tinggi), laju pertumbuhan yang relatif cepat pada bulan I dan II dan kelansungan hidup tinggi. Dengan keunggulan yang dimiliki tersebut, jenis udang ini sangat potensi dan prospektif pengembangannya.

KONSTRUKSI TAMBAK Teknologi yang diperkenalkan melalui leaflet ini adalah Semi Intensif. Dalam budidaya udang semi intensif, sistem budidaya yang diterapkan sebaiknya memakai sistem resirkulasi dengan rasio luas tambak 40% : 60% antara petak tandon dengan petak pemeliharaan. Konstruksi tambak terutama tanggul/pematang harus kuat, kedap air (tidak rembes dan bocor), tidak mudah longsor, pintu masuk dan keluar terpisah, bentuk caren melintang di tengah dasar tambak.

Gambar 1. Tata Letak Tambak

Jenis dan fungsi petakan dan saluran tambak yang diperlukan dalam budidaya udang semi intensif dengan sistem resirkulasi tertutup yaitu : - Petak tambak karantina yang berfungsi sebagai petak isolasi air media, baik air baru ataupun air lama (air resirkulasi); - Saluran suplai air yang menampung air dengan baku mutu air standar, yang didistribusikan ke petak-petak pembesaran; - Petak pembesaran dipergunakan sebagai petak pemeliharaan udang hingga panen; - Saluran pembuangan yang berasal dari petak pembesaran, berfungsi sebagai saluran pengendapan lumpur/limbah.; - Petak tandon (bio filter/ bio screen) petak tambak yang dipelihara organisme jenis ikan multispeies dan ikan (bioscreen/biofilter) guna untuk memangsa hama penular penyakit udang; - Petak unit pengolah limbah berfungsi sebagai petak penampungan air buangan kotoran (limbah) udang, terutama air buangan limbah tambak; - Elevasi dasar tambak petak pembesaran udang terhadap saluran pembuangan (air surut terendah) yang standar dan ideal akan mempermudah pengelolaan air dan pembuangan lumpur/kotoran, baik secara harian maupun dalam kondisi tertentu. - Central drain; adalah sistem pembuangan air yang dibuat /diletakan di titik konsentrasi pengumpulan kotoran, yaitu pada bagian tengah petak pembesaran udang; - Pintu monik; adalah model pintu pembuangan air yang terbuat dari pasangan bata/batu dan cor semen. Pintu pengatur berada pada pematang bagian sisi dalam, sementara buis beton pembuangan air menghadap ke saluran pembuangan air; - Pematang dan dasar tambak; Dimensi pematang yang ideal (dibuat dari tanah) untuk tambak udang adalah lebar atas antara 2,5 3,5 m, lebar bawah antara 7,0 9,0 m dan tinggi antara 1,5 2,0 m, kemiringan/slope 45 60 derajat.

PENGELOLAAN TAMBAK Pengelolaan tambak meliputi : pengeringan, pembalikan tanah, pengapuran dan pemasukan air. Pengeringan dasar tambak dapat dilakukan selama 7-10 hari sampai tanah dasar tambak retakretak, kemudian dilakukan pembalikan tanah. Jika pH tanah kurang dari 6,5, maka perlu dilakukan pengapuran dengan dosis seperti pada tabel 1, kemudian dilanjutkan dengan pemasukan air.

Tabel 1. Dosis kapur berdasarkan pH tanah

PEMELIHARAAN UDANG Penyiapan Media Air Tahapan pada proses penyiapan media air adalah : Sterilisasi media air : dengan aplikasi kaporit 30 ppm dan saponin 10-12 ppm Pengisian air : dilakukan hingga ketinggian mencapai 0,8-1,0 m Pemupukan awal : pupuk organik 300-500 kg/ha Adaptasi media air : tingkat kecerahan air awal berkisar 40-45 cm.

Pemilihan dan Penebaran Benih Ciri-ciri benur yang sehat :

Ukuran seragam Gerakan lincah dan menantang arus Respon terhadap gerakan Putih transparan, kaki bersih, isi usus tidak putus, adaptif terhadap perubahan salinitas dan bebas virus Padat penebaran yang optimal pada pembesaran udang vaname dengan teknologi semi intensif adalah 15 40 ekor per meter persegi atau 150.000 400.000 ekor/ha.

Masa Pemeliharaan Tahapan yang dilakukan dalam pemeliharaan adalah : Pengaturan dan pemberian pakan Manajemen plankton Pengelolaan air

Pengamatan kondisi dan pertumbuhan udang Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : Kesehatan dan kondisi udang Pertambahan berat harian Tingkat kelangsungan hidup, serta Biomass

PENGELOLAAN KESEHATAN UDANG Pengamatan dan monitoring kesehatan udang di tambak dilakukan melalui pengamatan secara visual terhadap nafsu makan, pertumbuhan, kelengkapan organ dan jaringan tubuh. Ciri-ciri udang yang kurang sehat adalah :

Terdapat bakteri Zoothammium sp pada insang dan tubuh Karapas (kepala) dan kulit abdomen (badan) berlumut Ekor gerepes, insang kotor, antena putus Daging udang keropos, warna tubuh dan ekor kemerahan.

