Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin

meningkat, dengan demikian permintaan pelayanan kesehatan akan semakin

bertambah banyak. Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah untuk

mendirikan layanan kesehatan, agar masyarakat dapat mengakses kebutuhan

kesehatan. Sehingga untuk menunjang terciptanya masyarakat yang sehat

didukung dengan adanya sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU No. 44 Tahun

2009).

Sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit harus selalu

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah dengan

menyelenggarakan rekam medis yang cepat, tepat dan akurat, sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/

PER/III/2008/Per/III/2008, rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan

dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan

dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien. Rekam medis dapat

menjadi sumber informasi baik bagi kepentingan pasien, maupun pihak

pemberi pelayanan kesehatan, sebagai bahan pertimbangan dalam


pengambilan keputusan baik dalam tindakan medis atau menentukan

kebijakan tata laksana/pengelolaan. Suatu berkas rekam medis perlu adanya

pengelolaan yang baik dan tepat dimana meliputi proses assembling, coding,

indexing, analyzing, reporting, dan filing.

Dalam menjalankan kegiatan rekam medis tidak terlepas dari pemberian

kode penyakit dan tindakan medis yaitu dengan buku ICD-10 dan ICD-9CM.

Menurut WHO (2005) ICD-10 merupakan singkatan dari International

Classification of Diseases aand Related Health Problems Tenth Revisions

dimana memuat klasifikasi diagnostic penyakit dengan standar internasional

yang disusun berdasarkan sistem kategori dan dikelompokkan dalm satuan

penyakit menurut kriteria yang telah disepakati pakar international. ICD-10

dapat dikatakan sistem penggolongan penyakit dan masalah kesehatan

lainnya, sedangkan ICD-9CM sistem pengklasifikasian prosedur tindakan

operasi dan non operasi berdasarkan kriteria atau kategori tertentu.

Menurut Gemala Hatta (2010) menyatakan bahwa, rekam medis adalah

berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang berisikan catatan dan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dalam

menyelenggakan rekam medis yang bermutu dan efektif diperlukan adanya

sarana penunjang yang memadai, diantaranya adalah kondisi tata letak unit

rekam medis dan tata ruang penyimpanan berkas rekam medis, apabila tata

letak ruang tidak memenuhi standar tentu akan menganggu kenyamanan

perekam medis.
Tata letak ruang kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas

kerja dan mampu memberikan kenyamanan secara fisik maupun sosial

psikologis. Pengoptimalan fasilitas penunjang serta pengaturan tata letak

ruang yang nyaman bagi petugas diperlukan agar tercapai kerahasian antara

manusia dan pekerjaannya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan

efisien yang setinggi-tingginya.

Selain itu rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,

dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan. Alat utama dalam menunjang pelayanan rekam medis

adalah formulir, catatan, dan laporan yang digunakan untuk mencatat atau

merekam transaksi pelayanan pasien di setiap tempat atau unit layanan. Salah

satu formulir yang ada di dokumen rekam medis adalah formulir informed

consent. Informed consent sebagai salah satu bentuk persetujuan yang

diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan

secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan

dilakukan terhadap pasien. Informasi terkait persetujuan pasien didalam

rekam medis tersebut bersifat rahasia karena hal ini berhubungan langsung

dengan individu pasien itu sendiri yang wajib dilindungi kerahasiannya.

Setiap pemeriksaan dan tindakan yang diberikan kepada pasien, akan

mempengaruhi tarif yang menjadi output pelayanan. Hal tersebut perlu

adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) karena dengan adanya SOP

dapat digunakan untuk standarisasi cara yang dilakukan petugas kesehatan

dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya. Berdasarkan latar


belakang diatas, maka penulis mengambil judul “Pengelolaan Rekam Medis

dan Informasi Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito

Yogyakarta Tinjauan terhadap Quality Assurance, Manajemen Unit Kerja,

ICD-10 dan ICD-9CM”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam pelaksanaan praktik lapangan ini adalah

“Bagaimana pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan di Rumah

Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta tinjauan terhadap Quality

Assurance, Manajemen Unit Kerja, ICD-10 dan ICD-9CM ?”

