Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Saat ini dan dimasa yang akan datang kemajuan ilmu dan teknologi informasi kesehatan berkembang pesat, penguasaan informasi dan teknologi menjadi faktor strategis pendorong kemajuan pada sarana pelayanan kesehatan, dengan demikian sarana pelayanan kesehatan harus menguasai informasi yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi sehingga mampu mengambil keputusan yang efektif dalam menyelesaikan masalah dan menentukan strategi untuk kemajuan sarana pelayanan kesehatan. Penguasaan informasi di sarana pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan memanfaatkan rekam medis, karena rekam medis berisi data medis, data sosial pasien dan segala bentuk kegiatan pelayanan yang diberikan pada pasien oleh dokter, perawat dan petugas kesehatan lain, sejak masuk dirawat sampai keluar rumah sakit atau pulang. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Di dalam membuat sebuah rekam medis dibutuhkan bebarapa tahapan pencatatan, salah satunya adalah kodefikasi diagnosa penyakit. Pengkodean diagnosa yang tepat dan akurat akan mempermudah petugas kesehatan dalam menentukan tindakan yang akan

dilakukan selanjutnya. Oleh sebab itu rumah sakit diharapkan mempunyai seorang petugas koding yang profesional, serta mengerti dan memahami tentang kodefikasi diagnosa penyakit. Penulisan diagnosa penyakit pasien rawat jalan di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya dilaksanakan oleh dokter, sedangkan kode diagnosa penyakit dilakukan oleh perawat di setiap poli dengan melihat daftar kode diagnosa penyakit yang telah disediakan oleh petugas rekam medis. Sehingga apabila terdapat diagnosa penyakit yang tidak tersedia dalam daftar kode diagnosa penyakit, perawat poli memberikan kode diagnosa penyakit yang kurang sesuai. Hal ini menyebabkan banyak kode diagnosa penyakit yang tidak akurat. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang Kelengkapan dan Keakuratan Kodefikasi Diagnosa Penyakit Berdasarkan ICD-10 di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Bulan Januari Tahun 2010.

B. Rumusan Masalah Bagaimanakah kelengkapan diagnosa dan keakuratan kode diagnosa penyakit pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010?

C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi pada pelaksanaan kodefikasi diagnosa utama pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010.

D. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengetahui kelengkapan diagnosa dan keakuratan kode diagnosa penyakit pasien rawat jalan di Poli Interna berdasarkan ICD-10 Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010. b. Tujuan Khusus a. Mengetahui tata cara kodefikasi diagnosa penyakit pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010. b. Mengetahui kelengkapan diagnosa dan keakuratan kode diagnosa penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010. c. Menggambarkan dalam bentuk tabel dan diagram tentang kelengkapan diagnosa dan keakuratan kode diagnosa penyakit di Poli Interna Rumah Sakit H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari 2010.

E.

Manfaat penelitian 1. Bagi Rumah Sakit a. Mengurangi ketidakakuratan kode diagnosa penyakit di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya. b. Merupakan bahan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dalam kodefikasi diagnosa penyakit di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya. 2. Bagi Institusi a. b. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. Digunakan sebagai wacana dan bahan evaluasi belajar dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya rekam medis. c. Sebagai bahan tambahan referensi di perpustakaan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. 3. Bagi Mahasiswa a. Sebagai media dalam menerapkan dan mengembangkan teori yang selama ini diterima di bangku kuliah, khususnya penerapan kode ICD-10 di rumah sakit. b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kodefikasi diagnosa penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis a) Berdasarkan Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. b) Menurut Gemala R. Hatta Rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien (Hatta, Gemala R, 2008 : 73). 2. Tujuan Rekam Medis Dengan majunya teknologi informasi, kegunaan rekam kesehatan dapat dilihat dalam dua kelompok besar. Pertama, yang paling berhubungan langsung dengan pelayanan pasien (primer). Kedua, yang berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien namun tidak berhubungan langsung secara spesifik (sekunder).

1.

Tujuan Primer Rekam Medis/ Kesehatan 1) Bagi Pasien a. b. c. Mencatat jenis pelayanan yang telah diterima Bukti pelayanan Memungkinkan tenaga kesehatan dalam menilai dan menangani kondisi risiko d. Mengetahui biaya pelayanan

2) Bagi Pihak Pemberi Pelayanan Kesehatan a. b. Membantu kelanjutan pelayanan (sarana komunikasi) Menggambarkan keadaan penyakit dan penyebab (sebagai pendukung diagnostik kerja) c. Menunjang pengambilan keputusan tentang diasnosis dan pengobatan d. e. f. g. h. i. j. k. l. Menilai dan mengelola risiko perorangan pasien Memfasilitasi pelayanan sesuai dengan pedoman praktik klinis Mendokumentasi faktor risiko pasien Menilai dan mencatat keinginan serta kepuasan pasien Menghasilkan rencana pelayanan Menetapkan saran pencegahan atau promosi kesehatan Sarana pengingat para klinisi Menunjang pelayanan pasien Mendokumentasikan pelayanan yang diberikan

3) Bagi Manajemen Pelayanan Pasien a. Mendokumentasikan adanya kasus penyakit gabungan dan praktiknya b. c. d. e. f. Menganalisis kegawatan penyakit Merumuskan pedoman praktik penanganan risiko Memberikan corak dalam penggunaan pelayanan Dasar penelaahan dalam penggunaan sarana pelayanan (utilisasi) Melaksanakan kegiatan menjaga mutu

4) Bagi Penunjang Pelayanan Pasien a. b. c. d. Alokasi sumber Menganalisis kecenderungan dan mengembangkan dugaan Menilai beban kerja Mengomunikasikan informasi berbagai unit kerja

5) Bagi Pembayaran dan Penggantian Biaya a. Mendokumentasikan unit pelayanan yang memungut biaya pemeriksaan b. c. d. e. Menetapkan biaya yang harus dibayar Mengajukan klaim asuransi Mempertimbangkan dan memutuskan klaim asuransi Dasar dalam menetapkan ketidakmampuan dalam pembayaran (mis. kompensasi pekerja) f. g. Menangani pengeluaran Melaporkan pengeluaran

h.

Menyelenggarakan analisis aktuarial (tafsiran pra penetapan asuransi)

2.

Tujuan Sekunder Rekam Medis/ Kesehatan 1) Edukasi a. b. c. Mendokumentasikan pengalaman profesional di bidang kesehatan Menyiapkan sesi pertemuan dan presentasi Bahan pengajaran

2) Peraturan (regulasi) a. b. c. d. Bukti pengajuan perkara ke pengadilan (litigasi) Membantu pemasaran pengawasan (surveillance) Menilai kepatuhan sesuai standar pelayanan Sebagai dasar pemberian akreditasi bagi profesional dan rumah sakit e. Membandingkan organisasi pelayanan kesehatan

3) Riset a. b. c. d. e. f. g. h. Mengembangkan produk baru Melaksanakan riset klinis Menilai teknologi Studi keluaran pasien Studi efektivitas serta analisis manfaat dan biaya pelayanan pasien Mengidentifikasi populasi yang berisiko Mengembangkan registrasi dan basis/ pangkalan data (database) Menilai manfaat dan biaya sistem rekaman

4) Pengambilan Kebijakan a. b. c. Mengalokasikan sumber-sumber Melaksanakan rencana strategis Memonitor kesehatan masyarakat

5) Industri a. b. Melaksanakan riset dan pengembangan Merencanakan strategi pemasaran (Hatta, Gemala R, 2008 : 7981).

B. Koding 1. Pengertian Koding Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosa yang ada dalam rekam medis harus diberi kode dan selajutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan manajemen dan riset bidang kesehatan (RI, Depkes, 1997 : 60). 2. Tujuan Koding Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan (RI, Depkes, 1997 : 60).

