Anda di halaman 1dari 6

BIMBINGAN BELAJAR, BISNISKAH ITU? Bimbingan belajar (bimbel) memang ada bisnisnya. Banyak guru terlibat di dalamnya.

Seirama dengan itu, bimbel sebagai kombinasi pekerjaan para guru juga ditekuni. Di sini akan muncul cerita yang panjang di sekitar mereka. Sebab, hingga saat ini masih melekat pandangan publik bahwa seorang guru tugasnya tentu hanya mendidik dan mengajar, selesai. Bila ingin berkiprah di luar pandangan umum tersebut, keberadaan guru sebagai pendidik, masih sering dipertanyakan eksistensinya. Lalu, salahkah jika ada guru berada dalam kehidupan antara mengajar di sekolah dan juga membuka bisnis bimbingan belajar? Kehidupan yang digeluti para guru ini masih menjadi tanda tanya di masyarakat luas. Seandainya dianalisis lebih jauh keberadaan bimbel, pekerjaan komplemen yang dilakukan di luar sekolah oleh praktisi pendidikan, adalah akibat dari suatu sistem pendidikan kita. Sistem pembelajaran di sekolah memiliki beberapa kendala yang hingga kini belum juga terselesaikan. Pertama, beban SKL (standar kelulusan) tertuang pada kurikulum terlalu padat sehingga cendrung menjadi beban. Bagaimanapun ketersediaan waktu untuk tatap muka akan mengalami kekurangan. Waktu minimal yang disediakan kurikulum tidak akan mencukupi jika dibandingkan dengan realita di lapangan. Hal ini jelas akan mempengaruhi tingkat pendalaman materi yang dapat diserap peserta didik. Sebab, bukankah muara terakhir yang masih menjadi tolak ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran satu di antaranya adalah berhasil melewati ujian nasional (unas)? Kurangnya pendalaman materi setiap mata ajar tentu berbanding lurus dengan keberhasilan sebuah pembelajaran.

Kedua, SDM (sumber daya manusia) para guru belum menunjukkan kualitas yang memadai. Dengan demikian tentu fenomena ini akan berakibat pada keluaran dari suatu institusi pendidikan. Kemampuan seorang pendidik sebagai penentu utama di antara beberapa komponen penentu keberhasilan pendidikan tak akan terlepas dari kualitas guru. Dengan masih kurangnya mutu SDM guru pada sekolah sebagai suatu lembaga formal pendidikan, maka muncullah kecendrungan para siswa untuk mendapatkan suasana pembelajaran yang lain dengan harapan bisa memperoleh pembelajaran yang lebih baik. Akhirnya para siswa melirik, mencari suasana baru dan lebih banyak jatuh pada bimbel. Ketiga, tidak adanya keajegan, sering terjadinya perubahan program pengajaran dari pengambil keputusan, dalam hal ini pemerintah, sehingga

berdampak pada program yang telah tersusun dengan baik di sekolah. Seperti keputusan perubahan menjelang unas tahun pelajaran 2009/2010, tanpa merasa bersalah penyelenggaraan unas dimajukan dari biasanya, April menjadi Maret (Kompas, 13/11/2009). Keputusan pemerintah itu tentu akan memberi kesempatan lembaga bimbel melaksanakan pembelajaran secara intensif. Sekolah, diakui atau tidak, bimbel. Selain tiga penyebab munculnya bisnis bimbel dari suatu akibat dari desain besar pendidikan yang kurang sempurna ternyata juga ada beberapa penyebab lain di luar sekolah yang merespon peserta didik selain belajar di sekolah, juga memilih bimbel sebagai tempat pembelajaran. Pertama, bimbel dapat membantu siswa yang memasuki perguruan tinggi dalam memecahkan persoalan soal ujian dengan berbagai teknik. Jika diamati lebih jauh, lebih teliti ternyata perangkat tes untuk akan merasa kelabakan menghadapi unas kalau tidak dibantu adanya

menjaring guna menembus perguruan tinggi, tipe soalnya didominasi ranah kognitif (minim afektif dan psikomotor). Dengan kenyataan tersebut, tanpa pengetahuan dan penguasaan materi yang mendalam, sulit buat calon mahasiswa untuk mendapatkan kursi perguruan tinggi yang menjadi idamannya. Selama ini banyak siswa dengan kompetensi baik namun lemah dalam menyikapi maksud soal, sehingga penyelesaian soal tidak tercapai. Gejala ini menunjukkan bahwa penyelesaian soalsoal tes tak hanya bermodalkan kompetensi tinggi dari peserta tes, ternyata kemampuan menyelesaikan soal dengan cepat dengan trik-trik tertentu, tanpa mengurangi makna konsep yang terkandung dari soal-soal yang menjadi alat uji. Ini sebagai pertanda bahwa selain pembelajaran formal di sekolah para siswa perlu melirik bimbel sebagai salah satu cara untuk menembus perguruan tinggi favorit yang diinginkan. Sebab harus diakui, bahwa peran bimbel juga tidak kecil pada keberhasilan siswa dalam mengkombinasikan cara belajar menuju hasil yang lebih baik. Selama masih ada kepincangan antara pembelajaran di sekolah dan

pembelajaran di bimbel untuk mencapai tujuan tertentu, maka selama itu pula akan memunculkan sebuah peluang bisnis untuk mengisi kesenjangan pembelajaran. Jika dilakukan generalisasi stigma terkait bisnis bimbel yang dilakoni guru jelas tidak tepat. Sebab, sepanjang bimbel yang ditekuni para guru berada dalam koridor irisan antara etika mendidik di sekolah dan etika bisnis, jelas merupakan pekerjaan yang mulia. Artinya, setiap kekurangan yang ada pada pembelajaran di sekolah baik dari masalah waktu yang tersedia terkait dengan padatnya SKL, kualitas SDM pendidik dan permasalahan lainnya, tentu bimbel merupakan komplemen pembelajaran

menuju kesempurnaan hasil akhir pendidikan.

Penyelesaian masalah pendidikan kita secara menyeluruh adalah mengurangi kesenjangan yang ada antara proses pembelajaran di sekolah dengan berbagai tujuan akhir dari suatu pendidikan. Artinya dengan mendesain pendidikan dengan baik dan berkelanjutan akan dapat memberikan sumbangan yang bermakna pada tatanan masyarakat yang lebih baik. Sayang, hingga saat ini kebijakan pendidikan kita lebih banyak diwarnai dengan kebijakan sesaat, dan tidak terkait. Seperti, satu diantaranya, apalah artinya sebuah unas dengan menelan uang negara yang cukup besar bagi siswa SMA, SMK, dan sederajat jika setelah lolos dengan susah payah tak memberi arti banyak pada tindak lanjut ke perguruan tinggi. Ternyata selanjutnya dengan mengikuti tes kembali lewat SMPTN untuk mendapat sebuah tempat dengan biaya dan proses yang tidak mudah. Sistem pendidikan kita dan berbagai permasalahan yang menyertainya, mengakibatkan adanya jarak antara proses pembelajaran formal di sekolah dengan keperluan reaksioner sesaat, maka sekali lagi tak dapat dipungkiri akan menumbuhkan peluang bisnis yang terkait dengan pembelajaran seperti yang dilakukan oleh lembaga-lembaga bimbel yang tak pernah surut dari peserta didik. Sebetulnya yang perlu diwaspadai adalah bagaimana seorang pendidik melakoni sebuah bimbel, apakah ada penggiringan siswa guna mengikuti sebuah lembaga bimbel, atau sebaliknya pengajar tersebut memang menjadi incaran setiap peserta didik untuk memperoleh bimbingannya? Jika opsi kedua yang menjadi ciri dari bimbel yang dimiliki seorang guru, maka aktivitas tersebut sah-sah saja. Eksistensi guru pada zaman sekarang tak hanya mampu menyampaikan materi secara formal di sekolah, guru juga harus mampu menyampaikan materi

dengan trik-trik yang cukup menarik tanpa mengeliminasi konsep dasar yang ada pada setiap materi pembelajaran. Sebab ada anggapan bahwa penyelesaian soalsoal unas dan soal soal penempatan lainnya merusak konsep yang ada. Sebetulnya yang terjadi adalah hampir setiap penyelesaian soal-soal tes memiliki pola-pola tertentu. Dengan adanya aturan-aturan tertentu itulah pola penyelesaian sebuah soal bisa dilakukan beberapa pemangkasan langkah guna mendapatkan pilihan jawaban yang benar dengan lebih cepat. Hal-hal semacam inilah yang dicurigai oleh kalangan awam bahwa penyelesaian soal-soal tes dengan trik-trik atau cara cepat tertentu merusak konsep yang ada. Setelah konsep ditanamkan pada siswa, selanjutnya tidaklah keliru yang namanya cara cepat perlu diajarkan juga. Jika hal ini dapat dilakukan dan sering ditunjukkan maka akan menumbuhkan rasa lebih tertarik untuk mempelajari

sebuah materi pelajaran. Dengan demikian maka buat seorang guru, berbisnis dengan etika yang benar yang masih terkait dengan dunia pendidikan bukanlah aktivitas yang keliru. Sebab guru yang mampu menunjukkan identitasnya sebagai pendidik dan sekaligus pebisnis maka guru tersebut adalah seorang pendidik dengan predikat plus. Apakah artinya suatu ilmu pengetahuan tanpa adanya suatu penerapan yang memberikan kehidupan yang lebih layak? Maka, Bapak/Ibu Guru, mendidik, mengajar, dan berbisnislah sesuai dengan etika yang benar. Semoga! FORMULIR PENDAFTARAN LOMBA ESAI GURU

Topik yang dipilih : Guru : Antara Mengajar di Sekolah dan Bisnis Bimbingan

Belajar Judul Esai Nama Alamat Telp/Hp : Bimbingan Belajar, Bisniskah Itu? : Drs. I Wayan Arnawa, M.Pd : Jl. A. Yani 495 Denpasar, Bali : (0361)428598, 085238032436

Sekolah Alamat Telp.

: SMA NEGERI 8 Denpasar : Jl. Antasura, Denpasar Bali : (0361)7474804

Denpasar, 30 Nopember 2009

Drs. I Wayan Arnawa, M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai