Anda di halaman 1dari 22

Kerajaan Hindu-Budha Di Indonesia

Ayu Kumala Sari Ragil Sektiani Ridha Adilla. AR Siti Rahmawati

Disusun Oleh

Kerajaan Kutai

Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Politik:
Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh seorang yang bernama Purnawarman yang gagah berani. Dimasa pemerintahannya dikenal sebagai kerajaan yang teratur dan berdaulat. Kerajaan Tarumanegara menjalin persahabatan dengan negara India. Kemajuan India dibidang agam inilah yang menyebabkan unsur-unsur budaya India diambil oleh kerajaan. Tarumanegara, tindakan tersebut berhasil, karena Tarumanegara mempunyai potensi yang berupa kemajuan teknologi, taraf pemikiran, keagamaan, kesenian dan kekuatan strukturnya.

Ekonomi:
Kegiatan peternakan telah berkembang Memanfaatkan transportasi jalur darat dan laut Telah menjalin hubungan dengan Internasional

Bersifat Agraris, maksudnya dibidang pertanian sudah relatif lebih maju. ex: adanya usaha untuk menggali sunagi gomati. Tujuannya untuk menagani bahaya banjir dan irigasi unuk sawah-sawah.

Sosial:
Raja Purnawarman ikut membantu menyumbangkan sedekah berupa 1000 ekor sapi kepada para brahmana dan ia juga telah memerintahkan untuk menggali sunagi gomati. Hal tersebut menunjukkan kepeduliannya terhadap rakyat. Peristiwa tersebut tercatat dalam prasasti Tugu. Hubungan atara Raja dan Brahmana bebjalan dengan sangat baik. Sebagai tanda buktinya adalh dibuatnya Prasasti Lebak.

Agama:
Agama yang dianut masyarakat Kerajaan Sriwijaya adalah agama Hindu Aliran. Menurut Fa-Hsien Kerajaan Tarumanegara menganut agama Buddha serta animisme dan dinamisme.

Budaya:
Menyerap kebudayaan India, karena masyarakat Tarumanegara mempunyai potensi yang sepadan dengan budaya India. Berupa kemajuan teknologi, taraf pemikiran agama, kesenian dan kekuatan struktural masyarakat.

Peninggalan Sejarah Fakta


Tertulis:
Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

Sumber berita dari luar negeri


Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.

Visual:
Naskah Wangsakerta Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.

Upacara:

Upacara penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau

Jayasingawarman 358-382 Dharmayawarman 382-395 Purnawarman 395-434 Wisnuwarman 434-455 Indrawarman 455-515 Candrawarman 515-535 Suryawarman 535-561 Kertawarman 561-628 Sudhawarman 628-639 Hariwangsawarman 639-640 Nagajayawarman 640-666 Linggawarman 666-669

Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah kerajaan Melayu kuno di pulau Sumatra yang banyak berpengaruh di kepulauan Nusantara. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I-Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 selama 6 bulan. Prasasti pertama mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, Sumatra, pada tahun 683. Kerajaan ini mulai jatuh pada tahun 1200 dan 1300 karena berbagai faktor, termasuk ekspansi kerajaan Majapahit. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti "bercahaya" dan wijaya berarti "kemenangan".

Peninggalan Sejarah Teori


Politik:
Relasi dengan kekuatan regional
Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi beberapa menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan kolonisasi atas seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di semenanjung Melayu. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Palembang mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, Melayu, dan India. Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, dan sebuah prasasti tertahun 860 mencatat bahwa raja Balaputra mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada, Pala. Relasi dengan dinasti Chola di India selatan cukup baik dan menjadi buruk setelah terjadi peperangan di abad ke-11.

Ekonomi:

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas selat Malaka dan selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kamper, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi beberapa menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan kolonisasi atas seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di semenanjung Melayu. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Palembang mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, Melayu, dan India.

Sebagai pusat pengajaran Budha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Ching, yang melakukan kunjungan ke Sumatra dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India pada tahun 671 dan 695, serta di abad ke-11, Atisha, seorang sarjana Budha asal Benggala yang berperan dalam mengembangkan Budha Vajrayana di Tibet. di Sriwijaya, terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti. pada tahun 671 dan 695, serta di abad ke-11, Atisha, seorang sarjana Budha asal Benggala yang berperan dalam mengembangkan Budha Vajrayana di Tibet. I Ching melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan.

Sosial:

Budaya:

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Srivijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melewati perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9.

Agama:

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha.

Peninggalan Sejarah Fakta


Tertulis:

Prasasti Berbahasa Sanskerta atau Tamil


- Prasasti Ligor di Thailand - Prasasti Kanton di Kanton - Prasasti Siwagraha - Prasasti Nalanda di India - Piagam Leiden di India - Prasasti Tanjor - Piagam Grahi - Prasasti Padang Roco - Prasasti Srilangka

Prasasti berbahasa Melayu Kuno

- Prasasti Kedukan Bukit tanggal 16 Juni 682 Masehi di Palembang - Prasasti Talang Tuo tanggal 23 Maret 684 Masehi di Palembang - Prasasti Telaga Batu abad ke-7 Masehi di Palembang

- Prasasti Telaga Batu abad ke-7 Masehi di Palembang - Prasasti Palas Pasemah abad ke-7 Masehi di Lampung Selatan - Prasasti Karang Brahi abad ke-7 Masehi di Jambi - Prasasti Kota Kapur tanggal 28 Februari 686 Masehi di P. Bangka - Prasasti Sojomerto abad ke-7 Masehi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah

Visual:
Sumber berita Tiongkok
- Kronik dari Dinasti Tang - Kronik Dinasti Sung - Kronik Dinasti Ming - Kronik Perjalanan I Tsing - Kronik Chu-fan-chi oleh Chau Ju-kua - Kronik Tao Chih Lio oleh Wang Ta Yan - Kronik Ling-wai Tai-ta oleh Chou Ku Fei - Kronik Ying-yai Sheng-lan oleh Ma Huan

Upacara:
Dalam Upacara di Kerajaan Sriwijaya dikenal:
Kekuasaan tertinggi dikerajaan dipegang oleh raja, tiga persyaratannya yaitu: Samraj, berdaulat atas rakyatnya. Indratvam, memerintah seperti dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Ekachattra, Eka (satu) chattra (payung), kata ini bermakna mampu melindungi seluruh rakyatnya.

683 Jayanasa 702 Indravarman 728 Rudra vikraman atau Lieou-t'eng-wei-kong 790 DharmasetuNakhon Si Thammarat (Ligor) 775 Sangramadhananjaya or Vishnu Jawa Ligor 792 SamaratunggaJawa 835 Balaputra Sri Kaluhunan Jawa 960 Sri Uda Haridana atau ri Udayadityavarman 961 Sri Wuja atau ri Udayadityan 980 Hia-Tche 988 Sri Culamanivarmadeva 1008 Sri Maravijayottungga 1017 Sumatrabhumi 1025 Sangramavijayottungga 1028 Sri Deva 1064 DharmaviraSolok 1156 Sri Maharaja 1178 Trailokaraja Maulibhusana Varmadeva

Kerajaan Mataram

Anda mungkin juga menyukai