Anda di halaman 1dari 2

Pencuri Gorengan Siti Mukti Inayah Sari itu tidak jujur. Tapi hanya ia sendiri yang tahu.

Dia sekarang kelas lima di sekolah dasar. Sekolahnya biasa saja. Gedungnya biasa, guru gurunya biasa, siswanya biasa, dan sekolah ini tak pernah memenangkan lomba apapun. Hanya satu yang tidak biasa. Begitu banyak tukang makanan berjualan di sekolah ini. Tukang bakso, gorengan komplit, es, mi ayam, nasi, burger gerobak, sampai grontol, semua ada. Lo? Jadi apa hubungannya dengan Sari yang tidak jujur? Sari selalu makan banyak di jam istirahat. Padahal uang sakunya tidak banyak. Bisa ditebak. Ia selalu mengambil makanan lebih banyak dari uang yang ia bayarkan ke penjual. Tentu saja ini hanya bisa dilakukian jika suasana sedang ramai. Penuh sesak. Tak ada yang memperhatikan. Sasaran utama Sari adalah Pak Hasam, si tukang gorengan. Banyak sekali anak berjejal di depan kiosnya. Gorengan bikinan Pak Hasan terkenal menggoda aromanya. Rasanya sangat gurih, renyah, dan lezat. Karena terlalu banyak pembeli, akhirnya Pak Hasan membuat prasmanan. Artinya, anak anak boleh mengambil sendiri gorengan yang akan mereka beli. Inilah kesempatan emas Sari. Dia menyerahkan uang seribu rupiah, dan mengambil lima potong tempe goring, lima potong tahu goring, dan lima potong pisang goring. Pak Hasan sibuik menggoreng makanan lainnya, dan tidak pernah mengawasi makanan jualannya. Sebenarnya satu potong gorengan harganya dua ratus rupiah. Kenyang dan sangat hemat! Sari telah menjalankan kejahatannya ini sejak kelas III SD. Berarti sudah dua tahun! Tak pernah ada yang memergokinya. Pak Hasan justru suka sekali padanya. Langganan berat! kata Pak Hasan jika Sari muncul. Suatu hari menjelang kenaikan kelas, sari kepergok. Ketua kelasnya, Roni melihatnya menyerahkan uang seribuan pada Pak Hasan. Namun Roni melihat Sari mengambil sepuluh potong gorengan ditengah desakan siswa lain. Roni membiarkan Sari menghabiskan makanannya di kelasm kemudian menghampirinya dan berbisik. Sar, aku lihat kamu mencuri gorengan Sari terkejut setengah mati. Ia hamper memuntahkan gorengan terakhirnya jika Roni tidak segera menyerahkan sebotol air mineral dingin. Apa apa kamu bilang? Tanya Sari gugup. Aku bilang, aku liahat kamu ambil gorengan terlalu banyak. Segera bayar kekurangannya atau aku akan sebarkan berita ini bisik Roni dengan tegas. Sari bungkam. Di sakunya masih ada seribu rupiah lagi. Cukup untuk membayarnya. Tapi uang ini untuk beli nasi bungkus pada jam istirahat kedua. Lakukan sekarang atau aku sebarkan! bentak Roni nyaring. Germbolan anak perempuan didekat mereka tampat kaget dan berbisik bisik. Sari malu sekali. Ia segera berlari menuju kios Pak hasan dan menyerahkan uang seribu itu. Roni dibelakangnya mengawasi. Pak, tadi Sari lupa bayar, kata Sari. Pak Hasan bingung. Lupa bagaimana, Neng? Bapak ingat kok, tadi Neng sudah bayar. Sari tidak menjawab dan berlari pergi. Pak hasan geleng geleng kepala. Akhirnya dia sadar juga gumam Pak Hasan. Roni terkejut.

Lo? Bapak tahu kalau dia Pak Hasan tertawa. Nak, Bapak ini jualan gorengan sejak usia dua belas tahun! Sekarang usia Bapak enam puluh dua tahun! Masa hal kecil begini Bapak tidak lihat. Hahahaha Tapi kenapa tidak ditegur dari dulu, Pak? Tanya Roni heran. Kenapa harus ditegur? Yang penting dia sangat suka gorengan bapak. Tidak pernah ada anak perempuan seperti dia itu, yang makan sepuluh potong gorengan dalam dua menit! Hahaha ada ada saja Roni mau tak mau tertawa juga. Meskipun heran dengan cara berpikir penjual itu. Sejak saat itu Sari tak pernah mencuri makanan lagi. Dia meminta ibunya untuk membuatkan bekal setiap hari. Sari tak pernah muncul di kantin atau di kios makanan. Pak hasan merasa kehilangan. Roni juga merasa bersalah. Ini berlangsung selama lebih dari sebulan. Sari juga tak pernah menjawab sapaan Roni, meskipun Roni tidak menyebar kejahatan Sari. Akhirnya, Roni tak tahan lagi. Ia membeli lima puluh potong gorengan dari Pak Hasan. Isinya campur. Ada tempe, tahu, pisang, dan bakwan. Roni menghadang Sari di gerbang sekolah ketika pulang dan menyerahkan hadiah itu. Apa ini? Tanya Sari tanpa membuka plastiknya. Tapi hidung Sari mencium aroma lezat gorengan. Dia mulai resah. Indera perasanya ingin segera mengunyah makanan lezat itu. Itu makanan kesukaanmu. Habiskan dan maafkan aku, Sari. Aku hanya tak ingin temanku berbuat tidak benar Sari tertawa melihat wajah Roni yang memohon itu. Haha wajahmu lucu, ketua kelas! Baiklah, aku maafkan, kata Sari. Roni kaget. Semudah itu? Tentu saja. Aku bukan pendendam. Lagipula dengan gorengan sebanyak ini, aku tak bisa tidak memaafkanmu. Roni ikut tertawa lega. Masalah selesai dengan mudah. Kemudian mereka tetap berteman. Ketika naik ke kelas enam, Sari sudah tidak malu lagi untuk muncul di hadapan Pak Hasan. Tentu saja, tanpa pencurian lagi! Pak Hasan makin suka padanya. Dikutip dari BOBO Tahun XXXVI terbit 8 Mei 2008

Anda mungkin juga menyukai