Pengamatan Rutin Pengamatan di anco dilakukan untuk melihat populasi dan kesehatan setiap saat Ciri-ciri udang sehat adalah : Gerakan aktif, berenang normal dan melompat bila anco di angkat Respon positif terhadap arus, cahaya, bayangan dan sentuhan Tubuh bersih, licin, berwarna cerah, belang putih yang jelas Tubuh tidak keropos, anggota tubuh lengkap Kotoran tidak mengapung Ujung ekor tidak geripis Ekor dan kaki jalan tidak menguncup Insang jernih atau putih serta bersih Kondisi usus penuh, tidak terputus-putus Pencegahan Penyakit Air pemeliharaan diusahakan bebas kontaminasi virus dengan kaporit atau pengendapan dan filtrasi dengan biofilter Pemeliharaan fitoplankton sebagai penyerap racun melalui aplikasi pupuk urea Pengamatan secara rutin terhadap pH, suhu, salinitas dan kecerahan air Lakukan disiplin kaidah, aturan dan prinsip utama budidaya udang yang berwawasan lingkungan

Gambar 2. Manajeman pemeliharaan

PEMANENAN HASIL DAN ANALISA USAHA Pemanenan dilakukan setelah umur pemeliharaan >100 hari atau size udang telah mencapai 50 ekor/kg. Pemanenan dapat dilakukan dengan menggunakan jala atau ditangkap melalui pintu air dengan mengeringkan tambak. Analisa usaha pembesaran budidaya udang vaname semi intensif dalam satu musim tanam seluas 1 ha, dengan padat penebaran 40 ekor per meter persegi, dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 50.000.000,-Lebih jelasnya contoh analisa usaha pembesaran budidaya udang vaname semi intensif dengan luas total unit 2 ha dengan petak pembesaran 1 ha dapat dilihat pada tabel 2..

Tabel 2.

Dari contoh analisa usaha pembesaran udang vaname semi intensif di atas, maka besarnya nilai B/C dapat dihitung sebagai berikut : B /C Ratio = Jumlah Penerimaan : Total Biaya = 148.400.000 : 96.277.900 = 1,54 Dengan nilai B/C Ratio dari analisa usaha di atas sebesar 1,5 artinya bahwa kondisi usaha pembesaran udang vaname semi intensif tersebut sangat baik sekali diusahakan/diteruskan sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id

Cara Budidaya Udang


Posted by carabudidaya.com in Perikanan, Peternakan | 0 comments Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. I. Pendahuluan Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada kurun waktu tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada produk perikanan. Selepas tahun 1995 produksi udang windu mulai mengalami penurunan. Hal itu disebabkan oleh penurunan mutu lingkungan dan serangan penyakit. Melihat kondisi tersebut, PT. NATURAL NUSANTARA merasa terpanggil untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut dengan produk-produk yang berprinsip kepada Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3).

Cara Budidaya Udang II. Teknis Budidaya Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor, yaitu : 2.1. Syarat Teknis - Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah. - Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya. - Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah. - Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain. - Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri. 2.2. Tipe Budidaya. Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi : - Tambak Ekstensif atau tradisional. Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur. - Tambak Semi Intensif. Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit. - Tambak Intensif. Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat

kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik. 2.3. Benur . Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak. 2.4. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan, meliputi : - Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon. - Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet. - Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha. - Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit. - Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak. 2.5. Pemasukan Air Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha. 2.6. Penebaran Benur. Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur adalah : - Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik. - Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung

selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik. - Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak. - Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan. 2.7. Pemeliharaan. Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan dosis 1 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak. Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON. Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme. 2.8. Panen. Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati. Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak. III. Pakan Udang. Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil,

cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang. Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal. a. Umur 1-10 hari pakan 01 b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02 c. Umur 16-30 hari pakan 02 d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03 e. Umur 36-50 hari pakan 03 f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S (jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari). g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen. Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian. Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen. IV. Penyakit. Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ; 1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON. 2. Bintik Hitam/Black Spot. Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.

