Anda di halaman 1dari 2

Setiap daerah di Indonesia pastilah memiliki beraneka ragam makanan khas.

Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku bangsa. Keaneka ragaman ini juga terjadi di Magelang tempat kelahiranku. Jika orang singgah di Magelang pasti yang mereka ingat dua hal, yang pertama adalah Borobudur dan yang kedua adalah gethuk. Kedua hal tersebut adalah ciri khas yang melekat dari Magelang. Dikarenakan di sini yang akan dibahas adalah makanan maka Borobudur kita tinggalkan dulu. Makanan khas Magelang sebenarnya tidak hanya gethuk tetapi beraneka ragam bentuk dan nama salah satunya adalah pothil yang merupakan makanan dari lembah gunung merbabu. Mungkin sebagian kita masih bertanya-tanya apa itu pothil. Pothil adalah sebuah makanan ringan seperti keripik yang terbuat dari ketela pohon dan berbentuk seperti tabung (lebih miripnya seperti pipa kecil). Kualitas pothil yang dihasilkan tergantung pada bahan dasar yang digunakan dan cara pembuatannya. Bahan dasar dari pothil adalah ketela pohon atau orang desa biasa menyebutnya telo pohong . Ketela yang digunakan untuk pembuatan pothil ini juga harus memeliki kriteria tertentu agar pothil yang dihasilkan renyah dan menarik. Pertama ketela yang digunakan harus sudah memiliki umur yang cukup tua, kalau diibaratkan manusia umurnya antara 30 40 tahun. Kedua, ketela yang digunakan harus banyak mengandung air. Hal ini dibutuhkan agar daging ketela yang akan dijadikan bahan dasar pothil menjadi ulet dan tidak keras. Kriteria ketiga adalah ketela tidak mengalami masa dua kali hidup. Maksud dari dua kali hidup di sini ketela tidak pernah mengalami masa inkubasi. Sebagai contoh pohon ketela ditanam pada musim hujan tetapi karena terjadi musim kemarau pohon ketela itu terlihat mati dan pada saat musim hujan datang pohon ketela itu kembali hidup. Kasus seperti inilah yang seing disebut hidup dua kali. Cara pembuatan pothil sebenarnya cukup sederhana. Pertama ketela yang sudah dipanen dikupas kulitnya dan dicuci hingga bersih dengan cara disikat. Proses selanjutnya ketela yang sudah dicuci ditiriskan dan diparut menggunakan parut ketela. Proses pemaruan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran ketela. Setelah semua ketela selesai diparut, ketela dimasukkan kedalam ember besar yang diberi air kemudian diperas seperti kita membuat santan. Pemerasan ini dilakukan untuk memisahkan antara tepung ketela dengan daging ketela. Proses pemerasan ini cukup dilakukan satu kali saja karena jika terlalu banyak akan banyak nutrisi yang hilang. Sebelum memasuki proses penghalusan dan pencetakan, ketela harus didiamkan kurang lebih sekitar 3 hari agar daging ketela menjadi ulet. Setelah kurang lebih 3 hari ketela dihaluskan dengan cara ditumbuk sampai halus. Pada proses penumbukan ini ketela dicampur dengan bumbu agar nantinya pothil menjadi renyah. Proses pencetakan pothil bermacam-macam ada yang dipipihkan denga botol atau kaleng terus di cetak da nada juga yang menggunakan cabang pohon bambu. Pothil yang dibuat dengan cara dipipihkan dengan botol pada saat dilakukan penggorengan hasil akhirnya akan tetap pipih. Sedangkan yang dicetak menggunakan cabang pohon bambu akan mengembang. Variasi bentuk ini biasanya tergantung dari daerah yang membuatnya. Makanan ini dapat kita temukan di pasar-pasar dan warung penjual makanan di daerah Magelang dengan harga yang cukup murah. Biasanya pothil ini dijadikan makanan pendamping saat memakan bakso, mie ayam dan soto. Tetapi tidak jarang yang menjadikannya sebagai nyamikan sambil bersantai dengan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai