Anda di halaman 1dari 3

1.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mula Kerja Anastesi Umum Inhalasi Prinsip Farmakokinetk Anastetik inhalasi: Anastetik inhalasi merupakan beberapa di antara sengat sedikit senyawa farmakologis yang diberikan sebagai gas. Fakta bahwa senyawa-senyawa ini berprilaku sebagai gas dan bukan sebagai cairan membutuhkan konsep farmakokinetik yang berbeda yang akan digunakan dalam menganalisis pengambilan dan distribusinya. Anastetik inhalasi terdistribusi di antara jaringan sedemikian sehingga kesetimbangan tercapai ketika tekanan parsial gas anastetik sama pada kedua jaringan. Kesetimbangan akan tercapai jika tekanan parsial dalam gas yang terhirup sama dengan tekanan parsial pada gas tidal akhir (alveolar) (Goodman dan Gilman, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan parsial anastetik gas dalam arteri otak adalah: a. Tekanan Parsial Anastetik Gas yang Diinspirasi Tekanan ini dapat diatur melalui vaporizer atau alat lain agar sama dengan tekanan parsialnya dengan arteri. Untuk mempercepat induksi, kadar anastetik gas yang diinspirasi harus lebih tinggi daripada tekanan parsial yang diharapkan dalam jaringan. Setelah tekanan parsial yang diinginkan tercapai, tekanan parsial dalam udara inspirasi diturunkan untuk mempertahankan anastesia. b. Ventilasi Paru Hiperventiasi mempercepat masuknya anastetik gas ke sirkulasi dan jaringan. Ini terlihat nyata pada anastetik yang lebih larut dalam darah seperti halotan dan dietileter. Sedangkan pada gas yang tidak larut dalam darah seperti siklopropan, N2O dan etilen, pengaruh ventilasi ini tidak begitu nyata karena kadar di darah arteri cepat mendekati kadar di alveoli. c. Pemindahan Anastetik Gas dari Alveoli ke Aliran Darah Membran alveoli dengan mudah dapat dilewati anastetik gas secara difusi dari alveoli ke aliran darah, dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya pada emfisema paru, pemindahan anastetik gas akan terganggu pula. Faktor yang mempengaruhi difusi anastetik gas adalah: a. b. c. d. Kelarutan anastetik gas dalam darah Kecepatan aliran darah melalui paru Tekanan parsial anastetik gas dalam arteri dan vena Salah satu faktor penting yang mempengaruhi transfer anastetik dari paru ke darah arteri adalah kelarutannya. Koefisien pembagian darah: gas merupakan indeks

Kelarutan

kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relatif suatu obat anastetik terhadap darah dibandingkan dengan udara. Koefisien ini mungkin lebih rendah dari 0,5 untuk obat anastesi seperti nitrogen oksida atau siklopropan, yang tidak larut di alam darah. Di lain pihak, nilai tersebut mungkin lebih dari 10 untuk obat-obat seperti metoksifluran yang sangat larut di dalam darah ( Katzung, 2007). Jika suatu anestetik dengan kelarutan dalam darah yang rendah berdifusi dari paru ke dalam darah arteri, maka relatif diperlukan sedikit molekul untuk meningkatkan tekanan parsialnya, dan tegangan arteri cepat meningkat. Sebaliknya, untuk anastetik dengan kelarutan sedang sampai tinggi, lebih banyak molekul yang larut sebelum tekanan parsial tegangan arteri suatu gas ini akan meningkat secara perlahan-lahan (Katzung, 2007). e. Konsentrasi Anastetik di Dalam Udara Inspirasi Konsentrasi anastetik inhalasi di dalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung terhadap tegangan maksimum yang dapat tercapai di dalam alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini di dalam darah arterinya. Peningkatan konsentrasi anastetik inspirasi akan meningkatkan kecepatan induksi anastesi karena peningkatan kecepatan transfernya ke dalam otak sesuai dengan hukum Fick. Keuntungan dari efek ini diambil dalam praktek anastesi dengan obat anastesi inhalasi yang kelarutan dalam darahnya sedang seperti enfluran, isofluran, dan halotan, yang mula kerjanya relatif lambat ( Katzung, 2007 ). f. Aliran Darah Paru Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat anastetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anastetik dengan kelarutan darah yang sedang sampai tinggi. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran darah paru yang menghasilkan volume darah yang lebih besar obat anastetik. Penurunan aliran darah paru mempunyai efek yang sebaliknya dan meningkatkan tegangan arteri obat anastetik inhalasi. Pada seseorang penderita dengan syok sirkulasi, kombinasi efek penurunan efek penurunan curah jantung dan peningkatan ventilasi dapat mempercepat induksi anastesi sejumlah obat anastetik. Efek ini tidak mungkin timbul dengan nitrogen oksida karena kelarutannya yang rendah (Katzung, 2007 ). g. Gradien Konsentrasi Arteri Vena

Gradien konsentrasi obat anastetik antara darah arteri dan vena campuran terutama bergantung pada ambilan obat anastesi pada jaringan itu; yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan. Darah vena yang kembali ke paru dapat mengandung obat anastesi kurang bermakna dibandingkan yang ada dalam arteri. Semakin besar perbedaan tegangan ini semakin lama pula mencapai keseimbangannya. Anastetik yang masuk jaringan akan dipengaruhi oleh faktor yang serupa dengan faktor yang menentukan transfer dari paru ke dalam darah termasuk koefisien pembagian jaringan; darah, kecepatan aliran darah ke jaringan, dan gradien konsentrasi (Katzung, 2007). Selama pemeliharaan anastesi dengan obat anastetik inhalasi, mungkin transfer obat anastetik akan berlangsung terus antar berbagai jaringan dengan kecepatan yang bergantung pada kelarutan dan aliran darah. Otot dan kulit, yang bersama-sama membentuk 50% massa tubuh, akan menimbun obat anastetik lebih lambat dibandingkan dengan jaringan yang kaya vaskularisasi, karena jaringan yang lebih lambat akan menerima seperlima aliran darah dibandingkan dengan jaringan yang kaya vaskularisasinya. Walaupun kebanyakan anastetik gas mempunyai kelarutan yang tinggi dalam jaringan lemak, namun rendahnya kecepatan perfusi darah dalam jaringan tersebut akan memperlambat akumulasi dimana keseimbangan tidak mungkin terjadi dengan anastetik seperti halotan dan enfluran selama berlangsungnya operasi (Katzung, 2007).
Daftar pustaka: 1. Goodman dan Gilman. 2008. Anastetik Umum. Dasar Farmakologi Terapi.

Jakarta:EGC
2. Katzung, Bertram. 2007 Alkohol. Dalam: Farmakologi Dasar dan Terapi. Edisi VII.

Jakarta: EGC. Hal : 69, 76-7.

Anda mungkin juga menyukai