Anda di halaman 1dari 11

1

GAMBARAN PENDERITA CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT DI YAYASAN PEMBINA PENDERITA CELAH BIBIR DAN LANGITLANGIT (YPPCBL) BANDUNG PADA TAHUN 2006-2007 Nidhal Syarifa, Metta Erliana, Presti Bhakti P. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

ABSTRAK Celah bibir dan langit-langit merupakan kelainan kongenital yang cukup sering terjadi di Indonesia. Kejadiannya berbeda berdasarkan jenis kelamin, jenis celah, usia penderita saat dilakukan pembedahan, dan asal penderita. Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Bandung telah mengadakan bakti sosial di berbagai daerah di Indonesia guna mengurangi jumlah penderita celah bibir dan langit-langit. Dengan harapan dapat menggambarkan bagaimana kasus celah bibir dan langit-langit di Indonesia, maka penulis melakukan penelitian deskriptif retrospektif berdasarkan kegiatan YPPCBL Bandung pada tahun 2006-2007. Dari sejumlah 2293 orang pasien, ditemukan 2197 penderita celah bibir dan langit-langit dengan mayoritas kasus celah bibir. Sebagian besar penderita berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan jenis celah, kasus yang banyak ditemukan adalah celah bibir unilateral tidak lengkap sisi kiri (36,58%), celah langit-langit unilateral lengkap sisi kiri (33,40%), serta celah bibir dan langit-langit meliputi gnato unilateral sisi kiri (37,77%). Pembedahan terhadap penderita dilakukan dalam rentang usia 1 sampai kurang dari 5 tahun. Sebagian besar penderita celah bibir dan langit-langit di YPPCBL Bandung berasal dari wilayah barat Indonesia. Kata kunci: Celah bibir dan langit-langit

PENDAHULUAN Menurut WHO, 1947, sehat adalah suatu keadaan sempurna dari fisik, mental dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit, cacat, atau kelemahan saja(1). Menurut pengertian tersebut, kehadiran kelainan kongenital berupa celah bibir dan langit-langit dapat dikategorikan sebagai keadaan tidak sehat karena ada suatu kekurangan fisik pada penderitanya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan manusia lain di sekitarnya sehingga penampilan fisik menjadi suatu hal yang penting. Oleh sebab itu, pada penderita kelainan kongenital diperlukan suatu perawatan demi tercapainya konsep sehat dari WHO. Insidensi celah bibir dan langit-langit bervariasi pada berbagai negara. Di Inggris, insidensi celah bibir dan langit-langit bervariasi dari tahun ke tahun dengan perkiraan 1 per 700 kelahiran hidup(2). Berdasarkan informasi yang ada, diperkirakan setiap tahun 6000-7000 bayi lahir dengan celah bibir dengan/tanpa

celah langit-langit di Amerika Serikat. Di Denmark dan Islandia insidensinya sedikit lebih tinggi(3). Diperkirakan insidensi celah bibir dan langit-langit di Indonesia cukup tinggi, namun belum ada data yang tersedia secara nasional. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia belum memiliki data kelahiran yang memadai, khususnya pada daerah pedalaman yang sebagian kelahiran masih ditangani oleh dukun beranak. Hal ini mengacaukan perkiraan insidensi kasus celah bibir dan langit-langit di Indonesia(4). Kejadian celah bibir dan langit-langit berbeda menurut jenis kelamin, jenis celah, dan ras. Celah bibir dengan/tanpa celah langit-langit lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Sedangkan celah langit-langit saja lebih sering terjadi pada wanita(2, 5, 6). Celah bibir bisa terjadi unilateral maupun bilateral, lengkap maupun tidak lengkap. Celah bibir unilateral lebih sering terjadi pada sisi kiri(5). Berdasarkan ras, frekuensi celah bibir dan langit-langit terendah terjadi pada ras Negroid dan tertinggi pada Mongoloid(3). Perawatan terhadap penderita celah bibir dan langit-langit sangat bervariasi dan harus dilakukan secara komprehensif. Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Bandung merupakan salah satu pusat rehabilitasi di Indonesia yang melaksanakan perawatan komprehensif terhadap penderita celah bibir dan langit-langit. YPPCBL Bandung yang berdiri dan memulai aktivitas sosialnya sejak tahun 1979 adalah sebuah yayasan sosial non profit yang bertujuan membantu para penderita celah bibir dan langit-langit yang secara ekonomi dinilai kurang mampu. Sejak berdiri sampai tahun 2006 YPPCBL Bandung telah membantu sebanyak 8454 pasien dengan berbagai jenis tindakan operasi dan dari berbagai daerah di Indonesia(7). Untuk mengetahui gambaran penderita celah bibir dan langit-langit di YPPCBL Bandung selama tahun 2006-2007 berdasarkan jenis kelamin, jenis celah, kelompok usia penderita saat dilakukan pembedahan, dan asal penderita, maka penulis melakukan penelitian ini. Dengan diketahuinya gambaran penderita celah bibir dan langit-langit tersebut, maka pemerintah, lembaga-lembaga swadaya, maupun masyarakat dapat mengupayakan tindakan pencegahan dan rehabilitasi dengan lebih baik sehingga dapat menurunkan jumlah penderita celah bibir dan langit-langit di Indonesia.

METODE PENELITIAN Penelitian secara deskriptif retrospektif dilaksanakan di Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Bandung-Gedung Cleft Center, Kompleks FKG Unpad Jalan Sekeloa Selatan Nomor 1 Bandung Jawa Barat Indonesia 40132 pada bulan September sampai November 2008. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data pasien yang telah dilakukan operasi dari buku pendaftaran dan laporan kegiatan YPPCBL Bandung selama tahun 20062007. Data tersebut dicatat dan diklasifikasikan berdasarkan variabel penelitian, kemudian dihitung frekuensi dan persentasenya, dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Yang termasuk variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis kelamin penderita 2. Jenis celah bibir 3. Jenis celah langit-langit

4. Jenis celah bibir dan langit-langit 5. Kelompok usia penderita saat dilakukan pembedahan 6. Asal penderita

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari pengumpulan data, didapat jumlah pasien YPPCBL pada tahun 20062007 sebanyak 2293 orang yang terdiri dari 1032 orang pada tahun 2006 dan 1261 orang pada tahun 2007. Dari sejumlah pasien tersebut, yang termasuk penderita celah bibir dan langit-langit adalah 2197 orang. Angka kelahiran kasar berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2004 adalah 21 per 1000 penduduk dan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 216.415.100 orang(8, 9). Dari data tersebut, dapat diperkirakan jumlah kelahiran kasar Indonesia adalah 4.544.718. Bila dibuat perbandingan antara jumlah penderita celah bibir dan langit-langit dengan perkiraan jumlah kelahiran kasar tersebut, maka bisa didapatkan perkiraan frekuensi terjadinya di Indonesia, yakni sebesar 1 per 2069 atau 0,48 per 1000 kelahiran, dengan perincian 1 per 2674 atau 0,37 per 1000 kelahiran untuk celah bibir dengan/tanpa langit-langit (CB/L) dan 1 per 9145 atau 0,11 per 1000 kelahiran untuk celah langit-langit saja (CL). Frekuensi ini tidak jauh berbeda dengan penelitian di tiga pusat studi di India (Baroda, Delhi dan Mumbai) pada tahun 1994-1996, yaitu sebesar 0,93 per 1000 kelahiran untuk CB/L dan 0,17 per 1000 kelahiran untuk CL(10). Sedangkan bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu di beberapa daerah di Indonesia, frekuensi yang diperkirakan oleh penulis ini lebih rendah. Penelitian terhadap 16 klinik dan rumah sakit di kotamadya Bandung telah dilakukan oleh Prawira Winata pada tahun 1980 dan diperkirakan insidensi celah bibir dan langit-langit adalah sebesar 1,5 per 1000 kelahiran hidup(4). Di Surabaya, penelitian dilakukan oleh Marzoeki D. pada tahun 1989, dan dilaporkan ada 1:1983 kelahiran untuk CB/L dan 1:9000 untuk CL(11). Penelitian yang dilakukan Sutrisno, dkk.(12) di kecamatan Insana Nusa Tenggara Timur pada tahun 1996-1997 melaporkan bahwa terdapat kasus sumbing bibir atau langit-langit sebanyak 5 per 1000 kelahiran hidup. Perbedaan ini terjadi karena survei yang penulis lakukan terbatas pada kegiatan YPPCBL Bandung pada tahun 2006-2007.

Pasien YPPCBL Tahun 2006-2007 Berdasarkan Jenis Kasus Tabel 1 Jumlah pasien YPPCBL tahun 2006-2007 berdasarkan jenis kasus
Kasus CB CL CBL Bukan CB/CL/CBL TOTAL f 1099 497 601 96 2293 % 47,93 21,68 26,21 4,19 100

Jumlah kasus celah bibir, celah langit-langit maupun celah bibir dan langit-langit setiap tahunnya bertambah. Terdapat beberapa penjelasan yang masih harus dikonfirmasi mengenai angka kejadian celah bibir dan langit-langit yang

terus meningkat ini. Pertama, dengan semakin meningkatnya kualitas perawatan medis terhadap ibu hamil maka bayi dengan resiko tinggi, termasuk bayi dengan celah bibir dan langit-langit, dapat bertahan hidup serta tumbuh dan berkembang sampai dewasa. Kedua, kini lebih memungkinkan bagi penderita celah bibir dan langit-langit yang sampai dewasa masih belum mendapat perawatan untuk dirawat dengan bertambahnya teknik perawatan canggih. Dengan penjelasan ini, maka semakin banyak anak dengan kelainan celah bibir dan langit-langit dapat dilahirkan dengan selamat serta semakin banyak penderita yang ingin mendapatkan perawatan untuk mengoreksi kelainan yang dialaminya(13). Berdasarkan jenis kasus, jumlah terbanyak adalah penderita celah bibir diikuti dengan celah bibir dan langit-langit lalu celah langit-langit (Tabel 1). Hasil ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Fogh-Andersen pada tahun 1942, Greene, et al. pada tahun 1964, maupun Jensen, et al. pada tahun 1988, yang menyatakan bahwa kasus terbanyak adalah celah bibir dan langit-langit. Penelitian yang mendukung hasil survei penulis adalah penelitian yang dilakukan Anthony Pelly tahun 1973 di RSCM Jakarta, yang menyatakan dari 100% kasus sumbing, sebesar 85% adalah sumbing bibir(14). Selain itu, hasil survei penulis juga sesuai dengan penelitian oleh Hadinata di Bagian Ilmu Bedah RS Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 1968-1975 dan Rahayu di Klinik Bedah Mulut RSU Serang Banten periode 1997-2001(15, 16).

Jenis Kelamin Penderita Celah Bibir dan Langit-langit Tabel 2 Jumlah penderita berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kasus L P TOTAL CB F 668 431 1099 % 60,78 39,22 100 F 292 205 497 CL % 58,75 41,25 100 f 388 213 601 CBL % 64,56 35,44 100

Grafik 1 Jumlah penderita celah bibir berdasarkan jenis kelamin


39,22% 60,78%

Laki-laki

Perempuan

Grafik 2 Jumlah penderita celah langit-langit berdasarkan jenis kelamin


41,25% 58,75%

Laki-laki

Perempuan

Grafik 3 Jumlah penderita celah bibir dan langit-langit berdasarkan jenis kelamin
35,44% 64,56%

Laki-laki

Perempuan

Berdasarkan jenis kelamin, kasus celah bibir, celah langit-langit maupun celah bibir dan langit-langit lebih sering terjadi pada laki-laki (Tabel 2 serta grafik 1, 2 dan 3). Lebih banyaknya penderita celah bibir maupun celah bibir dan langitlangit yang berjenis kelamin laki-laki ini sesuai dengan gambaran klinikostatistikal penderita celah bibir dan langit-langit di Program Sehati RSAB Harapan Kita Jakarta pada Januari 1995-Desember 1999 yang dilaporkan oleh Hak, dkk., pada tahun 2000(17). Banyaknya penderita celah bibir dan langit-langit pada penderita berjenis kelamin laki-laki dapat dikaitkan dengan teori Albery tahun 1986 yang menyatakan bahwa celah bibir dapat disebabkan oleh mutasi gen yang terkait X (X-linked recessive disorders)(18). Perempuan dengan gen abnormal pada satu kromosom X tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan karena masih ada satu kromosom X yang normal untuk berpasangan dengannya, sehingga perempuan hanya sebagai pembawa (carrier). Sedangkan pada laki-laki apabila ada gen abnormal pada kromosom X yang diturunkan dari ibu yang carrier, maka akan menunjukkan kelainan karena tidak ada gen pada kromosom Y yang akan berpasangan dengan gen abnormal tersebut. Resiko terjadi kelainan pada laki-laki adalah 1 diantara 2 orang, dan resiko anak perempuan menjadi pembawa (carrier) adalah 1 diantara 2 orang(19). Schroder pada tahun 1971 mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif, dan hanya 25% yang bersifat dominan(20). Pada kasus celah langit-langit, penjelasan mengenai kemungkinan frekuensinya lebih tinggi pada perempuan disimpulkan berdasarkan studi 46 embrio manusia. Saat pergerakan tonjol palatina ke posisi horisontalnya, perempuan lebih lambat dari laki-laki; konsekuensinya, embrio perempuan memiliki periode rentan yang lebih panjang(21). Namun, pada survei ini persentase kasus celah langit-langit lebih besar pada laki-laki. Hal ini disebabkan kebanyakan pasien yang termasuk kategori celah langit-langit merupakan pasien yang menjalani operasi kedua (kasus sekunder).

Jenis Celah Bibir Pasien YPPCBL Tahun 2006-2007 Grafik 4 Distribusi penderita berdasarkan jenis celah bibir
450 400 350 300 Jumlah 250 200 150 100 50 0
LS B C dI tid s ak di ke ta hu i LS B C sI d LS U C s LS U C d LS U Id LS U Is LS B C LS B I

402

208

207

80

57

61 14 20

50

Jenis Celah Bibir

Berdasarkan jenis celah bibir, celah bibir unilateral tidak lengkap sisi kiri merupakan kasus terbanyak (Grafik 4). Dari total kasus celah orofasial, tiga per

empatnya merupakan kasus celah unilateral dan lebih sering terkena pada sisi kiri(22). Celah bibir unilateral sisi kiri diperkirakan muncul dua kali lebih banyak daripada sisi kanan(5). Survei yang telah dilakukan penulis menghasilkan lebih dari tiga per empat jumlah kasus celah bibir merupakan celah bibir unilateral, yakni sebanyak 897 orang, dan apabila dijumlahkan antara celah bibir unilateral lengkap dan tidak lengkap, lebih dari 50% kasus merupakan celah bibir sisi kiri. Hasil survei ini juga sesuai penelitian yang dilaporkan Hak, dkk.(17), dimana dinyatakan bahwa 56,3% kasus celah bibir atau celah bibir dan alveolus terjadi pada sisi kiri.

Jenis Celah Langit-langit Pasien YPPCBL Tahun 2006-2007 Grafik 5 Distribusi penderita berdasarkan jenis celah langit-langit
33,40% 13,28% PSUI PSUCs PSUCd PSBC 30,79% 7,85% 12,68% 2,01% PSBI tidak diketahui

Berdasarkan jenis celah langit-langit, celah langit-langit unilateral lengkap sisi kiri merupakan kasus terbanyak (Grafik 5). Urutan kasus celah langit-langit dari yang terbanyak adalah bifid uvula, celah langit-langit unilateral lengkap sisi kiri, dan celah pada sepertiga langit-langit lunak. Pada umumnya bifid uvula ditemukan secara tidak sengaja dan tidak berhubungan dengan ketidakmampuan velofaringeal (velopharyngeal incompetence) maupun masalah fungsional lainnya(23). Dalam survei ini tidak diketahui jumlah kasus bifid uvula. Suatu penelitian eksperimental telah dilakukan pada rodensia untuk menjelaskan mengenai fenomena sisi kiri lebih sering terkena daripada sisi kanan. Pada eksperimen tersebut terlihat bahwa tonjol palatal kanan mencapai posisi horisontalnya lebih dulu daripada tonjol palatal kiri, sehingga periode rentan sisi kiri lebih panjang dibandingkan sisi kanan(23).

Jenis Celah Bibir dan Langit-langit Pasien YPPCBL Tahun 2006-2007 Berdasarkan jenis celah bibir dan langit-langit, LGPSUCs merupakan kasus terbanyak (Grafik 6). Hal ini sesuai dengan penelitian di RSAB Harapan Kita Jakarta yang melaporkan bahwa kasus celah bibir dan langit-langit sebesar 46,1% terjadi pada sisi kiri(17). Sebanyak 19% kasus celah berasal dari celah bibir dan langit-langit unilateral dan lebih sering terjadi pada sisi kiri(2). Malek(24) menyatakan bahwa celah bibir dan langit-langit lengkap (complete labio-alveolopalatal cleft) memiliki frekuensi kemunculan relatif sebesar 47,6%. Walaupun celah pada langit-langit selalu terletak pada garis median, rotasi vomer menyebabkan celah tersebut tampak sebagai celah lateral(24).

Grafik 6 Distribusi penderita berdasarkan jenis celah bibir dan langit-langit


tidak diketahui LGPSBCdIs LGPSBCsId LGPSBC LGPSUCd LGPSUCs LPSBC LPSBI LPSUCd LPSUCs LPSUId LPSUIs LSBC+PSBC LSBI+PSBC LSUCd+PSUCd LSUCs+PSUCs LSUId+PSUCd LSUIs+PSUCs LSBC+PSI LSBI+PSI LSUCd+PSI LSUCs+PSI LSUId+PSI LSUIs+PSI
0

21 17

34 52 110 227

Jenis C elah B ibir dan Langit-langit

5 0 1 2 0 4 14 14 3 11 16 52 0 4 0 2 2 10
30 60 90 120 150 180 210 240

Jumlah Penderita

Pasien YPPCBL Tahun 2006-2007 Berdasarkan Kelompok Usia Saat Dilakukan Pembedahan Grafik 7 Distribusi pasien YPPCBL berdasarkan kelompok usia saat dilakukan pembedahan
400 370

CB
300 260

CL

CBL

Ju lah m

196 200 121 100

211

215

120 119

131 75 57 35 35 19 19 83 89

2 0 <1 1- < 5 5- < 10 10- < 15 15- < 20 > 20

15

21 4

Kelompok Usia (tahun)

tanpa keterangan

Sebagian besar pasien celah bibir, celah langit-langit, serta celah bibir dan langit-langit dilakukan pembedahan saat berumur 1 sampai 4 tahun 11 bulan (Grafik 7). Pemilihan waktu yang optimum untuk melakukan pembedahan pada penderita celah bibir sangat bergantung pada operator dan kondisi kesehatan

umum pasien. Bagian Bedah Mulut FKG Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mengambil patokan umur 18 bulan sampai 2 tahun untuk melakukan pembedahan celah langit-langit, dengan pertimbangan bahwa faktor-faktor pertumbuhan maksila dan kemampuan berbicara normal di kemudian hari. Jika terdapat celah langit-langit bersamaan dengan celah bibir, maka pembedahan dilakukan pada celah bibir terlebih dahulu, yaitu pada usia bayi 8 hari sampai 2 bulan, untuk kemudian dilakukan pembedahan celah langit-langit pada usia 18 bulan sampai 2 tahun(25). Suatu studi yang dilakukan oleh Dorf dan Curtin pada tahun 1982 memperlihatkan insidensi penyimpangan artikulasi persisten lebih sering terjadi pada penderita celah bibir dan langit-langit yang dilakukan pembedahan saat berusia 12-24 bulan dibandingkan yang dilakukan pembedahan pada usia kurang dari 12 bulan. Studi lainnya dilakukan oleh Randall, et al. terhadap anak-anak yang dilakukan veloraphy pada usia 3-7 bulan dan 12-18 bulan. Ternyata pada kelompok usia 3-7 bulan lebih sedikit yang memiliki ketidakmampuan velofaringeal (velopharyngeal incompetence)(23). Berdasarkan protokol tetap perawatan pasien YPPCBL, usia dilakukan tindakan labioplasty adalah minimal 3 bulan dan palatoplasty 18 bulan. Dari hasil survei, usia saat dilakukan labioplasty untuk penderita celah bibir berbeda dengan teori yang ada. Hasil penelitian di Kabupaten 50 Kota dan Solok Sumatera Barat memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara keterlambatan operasi celah bibir dan langit-langit dengan pendidikan orang tua serta status sosial ekonomi yang rendah(26). Dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah ini, perawatan terhadap penderita celah bibir dan langit-langit harus ditunda sampai dana mencukupi atau sampai diselenggarakan kegiatan bakti sosial di tempat asal penderita(16, 26). Menurut Suharti dan Samsudin pada tahun 1999, celah bibir dan celah langit-langit merupakan kelainan penampilan wajah bayi dan seringkali merisaukan orang tua sejak bayi baru lahir. Apabila anak bertambah besar, anak akan menyadari bahwa ada kelainan pada dirinya dibandingkan dengan temantemannya dan anak akan merasa rendah diri. Hal ini merupakan masalah psikologis yang penting pada anak dengan kelainan celah. Pernyataan ini dapat menjelaskan mengapa lebih banyak pasien dilakukan pembedahan saat berumur 1 sampai 4 tahun 11 bulan.

Pasien YPPCBL Tahun 2006-2007 Berdasarkan Asal Penderita Grafik 8 Distribusi penderita celah bibir berdasarkan asal penderita
85,35% 14,38%

0,27%

barat

tengah

tanpa keterangan

Grafik 9 Distribusi penderita celah langit-langit berdasarkan asal penderita


81,29% 18,11%

0,60%

barat

tengah

tanpa keterangan

Grafik 10 Distribusi penderita celah bibir dan langit-langit berdasarkan asal penderita
92,51% 7,16%

0,33%

barat

tengah

tanpa keterangan

Berdasarkan asal penderita, sebagian besar penderita celah bibir dan langit-langit di YPPCBL Bandung pada tahun 2006-2007 berasal dari wilayah barat Indonesia (Grafik 8, 9, dan 10), meliputi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Rejang Lebong, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Berbeda dengan hasil survei penulis, Sutrisno, dkk.(12) melaporkan bahwa celah bibir dan langit-langit di kecamatan Insana Nusa Tenggara Timur (termasuk ke dalam wilayah timur Indonesia) insidensinya cukup tinggi yakni 5 per 1000 kelahiran hidup. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena survei yang penulis lakukan terbatas pada kegiatan YPPCBL Bandung selama tahun 2006-2007 dimana tidak ada kegiatan bakti sosial yang mencapai wilayah timur Indonesia. Lokasi YPPCBL Bandung yang berada di wilayah barat Indonesia juga menjadi alasan mengapa pasien yang datang ke yayasan mayoritas berdomisili di wilayah barat Indonesia. Selain di Bandung, pusat rehabilitasi celah bibir dan langit-langit di Indonesia terdapat pula di RSAB Harapan Kita Jakarta, RSUP Dr. Saiful Anwar Malang, dan RS. Internasional Surabaya(4).

KESIMPULAN Di Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Bandung pada tahun 2006-2007 terdapat penderita celah bibir dan langit-langit sebanyak 2197 orang dengan mayoritas kasus celah bibir. Sebagian besar penderita berjenis kelamin laki-laki dengan jenis celah yang banyak ditemukan adalah celah bibir unilateral tidak lengkap sisi kiri, celah langit-langit unilateral lengkap sisi kiri, serta celah bibir dan langit-langit meliputi gnato unilateral lengkap sisi kiri. Pembedahan terhadap penderita dilakukan dalam rentang usia 1 sampai kurang dari 5 tahun. Sebagian besar penderita celah bibir dan langit-langit di YPPCBL Bandung berasal dari wilayah barat Indonesia.

10

DAFTAR PUSTAKA (1) Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan edisi ketiga. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996. hlm 5. (2) Ireland, A. J. And F. McDonald. The Orthodontic Patient : Treatment and Biomechanics. New York: Oxford University Press; 2003. 289-304. (3) Moller, P. Treatment of the handicapped child. Pp. 562-576 in Clinical Pedodontics (Finn, S. B.). Philadelphia: W. B. Saunders Company; 2003. (4) Soemantri, Eky S. S. Cleft lip and palate care in Indonesia. Dalam Dental Asia. 2006. hlm 25-30. (diakses 1 Februari 2008). (5) Penfold, C. N. Cleft lip and palate and evidence-based care. Pp. 1000-1024 in Maxillofacial Surgeryvolume 2 2nd ed. (Booth, et al.). Missouri: Churchill Livingstone Company; 2007. (6) Sapp, J. P., et al. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. Missouri: Mosby; 2004. 33-36. (7) YPPCBL. Indonesian Cleft Center [online]. 2008. Available from http:// www.indonesiancleftcenter.org/index.php?lang=en&page=home. (diakses 1 Februari 2008). (8) Pusdatin Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004. 2006. (diakses 9 Desember 2008). (9) Badan Pusat Statistik. Selected Indicators of Indonesia [online]. 2005. Available from http://www.bps.go.id (diakses 9 Desember 2008). (10) Mossey, P. and E. Castilla. Global Registry and Database on Craniofacial Anomalies. Report of a WHO Registry Meeting on Craniofacial Anomalies Bauru, Brazil 4-6 December 2001. 2003. (11) Wahyudiyanta, Imam. Operasi Bibir Sumbing Bisa Dilakukan Saat Janin di Perut [online]. 2007. Available from http://surabaya.detik.com/read/2007/ 12/06/183821/863316/466/operasi-bibir-sumbing-bisa-dilakukan-saat-janindi-perut. (diakses 17 Desember 2008). (12) Sutrisno, dkk. Insiden sumbing bibir dan langit-langit di kecamatan Insana, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (Hasil Penelitian). Dalam Cermin Dunia Kedokteran-nomor 122: Kanker dan Teratogenesis (Sriwidodo W. S.). Jakarta: Grup P. T. Kalbe Farma; 1996. hlm 24-26. (diakses 1 Februari 2008). (13) McWilliams, et al. Cleft Palate Speech 2nd ed. Philadelphia: BC Decker Inc; 1990. 12. (14) Soegondo, D. Labio-Palato-Schizis. Jakarta: Universitas Indonesia; 1981. hlm 72. (15) Hadinata, Subandi. Celah Bibir dan Celah Langit-langit (Perbandingan studi literatur dan tinjauan kasus di Bagian Ilmu Bedah RS Dr. Hasan Sadikin selama tahun 1968-1975). Tesis. Bandung: FKG Unpad; 1976. hlm 62. (16) Rahayu, Yuli D.R. Kelainan Kongenital Celah Bibir dan Langit-langit di Klinik Bedah Mulut RSU Serang Banten dari Januari 1997 sampai Desember 2001. Skripsi. Bandung: FKG Unpad; 2002. hlm 32, 41-42. (17) Hak, Muhammad S., dkk. Perawatan komprehensif penderita celah bibir dan langit-langit di program Sehati RSAB Harapan Kita Jakarta (Klinikostatistikal dan penelitian presurgical orthopedic Januari 1995-Desember 1995). Majalah PABMI Kongres Nasional VIII. 2000. hlm 16-19.

11

(18) Gilarsi, Titik R. Celah bibir, faktor penyebab dan penanggulangannya [online]. 2001. Available from http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/ 042001/ sek-2.htm. (diakses 10 Juli 2008). (19) OLeary, J. Patrick and Lea R. Capote. The Physiologic Basis of Surgery 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins A Waverly Company; 1996. 43-46. (20) Kartawidjaja, Sunarlin. Celah Bibir dan Faktor-faktor Penyebabnya (Penelitian terhadap penderita celah bibir di Laboratorium Bedah Mulut FKG Unpad/UPF Kesehatan Gigi dan Mulut RSHS Bandung Desember 1990 sampai Maret 1991). Skripsi. Bandung: FKG Unpad; 1991. hlm 38. (21) Melfi, Rudy C. Embryonic development of the face and oral cavity. Pp. 2541 in Permars Oral Embryology and Microscopic Anatomy, A Textbook for Students in Dental Hygiene 9th ed. Philadelphia: Lea&Febiger A Waverly Company; 1994. (22) Ellis III, E. Management of patients with orofacial clefts. Pp 623-645 in Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 4th ed. (Peterson, et al.). Saint Louis: C. V. Mosby Company; 2003. (23) Randall, P. and D. LaRossa. Cleft palate. Pp. 287-324 in Plastic Surgery volume 1 4th ed. (Grabb and Smiths). Boston: Little, Brown and Company; 1991. (24) Malek, Ren. Cleft Lip and Palate: Lesions, Pathophysiology and Primary Treatment. New York: Thieme; 2001. 23. (25) Rimal, Djohan A. Tinjauan Pengelolaan Celah Langit-langit di Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1975-1980. Tesis. Bandung: FKG Unpad; 1981. hlm 46. (26) Bustami, N., dkk. Bibir sumbing di kabupaten 50 Kota dan Solok Sumatera Barat (Hasil Penelitian). Dalam Cermin Dunia Kedokteran nomor 120. 1997. hlm 54-56. (diakses 11 Desember 2008).

Anda mungkin juga menyukai