3. Kotoran Putih/mencret. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin. 4. Insang Merah. Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya. 5. Nekrosis. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran. Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru

BUDIDAYA UDANG VANNAMEI


Posted in Minggu, 08 Mei 2011 by Ainul Mahbubillah 1 komentar I. Latar Belakang Akuakultur merupakan sektor yang cukup produktif saat ini dan terus berkembang, dan produktivitasnya mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan pangan manusia. Komoditas akuakultur yang menjanjikan saat ini adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Udang vannamei memiliki beberapa nama, seperti whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blances (Perancis), dan camaron patiblanco (Spanyol). Udang vannamei ini berasal dari perairan Amerika dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Sampai saat ini komoditas ini sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan dikembangkan oleh para petani dan pemerintah melalui suatu balai penelitian mengenai bagaimana cara budidaya tentang udang vannamei. Permintaan udang jenis ini sangat besar baik pasar lokal maupun internasional, karena memiliki keunggulan nilai gizi yang sangat tinggi serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi menyebabkan pesatnya budidaya udang vannamei.

II. Udang Vannamei A. Taksonomi Udang Vannamei Udang vannamei digolongkan ke dalam genus Penaeid pada filum Arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini. Namun, yang mendominasi perairan berasal dari subfilum Crustacea. Ciri-ciri subfilum Crustacea yaitu memiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo Decapoda, seperti Litopenaeus chinensis, L. indicus, L. japonicus, L. monodon, L. stylirostris, dan Litopenaeus vannamei. Berikut tata nama udang vannamei menurut ilmu taksonomi. Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Classis : Malacostraca Subclassis : Eumalacostraca Superordo : Eucarida Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Familia : Penaeidae Genus : Litopenaeus Spesies : Litopenaeus vannamei B. Morfologi Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut .

a. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing). b. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas. c. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula. Berikut ini adalah bagian-bagian dari tubuh udang vannamei 1. Kepala (thorax) Kepala udang vannamei terdiri dari antena, antenula, mandibula, dan 2 pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang dihubungkan oleh coxa. Bentuk perioda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang yang berturut-turut disebut basis, ischium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies Pennaeid dalam taksonomi. 2. Perut (abdomen) Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. C. Moulting Genus Pennaeid mengalami pergantian kulit (moulting) secara periodik untuk tumbuh, termasuk udang vannamei. Proses moulting berlangsung dalam 5 tahap yang bersifat kompleks, yaitu postmoulting awal, postmoulting lanjutan, intermoult, persiapan moulting (premoult), dan moulting (ecdysis) (Tabel 1). Proses moulting diakhiri dengan pelepasan kulit luar dari tubuh udang. Proses moulting sangat menentukan waktu ablasi (pengangkatan) induk udang di hatchery dan waktu panen yang tepat. Tabel 1. Fase Moulting Udang Vannamei Dewasa Fase Postmoulting awal Lama 6 9 jam Ciri-ciri Kulit luar licin, lunak, dan membentuk semacam membran yang tipis dan

transparan. Udang berada di dasar tambak dan diam. Lapisan kulit luar hanya terdiri dari epikutikula dan eksokutikula. Endoskutikula belum terbentuk Epidermis mulai mensekresi endoskutikula. Kulit luar, mulut, dan bagian tubuh lain tampak mulai mengeras. Udang mulai mau makan. Kulit luar mengeras permanen. Udang sangat aktiv dan nafsu makan kembali normal. Kulit luar lama mulai memisah dengan lapisan epidermis dan terbentuk kulit luar baru, yaitu epitelkutikula dan eksokutikula baru dibawah lapisan kulit luar yang lama. Sel-sel epidermis membesar. Pada tahap akhir, kulit luar mengembang seiring peningkatan volume cairan tubuh udang (haemolymp) karena menyerap air. Terjadi pelepasan atau ganti kulit luar dan tubuh udang. Kulit udang yang lepas disebut exuviae

Postmoulting lanjutan

1- 1,5 hari

Intermoult

4 5 hari

Persiapan Premoult)

(Moulting 8 10 hari

Moulting ( ecdysis)

30 40 detik

1. Proses Moulting Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan moulting tergantung jenis dan umur udang. Saat udang masih kecil (fase tebar atau PL 12), proses moulting terjadi setiap hari. Dengan bertambahnya umur, siklus moulting semakin lama, antara 7 20 hari sekali.

Nafsu makan udang mulai menurun pada 1 2 hari sebelum moulting dan aktivitas makannya berhenti total sesaat akan moulting. Persiapan yang dilakukan udang vannamei sebelum mengalami moulting yaitu dengan menyimpan cadangan makanan berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan (hepatopankreas). Umumnya, moulting berlangsung pada malam hari. Bila akan moulting, udang vannamei sering muncul ke permukaan air sambil meloncat-loncat. Gerakan ini bertujuan membantu melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya. Pada saat moulting berlangsung, otot perut melentur, kepala membengkak, dan kulit luar bagian perut melunak. Dengan sekali hentakan, kulit luar udang terlepas. Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri karena cairan moulting (semacam lendir) yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk mendekat dan memangsa (kanibalisme). Udang vannamei akan tampak lemas dan berbaring di dasar perairan selama 3 4 jam setelah proses moulting selesai. 2. Faktor faktor Moulting Moulting akan terjadi secara teratur pada udang yang sehat. Bobot badan udang akan berambah setiap kali mengalami moulting (Tabel 2). Faktor-faktor yang mempengaruhi moulting massal yaitu kondisi lingkungan, kejala pasang, dan terjadi penurunan volume air atau surut. Tabel 2. Interval Moulting dan Penambahan Bobot Badan Bobot (gr) 25 69 10 15 16 22 23 40 Moulting (hari) 78 89 9 12 12 13 14 16

Sumber : Chanratcakool, 1995 Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya moulting a. Air pasang dan surut Air pasang yang disebabkan oleh bulan purnama bisa merangsang proses moulting pada udang vannamei. Hal ini terutama banyak terjadi pada udang vannamei yang dipelihara di tambak tradisional. Di alam, moulting biasanya terjadi berbarengan dengan saat bulan purnama. Saat itu, air laut mengalami pasang tertinggi sehingga perubahan lingkungan tersebut sudah cukup merangsang udang untuk melakukan moulting. Oleh karena itu, di

tambak tradisional tampak jelas karena air di tambak hanya mengandalkan pergantian air dari pasang surut air laut. Penambahan volume air pada saat bulan purnama dapat menyebabkan udang melakukan moulting. Penurunan volume air tambak saat persiapan panen juga dapat menyebabkan moulting. Moulting sebelum panen bisa menyebabkan persentase udang yang lembek (soft shell) meningkat. b. Kondisi lingkungan Proses moulting akan dipercepat bila kondisi lingkungan mengalami perubahan. Namun demikian, perubahan lingkungan secara drastis dan disengaja justru akan menimbulkan trauma pada udang. Beberapa tindakan tersebut diantaranya terlalu sering mengganti air tambak, tidak hati-hati saat menyipon (membersihkan tambak), dan pemberian saponin yang berlebihan. 3. Kegagalan Moulting dan Pencegahannya Proses moulting dapat berjalan tidak sempurna atau gagal bila kondisi fisioligis udang tidak normal. Kegagalan tersebut menyebabkan udang menjadi lemah karena tidak mempunyai cukup energi untuk melepas kulit lama menjadi kulit baru. Udang yang tidak melakukan moulting dalam waktu lama menunjukkan gejala kulit luar ditumbuhi lumut dan protozoa. Usaha pencegahan kegagalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti lebih sering mengganti air tambak. D. Tingkah Laku Makan Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), phytoplankton, copepoda, polychaeta, larva kerang, dan lumut. Udang vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yan terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut. Untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan kedalam mulut. Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan dan oesophagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut.

E. Pigmentasi Pigmentasi atau perubahan warna kulit berhubungan dengan kesehatan udang. Warna kulit juga bisa digunakan sebagai acuan kualitas udang yang akan dipanen, seperti nilai gizi, kesegaran dan rasa. Warna udang dipengaruhi chromatophore yang terdapat pada sel-sel epidermis di dalam tubuh. Pigmen utama pada udang vannamei yaitu karotenoid yang dominan terdapat di eksoskeleton. Kadar karotenoid semakin berkurang seiring pertumbuhan udang akibat proses moulting. Namun demikian, kehilangan pigmen pada udang yang dibudidayakan dapat diganti dengan sumber karotenoid yang berasal dari pakan alam atau pakan pabrik. Karotenoid udang menimbulkan warna merah, kehijauan, kecokelatan, dan kebiruan. Warna-warna tersebut dipengaruhi oleh lingkungan budidaya. Udang yang dibudidayakan dalam dengan tingkat kecarahan yang sangat tinggi dalam waktu yang lama akan berwarna kusam. Sebaliknya, udang yang dipelihara dalam air yang banyak mengandung lumut usus (enteromorpha) akan berwarna kehijauan. Kekurangan karotenoid pada udang vannamei bisa menyebabkab eksoskeleton tampak kusam dan pudar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa karotenoid merupakan provitamin A yang membentuk jaringan epidermis dan mukosa sehingga udang lebih tahan terhadap serangan bakteri dan jamur. Selain itu, karotenoid juga berfungsi untuk menjaga permeabilitas membran sel dan meningkatkan daya tahan tubuh (imunologi). III. Teknik Budidaya A. Teknik Pembesaran Kegiatan yang dilakukan dalam Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) : 1. Persiapan lahan. 2. Pemilihan benur. 3. Penebaran benur. 4. Pemberian pakan. 5. Sampling. 6. Pemberantasan hama penyakit.