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini meliputi :

1. Tujuan umum

Mengetahui secara umum sistem pengelolaan rekam medis dan

informasi kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito

Yogyakarta tinjauan terhadap Quality Assurance, Manajemen Unit Kerja,

ICD-10 dan ICD-9CM.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui sejarah, visi, misi dan struktur organisasi rumah sakit serta

struktur organisasi rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Dr. Sardjito Yogyakarta.


b. Meninjau Quality Assurance di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.

Sardjito Yogyakarta.

c. Mendesain Tata Ruang Kerja Admisi di Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

d. Menganalisis keakuratan kode diagnosa penyakit dan tindakan

menggunakan ICD-10 dan ICD-9CM dari dokumen rekam medis yang

ditinjau dari penyakit, cidera, keracunan dan penyebab luar/exsternal

cause di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan praktik lapangan siklus IV

tahun akademik 2019/2020 ini adalah :

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi rumah sakit dalam

mengambil keputusan tentang peningkatan pengelolaan rekam medis dan

informasi kesehatan sehingga mendukung peningkatan mutu pelayanan di

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Bagi Universitas

a. Menciptakan mahasiswa yang siap bersaing di dunia kerja secara

profesional.

b. Sebagai bahan referensi dan bacaan di perpustakaan Universitas Duta

Bangsa Surakarta untuk praktik lapangan selanjutnya.


c. Mengukur sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap teori yang

diberikan selama perkuliahan dan juga dapat digunakan sebagai

evaluasi bagi universitas.

3. Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan dan pengalaman dengan cara mempratikkan

ilmu yang telah didapat dari kampus.

b. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mahasiswa dalam

memecahkan permasalahan yang timbul di tempat kerja.

E. Ruang Lingkup

Terdapat beberapa ruang lingkup dalam laporan ini, antara lain :

1. Lingkup Keilmuan : Ilmu Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

2. Lingkup Materi : Quality Assurance, Manajemen Unit Kerja,

ICD-10 dan ICD-9CM.

3. Lingkup Lokasi : Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.

Sardjito Yogyakarta khususnya di Instalasi

Catatan Medik (ICM).

4. Lingkup Metode : Praktik lapangan ini menggunakan metode

observasi dan wawancara.

5. Lingkup Objek : Di Instalasi Catatan Medik (ICM) RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta

6. Lingkup Waktu : Praktik lapangan siklus IV dimulai dari 02

Desember 2019 s.d. 28 Desember 2019.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Rekam Medis

1. Definisi rekam medis

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 tahun 2008 rekam

medis yaitu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah

diberikan kepada pasien. Adapun tujuan dibuatnya rekam medis adalah

menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya

peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2006).

2. Kegunaan rekam medis

Kegunaan rekam medis secara umum menurut Depkes RI (2006)

adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka

upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung

suatu sistem penyelenggaraan rekam medis yang baik dan benar, tertib

administrasi rumah sakit tidak akan berjalan dengan baik dan lancar

sebagaimana diharapkan. Menurut Hatta (2008), kegunaan rekam medis

yaitu:

a. Aspek administrasi (administration)

Berkas rekam medis memiliki nilai administrasi, yang

digunakan dalam pengambilan suatu keputusan karena isinya

menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab


sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan

kesehatan.

b. Aspek hukum (legal)

Berkas rekam medis memiliki nilai hukum, yaitu bahwa

keberadaan berkas rekam medis adalah bukti tertulis diberikannya

suatu tindakan terhadap pasien. Jika terjadi kasus hukum yang

melibatkan kesalahan pemberian tindakan oleh petugas rumah sakit,

maka berkas rekam medis adalah bukti dalam penegakkan keadilan.

c. Aspek keuangan (financial)

Suatu berkas rekam medis memiliki nilai keuangan dana karena

isinya mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai

aspek keuangan.

d. Aspek penelitian (research)

Suatu berkas rekam medis dapat berfungsi sebagai bahan

penelitian, karena berisi data dan informasi yang dapat diteliti guna

mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

e. Aspek pendidikan (education)

Setiap berkas rekam medis memiliki nilai pendidikan yang dapat

dipergunakan sebagai bahan referensi pendidikan profesi di bidang

kesehatan.

f. Aspek dokumentasi (documentation)

Suatu rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya

mengandung sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan


dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan sebagai bahan laporan

untuk rumah sakit.

