Anda di halaman 1dari 3

BAB II

LANDASAN TEORI

A) Makanan tradisional Kerupuk basah

1. Makanan tradisional

Seorang pewarta pernah bertanya, “Apa saja makanan tradisional Indonesia?” Sekilas
pertanyaan tersebut terdengar remeh dan menggelikan, apalagi yang bertanya jelas-jelas orang
Indonesia sendiri. Tapi untuk menjawab pertanyaan tersebut secara menyeluruh ternyata
tidaklah sederhana. Jika kita menjawabnya dengan menyebutkan nama-nama makanan, akan
kita dapatkan suatu daftar panjang yang seolah tidak habis-habisnya. Indonesia adalah suatu
bangsa besar yang menempati wilayah sangat luas, rumah bagi 1.340 etnis bangsa (BPS, 2010)
yang masing-masing mereka punya dapur khas sendiri-sendiri. Dari setiap dapur itu terciptalah
puluhan atau mungkin ratusan kreasi makanan yang diakui menjadi milik mereka.

Maka jika semua nama makanan/masakan tradisional tersebut dikumpulkan berikut


resepnya, kita akan mendapatkan suatu kitab teramat tebal yang layak dinamakan kitab
makanan tradisional Indonesia. Cara lebih sederhana untuk menjawab pertanyaan diatas adalah
dengan mendefinisikan secara jelas apa itu makanan tradisional, lalu memberi batasan-batasan
tegas untuk membedakannya dari yang selain itu. Dengan kriteria-kriteria tersebut masing-
masing kita dapat mengukur sendiri, apakah suatu makanan layak untuk disematkan label
makanan tradisional Indonesia atau tidak.

Menurut Prof. Murdijati Gardjito, Guru Besar Teknologi Pangan dari UGM, makanan
tradisional adalah “makanan yang diolah dari bahan pangan hasil produksi setempat, dengan
proses yang telah dikuasai masyarakat dan hasilnya adalah produk yang citarasa, bentuk dan
cara makannya dikenal, digemari, dirindukan, bahkan menjadi penciri kelompok masyarakat
tertentu. Pada sebagian masyarakat, makanan tradisional juga merupakan kebanggaan akan
daerah kelahiran, tempat tumpah darahnya.”

Dari definisi diatas, dapat dilihat suatu pola bahwa makanan tradisional terikat dengan
dimensi ruang dan waktu. Ada pembatas berupa ruang yaitu lokalitas bahan baku, pengolah
(produsen) dan juga “pemilik” dari makanan tersebut. Tidak dapat dikatakan suatu makanan
sebagai makanan tradisional jika bahan baku untuk menciptakannya asing bagi pengolah
maupun penikmatnya. Asing dalam artian tidak dapat dihasilkan sendiri dari tanah air setempat
dengan metode budidaya yang telah biasa dilakukan. Maka sebagai contoh, secara sederhana
bisa kita simpulkan bahwa segala makanan berbahan baku terigu tidaklah bisa dikelompokkan
sebagai makanan tradisional Indonesia, meskipun ia telah sangat lazim ditemukan di tengah
masyarakat.
Lokalitas juga melekat pada peramu atau pengolah suatu makanan tradisional. Meskipun
untuk membuat keju di Indonesia adalah memungkinkan dari sisi bahan baku, tetapi teknik
membuatnya tidak familiar bagi orang Indonesia. Maka ketika seorang pengusaha bule di
Boyolali mencoba memproduksi keju dari susu sapi produksi setempat, dan berhasil, tidak serta
merta membuat keju menjadi makanan tradisional Boyolali. Lain halnya dengan dadih, olahan
susu mirip keju yang merupakan makanan tradisional Minangkabau (Sumatera Barat) karena
dibuat dengan teknik pengolahan yang unik menggunakan batang bambu. Ketersediaan bahan
baku melimpah tidak menjadi jaminan semua makanan yang diolah darinya bisa disebut sebagai
makanan tradisional. Masih diperlukan syarat lain berupa penguasaan teknik pengolahan yang
dikenal luas dan mengakar dari generasi ke generasi.

Syarat lokalitas ternyata juga melekat kepada kelompok masyarakat yang menikmati
makanan tradisional tersebut. Hal ini meliputi tata cara makan, bagaimana makanan tersebut
diperlakukan dan menempati posisi tertentu dalam kehidupan masyarakat. Pada bagian ini,
makanan tradisional menjadi unsur tak terpisahkan dari kebudayaan dan adat istiadat setempat,
bukan lagi semata-mata sebagai alat pemenuhan kebutuhan biologis untuk bertahan hidup.
Maka makanan tradisional disebut tradisional jika pemiliknya jelas, yaitu masyarakat yang tidak
bisa lepas darinya ketika menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial ditengah-tengah mereka.

Dimensi kedua yang membatasi kriteria makanan tradisional adalah dimensi waktu.
Bukan berarti setiap makanan tradisional harus berusia tua, tetapi yang dimaksudkan adalah
makanan tersebut telah mengakar di tengah-tengah masyarakat dan dikenal luas, baik citarasa
maupun bentuknya. Boleh jadi suatu makanan telah berusia tua, diturunkan dari generasi ke
generasi, tetapi hanya dikenal secara eksklusif oleh suatu keluarga misalnya, maka ia tidak
memenuhi syarat yang dimaksud. Atau boleh jadi suatu makanan sangat populer di masyarakat,
dimana semua kalangan bisa membuat dan menikmatinya, tetapi tidak dikenal (rasa dan
bentuknya) oleh generasi-generasi sebelumnya, maka makanan tersebut tidak juga dapat
digolongkan sebagai makanan tradisional. Maka suatu makanan tradisional selain memenuhi
syarat lokalitas yang diterangkan sebelumnya, mestilah juga telah dikenal secara luas dan
diturunkan dari generasi sebelumnya dan diwariskan pula ke generasi selanjutnya.

2. Kerupuk

Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang pada umumnya dibuat dari adonan
tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan yang berasal dari Indonesia.
Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sampai matang, kemudian dipotong tipis-tipis,
dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering dan digoreng dengan minyak goreng yang
banyak. Makanan ini populer di kalangan masyarakat Indonesia sebagai lauk hidangan serta
sebagai jenis lomba makan utama pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Kerupuk tidak selalu berbahan dasar tepung tapioka, tetapi lebih kepada 3 proses
persiapan. Pembuatan, pengeringan, dan pemasakan (bisa digoreng dengan minyak atau pasir,
atau dibakar).Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai
makanan Indonesia seperti nasi goreng dan gado-gado.Kerupuk udang dan kerupuk ikan adalah
jenis kerupuk yang paling umum dijumpai di Indonesia. Kerupuk berharga murah seperti
kerupuk aci atau kerupuk mlarat hanya dibuat dari adonan sagu dicampur garam, bahan
pewarna makanan, dan vetsin.

Kerupuk biasanya dijual di dalam kemasan yang belum digoreng. Kerupuk ikan dari jenis
yang sulit mengembang ketika digoreng biasanya dijual dalam bentuk sudah digoreng.Kerupuk
kulit atau kerupuk ikan yang sulit mengembang perlu digoreng sebanyak dua kali. Kerupuk perlu
digoreng lebih dulu dengan minyak goreng bersuhu rendah sebelum dipindahkan ke dalam
wajan berisi minyak goreng panas. Kerupuk kulit (kerupuk jangek) adalah kerupuk yang tidak
dibuat adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi atau kerbau yang dikeringkan.

Anda mungkin juga menyukai