10

c. Faktor yang mempengaruhi Koding Kecepatan dan ketepatan Koding dari suatu diagnosa sangat tergantung kepada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut yaitu : a. Tenaga Medis dalam menetapkan diagnosa b. Tenaga Rekam Medis sebagai pemberi kode c. Tenaga Kesehatan lainnya (RI, Depkes, 1997 : 60).

C. Diagnosa Diagnosa merupakan kata atau phrase yang digunakan untuk menyebut suatu penyakit yang diderita oleh seorang pasien atau keadaan yang menyebabkan seorang pasien memerlukan, mencari, dan menerima asuhan medis (medical care). Diagnosa utama adalah kondisi yang setelah dipelajari ditentukan paling bertanggung jawab menyebabkan pasien masuk rumah sakit untuk perawatan (Hatta, Gemala R, 2008 : 174).

D. ICD-10 1. Pengertian ICD-10 International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems (ICD) dari WHO, adalah sistem klasifikasi statistik penyakit yang komprehensif dan digunakan serta diakui secara internasional. (Hatta, Gemala R, 2008 : 131).

11

2. Fungsi dan Kegunaan ICD-10 Fungsi ICD-10 sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas (Hatta, Gemala R, 2008 : 134). Penerapan pengkodean sistem ICD-10 digunakan untuk : a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan. b. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis. c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan. d. Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (Diagnosis Related Groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan. e. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas. f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis. g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman. h. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis (Hatta, Gemala R, 2008 : 134).

E. Tata Cara Pengkodean Menggunakan ICD-10 Dalam menggunakan ICD-10, perlu diketahui dan dipahami bagaimana cara pencarian dan pemilihan nomor kode yang diperlukan. Pengkodean dijalankan melalui penahapan mencari istilah di ICD-10 volume 3, kemudian

12

mencocokkan kode yang ditemukan dengan yang ada di ICD-10 volume 1. Sembilan langkah dasar dalam menentukan kode : 1. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume 3 alphabetical index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada bab I-XIX atau XXI (volume 1), gunakanlah ia sebagai lead term untuk dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (volume 3). Bila pernyataan adalah penyebab luar (external cause) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX (volume 1), lihat dan cari kodenya pada seksi II di indeks volume 3. 2. Lead term (kata panduan) untuk penyakit dan cedera, biasanya merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya. Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun demikian beberapa kondisi diekspresikan sebagai kata sifat (adjective) atau eponym (menggunakan nama penemu) yang tercantum di dalam indeks sebagai lead term. 3. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3. 4. Baca istilah yang terdapat pada tanda kurung ( ) sesudah lead term (kata dalam tanda kurung = modifier, tidak akan mempengaruhi kode. Istilah lain yang ada dibawah lead term (dengan tanda minus = idem = indeks) dapat mempengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata diagnostik harus diperhitungkan).

13

5. Ikuti secara hati-hati setiap petunjuk silang (cross references) dan perintah see dan see also yang terdapat dalam indeks. 6. Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk kode keempat itu ada di dalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks (volume 3). Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode tambahan (additional code) serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas. 7. Ikuti pedoman inclusion atau exclusion pada kode yang dipilih atau bagian bawah suatu bab (chapter), blok, kategori, atau subkategori. 8. Tentukan kode yang anda pilih. 9. Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode untuk pemastian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang diagnosis utama di berbagai lembar formulir rekam medis pasien, guna menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan (Hatta, Gemala R,2008: 139).

14

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalan yang sedang dihadapi pada situasi tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/ analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 138). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Cross Sectional yaitu tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 146).

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya khususnya di Poli Interna dan Instalasi SIM Rekam Medis.