B. Analisis Kuantitatif

1. Definisi analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif adalah analisis yang ditujukan kepada jumlah

lembaran-lembaran rekam medis sesuai dengan lamanya perawatan

meliputi kelengkapan lembaran medis, paramedis dan penunjang medis

sesuai prosedur yang ditetapkan (Depkes RI, 2006).

2. Komponen dasar analisis kuantitatif

Komponen analisis kuantitatif menurut Huffman (1999), komponen

dasar analisis kuantitatif mencakup review catatan medis untuk :

a. Review identifikasi

Analisis kuantitatif biasanya dimulai dengan memeriksa setiap

halaman catatan medis, untuk identifikasi pasien meliputi sekurangnya

nama dan nomor catatan medis. Kalau suatu halaman tidak memiliki

identifikasi, halaman ini harus di review untuk memastikan apakah ia

milik pasien yang catatan medisnya sedang dianalisis dan

identifikasinya dicatat.

b. Review pelaporan

Terdapat laporan-laporan tertentu yang umumnya ada pada

catatan medis fasilitas tertentu. Misalnya, pada suatu rumah sakit

umumnya terdapat riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, observasi


klinis (catatan kemajuan) dan kesimpulan pada akhir perawatan inap

(resume klinis dan keterangan diagnosis dan prosedur final). Laporan

lain yang diperlukan tergantung pada perjalanan penyakit pasien di

rumah sakit.

c. Review autentifikasi

Analisis kuantitatif juga memastikan bahwa suatu entri

diotentikasi. Otentikasi bisa berupa tanda tangan, stempel karet yang

hanya dipegang oleh pemilik, initial (singkatan nama) kalau bisa

diidentifikasi atau kode akses komputer dan harus memiliki gelar

profesi (dokter, RN, dsb) penulisannya.

d. Review pencatatan

Entri harus selalu dilakukan dengan cara pencatatan yang baik.

Sementara analisis kuantitatif tidak bisa memecahkan masalah tentang

isi yang tidak bisa terbaca atau tidak jelas atau lengkap, bisa digunakan

untuk menandai entri yang tidak bertanggal, dimana kesalahan tidak

diperbaiki secara semestinya, terdapatnya daerah “lompatan” yang

seharusnya diberi garis untuk mencegah penambahan kemudian

terutama pada catatan kemajuan dan perintah dokter dan dimana

singkatan telah digunakan di dalam pernyataan diagnosa dan prosedur

akhir.
C. Analisis keakuratan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 dan kode

tindakan berdasarkan ICD-9-CM

1. ICD-10

a. Pengertian

International Statistical Classification of Disease and Related

Health Problems Tenth Revision(ICD-10) atau klasifikasi

international mengenai penyakit dan masalah yang terkait adalah

suatu klasifikasi penyakit, merupakan suatu sistem kategori yang

mengelompokkan suatu penyakit menurut kriteria yang telah

disepakati.

b. Struktur ICD-10

Menurut Hatta (2013:135), bahwa ICD-10 terdiri atas tiga volume:

Volume I

1) Pengantar.

2) Pernyataan.

3) Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit.

4) Laporan konferensi Internasional yang menyetujui Revisi ICD-

10.

5) Daftar kategori tiga karakter.

6) Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub

kategori empat karakter.

7) Daftar morfologi neoplasma.

8) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas.


9) Definisi-definisi.

10) Regulasi-regulasi nomenklatur.

Tabel 2.4 Pembagian Bab pada ICD-10


BAB PENGGOLONGAN PENYAKIT Kode ICD-10
antara
I Penyakit infeksi dan parasitic tertentu A00-B99
II Neoplasms ( kanker ) C00-D48
III Penyakit darah dan organ pembentuk darah D50-d89
serta gangguan terakait mekanisme imunitas
IV Penyakit endokrin , nutrisional dan metabolic E00-E90
V Gangguan mental dan perilaku F00-F99
VI Penyakit sistem syaraf G00-G99
VII Penyakit mata dan Adneksa mata H00-H59
VIII Penyakit telingan dan proses mastoid H60-H95
IX Penyakit sistem sirkulasi I00-I99
X Penyakit sistem Respirasi J00-J99
XI Penyakit sistem digestif K00-K93
XII Penyakit kulit dan jaringan subkutan L00-L99
XIII Penyakit sistem otot-kerangka tulang dan M00-M99
jaringan ikat
XIV Penyakit sistem kemih-kelamin N00-N99
XV Kehamilan, kelahiran, dan Nifas O00-O99
XVI Kondisi tertentu yang berasal dalam periode P00-P96
perinatal
XVII Malformasi, deformasi dan abnormal Q00-Q99
kromosomal kongenital
XVIIISimtoma, tanda-tanda dan temuan klinis dan R00-R99
laboratories yang abnormal NEC
XIX Cedera, karacunan, dan konsekuensi lain S00-T98
akibat sebab luar tertentu
XX Kausa external morbiditas dan mortalitas V01-Y98
XXI Faktor-faktor yang mempengaruhi ststus Z00-Z99
kesehatan
XXII Penyakit khusus tertentu U00-U99
Volume II adalah buku petunjuk penggunaan, berisi :

1) Pengantar.

2) Penjelasan tentang International Statistical Classification of

Diseasesand Related Health Problems.

3) Cara penggunaan ICD-10.

4) Aturan dan petunjuk pengcodean Mortalitas dan Morbiditas.

5) Presentasi Statistik.

6) Riwayat perkembangan ICD.

Volume III, berisi :

1) Pengantar.

2) Susunan Indeks secara umum.

3) Sesi I : Indeks abjad Penyakit, bentuk Cidera.

4) Sesi II : Penyebab Luar Cidera.

5) Sesi III : Tabel Obat dan Zat Kimia.

6) Perbaikan terhadap Volume I

c. Langkah-Langkah Mengkode

Menurut Budi (2011) beberapa petunjuk sederhana dalam

menggukan ICD-10 untuk mendapatkan kode penyakit dengan

tepat, antara lain :

1) Tipe perataan yang akan dikode dan buka volume 3

alphabetical indeks (indeks).


2) Lihat lead term. Untuk penyakit dan cidera biasanya kata benda

digunakan untuk kondisi patologi, walaupun begitu kondisi

diekspresikan sebagai kata sifat (adjective) atau eponym

(menggunakan nama penentu) yang terdapat dalam indeks

sebagai lead term.

3) Baca secara seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

dibawah lead term.

4) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “( )” sesudah

“lead term”(kata dalam tanda kurung = modifier), itu tidak

mempengaruhi nomor kode. Istilah lainnya terletak dibawah

“lead term”(dengan tanda minus atau idem) dapat

mempengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata

diagnostic harus diperhitungkan.

5) Ikuti secara hati-hati setiap rujuk silang (cross references)dan

lihat “see” dan “see also”yang terdapat dalam indeks.

6) Lihat tabular list (volume 1) untuk melihat kode yang tepat.

Lihat kode tiga karakter diindeks dengan tanda minus pada

posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk kode ke empat

adalah dalam volume 1 dan merupakan posisi karakter

tambahan yang tidak ada dalam indeks (volume 3).

7) Ikuti pedoman “inclusions” dan “exclusions”pada kode yang

dipilih atau dibagian bawah suatu bab (chapter) blok atau judul

kategori.
8) Cantumkan kode yang dipilih.

d. Penyakit Yang Dianalisis Dalam ICD-10

1) Appendicitis

Appendicitis adalah satu penyakit peradangan appendix (usus

buntu), yaitu sebuah umbai yang berbentuk jari tangan ddan

melekat pada usus besar disebelah kanan bawah rongga perut.

Peradangan usus buntu ini dapat mengalami pecah dan terbuka.

Gejala appendicitis adalah terasa nyeri yang menetap pada

perut, semakin lama semakin buruk. Rasa nyeri mulai sekitar

pusar, tetapi segera nyeri tersebut pindah ke sisi kanan bawah.

Selera makan mungkin hilang, dan terjadi muntah, sembelit

atau panas dingin.

Perawatan appendicitis adalah penyakit ini harus secepatnya

dibawa ke dokter, biasanya memerlukan tindakan operasi.

2) Benign prostatic hyperplasia (BPH)

Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat

jinak adalah kondisi ketika kelenjar prostat mengalami

pembengkakan, namun tidak bersifat kanker. Kelenjar prostat

merupakan sebuah kelenjar berukuran kecil yang terletak pada

rongga pinggul antara kandung kemih dan penis. Kelenjar

prostat menghasilkan cairan yang berfungsi untuk melindungi

dan menyuburkan sel-sel sperma. Pada saat terjadi ejakulasi,


prostat akan berkonstraksi sehingga cairan tersebut akan

dikeluarkan bersamaan dengan sperma, hingga menghasilkan

cairan semen.

Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, sehingga tentu saja

seluruh penderita BPH adalah laki-laki. Umumnya pria yang

terkena kondisi ini diatas berusia 50 tahun. Gejala yang

biasanya dirasakan oleh penderita BPH adalah selalu ingin

berkemih terutama pada malam hari. Nyeri saat buang air kecil.

Inkontinensia urin atau beser. Sulit mengeluarkan urin.

Mengejan pada waktu berkemih. Aliran urin tersendat-sendat.

Mengeluarkan urin yang disertai darah. Merasa tidak tuntas

saat berkemih.

Munculnya gejala gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada

kandung kemih dan uretra ketika kelenjar prostat mengalami

pembesaran. Konsultasi pada dokter disarankan jika seseorang

merasakan gejala BPH, meski ringan. Pemeriksaan sangat

diperlukan mengingat ada beberapa kondisi lain yang gejalanya

sama dengan BPH.

Penanganan BPH berbeda-beda pada setiap penderitanya.

Dokter akan memilih jenis pengananan yang paling sesuai

berdasarkan faktor seperti kondisi kesehatan secara umum,

tingkat ketidak nyamanan yang dirasakan pada penderita, usia

penderita, ukuran prostat. Penanganan pembesaran prostat jinak


atau BPH sendiri dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu

penanganan BPH dengan gejala ringan dan penanganan BPH

dengan gejala sedang hingga parah. BPH ringan biasanya

cukup ditangani dengan obat-obatan, terapi menahan berkemih,

dan perubahan gaya hidup. Obat BPH yang sering digunakan

adalah dutasteride dan finasteride obat yang mampu

menurunkan ukuran prostat dan meredakan gejala BPH ini

bekerja dengan cara menghambat efek dari horman

dihidrotestoseron. Namun penggunaan obat ini tidak boleh

sembarangan dan harus melalui petunjuk dokter karena

memiliki efek samping yang cukup serius. Selain dutasteride

dan finasteride obat BPH lainnya yang sering digunakan adalah

golongan penghambat alfa, seperti alfuzosin dan tansulosin.

Obat penghambat alfa ini biasanya dikombinasikan dengan

finasteride. Obat ini mampu memperlancar laju urin dengan

cara melemaskan otot-otot kandung kemih. Efek samping yang

mungkin terjadi setelah mengonsusmsi alfuzosin dan tansulosin

adalah badan lemas, sakit kepala dan turunnya kuantitas

sperma. Sedangkan efek samping yang lebi serius dari kedua

obat tersebut adalah berupa resiko terjadinya hypotensi

(tekanan darah rendah) atau bahkan pingsan.

3) Diabetes Mellitus tipe 2


Diabetes Mellitustipe 2 adalah kondisi dimana terdapat tingkat

kadar gula (glukosa) yang tinggi dalam darah. Dalam diabetes

tipe 2, tubuh tidak memproduksi cukup insulin atau tidak dapat

menggunakan insulin dengan baik, hormone khusus yang

diproduksi oleh sel beta dalam prankeas. Insulin sangat penting

karena mengontrol jumlah gula dalam glukosa yang didapat

sel-sel tubuh dari darah. Orang-orang yang menderita diabetes

memiliki kadar gula yang banyak dalam darah, tetapi tidak

cukup untuk sel tubuh. Kondisi ini menyebabkan komplikasi

berat dalam jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, sistem

syaraf, gusi dan gigi.

Diabtes Melliletus disebabkan karena beberapa hal-hal tertentu.

Kelebihan berat badan atau obesitas dan keturunan atau bila

keluarga meiliki riwayat medis diabetes juga dapat

mempengaruhi. Gaya hidup tidak aktif, umur juga dapat

mempengaruhi. Diabetes Mellitus tipe 2 adalah kondisi yang

tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikontrol melalui beberapa

perubahan dan komitmen untuk menjalani gaya hidup yang

lebih sehat, seperti diet sehat, olahraga, mengonsumsi obat

pengontrol gula darah serta terapi insulin.

2. ICD-9-CM

a. Pengertian
ICD-9-CM (International Classification of Disease 9thRevision

Clinical Modification) merupakan sistem pengklasifikasian

prosedur tindakan operasi dan non operasi berdasarkan kriteria atau

kategori tertentu (Sudra, 2011).

b. Struktur ICD-9-CM

1) Volume 1 : Tabular List of Procedures

2) Volume 2 : Index to Procedures

c. Langkah-langkah Mengkode

1) Identifikasi tipe pernyataan prosedur/tindakan yang akan

dikode dan lihat di buku ICD-9-CM Alphabetical Index.

2) Tentukan Lead Term untuk prosedur/tindakan.

3) Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata

kunci.

4) Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci

(penjelasan ini tidak mempengaruhi kode) dan penjelasan

indentasi dibawah lead term (penjelasan ini mempengaruhi

kode) sampai semua kata dalam diagnosis tercantum.

5) Ikuti setiap petunjuk rujukan silang (“see” dan “see also”) yang

ditemukan dalam indeks.

6) Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada Tabular List.

7) Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih

atau dibawah bab atau dibawah blok atau dibawah judul

kategori.
8) Langkah terakhir adalah tentukan kode

d.Pedoman Pelaksanaan Koding

1) Prosedur Operasi, didefinisikan sebagai prosedur diagnostik

terapeutik yang melibatkan penggunaan instrumen atau

manipulasi bagian dari tubuh dan pada umumnya terjadi dalam

ruang operasi. Beberapa prosedur yang dilakukan dalam ruang

operasi dan atau dengan menggunakan general anestesi

termasuk pasien melahirkan normal.

2) Prosedur Non Operasi, prosedur Investigasi dan terapi lainnya

yang tidak termasuk operasi seperti radiologi, laboratorium,

fisioterapi, psikologi dan prosedur lainnya.

e. Tindakan Yang Dianalisis Dalam ICD-9-CM

1) Appendectomy

Appendectomy adalah suatu tindakan operasi yang terdiri dari

sayatan pada kulit, jaringan serta dinding perut untuk mencapai

daerah appendic (usus buntu). Dengan kata lain, open

appendectomy merupakan operasi pada umumnya yaitu dengan

cara membuka dinding perut.

2) Insertion Of Indwelling Urinary Catheter

Insertion Of Indwelling Urinary Catheter adalah alat yang

dimasukkan kedalam kandung kemih, melalui uretra dan

berfungsi untuk mengeluarkan cairan.


3) Electrocardiogram

Electrocardiogram adalah suatu alat diagnostik di bidang

kedokteran untuk merekam aktifitas listrik yang dihasilkan oleh

jantung.

D. Desain Ruang Manajemen Unit Kerja

Dalam menyelenggarakan rekam medis yang bermutu dan efektif

diperlukan adanya sarana penunjang yang memadai, diantaranya adalah

kondisi tata letak unit rekam medis dan ruang penyimpanan berkas rekam

medis, apabila tata letak ruang tidak memenuhi standar tentu akan

mengganggu kenyamanan perekam medis. Tata letak ruang kerja yang

baik dapat meningkatkan produktivitas kerja dan mampu memberikan

kenyamanan secara fisik maupun sosial psikologis. Pengoptimalan fasilitas

penunjang serta pengaturan tata letak ruang yang nyaman bagi petugas

diperlukan agar tercapai keserasian antara manusia dan pekerjaannya

dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang

setinggitingginya (Suma’mur, 1989:1).

Dalam penyelenggaraannya, ruang kerja perekam medis dan

ruangpenyimpanan berkas rekam medis harus terpisah. Baik terpisah

dengan ruang yang berbeda maupun dengan adanya sekat pembatas.

Menurut Wursanto (1991 : 221) Ruangan penyimpanan arsip sebaiknya


terpisah dari ruangan kantor lain untuk menjaga keamanan arsip-arsip

tersebut mengingat bahwa arsip tersebut sifatnya rahasia, mengurangi lalu

lintas pegawai lainnya, dan menghindari pegawai lain memasuki ruangan

sehingga pencurian arsip dapat dihindari.

Anda mungkin juga menyukai