Anda di halaman 1dari 8

EVALUASI RESEP MAKANAN DAERAH

“ LEMANG “

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kuliner Kearifan Lokal


DOSEN PENGAJAR: Dini Lestrina,DCN,M.KES

DISUSUN OLEH :

MAHASISWA PRODI DIII SEMESTER II


KELAS B

Kelompok 10 :

Elda Mayang Sari br Pakpahan P01031118079

Eva Erawaty Purba P01031118083

Hafizah Khairunnisah Nst P01031118087

Safira Eka Puspita P01031118114

POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN


JURUSAN GIZI
PRODI DIII
TAHUN 2019
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lomang (Batak), lemang (Melayu) dan lamang (Minangkabau) adalah tiga nama yang
diucapkan dan ditulis mirip untuk menunjukkan nama satu hal. Lemang (selanjutnya, baca:
Indonesia) adalah suatu metode memasak beras menjadi nasi dengan menggunakan wadah
bamboo. Setelah beras dimasukkan ke dalam rongga bamboo yang di dalamnya dilapisi daun
pisang kemudian dibakar/dipanggang di atas api menyala. Beras yang sudah menjadi nasi ini
dengan metode bamboo disebut lemang.

Namun perlu diingatkan, dalam industri lemang yang sekarang, seperti dituturkan
Baharuddin Aritonang dalam bukunya Orang Batak Berpuasa, chapter 26 ‘Mangalomang’,
banyak lemang komersil yang palsu di pasaran. Dalam dunia tradisi, lomang asli haruslah taat
menggunakan jenis bambu yang sesuai–agar hasilnya maksimal. Lomang asli ciri-cirinya
lembek di bagian bawah dan bagian atas. Bagian terbaik dari lomang asli (pulen) ada di
bagian tengah ruas bambu. Lemang palsu mudah dikenali jika semua bagian ruas bambu
(bawah, tengah dan atas) tampak seragam dan tingkat kematangannya rata, Teknik lemang
palsu ini dilakukan dengan cara beras pulut dimasak dulu dalam dandang baru kemudian
dibungkus dan digulung dengan daun pisang yang sudah diasapi lalu dimasukkan ke dalam
rongga bambu dan kemudian dipanggang seadanya. Dalam perdagangan lemang palsu
maccam ini, kerap kali bambunya disembunyikan, isinya dijajakan. Tidak demikian dengan
lomang tradisi nan asli.

Ini berarti, untuk menghasilkan lemang yang orisinil, syarat perlu metode lemang ini
haruslah ada jenis bamboo yang sesuai dengannya, yakni bambu spesies Schizostachyum
zollingeri Steud. Jenis bamboo ini tidak mudah diperoleh, hanya terbatas di beberapa daerah,
tetapi umum ditemukan di Tanah Batak. Tanaman bamboo jenis ini tumbuh liar secara acak di
berbagai tempat dan jarang dibudidayakan penduduk karena manfaatnya sangat terbatas.
Berbeda dengan jenis bamboo yang lain yang batang bamboo dapat dibuat menjadi
gubuk/rumah, pagar, jembatan atau tiang jemuran. Akibatnya nilai ekonomis penggunaannya
bamboo lemang bagi penduduk tidak setinggi jenis bamboo yang lain–kuat dan tahan lama.
Bambu lemang ruasnya lebih panjang dan ketebalannya lebih tipis yang menyebabkannya
memiliki rongga yang lebih lebar. Di dalam rumpun bamboo, jenis bamboo serupa ini dapat
patah ditiup angin kencang. Selain itu jika digunakan untuk maksud lain, sangat mudah
keropos dimakan rayap. Namun demikian, Tuhan tahu apa yang direncanakannya, penduduk
yang hidup pada masa teknologi yang masih sederhana (primitive), melihat kelemahan
bamboo jenis lemang ini sebagai sesuatu yang justru bisa digunakan bahkan untuk
mempertahankan hidup di hutan—yakni memasak nasi dengan nikmat. Kecerdasan Tuhan
yang tinggi dapat dipahami dengan baik oleh penduduk local yang bersahaja.