7. Pengelolaan kualitas air. 8. Pemanenan dan penanganan hasil. 1. Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan awal dari kegiatan pembesaran yang bertujuan agar produksi atau budidaya berjalan dengan baik. Persiapan lahan dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengangkutan lumpur, pengeringan, pembakaran jerami, pemasangan kincir, pemasangan jembatan anco, pengisian air. Persiapan lahan yang kurang baik, akan meningkatkan resiko kegagalan produksi udang, karena siklus pathogen dalam tambak tidak terputus secara sempurna. Berikut ini merupakan tahapan tahapan persiapan tambak di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut Air Payau dan Udang (BPBPLAPU), diantaranya sebagai berikut : a. Pengangkutan Lumpur Lumpur yang terdapat pada petakan merupakan limbah yang berasal dari pakan yang tersisa dan kotoran udang pada produksi terdahulu, biasanya lumpur mengumpul ditengah petakan hal ini disebabkan karena pengadukan oleh kincir. Pengangkutan lumpur dilakukan setelah beberapa hari setelah panen agar lumpur tidak terlalu basah. Pengangkutan lumpur dilakukan dalam kondisi tanah kering total, terbelah-belah sehingga pada saat pengangkutan tidak sulit. Biasanya pengangkutan lumpur dilakukan bergantung pada kondisi alam dan target produksi, ada kalanya pengangkutan masih dalam keadaan standar untuk mengejar target produksi. Pada proses pengangkutan lumpur ini juga dilakukan pembenahan tanggul dan pematang agar tanggul dan pematang dalam kondisi baik saat digunakan dalam produksi. Pengangkatan lumpur dilakukan dengan cara membolak-balikan tanah dasar tambak secara manual dengan menggunakan cangkul dimana tanah tersebut digunakan untuk pembenahan tanggul. Pengangkatan lumpur ini dilakukan pada tambak yang sudah lama beroperasi dan sudah banyak mengandung bahan organik, dari sisa pakan yang terbuang dan hasil feses udang. b. Pengeringan Pengeringan adalah pengeluaran air dari tambak hingga kandungan air tanah tambak mencapai 20 50%. Pengeringan dilakukan selama 10 hari

atau sampai tanah terlihat retak-retak atau bergantung pada musim. Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup pathogen dengan cara menghambat sistem tranmisinya, menguapkan gas-gas beracun seperti H2S, dan membantu mikroba melakukan penguraian bahan organik. c. Pembakaran Jerami Tambak yang sudah kering, selanjutnya dilakukan penebaran jerami di seluruh dasar dan pinggir tambak secara merata. Setelah penebaran dilakukan sampai menutupi seluruh permukaan tambak, jerami tersebut dibakar sampai menjadi abu. Tujuan dari pembakaran jerami tersebut adalah agar bakteri-bakteri di dalam tambak ini mati, sehingga tidak ada bibit penyakit yang akan menyebabkan udang menjadi sakit. Perlu kita ketahui bahwa bakteri tidak dapat hidup pada suhu yang tinggi di atas 100 0C. Maka dari pada itu hal yang paling tepat untuk mengatasi bakteri adalah dengan cara pembakaran jerami. Hasil dari pembakaran jerami tersebut akan menghasilkan abu yang dapat bermanfaat menjadi pupuk untuk kesuburan tanah dan juga membunuh hama-hama yang berada di sekeliling tambak. d. Pemasangan Kincir Pemasangan kincir dilakukan setelah pembakaran jerami. Jumlah kincir dalam 1 petak tambak dengan luas 4.600 m2 yaitu sebanyak 7 unit. Pengoperasian kincir dilakukan secara bergantian, yaitu 4 kincir selama 12 jam dan 3 kincir selama 12 jam juga. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada kincir tersebut. Penggunaan kincir ditambak bertujuan untuk mensuplai kebutuhan udang akan oksigen terlarut (dissolved oksygen) dalam tambak. Perbandingan jumlah kincir yang akan digunakan dengan jumlah benur yang akan ditebar adalah 1 unit : 50.000 ekor. e. Persiapan Tambak Sebelum kegiatan pengolahan dasar tambak dilakukan hal pertama yaitu dilakukan pemasangan jembatan anco agar memudahkan dalam pemberian pakan dan pada waktu sampling. Setelah persiapan tambak selesai dan pembakaran jerami sudah sempurna, maka diisi air setinggi 10 cm agar kotoran-kotoran yang ada dalam tambak dapat terangkat dan dapat diserok. Lalu naikkan lagi ketinggian air sampai 30 cm. Setelah itu, pemberian probiotik Thiobacillus sp.

sebanyak 5 liter dan bakteri Bacillus sp. sebanyak 20 liter yang diencerkan dalam 100 liter air. Setelah terbuat larutan probiotik lalu disebarkan secara merata ke dalam tambak. Agar penyebaran probiotik dapat merata ke seluruh tambak, maka digunakan kincir air. Ketinggian air dalam tambak yaitu setinggi 60 cm, maka ketinggian air yang tadinya setinggi 30 cm ditambahkan. Air yang akan digunakan untuk media kelangsungan hidup udang di tambak, adalah air yang berasal dari laut yang sudah melalui petakan tandon. Fungsi utama dari tandon adalah untuk mengendapkan bahan-bahan organik sehingga dapat memperbaiki kualitas. Pemasukan air pertama kali dilakukan pada petak penampungan/ tandon 1 yang dialirkan dengan menggunakan pompa submersible 6. Dimana pada petakan tandon pertama terdapat pohon bakau atau mangrove, yang berfungsi sebagai biofilter. Air dari tandon 1 dialirkan lagi ke tandon 2 melalui pipa saluran air, dimana pada tandon ini juga terdapat rumput laut (Glacilaria), dan ikan nila merah sebagai biofilter salah satunya untuk menyerap NH3, dan sebagai suplai oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Kemudian air dari tandon 2 dilanjutkan ke tandon 3 melalui pipa paralon dimana pada pada saluran ini di pasang membran yang berfungsi sebagai alat pemecah DNA yang berasal dari alam. Alat ini mampu memecahkan DNA dari positif menjadi negatif. Air dari tandin 3 inilah yang yang akan dialirkan ke petak petak pemeliharaan. Petakan tambak yang akan ditebari benur harus bebas dari hama agar tingkat kelangsungan hidup udang dapat dicapai seoptimal mungkin (minimal 70%). Untuk itu, air tambak perlu disucihamakan dengan menggunakan pestisida organik yaitu samponin sebanyak 30 ppm kemudian air diaduk dengan pengoperasian kincir. 2. Pemilihan Benur Persyaratan kualitatif benur yang dapat dilihat dan diuji adalah : - Warna : warna tubuh transparan, kecoklatan atau kehitaman, punggung tidak berwarna keputihan atau kemerahan. - Gerakan : gerakan berenang aktif, menentang arus, cenderung mendekat ke arah cahaya (fototaksis positif). - Kesehatan dan kondisi tubuh : kondisi tubuh benur yang sehat setelah mencapai ukuran PL 10, organ tubuhnya lengkap, maxilla, mandibula,

antenulla dan ekor membuka, hepatopankreas transparan, usus penuh dan gelap. - Responsif terhadap rangsangan : benur akan menjentik menjauh dengan adanya kejutan atau jika wadah sampel benur diketuk, dan akan berenang mendekati sumber cahaya jika ada rangsangan cahaya, serta responsif terhadap pakan yang diberikan. 3. Penebaran Benur Penebaran benur lebih baik dilaksanakan pada pagi hari pukul 06.00 09.00 dengan pertimbangan sebagai berikut: - Benur akan mendapat lingkungan media penebaran yang kadar oksigen (DO)nya semakin membaik, penebaran sore hari akan sebaliknya yaitu akan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air tambak; - Pengamatan terhadap benur yang baru disebarkan akan lebih mudah dilaksanakan. Untuk mencegah tingginya tingkat kematian (mortalitas) benur pada saat dan setelah penebaran, dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu terhadap benur yang akan ditebar, baik aklimatisasi salinitas, suhu, maupun pH. Padat penebaran benur udang vannamei yaitu 50 75 ekor/m2. Adapun prosedur kerja yan\g harus dilakukan untuk melakukan penebaran benih dengan cara aklimatisasi, diantaranya sebagai berikut : - Lakukan penebaran pada pagi hari mulai pukul 05.00 WIB - Apungkan kantong plastik benur dalam kondisi benur dalam kondisi tertutup 30 menit di dalam tambak - Pasang pembatas (tali, bambu) di salah satu sudut tmbak agar kantong plastik tidak berhamburan Buka ikatan kantong plastic - Ukur suhu, pH, serta kadar garam dari air media benur dan juga air media tambak Perbedaan salinitas tidak boleh lebih dari 5 ppt, suhu tidak boleh lebih dari 2 0C, dan pH tidak boleh lebih dari 0,5 - Masukan air tambak sedikit demi sedikit hingga perbedaan suhu, salinitas, dan pH tidak terlalu jauh dan relatif sama

- Masukan kantong plastik ke dalam baskom sebanyak 5 kantong untuk setiap baskom yang telah diberi lubang di dasar dan di bagian samping, amati benur yang telah ditebar kedalam tambak. - Padat penebaran udang vannamei adalah 50-75 ekor/ m2. 4. Pemberian pakan Berdasarkan spesifikasi teknologi yang akan diterapkan yaitu intensif, maka penyediaan pakan berasal dari pakan tambahan yang telah diolah dalam bentuk Fine crumble dan pellet. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maupun skala laboratorium, pakan udang komersial di Indonesia mengandung protein minimal 30%. Lingkungan budidaya yang dikelola dengan baik sangat dinamis dan mampu menyediakan pakan alami bagi udang dalam tambak. Pemberian pakan yang diberikan yaitu mempunyai nilai Feeding rate (FR) yaitu 3% dari total biomassa dan pemberian pakan dilakukan secara bertingkat tergantung dari umur udang. Frekuensi pemberian pakan yaitu 4 5 kali sehari yag dimulai pada hari pertama dengan dosis disesuaikan dengan ABW dan populasi udang selama pemeliharaan. Tabel 3. Tabel Pemberian Pakan (Blind Feeding) Umur Pakan (kg)

1-5 2 6-10 4 11-15 6 16-20 8 21-25 10 26-30 12 31-40 14 Program pemberian pakan tersebut bersifat fleksibel, dimana jumlah pakan dapat berubah ubah tergantung pada tingkat nafsu makan udang. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan udang adalah: (1) kondisi tanah dasar tambak; (2) kualitas air; dan (3) tingkat kesehatan udang. Secara praktis, tingkat nafsu makan udang dapat diketahui dengan pengontrolan anco yang dilakukan setiap 1 dan 2 jam setelah pemberian pakan. 5. Sampling Kegiatan sampling pertama akan dilakukan pada saat udang mencapai umur 40 hari pemeliharaan di tambak. Sedangkan sampling berikutnya dilakukan 10 hari sekali dari sampling sebelumnya. Adapun maksud dilakukan sampling adalah untuk mengetahui kepadatan (populasi) udang, laju pertumbuhan, dan sekaligus sebagai dasar dalam menetapkan jumlah yang dibutuhkan oleh udang selama pemeliharaan. Sampling dilakukan sebanyak 6 titik. Udang menggetahui kepadatan dikembalikan ke tambak mengunakan jala tebar (Felling gear) seluas 4 m2 yang tertangkap segera dihitung dan ditimbang untuk dan berat rata rata. Setelah itu, udang hasil sampling pemeliharaan.

6. Pemberantasan Hama Penyakit Hama yang bisaa ditemukan di tambak udang Vanname terdiri dari 3 (tiga) golongan, yaitu: pemangsa (predator), penyaing (kompetitor), dan pengganggu (lihat Tabel 4). Hama merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu dan bahkan dapat mengancam kehidupan udang Vanname. Untuk itu, hama tersebut harus diantisipasi sedini mungkin agar tingginya mortalitas udang Vanname yang disebabkan oleh hama dapat ditekan serendah mungkin. Pencegahan dan penanggulangan hama dapat dilakukan dengan cara tertentu, tergantung pada jenis hama yang menjadi sasaran. Tabel 4. Jenis Hama Tambak Udang Vanname menurut Golongannya Golongan Jenis Hama Spesifikasi Predator: a. Ikan b. Ketam

c. Ular dan Belut d. Burung e. Manusia f. Kakap (Lates calcalifer), Payus (Elops hawaiensis), Kuro (Polynemus sp), Kerong kerong (Therapon sp), dan Keting (Arius maculates). Kepiting bakau (Scylla serrata), ketam bulu (Sesarma sp).Ular kadut (Cereberus rhynchops), dan Belut (Synbranchus bengalensis).Blekok (Ardeola ralloides speciosa), Cangak (Ardea cinerea rectirostis), Pecuk Gagakan (Phalocrocorax carbo sinensis), dan Pecuk Ulo (Anhinga rufa melanogaster) Pencuri. Kompetitor: a. Ikan Liar b. Siput c. Udang Liar d. Ketam Mujair (Tilapia mossambica), Belanak (Mugil sp), Pernet (Aplocheilus javanicus), Rekrek (Ambasis gynocephalus).Trisipan (Cerithidea alata; C. quadrata; C. djadjariensis). Udang api, jerbung, mentil, putih, peletok. Ketam (Saesarina sp). Pengganggu: a. Udang Liar b. Ketam c. Penggerek d. Siput e. Manusia Udang tanah (Thalassina anomala), Udang Kerongkong/ Pletok (Thalassina scorpionoides). Ketam Bulu (Saesarina sp) Remis (Teredo navalis) Tritip (Balanus sp), Tiram (Classatrea sp)

Perusak Tabel 5. Jenis dan Cara Pencegahan/Penanggulangan Hama No. 1. 2. Jenis Hama Ikan Liar Udang Liar Cara Pencegahan/ Penanggulangan Pemberian pestisida organik (saponin). Pemasangan saringan pada pintu pemasukan dan pengeluaran air secara ketat. Pemasangan pagar plastik di sekeliling tambak .Pemberian pestisida anorganik (Brestan 60 WP). Memperketat penjagaan/pengotrolan

3. 4. 5

Ketam ketaman Siput dan Penggerek Burung dan Manusia

Jenis penyakit yang sering ditemukan menyerang udang Vanname di tambak akhir akhir ini adalah Bacterial White Spot Syndrome (BWSS), Taura Syndrome Virus (TSV), Fouling Disease (FD), Black Gill Disease (BGD), dan Infectious Hypodermal Hematopoeitic Necrosis Virus (IHHNV). Beberapa kasus membuktikan bahwa penyakit tersebut belum dapat ditanggulangi secara efektif sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan adalah preventif (pencegahan), seperti: - Manajemen kualitas air secara teratur dan kontinyu; - Monitoring dan pengelolaan tanah dasar tambak secara intensif; - Ketepatan dalam pemberian pakan, baik jumlah, waktu, frekuensi jenis, ukuran, maupun kualitas pakan; - Kepadatan penebaran benur dibatasi berdasarkan spesifikasi teknologi yang diterapkan; dan - Mendeteksi adanya gejala serangan pathogen baik secara fisik (manual) maupun dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) di laboratorium secara teratur. 7. Pengelolaan kualitas air Selama proses pemeliharaan dilakukan pengelolaan kualitas air untuk mencegah dan mengatasi adanya penurunan kualitas air. Jenis kegiatan yang

dilakukan tergantung pada hasil monitoring. Monitoring kualitas air dilakukan 3 kali setiap sehari, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Adapun kualitas air yang dimonitor meliputi salinitas, suhu, pH. Kecerahan, warna, kadar oksigen terlarut (DO), jenis plankton, dsb. 8. Pemanenan dan penanganan hasil Pemanenana akan dilakukan setelah udang mencapai umur 120 hari pemeliharaan di tambak atau disesuaikan dengan laju pertumbuhan udang. Apbila berat rata rata (ABW) telah mencapai standard permintaan pasar (30 ekor/kg) maka panen dapat dilaksanakan walaupun masa pemeliharaan belum mencapai 120 hari. Proses pemanenan akan dimulai pada malam hari sampai dini hari untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan. Petak tambak yang akan dipanen dikuras airnya terlebih dahulu mengunakan pintu pengeluaran dan pompa submersible 6. Setelah air tambak mencapai 50% dari volume semula maka udang segera ditangkap menggunakan jala lempar (felling gear) dan sudu. Kemudian udang ditampung ke dalam wadah yang telah disiapkan sebelumnya. Sejalan dengan penangkapan udang menggunakan jala lempar dan sudu, pengurasan air tambak terus dilakukan sampai tambak menjadi kering. Setelah itu, sisa udang yang masih dalam tambak segera dikumpulkan menggunakan tangan kosong (ngegogo). Udang hasil panen langsung dicuci dengan air bersih kemudian direndam dalam wadah tertentu (fibreglass) yang telah diisi dengan air es. Setelah itu, udang disortir (dikelompokkan berdasarkan ukuran) kemudian ditimbang dan dipasarkan.

BUDIDAYA UDANG

I. Pendahuluan Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada kurun waktu tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada produk perikanan. Selepas tahun 1995 produksi udang windu mulai mengalami penurunan. Hal itu disebabkan oleh penurunan mutu lingkungan dan serangan penyakit. Melihat kondisi tersebut, PT. NATURAL NUSANTARA merasa terpanggil untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut dengan produk-produk yang berprinsip kepada Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3). II. Teknis Budidaya Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor, yaitu : 2.1. Syarat Teknis - Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah. - Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya. - Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah. - Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain. - Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri. 2.2. Tipe Budidaya. Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi : - Tambak Ekstensif atau tradisional. Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan

dan program pakan tidak teratur. - Tambak Semi Intensif. Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit. - Tambak Intensif. Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik. 2.3. Benur . Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak. 2.4. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan, meliputi : - Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon. - Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet. - Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha. - Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecahpecah, untuk membunuh bibit penyakit. - Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak. 2.5. Pemasukan Air Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit

plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha. 2.6. Penebaran Benur. Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hatihati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur adalah : - Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik. - Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik. - Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak. - Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan. 2.7. Pemeliharaan. Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak. Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON. Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme.

2.8. Panen. Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati. Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak. III. Pakan Udang. Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang. Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal. a. Umur 1-10 hari pakan 01 b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02 c. Umur 16-30 hari pakan 02 d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03 e. Umur 36-50 hari pakan 03 f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S (jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari). g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen. Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian. Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen. IV. Penyakit. Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ; 1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan

budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON. 2. Bintik Hitam/Black Spot. Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak. 3. Kotoran Putih/mencret. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin. 4. Insang Merah. Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya. 5. Nekrosis. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyakbanyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran. Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.

Anda mungkin juga menyukai