15

2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret tahun 2010. 3. Alasan Pemilihan Tempat Penelitian Karena peneliti bisa mendapatkan bahan penelitian, selain itu juga bersedianya Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya menerima peneliti untuk melaksanakan penelitian.

C. Tahapan Penelitian 1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah pada kelengkapan diagnosa dan keakuratan kode diagnosa utama yang sesuai dengan ICD-10 pada dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010. 2. Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan metode observasi (pengamatan), yaitu suatu prosedur yang terencana meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 93). 3. Pengolahan Data a. Editing Editing dimaksudkan agar sebelum diolah, data sudah tertata dan terperinci dengan baik. Karena sering kali keterangan yang didapat dari responden tidak seperti yang diharapkan, misalnya kekeliruan dalam pengisian data.

16

b. Tabulasi Dari data yang telah disusun secara manual dimasukkan ke dalam tabel. c. Cross Check Mencocokkan data yang satu dengan data yang lain. 4. Penyajian Data Penyajian data penelitian dilakukan dengan penyajian dalam bentuk teks (tekstular), penyajian dalam bentuk tabel, dan penyajian dalam bentuk grafik (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 194).

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 79). Dalam hal ini populasinya adalah seluruh dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna yang dilihat pada Buku Register Harian Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010, yaitu sebanyak 531 dokumen rekam medis. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 79).

17

Dalam penentuan besarnya sampel, peneliti menggunakan metode pengambilan sampel secara Random Sample (sampel acak), dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama dan semua kemungkinan yang diseleksi sebagai sampel yang mempunyai peluang sama. Sedangkan cara untuk menentukan besarnya sampel menggunakan rumus sebagai berikut :

N n = 1 + N e2 Keterangan : N = Ukuran populasi n = Ukuran sampel e = Nilai kritis (batas penelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi) = 10%. N n = 1 + N (e2) 531 = 1 + 531 (0,12) 531 = 6,31 = 84 sampel

Jadi berdasarkan rumus di atas dapat diperoleh sebesar 84 sampel.

18

E. Definisi Operasional

No 1.

Variabel Diagnosa Utama

Definisi Operasional

Hasil Ukur

Skala Nominal

Kondisi utama yang menyebabkan - Lengkap pasien dirawat - Tidak lengkap yang - Lengkap - Tidak lengkap

2.

Kelengkapan Diagnosa

Pengisian diagnosa penyakit lengkap

Nominal

3.

Keakuratan Diagnosa

Kode Pemberian kode diagnosa penyakit - Akurat yang tepat sesuai dengan ICD-10 - Tidak akurat

Nominal

F. Variabel Penelitian 1. Input Dalam penelitian ini meliputi : a. b. Dokumen Rekam Medis Tenaga Rekam Medis

2. Proses Dalam penelitian ini proses yaitu pelaksanaan kodefikasi diagnosa penyakit pada dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya berdasarkan ICD-10 bulan Januari tahun 2010. 3. Output Dalam penelitian ini output yang dihasilkan yaitu kodefikasi diagnosa penyakit yang lengkap dan akurat berdasarkan ICD-10.

19

G. Kerangka Konsep

Input 1. Dokumen Rekam Medis 2. Tenaga Rekam Medis

Proses Pelaksanaan kodefikasi diagnosa penyakit berdasarkan ICD-10

Output Menciptakan kodefikasi

diagnosa penyakit yang lengkap dan akurat

berdasarkan ICD-10

20

H. Pengumpulan Data 1. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Penelitian yang digunakan adalah jenis data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik atau sifat variabel (Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 : 185). b. Sumber Data Sumber data yang dipakai adalah data sekunder, yaitu data/ fakta yang diperoleh dan dikumpulkan orang lain. Seperti catatan dan laporan rumah sakit, puskesmas, kantor statistik (hasil sensus). Data ini dapat berasal dari lingkungan sendiri (internal) maupun dari luar lingkungan (eksternal) (Wijono, Djoko, 1999 : 489). 2. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengamatan (observasi), yaitu suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005 : 93). 3. Instrumen Pengumpulan Data a. b. c. d. e. Alat Tulis ICD-10 Kamus Kedokteran Kamus Bahasa Inggris Komputer/ Laptop

21

I.

Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data a. b. c. d. Editing Cross check Tabulasi Grafik : meneliti kembali data yang telah dikumpulkan : mencocokkan data kembali : memindahkan data dalam bentuk tabel : menyajikan data dalam bentuk grafik

2. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah jenis analisis deskriptif, yaitu suatu prosedur pengolahan data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik tanpa melakukan uji statistik (Nursalam, 2008 : 120).

22

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya terletak di Jl. A. Yani No. 116 Surabaya, Jawa Timur. Rumah sakit ini di bangun di atas tanah seluas 28.200 m2. Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya merupakan rumah sakit tipe-B dengan kepala rumah sakit yang berpangkat Kombespol (Komisaris Besar Polisi) dan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di kewilayahan Polda Jatim. Dan mulai tanggal 30 Nopember 2001 berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/1549/X/2001 tentang pengesahan nama Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya Polda Jatim menjadi Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso dan peningkatan status rumah sakit Tingkat III menjadi rumah sakit Tingkat II. Dengan letak geografis yang sangat srategis itu, maka baik dalam mendukung kegiatan operasional kepolisian pelayanan kesehatan bagi anggota Polri/ PNS dan keluarganya, maupun terhadap masyarakat umum dapat dikatakan sangat ideal, oleh karena mudah dijangkau dan dengan transportasi serta komunikasi yang ada juga mudah sekali di hubungi. Dengan kondisi yang demikian itu jelas sangat menonjol keberadaan Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bagi anggota Polri/ PNS dan keluarganya serta masyarakat umum yang membutuhkannya.

23

Dengan berbagai daya dan upaya maka hingga saat ini Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya telah banyak mengembangkan bermacam-macam fasilitas baik bangunan rumah sakit maupun alat kesehatan yang didapat dari Mabes Polri melalui bantuan lunak pemerintah Spanyol, sehingga dengan kondisi yang sekarang ini dapat dikatakan apabila Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan khususnya kepada masyarakat Polri beserta keluarga dan masyarakat pada umumnya. Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya memiliki visi dan misi sebagai berikut : 1. Visi Mewujudkan institusi Rumah Sakit Polri yang melaksanakan pelayanan kesehatan prima bagi masyarakat Polri dan umum serta terselenggaranya dukungan kesehatan terhadap tugas operasional Polri. 2. Misi a. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan dan sarana prasarana rumah sakit serta membangun citra budaya, melayani yang santun sehingga mampu bertindak sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Polri dan umum. b. Melaksanakan dukungan kesehatan secara profesional dan optimal dalam mendukung tugas operasional Polri.

24

c. Menyediakan fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia sehingga dapat berperan sebagai pusat pelayanan penanganan kasus trauma (traumatic center). 3. Motto Pelayanan sepenuh hati menjadi tujuan utama kami.

B. Gambaran Umum Unit Rekam Medis di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Unit Rekam Medis di Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya sudah ada sejak rumah sakit berdiri yaitu pada tahun 1988 dan sistem penomoran yang dipakai adalah Unit Numbering System (UNS) yaitu satu nomor untuk satu pasien dan berlaku selamanya. Sistem penjajaran unit rekam medis rawat jalan Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya awalnya memakai indeks nama. Mulai tahun 2005 sistem penjajaran di unit rawat jalan berubah menjadi Terminal Digit Filing (TDF) dengan 8 digit angka. Untuk rekam medis unit rawat inap, sistem penjajaran yang digunakan yaitu dengan mengelompokkan berkas atau dokumen menurut status pasien (anggota, keluarga, umum, purnawirawan, dan tahanan), bulan dan tahun pasien dirawat. Mulai tahun 2008 sistem penjajaran di unit rawat inap juga berubah menjadi TDF. Sistem pengkodean diagnosa penyakit di unit rawat jalan Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya dilakukan oleh perawat setiap poli dan unit rawat inap dilakukan oleh petugas rekam medis.

25

C. Tata Cara Kodefikasi Diagnosa Penyakit di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Tata cara pengkodean diagnosa penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya yaitu : a. Penulisan diagnosa penyakit dilakukan oleh dokter, sedangkan kode diagnosa penyakit diisi oleh petugas poli (perawat) dengan panduan catatan daftar kode diagnosa penyakit yang diberikan oleh petugas rekam medis. b. Diagnosa pasien dicatat pada dokumen rekam medis dan buku register harian poliklinik Poli Interna. Sedangkan untuk kode diagnosa hanya dicatat pada buku register harian poliklinik tanpa dicatat pada dokumen rekam medis. c. Dokumen rekam medis dan buku register poliklinik di distribusikan ke Unit Rekam Medis setelah pelayanan selesai. d. Petugas rekam medis memasukkan identitas pasien, diagnosa dan kode diagnosa yang tercatat dalam buku register harian poliklinik pada komputer yang digunakan sebagai arsip, tanpa meneliti kembali keakuratan kode diagnosa tersebut.

D. Kelengkapan dan Keakuratan Kodefikasi Diagnosa Berdasarkan ICD-10 1. Kelengkapan Diagnosa Penyakit Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 diketahui bahwa semua sampel dokumen rekam medis telah diisi diagnosa dan ditulis dengan

26

lengkap serta diberi kode, dan tidak ada sampel dokumen rekam medis yang tidak diisi diagnosa dan tidak diberi kode. Untuk mencari prosentasenya dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Hasil Penelitian Prosentase = Jumlah Sampel x 100%

Dengan perhitungan sebagai berikut : a. Prosentase kelengkapan diagnosa Jumlah sampel Jumlah diagnosa yang lengkap 84 Prosentase = 84 = 100% Jadi prosentase diagnosa yang lengkap sebesar 100%. b. Prosentase ketidaklengkapan diagnosa Jumlah sampel Jumlah diagnosa yang tidak lengkap 0 Prosentase = 84 = 0% x 100% : 84 dokumen rekam medis : 0 dokumen rekam medis x 100% : 84 dokumen rekam medis : 84 dokumen rekam medis

Jadi prosentase diagnosa yang tidak lengkap sebesar 0%.

27

Tabel 4.1. Prosentase Kelengkapan Diagnosa Penyakit Pasien Rawat Jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Bulan Januari Tahun 2010 No 1. 2. Diagnosa Lengkap Tidak Lengkap Jumlah Jumlah Dokumen Rekam Medis 84 dokumen rekam medis 0 dokumen rekam medis 84 dokumen rekam medis Prosentase 100% 0% 100%

Sumber : Buku Register Harian Poli Interna bulan Januari tahun 2010, data diolah.

Berdasarkan Tabel 4.1. dari 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 diagnosa yang lengkap/ diisi sebanyak 84 dokumen rekam medis dengan prosentase 100%, sedangkan diagnosa yang tidak lengkap/ tidak diisi sebanyak 0 dokumen rekam medis dengan prosentase 0%. Hasil tersebut dapat dilihat pada grafik berikut :

28

Grafik 4.1. Prosentase Kelengkapan Diagnosa Penyakit Pasien Rawat Jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Bulan Januari Tahun 2010

Prosentase Kelengkapan Diagnosa Penyakit 0% Lengkap Tidak Lengkap

100%

Berdasarkan Grafik 4.1. dapat diketahui prosentase kelengkapan diagnosa penyakit pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari 2010 diagnosa yang lengkap/ terisi sebesar 100%, sedangkan prosentase diagnosa yang tidak lengkap/ tidak terisi sebesar 0%.