Faedah utama dengan memasak nasi dengan metode lemang ini, sesungguhnya bukan
karena nasinya lebih enak, tetapi hasilnya (nasi) dapat tahan lama, tidak mudah basi, tidak
perlu wadah baru untuk menyimpan karena bamboo itu sendiri sudah menjadi semacam
termos alam, dan juga tetap bisa dihangatkan, cukup ditaruh langsung termos alam itu di atas
bara api. Oleh karenanya, metode memasak nasi ala bamboo sangat sesuai dengan perjalanan
panjang yang membutuhkan waktu lama (beberapa hari). Singkat kata: lemang adalah suatu
metode memasak beras yang syarat dan ketentuannya tidak mudah, tetapi manfaat yang
dihasilkannya sangat berarti.
Perjalanan jauh merupakan hal yang biasa di Tanah Batak utamanya di Mandailing
dan Angkola di jaman doeloe. Bahkan perjalanan ini dilakukan dalam beberapa hari. Hal ini
karena untuk memenuhi prosedur dalam sistem perkawinan dalam budaya ‘dalihan na tolu’.
Dalam perkawinan di Tanah Batak tidak diizinkan secara adat kawin semarga. Marga Siregar
di Sipirok menjalin hubungan perkawinan (timbal balik) dengan marga Harahap di Padang
Lawas dan Angkola. Demikian juga penduduk di Padang Lawas (Hasibuan) dan Angkola
dengan penduduk di Mandailing Godang (Nasution). Selanjutnya penduduk Mandailing
Godang dengan penduduk yang berada di Klein Mandheling, Oeloe en Pakanten yang
berbatasan dengan Bovenlanden (Lubis, Rangkuti). Hal yang sama juga antara penduduk
Batang Toru (Pulungan) dengan penduduk di Sipirok. Jarak wilayah antar marga ini sangatlah
berjauhan jika jalan sendiri dua hari dan jika rombongan dapat tiga empat hari. Lomang,
dendeng, ikan sale, kopi, gulo bargot, sasagun dan lainnya adalah bekal tahan lama yang
digunakan dalam perjalanan adat yang kemudian di masa kini menjadi warisan tradisi yang
masih ada..

Secara teoritis, inovasi memasak beras dengan metode lemang timbul di luar
lingkungan peradaban (di luar kampong) atau tepatnya di dalam hutan. Metode memasak ala
bamboo ini sangat taktis di dalam suatu perjalanan jarak jauh, tetapi tidak praktis di dalam
lingkungan tempat tinggal. Namun karena metode ini memberi value tinggi (antara lain rasa
dan memiliki system penyimpanan sendiri) lalu metode ini dicapture sebagai metode yang
memiliki makna lain (ritual dan komersil). Penduduk rural yang cenderung mengadopsi
metode ini secara luas adalah penduduk yang memiliki persyaratan tertentu dan kegunaan
tertentu. Penduduk urban yang menggunakan metode ini dan mengkonsumsi hasilnya karena
awalnya dikaitkan dengan konsumen tradisi lalu menjadi popular untuk semua kalangan.

Pada masa kini, Kota Tebing Tinggi di Sumatra Utara dikenal sebagai Kota Lemang
adalah suatu fakta. Disebut industri lemang yang terbilang cukup berkembang di kota ini
karena produksi berlangsung tiap hari dan produsen yang menghasilkan lemang cukup
banyak. Konsumennya tidak hanya konsumen tradisi tetapi juga konsumen baru di luar
konsumen tradisi. Menariknya, konsumen tradisi ini tidak saja yang tinggal di Tebing Tinggi
dan sekitarnya, tetapi karena Kota Tebing Tinggi adalah kota lintasan jarak jauh dari Tapanuli
ke Medan dan sebaliknya, maka konsumen tradisi juga dari luar kota. Konsumen tradisi dari
Tapanuli inilah yang menjadi pasar potensial dalam awal perkembangan industri lemang di
Tebing Tinggi. Akan tetapi sangat disayangkan, akhir-akhir ini beredar kabar tidak sedap
bahwa lemang yang diperdagangkan di Tebing Tinggi sudah tidak orisinil lagi seperti dua
dekade lalu. Kini produsen modern menjajakan lemang palsu berhadapan dengan konsumen
tradisi, khususnya dari Tanah Batak di Tapanuli.
Lemang sebagai produk industri makanan tradisi akan tumbuh kembang jika pendukungnya
(masih) memiliki preferensi yang kuat terhadap penganan yang khas ini. Produsen vis-à-vis
konsumen. Tiga etnik yang memiliki tradisi lemang dan sudah dikenal sejak lama adalah
Melayu (lemang), Minangkabau (lamang) dan Batak (lomang). Di lingkungan tradisi tiga
etnik ini, lemang adalah penganan yang khas yang disiapkan dan dihidangkan pada waktu-
waktu tertentu, seperti hajatan, hari raya dan juga dapat ditemukan pada hari pekan.
RESEP “LEMANG”

Bahan :

1 kg beras ketan.

1 litter santan kelapa.

1 sdt garam halus.

1 tangkai daun pisang (ambil daunnya saja).

2 batang buluh bambu (bersihkan bagian dalam dari buluh bambu tersebut).

Cara Membuatnya

 Mula-mula cuci beras ketan terlebih dahulu kemudian tiriskan.


 Selanjutnya, tambahkan santan kelapa bersama garam kedalam beras ketan yang telah
dicuci tadi.
 Setelah itu, siapkan bambu lalu lapisi bagian pinggiran dalam bambu dengan daun
pisang kemudian tuangkan beras ketan yang telah diberi santan tadi sebanyak ¾ dari
bagian bambu,
 lalu tutupi bagian atas bambu dengan daun pisang.
 Terakhir, Siapkan api lalu bakar bambu yang sudah berisi beras ketan hingga matang
lebih kurang 2-4 jam.
 Setelah lemang matang, keluarkan lemang dari bambu kemudian potong-potong lalu
sajikan.
EVALUASI RESEP

Evaluasi yang dilakukan terhadap resep “Lemang” didapatkan kelemahan dari


panganan khas daerah tersebut yang menyebabkan tidak bisa go internasional antara lain:

Pada lemang tidak ada standarisasi dari segi rasa seperti yang sudah dilakukan pada makanan
khas lain yang sudah mendunia yaitu rendang.Dikarenakan jika memasak dengan bahan yang
berbeda membuat rasa lemang ini tidak orisinil.

Waktu pemasakan yang lama juga menjadi kendala pada makanan “Lemang” ini. Lemang
membutuhkan waktu 2-4 jam untuk ia benar-benar matang.Terkadang apabila lemang tidak
dimasak dengan waktu yang pas menyebabkan lemang itu menjadi cepat basi. . Sehingga
masyarakat enggan untuk memasak makanan ini karena masyarakat sudah terbiasa dengan
makanan instant

Selain waktu pemasakan,cara membuat lemang ini juga terbilang rumit. Dimana kita harus
menyediakan bambu spesies Schizostachyum zollingeri Steud. Jenis bamboo ini tidak mudah
diperoleh, hanya terbatas di beberapa daerah,

Variasi dari lemang yang cenderung gitu-gitu saja,membuat masyarakat bosan untuk
memakan lemang. Karena biasanya lemang hanya disajikan dengan selai srikaya atau adapula
yang menyantapnya dengan lauk.
PENGEMBANGAN

Pengembangan resep ataupun pemasaran yang dilakukan agar “Lemang” menjadi


makanan yang go internasional adalah :

Mengembangkan/memodifikasi varian rasa Lemang sehingga banyak masyarakat yang


antusias terhadap panganan tersebut.

Kemudian mengembangakan riset untuk menciptakan lemang dalam bentuk kemasan ataupun
instan.

Mengadakan bazaar makanan atau workshop terkait dengan panganan tradisional “lemang”.
Bisa juga dengan menyebarkan informasi tentang lemang ke social media, seperti facebook
dan instagram.

Melakukan pemasaran produk “Lemang” ke beberapa toko atau supermarket ternama.

Bekerjasama dengan pengusaha-pengusaha makanan untuk mengembangkan produk lemang.


KESIMPULAN

Lomang (Batak), lemang (Melayu) dan lamang (Minangkabau) adalah tiga nama yang
diucapkan dan ditulis mirip untuk menunjukkan nama satu hal. Lemang (selanjutnya, baca:
Indonesia) adalah suatu metode memasak beras menjadi nasi dengan menggunakan wadah
bamboo. Setelah beras dimasukkan ke dalam rongga bamboo yang di dalamnya dilapisi daun
pisang kemudian dibakar/dipanggang di atas api menyala. Beras yang sudah menjadi nasi ini
dengan metode bamboo disebut lemang.
Karena proses pemasakan yang rumit membuat masyarakat enggan untuk memasak
lemang dan juga variasi rasa yang tidak berubah membuat orang menjadi bosan untuk
mengonsumsi lemang.Dengan cara memodifikasi resep mengadakan bazaar makanan dan
lain-lain,kita bisa mengembangkan produk makanan “Lemang” ini untuk go Internasional.

Anda mungkin juga menyukai