2. Keakuratan Kode Diagnosa Penyakit Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 diperoleh 38 kode diagnosa penyakit yang akurat dan 46 kode diagnosa penyakit yang tidak akurat.

29

Hasil pengumpulan dari keakuratan kode diagnosa penyakit pada dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 dapat dicari prosentasenya dengan menggunakan rumus :

Hasil Penelitian Prosentase = Jumlah Sampel x 100%

Dengan perhitungan sebagai berikut : c. Prosentase keakuratan kode diagnosa Jumlah sampel Jumlah kode diagnosa yang akurat 38 Prosentase = 84 = 45% Jadi prosentase kode diagnosa yang akurat sebesar 45%. d. Prosentase ketidakakuratan kode diagnosa Jumlah sampel : 84 dokumen rekam medis x 100% : 84 dokumen rekam medis : 38 dokumen rekam medis

Jumlah kode diagnosa yang tidak akurat : 46 dokumen rekam medis 46 Prosentase = 84 = 55% Jadi prosentase kode diagnosa yang tidak akurat sebesar 55%. x 100%

30

Tabel 4.2. Prosentase Keakuratan Kode Diagnosa Pasien Rawat Jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Bulan Januari Tahun 2010 No 1. 2. Keakuratan Akurat Tidak Akurat Jumlah Jumlah Dokumen Rekam Medis 38 dokumen rekam medis 46 dokumen rekam medis 84 dokumen rekam medis Prosentase 45% 55% 100%

Sumber : Buku Register Harian Poli Interna bulan Januari tahun 2010, data diolah.

Berdasarkan Tabel 4.2. dari 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 kode diagnosa yang akurat sebanyak 38 dokumen rekam medis dengan prosentase 45%, sedangkan kode diagnosa yang tidak akurat sebanyak 46 dokumen rekam medis dengan prosentase 55%. Hasil tersebut dapat dilihat pada grafik berikut :

31

Grafik 4.2. Prosentase Keakuratan Kode Diagnosa Pasien Rawat Jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Bulan Januari Tahun 2010

Prosentase Keakuratan Kodefikasi Diagnosa

45%

Akurat Tidak Akurat

55%

Berdasarkan Grafik 4.2. dapat diketahui prosentase keakuratan kode diagnosa pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 kode diagnosa yang akurat sebesar 45%, sedangkan prosentase kode diagnosa yang tidak akurat sebesar 55%.

32

BAB V PEMBAHASAN

A. Tata Cara Kodefikasi Diagnosa Penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Pemberian kode diagnosa berdasarkan ICD-10 pada dokumen rekam medis merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan rekam medis, hal ini sesuai dengan tujuan digunakannya ICD-10 yaitu untuk menerjemahkan diagnosa penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi kode alfanumerik yang akan memudahkan penyimpanan, mendapatkan data kembali dan analisa data. Penulisan kode diagnosa penyakit berdasarkan ICD-10 dapat dilakukan oleh tenaga medis ataupun tenaga rekam medis. Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya penulisan diagnosa penyakit dilaksanakan oleh dokter, sedangkan pengisian kode diagnosa penyakit dilakukan oleh perawat dengan hanya berpedoman pada catatan daftar kode diagnosa penyakit yang sering muncul pada pasien di setiap poli, tetapi apabila ada diagnosa penyakit yang tidak tersedia pada catatan daftar kode diagnosa penyakit tersebut, perawat tidak dapat memberi kode diagnosa dengan tepat, sehingga masih banyak diagnosa penyakit yang diberi kode dengan tidak akurat. Oleh sebab itu petugas rekam medis sebagai unit pengolah data harus meneliti kembali keakuratan kode diagnosa penyakit tersebut agar menghasilkan kode diagnosa yang lebih akurat.

33

B. Kelengkapan dan Keakuratan Kodefikasi Diagnosa Penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya Bulan Januari Tahun 2010 Berdasarkan Hasil Perhitungan Dalam Bentuk Tabel dan Grafik Berdasarkan hasil pengamatan pada diagnosa utama yang dihasilkan dari dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso pada bulan Januari tahun 2010 diketahui bahwa dari 84 sampel dokumen rekam medis, didapatkan 84 sampel dokumen rekam medis dengan diagnosa penyakit lengkap/ terisi dan prosentasenya sebesar 100%, sedangkan sebanyak 0 sampel dokumen rekam medis dengan diagnosa penyakit tidak lengkap/ tidak terisi dan prosentasenya 0%. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat diketahui bahwa pengisian diagnosa penyakit di Poli Interna telah terlaksana dengan baik sesuai dengan SOP (Standart Operating Procedur) Rekam Medis Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya. Tingkat keakuratan kode diagnosa penyakit, merupakan salah satu faktor penting yang terdapat dalam kegunaan rekam medis (accurate). Keakuratan kode diagnosa sangat mempengaruhi nilai accuracy dokumen rekam medis. Penetapan diagnosa seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait dan tidak boleh diubah. Oleh karena itu diagnosa yang ada dalam rekam medis harus diisi dengan lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10 dan tenaga medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosa (RI, Depkes, 1997 : 60).

34

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti tehadap 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 dapat diambil kesimpulan : 1. Kodefikasi diagnosa penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya penentuan dan penulisan diagnosa penyakit dilakukan oleh dokter, sedangkan kode diagnosa diisi oleh perawat dengan hanya melihat pada catatan daftar kode diagnosa penyakit yang sering muncul pada pasien tanpa meneliti kembali keakuratan kode diagnosa berdasarkan ICD-10, kemudian kode diagnosa ditulis pada Buku Register Harian Poliklinik Poli Interna. Selesai pelayanan, dokumen rekam medis dan Buku Register Harian Poliklinik di distribusikan ke Unit Rekam Medis untuk dilaksanakan pengentrian ke dalam database di komputer tanpa meneliti kembali diagnosa dan kode diagnosa penyakitnya. 2. Kelengkapan pengisian diagnosa penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 dari 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan diperoleh diagnosa yang lengkap/ terisi sebanyak 84 dokumen rekam medis dengan prosentase

35

100%, sedangkan diagnosa yang tidak lengkap/ tidak terisi sebanyak 0 dokumen rekam medis dengan prosentase 0%. 3. Keakuratan kode diagnosa penyakit di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010 dari 84 sampel dokumen rekam medis pasien rawat jalan diperoleh kode diagnosa yang akurat sebanyak 38 dokumen rekam medis dengan prosentase 45%, sedangkan kode diagnosa yang tidak akurat sebanyak 46 dokumen rekam medis dengan prosentase 55%.

B. Saran Dari hasil pengamatan terhadap proses kodefikasi diagnosa penyakit pasien rawat jalan di Poli Interna Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya bulan Januari tahun 2010, maka dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Petugas medis (perawat) perlu diberikan bimbingan tentang tata cara kodefikasi penyakit berdasarkan ICD-10, serta buku daftar diagnosa penyakit diganti dengan menggunakan ICD-10 agar perawat poli dapat memberikan kode diagnosa penyakit dengan tepat. 2. Petugas rekam medis perlu meneliti kembali kode diagnosa penyakit yang telah diberikan perawat poli agar kode diagnosa penyakit tersebut lebih tepat dan akurat.

36

3. Perlu adanya evaluasi antara petugas rekam medis dengan pihak pembuat program komputerisasi (dalam hal ini adalah programmer), khususnya petugas kodefikasi diagnosa penyakit (koding) dalam pemahaman dan penguasaan tentang sistem kodefikasi diagnosa penyakit secara komputerisasi yang telah teraplikasi di dalam Sistem Pelayanan Pasien dan Medis agar program tersebut dapat dilaksanakan secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai