Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Pendapat, secara umum diartikan sebagai buah gagasan, pikiran, atau ide.

Mengeluarkan pendapat berarti mengemukakan gagasan atau pikiran-pikiran dan ide-ide. Sedangkan yang dimaksud dengan hakekat kemerdekaan mengemukakan pendapat, yaitu: Kebebasab setiap individu atau setiap manusia untuk mengeluarkan pikiran, gagasan, atau ide-ide, baik secara lisan maupun tulisan dan sebagainya tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Karena kebebasan mengemukakan pendapat merupakan salah satu hak azasi manusia, namun kebebasan tersebut harus bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun kita memilki hak kebebasan dalam mengeluarkan pikiran gagasan, ide, dll, namun kebebasan itu bukan kebebasan mutlak yang tanpa batas. Kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehldupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. B. Dasar Hukum Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat. Dasar hukum kemerdekaan.mengemukakan pendapat adalah sebagai berikut: 1. Pancaslla, terutama sila ke 4 2. UU No.9 tahun 1998 pasal 1 ayat 1. Menurut UU No. 9 tahun 1998 pasal 1 ayat 1 pengertian kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum adalah hak tiap-tiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku". 3. UU No.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi. 4. UU No.40 tahun 1999 tentang Pers. 5. UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran. 6. Deklarasi Universal HAM PBB pasal 19 dan lain-lain.

Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa: 1. Lisan, seperti a. Berorasi, yakni menyampaikan kehendak melalui rapat umum yang dihadiri oleh orang banyak (musyawarah). b. Berbicara langsung dengan orang yang kita kehendaki, seperti berhadapan langsung dengan anggota DPR/DPRD atau dengan pemerintah lainnya (Presides, Wapres, Menteri, Gubernur, Walikota, Bupati). c. Pernyataan melalui televisi atau radio yang disiarkan secara langsung atau rekaman sebelumnya d. Unjuk rasa atau demonstrasi di tempat-tempat yang telah ditentukan. e. Pawai dengan cara arak-arakan dijalan sambil menyampaikan pendapat secara lisan. f. Mimbar bebas dengan cara bebas, terbuka dan tanpa tema tertentu. 2. Tulisan. Penyampaian pendapat secara tertulis dapat dilakukan dalam bentuk: Opini, surat pembaca yang ditulis dalam surat kabar/media cetak. a. Petisi, b. Gambar, c. Pamflet. d. Poster, e. Selebaran.

f. Spanduk. 3. Cara lain, seperti sikap membisu dan mogok makan: Cara menyampaikan pendapat seperti yang telah diuraikan di atas, baik secara lisan maupun secara tulisan pada prinsipnya dapat dibagi kepada dua saluran, yaitu: saluran tradisional dan saluran modern.Saluran tradisional adalah saluran yang sejak dahulu kala sudah merupakan sarana komunikasi antar manusia, baik secara pribadi maupun kelompok yang tidak memerlukan bentuk teknologi yang modern/canggih. Contohnya: 1. Pertemuan antar pribadi berkunjung atau bertemu dengan teman. 2. Pertemuan atau forum umum yang dihadiri orang banyak seperti rapat dan musyawarah yang dilakukan di sekolah, di kantor, di balai pemuda, dan sebagainya. Forum ini dapat juga berbentuk pawai, unjuk rasa/ demonstrasi, kampanye di lapangan terbuka. Saluran modern/canggih adalah saluran komunikasi yang menggunakan media dengan peralatan atau teknologi modern yang dapat dilakukan antar pribadi juga secara bersama. Bentuk-bentuk saluran komunikasi antara lain sebagai berikut: 1. Saluran komunikasi antar pribadi seperti telepon (baik telepon kabel maupun non kabel/hp), faksimile, surat elektronik (email) lewat internet. 2. Saluran komunikasi massa meliputi dua macam, yaitu: media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak meliputi: koran majalah jumal, buku, dan terbitan berkala lainnya seperti selebaran, buletin dan lainlain. Media elektronik mencakup radio, televisi, dan internet. C. Mengemukakan Pendapat Secara Baik, Benar, dan Bertanggung Jawab Berdasarkan UU No.9 tahun 1998 adapun tata cara mengemukakan pendapat secara baik, benar, dan bertanggung jawab antara lain adalah: 1. Pasal 10 Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan terlebih dahulu kepada polri setempat secara tertulis selambat-lambalnya 3x24jam sebelum kegiatan dimulai. 2. Pasal 11 Surat pemberitahuan memuat antara lain: a. Maksud dan tujuan. b. Tempat lokasi dan rute. c. Waktu dan lamanya d. Bentuk. e. Penanggung jawab f. Nama dan alamat organisasi, kelompok, atau perorangan. g. Alat peraga yang digunakan. h. Jumlah peserta. 3. Pasal 13 ayat 2 Dalam peaksanaan polri wajib memberi perlindungan keamanan terhadap perilaku atau peserta demonstrasi. 4. Pasal 9 ayat 2 Bentuk penyampaian pendapat di muka umum boleh dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali di tempat4empat yang dilarang berclasarkan UU tersebut, antara lain: a. Lingkungan istana kepresidenan atau wapres dengan radius 100 m dari pagar luar. b. Tempat-tempat ibadah. c. Instansi militerdengan radius 150 m dari pagarluar. d. Rumah sakit.

e. Pelabuhan udara atau laut. f. Stasiun kereta api. g. Terminal angkutan darat. h. ObjeK-objek vital nasional dengan radius 500 m dari pagar luar. Waktu / hari pelaksanaannya boleh kapan saja. kecuali pada bari-hari besar nasional keagamaan dan pada malam hari. Dalam penyampaian pendapat yang lebih penting lagi harus dilakukan secara tertib, sopan dan menghormati serta menghargai perbedaan-perbedaan pendapat dan mencarikan solusi-solusi yang terbaik untuk kepentingan bersama. D. Mengkaji Akibat Pembatasan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat. Dalam pemerintahan yang otoriter, kebebasan mengemukakan pendapat, apalagi dimuka umum sangat dibatasi oleh pemerintah. Hal demikian sesungguhnya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Memang hak kemerdekaan mengemukakan pendapat tidak boleh digunakan sekehendak hati karena di dalarn hak tersebut juga melekat kewajiban untuk menghargai dan menghormati hak yang sama yang dimiliki orang lain. Akan tetapi apabila pembatasan atau pengekangan dilakukan pemerintah terhadap rakyat demi kepentingan kekuasaan pemerintah semata, hal ini sungguh merupakan sebuah kesalahan yang amat fatal. Dewasa ini kebebasan mengemukakan pendapat sepertinya mengalami perkembangan yang baik. Semakin banyak pemerintah di berbagai negara yang menghormati dan rnenghargai 'hak kemerdekaan mengemukakan pendapat. Meskipun demikian masih ada juga pemerintah yang melakukan pembatasan-pembatasan atau pengekangan. Hal ini dapat menimbulkan akibat-akibat yang kurang baik bagi rakyat, pemerintah ataupun bangsa. 1. Akibat bagi rakyat, antara lain: a. Berkurang atau hilangnya hak kemerdekaan mengemukakan pendapat. b. Munculnya sikap apatis (tidak peduli) dari rakyat atau masyarakat terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. c. Kekacauan yang dalam terhadap pemerintah d. Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah e. Pembangkangan terhadap pemerintah f. Terbatasnya arus informasi global dalam masyarakat. 2. Akibat bagi pemerintah Bagi pemerintah, adanya pembatasan oleh pemerintah akan berakibat terjadinya hal seperti berikut: a. Berkurang atau hilangnya kepercayaan rakyat. b. Berkurang atau hilangnya kesempatan untuk mendapatkan masukan atau aspirasi dari rakyat untuk kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara. c. Berkurang atau hilangnya dukungan rakyat terhadap program-program pemerintah. d. Adanya perlawanan dari rakyat. e. Terbentuknya tirani masyarakat yang menghambat terciptanya pemerintah yang jujur, adil dan demokratis. 3. Akibat bagi bangsa dan negara Adanya pembatasan oleh pemerintah terhadap hak warganya akan berakibat terjadinya hal sebagai berikut: a. Terhambatnya pembangunan bangsa dan negara. b. Stabilitas nasional dapat terganggu. c. Negara kehilangan pemikiran. gagasan, dan ide yang kreatifdari rakyat. E. Konsekuensi Kebebasan Mengemukakan Pendapat Tanpa Dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi akal sehat, niat baik, dan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Dengan demikian, pendapat yang dikemukakan tersebut bermanfaat bagi dirinya, bagi orang lain, masyarakat, atau bahkan bangsa dan negara. Apabila hak kebebasan mengemukakan pendapat tersebut digunakan tanpa batas atau tidak bertanggungjawab maka dapat mengakibatkan orang atau pihak lain tersinggung perasaannya bahkan dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Contohnya: Penyelesaian konflik POSO, Penyebaran gambar-gambar mesum dan lain-lain. Jadi, jelas konsekuensinya bahwa penggunaan hak mengemukakan pendapat yang tanpa balas. atau aidak pertanggung. jawab dapat merusak, sendi-sendi atau nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Melanggar hak-hak dan kebebasan orang lain. b. Tidak menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum. c. Melanggar keamanan dan ketertiban umum. d. Merusak keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. e. Tidak ada pemberitahuan resmi kepada kepolisian setempat. f. Dilakukan di tempat-tempat yang dilarang menurut UU. g. Kedapatan membawa senjata tajam yang mengancam keselamatan umum.

http://aseon7.sheilagank.com/2009/06/mengeluarkan-pendapat.html
BAB II ISI KEBEBASAN MENGELUARKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

Legislasi atas kebebasan mengemukakan pendapat diprakarsai oleh Anders Chydenius di kerajaan Swedia. Sekarang hak untuk mengajukan pendapat, telah dijamin dalam hukum Internasional, terutama pasal 19 yang berisi hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat. Dalam hukum Internasional, kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni : - Sesuai dengan hukum yang berlaku - Punya tujuan baik yang diakui masyarakat - Keberhasilan dan suatu tujuan sangat diperlukan Menurut John Stuartmill, untuk melindungi kebebasan berpendapat sebagai hak dasar adalah Sangat Penting Untuk Menemukan Esensi Adanya Suatu Kebenaran. Kesetaraan martabat dan hak politik mengidentifikasi tentang kesamaan hak politik dari

setiap warga negara, termasuk hak mendapatkan akses untuk informasi politik serta kebebasan mendiskusikan dan mengkritik figure public. Dalam negara demokrasi, selain menghargai mayoritas, juga pelaksanaan kekuasaan harus bertanggung jawab dan responsive terhadap aspirasi rakyat. Di Indonesia sendiri hak ini telah dicantumkan dalam pasal 28 ayat 28E ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang berisi Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Sebagai contohnya adalah : Tahun 1998 di saat awal mula tumbangnya pemerintahan Presiden Soeharto, terjadi peristiwa dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa dan turun ke ruas jalan raya di kota Jakarta. Contoh-contoh awal moment unjuk arsa berubah menjadi gerakan yang narkis dan melanggar tata tertib sosial yaitu berupa perampokan, penjarahan, dan pembakaran yang memakan banyak korban jiwa. Dengan melihat kondisi seperti itu, pemerintah akhirnya mengeluarkan penndapat di muka umum yang menyatakan bahwa Mewujudkan Kebebasan Bertanggung Jawab Sebagai Salah Satu Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sesuai Dengan Pancasila dan UU 1945. Sesuai dengan pendapat diatas, Setiap Warga Negara Yang Akan Menyelenggarakan Unjuk Rasa Mempunyai Hak dan Kewajiban Yang Harus Dipatuhi. Hak dan Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 5 dan 6 UUD no.9 tahun 1998. Hak-hak yang dimiliki warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum yaitu dengan mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum. Sedangkan kewajiban yang harus di tanggung jawabkan anatara lain : - Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain - Menghormati aturan-aturan moral yang diakui publik - Mentaati hukum dan ketentuan peraturan yang berlaku - Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum - Menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa Pemahaman yang selama ini berkembang bahwa pada masa reformasi ini kebebasan dikeluarkan dengan sebebas-bebasnya sesuai dengan kehendak masing-masing individu tersebut tanpa ada pembatasan-pembatsan apapun. Undang-undang tidak membatasi adanya kebebasan mengelurkan pendapat di muka umum. Akan tetapi, undang-undang bermaksud menjaga tertib sosial yang telah tercipta di dalam masyarakat.

Mengapa Kebebasan Mengemukakan Pendapat itu Penting? Menyampaikan pendapat adalah hak setiap orang. Sikap kritis dapat ditunjukkan sebagai kritik sosial adalah perwujudan dari kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tulisan . Dan mengapa kritik social ,dalam hal ini kebebasan mengemukakan pendapat menjadi penting dikedepankan padahal kemajuan reformasi politik akhir-akhir ini juga tak dapat disangkal? Alasan yang pertama, tindakan kekuasaan negara (state power)melalui pemerintah, parlemen, lembaga kehakiman serta para pejabat yang berwenang lainnya tidaklah untuk negara itu sendiri, melainkan seharusnya untuk memajukan kesejahteraan umum, melindungi kemerdekaan warga dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi faktanya, banyak operasi kekuasaan ini yang cenderung korup. Yang kedua, para pemegang kekuasaan dalam institusi-institusi negara terbuka untuk melakukan penyelewengan dari wewenang dan tanggung jawabnya baik demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Kendati reformasi politik mulai terlembaga, tapi faktanya penyelewengan seperti korupsi terus saja meluas dan pelakunya tanpa malu-malu melakukannya. Yang ketiga, setiap penyelewengan kekuasaan (abuse of power) dapat merugikan dan mengancam atau membahayakan. Korupsi yang dilakukan para pemegang kekuasaan dipastikan merugikan kepentingan dan tujuan memajukan kesejahteraan umum. Sementara perilaku otoriter atau sewenang-wenang dipastikan mengancam atau membahayakan pelaksanaan hak-hak warganya. Dengan pertimbangan di atas, maka kebebasan masyarakat dalam mengemukakan pendapat berupa kritik sosial sangatlah penting sebagai jalan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja para pemegang kekuasaan tersebut. Jika para pemegang kekuasaan menjalankan otoritasnya tanpa dikritik, tampaknya kekhawatiran segera terjadinya penyimpangan sulit dihindarkan. Seolah-olah mereka beroperasi tanpa ada pihak yang mengingatkan dan mengawasinya. Setiap kritik yang diungkapkan bukan saja sebagai bagian dari pelaksanaan kebebasan menyampaikan pendapat, tapi juga pelaksanaan reformasi politik dapat diingatkan dari berbagai penyelewengan. Prinsipnya, harus ada pihak lain yang memberikan penilaian atas perilaku dan kinerjanya, sehingga ia dapat diimbangi dan memperingatkannya untuk kembali

di jalur reformasi dan perang melawan KKN. Maka itu,apabila ada sejumlah pihak yang mengutarakan pendapat mereka dengan cara melakukan kritik terhadap para pelaku pemerintahan itu sendiri. Secara nasional, mengemukakan pendapat kita akan membantu pencapaian tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berpendapat dan pengembangan kritik akan mendidik orang untuk berpikir, mengemukakan pendapat, melengkapi dengan argumentasi, serta kemampuan dalam membaca suatu persoalan dan selanjutnya menemukan solusinya. Sebagai contoh, mantan bos badan intelijen KGB yang kini Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah dikritik oleh banyak kalangan atas kebijakan dan langkah yang diambilnya termasuk kasus penyanderaan di Beslan dan pengebirian demokrasi. Ia bahkan dikritik tidak becus. Kritik juga diutarakan mantan pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev. Tapi Putin tak mengambil tindakan mengusir pengamat internasional maupun menahan atau menggugat orang-orang yang mengkritik ke pengadilan. Ia hanya menjawab semua kritik ini dengan lisan atau tulisan. Dan sekarang terbukti bahwa atas kepemimpinan dia di Rusia,perekonomian di Rusia membaik .Hal ini membuat banyak orang simpatik kepadanya.Terbukti,tanpa kekerasan,suatu negara dapat berjalan dengan baik. Partisipasi masyarakat juga harus ditingkatkan. Dengan mendasarkan pada argumentasi di atas, pentingnya kebebasan berpendapat dengan kritik sosial menjadi sarana perimbangan terhadap operasi kekuasaan yang dijalankan oleh mereka yang berwenang di negara ini. Diharapkan pula para pemegang wewenang ini tak lantas berbuat sewenang-wenang dengan hak hak mereka dan menyelewengkan keuangan negara yang justru dibutuhkan bagi pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya warganya. Para pemegang wewenang yang diduga telah melakukan kesalahan atau tak becus bekerja harus ditindak tegas. Penilaian atas berbagai kelemahan kinerja bertujuan untuk segera memperbaikinya demi kemajuan di masa depan. Tugas-tugas mereka yang kurang efektif, harus segera diperbaiki efektivitasnya. Tindakan membuang-buang waktu, harus ada solusi untuk menjadwalkan ulang aktivitasnya. Perilaku yang memboroskan biaya, harus diambil langkah yang rasional.Dan yang peling penting adalah mereka herus bersedia menerima kriktik-kritik yang diberikan pada mereka,dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka sebelumnya. Dalam mengembangkan sikap kritis, setiap upaya menggerakkan kebebasan menyampaikan pendapat haruslah diletakkan dalam relasi antara negara (state) dan masyarakat warga (civil society). Kritik yang didasarkan pada partisipasi masyarakat mempunyai sumbangan penting bagi pembentukan masyarakat. Kepentingan publik lebih ditekankan ketimbang kepentingan eksklusif segelintir orang. Pendapat dan kritik apa pun pendapat yang disampaikan kepada para pemegang

kekuasaan atau wewenang tertentu bertalian dengan perilaku dan kinerjanya haruslah dilancarkan secara terbuka dan tidak boleh ditentang dan dilarang oleh pihak manapun. Dengan keterbukaan inilah suatu pendapat/kritik yang disampaikan dapat diketahui publik, sehingga memungkinkan timbulnya respons tak hanya bagi yang menerima kritik, juga bagi orang lain yang mengetahuinya.Selain itu ,Kritik-kritik tersebut sangat berguna dalam membangkitkan partisipasi masyarakat luas untuk bersatu memperbaiki dan me-monitori kinerja dari pemegang kekuasaan. Apabila ada suatu persoalan umum yang menjadi keprihatinan mereka. Ia akan berkembang dalam suatu diskusi, dan bergerak lebih jauh dengan menyampaikan atau menyuarakan pendapat di muka umum yang bergulir sebagai protes.Kalangan mahasiswa, buruh, orang-orang yang tergusur, LSM dan pihak-pihak yang menaruh keprihatian atas persoalan umum lah yang paling banyak menuntut kebebasan mereka untuk mengemukakan pendapat meraka. Setiap upaya melancarkan kritik dapat ditingkatkan dalam suatu kegiatan yang terlembaga. Keberadaan LSM yang secara khusus menangani isu-isu tertentu seperti hak-hak asasi manusia dan korupsi. Beroperasinya LSM pengawas (watch) dan studi sampai advokasi menunjukkan perkembangan ini. Kendati begitu, perluasan partisipasi warga jauh lebih penting mengingat dari sinilah kekuatan pendapat dan kritik dapat dibangun dan peluang menuj kesuksesan pada akhirnya menjadi cepat terrealisasi.Yang paling penting adalah,apapun keadaannya,apabila ada pihak yang ingin mengutarakan pendapat mereka,tidak boleh dicegah atau dihentikan,karena sekarang adalah jaman reformasi yang berdasarkan pada asas kebebasan... Dikembangkan dari pernyataan Ketua Majelis Anggota PBHI

Beberapa Contoh dari Peristiwa Pelanggaran Hak untuk Mengemukakan Pendapat. v Kasus Bank Mandiri Sumber : Artikel Poskota Minggu 12 Agustus 2007 FSPMBB Sayangkan Bank Mandiri Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSPMBB) menyayangkan penjatuhan sanksi terhadap sejumlah karyawan Bank Mandiri yang berunjuk rasa menuntut peningkatan kesejahteraan. Menurut Ketua FSPMBB Arif Poyuwono melalui siaran persnya, sikap manajemen Bank Mandiri sangat disayangkan. Hal itu mencerminkan ketidakfahaman manajemen terhadap aturan kebebasan mengemukakan pendapat dan hak pekerja. Seharusnya menejemen Bank Mandiri memahami dan menghormati kemerdekaan anggota dalam mengemukakan pendapatnya di muka umum, kata Arif. Akan lebih baik bila manajemen Bank Mandiri mendengarkan dan mendiskusikan tuntutan mereka. Sebelumnya Serikat Pekerja Bank Mandiri (SPBM) berunjukrasa menuntut peningkatan kesejahteraan. Buntutnya, sejumlah karyawan yang dianggap sebagai pelopor dikenai sanksi oleh perusahaan. Arif menegaskan manajemen Bank Mandiri bisa dipidana karena diduga menghalang-halangi kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum. Karenanya, FSPMBB minta Meneg BUMN memeriksa Direksi Bank Mandiri. Selain itu, juga minta digelarnya RUPSLB terkait dengan skorsing dan intimidasi terhadap pekerja yang menggelar unjuk rasa.

Sesuai dengan Undang Undang dan aturan yang berlaku.Kebebasan setiap orang untuk berpendapat haruslah dihormati oleh semua orang,tidak terkecuali. Manajemen bank Mandiri harusnya dapat menghormati hak para karyawan untuk mengutarakan pendapat mereka.Adanya ketidakfahaman manajemen terhadap aturan kebebasan mengemukakan pendapat dan hak pekerja yang menimbulkan sejumlah karyawan yang dianggap sebagai pelopor dikenai sanksi oleh perusahaan. Dimana seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Dalam kasus ini,adalah benar apabila manajemen Bank Mandiri bisa dipidana karena telah melanggar peraturan yang berlaku. v Kebebasan Pers untuk Berekspresi Terancam Sumber : Kompas Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga kebebasan berekspresi dari masyarakat. Bila RUU KUHP itu disahkan, demokratisasi di negeri ini tidak akan bisa berjalan. Dalam Memorandum Dewan Pers untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia disebutkan pasalpasal dalam RUU KUHP yang berpotensi membelenggu hak-hak masyarakat untuk berpendapat, berekspresi, dan berkomunikasi. Aturan itu jelas sekali bertentangan dengan Pasal 28 Amandemen UUD 1945 serta Tap MPR XVII/1978 tentang Hak Asasi Manusia. Memorandum itu dibacakan Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal, seusai diskusi bertema "Kebebasan Pers dan RUU KUHP" di Jakarta, Selasa (3/5). "Catatan yang kami berikan ini untuk memberikan dorongan kepada publik agar mau benar-benar mempelajari RUU KUHP. Masyarakat harus menyadari persoalan RUU KUHP ini sangat penting, bukan hanya bagi wartawan tetapi juga untuk kepentingan demokrasi," kata Ichlasul. Dewan Pers menyebutkan, setidaknya terdapat 49 pasal karet dan juga ketentuan pasal-pasal dalam UU Subversi yang pernah dicabut MPR. Beberapa pasal-pasal karet itu, misalnya, menyangkut penyebaran ajaran Komunisme/MarxismeLeninisme, pembocoran rahasia negara, penghinaan, penghasutan, penyiaran berita bohong, pornografi, pencemaran nama baik dan fitnah. Berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers, Dewan Pers berpendapat RUU KUHP menjadi ancaman bukan saja karena tetap dipertahankannya pasal-pasal karet melainkan juga penetapan sejumlah pasal dengan menggunakan delik formal. Misalnya mengenai penyebaran kabar bohong dan berita tidak pasti, seorang wartawan bisa dihukum hanya karena dugaan menyebarkan kabar yang diketahui dan menimbulkan keonaran (pasal 307 RUU KUHP). "Pasal-pasal itu tidak hanya mengancam pers tetapi juga masyarakat yang sedang berunjuk rasa, pembicara diskusi, penceramah, ilmuwan bahkan seniman pun bisa terkena hukuman pidana," ujar Ichlasul. Selain itu, Dewan Pers juga menilai, adanya ketentuan pidana tambahan dalam RUU KUHP berupa pencabutan hak menjalankan profesi juga dirasakan berlebihan. Profesi wartawan bisa dicabut oleh negara jika negara memandang terjadi pelanggaran profesi. "Padahal semestinya pencabutan profesi

merupakan domain organisasi profesi, bukan wilayah yang diatur negara," katanya Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana seharusnya ditinjau ulang karena sama saja dengan pengekangan kebebasan pers.Apabila RUU ini disah-kan,sama saja dengan kembalinya zaman dimana pers dipasung,dan tidak boleh berekspresi .Hal ini akan menimbulkan ketidak terbukaan dalam masyarakat yang tentunya menuntut transparasi dari pemerintahan,yang selama ini. v Mengecam Kekerasan Terhadap Kebebasan Pers Terkait dengan insiden jatuhnya reporter Suara Surabaya, Faiz Fajaruddin, yang hendak meliput kedatangan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Jendral (Pol) Da'i Bachtiar, yang menurut infomasi akan datang ke Hotel Sheraton, Jumat malam itu (27/5). Namun, Faiz ditarik dan terjatuh. Kekerasan tersebut dilakukan Kepala bidang Hubungan Kemasyarakatan Kepolisian Daerah Jatim, Komisaris Besar Endro wardojo aparat polisi yang telah melakukan tindak kekerasan yang dilakukan pada kawan-kawan wartawan. Sebenarnya, aparat polisi sebagai penegak hukum dan pelayan serta pelindung bagi masyarakat, tidak seharusnya memperlakukan wartawan yang sedang mencari informasi, demi kelangsungan proses demokrasi. Surabaya, 31 Mei 2005 Sumber : (Kompas, 31 Mei 2005). Pelarangan peliputan yang dilakukan Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Komisaris besar Endro Wardojo, merupakan bentuk kekerasan terhadap Kebebasan Pers, dan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kami mengutuk BC Nusantara, S.H Deputi WALHI Jatim Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Pasal 19 DUHAM menyebutkan: Setiap orang berhak atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan pendapat. Dalam hal ini, termasuk memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima, serta menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media massa, dengan tidak memandang batas. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. Ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia, umumnya datang dari dua pihak, yakni penguasa dan pemodal. Bentuk ancaman tersebut umumnya terjadi pada masa Orde Baru. Namun, setelah reformasi, keadaan berubah. Harus diakui keterbukaan informasi mulai terjadi. Pers bebas memberitakan segala tindak tanduk pemerintah, khususnya setelah UU Pers yang baru, UU No. 40 tahun 1999 ditetapkan. v Penerapan Undang-Undang Kolonial Dan Praktek-Praktek Era Soeharto Untuk Menahan Para Aktivis Politik

Meskipun ruang gerak politik bagi perbedaan pendapat meningkat luar biasa sejak kejatuhan Soeharto, aturan-aturan tertulis yang membatasi kebebasan berpendapat masih tecantum secara luas pada kitab-kitab (undang-undang), dan berlangsung terus dalam rangka memudahkan penguasapenguasa mencapai target pribadinya secara sewenang-wenang. Aturan hukum tersebut, pada wujud dan dalam prakteknya, melanggar hak asasi untuk kebebasan berpendapat. Pasal 19 dari Deklarasi Universal HAM, yang secara luas dianggap sebagai cerminan hukum adat internasional mengenai HAM, menyatakan: Setiap orang bebas mengeluarkan pendapat dan berekspresi. Pasal 28 UUD 1945 mengacu pada kebebasan berpendapat, namun perundang-undangan dan dan peraturan-peraturan di bawahnya melarang hak dasar ini. Akibatnya adalah ,demi hukum, orang Indonesia masih dapat dijebloskan dalam penjara karena menghina presiden, atau mengungkapkan perasaan benci menentang pemerintah, bahkan sentimen-sentimen semacam itu ditawarkan sebagai bagian dalam menjalankan perbedaan politik secara damai. Untuk tujuan laporan ini, Human Rights Watch mengamati secara khusus para aktivis anti kekerasan yang ditangkap, ditahan dan dihukum berdasarkan dua kategori/kelompok pasal dalam KUHP. Pasal KUHP mengenai tindak kriminal menentang pemerintah yang berkuasa .Pasal 134, 136, dan 137 memuat tuduhan mengenai penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden Indonesia dan menetapkan hukuman kriminal bagi siapa saja yang menyebarkan, berdemo secara terbuka atau memasang tulisan atau gambar yang isinya menghina presiden atau wakil presiden. Pasal ini menetapkan hukuman selama-lamanya enam tahun penjara untuk pelanggaran tersebut. Pasal KUHP mengenai penyebaran kebencian .Pasal 154,155 dan 156 memuat tuduhan mengenai ungkapan perasaan masyarakat yang bersifat memusuhi, membenci ataupun memandang rendah pemerintah dan melarang mengungkapan perasaaan dan pandangan semacam itu melalui media massa. Pasal ini menetapkan hukuman selama-lamanya tujuh tahun penjara untuk pelanggaran tersebut. Sebagai sisa-sisa peninggalan pemerintah kolonial Belanda, pasal-pasal ini sering dipakai oleh pemerintahan Soeharto untuk melarang kebebasan berpendapat. Lawan-lawan politik, para kritikus, mahasiswa dan pembela HAM dijadikan sasaran dan dibungkam. Pasal-pasal ini tidak saja tunduk terhadap interprestasi yang terlalu melebar, namun banyak esensinya yang membatasi hak-hak individu dalam mengeluarkan pendapat. Pasal-pasal ini juga melanggar semangat yang tercantum dalam UUD Indonesia, yang mencoba melindungi hak tersebut pada saat kemerdekaan. Dalam suatu persidangan baru-baru ini terhadap serorang aktivis yang dituduh menghina Presiden Megawati, pembela menyimpulkan argumen-argumennya dengan menyatakan bahwa: Pada pasal 134 dan pasal 137 (1) KUHP substansi tindak kriminal belum sepenuhnya bisa dimengerti. Konsekuensinya adalah masih terbuka kesempatan bagi para pemegang kekuasaan, yang dalam hal ini diwakili oleh kepolisian dan jaksa penuntut, untuk mengadakan interpretasi mutlak terhadap aksiaksi individu; baik aksi itu berupa tindakan, perkataan, atau bahkan pemikiran, yang berbeda dari pendapat penguasa yang berlaku. Hal ini tentu sungguh berbahaya bagi perkembangan proses demokrasi, pertumbuhan HAM, dan perkembangan hukum di Indonesia.

Kelompok-kelompok HAM dan para reformis, di Indonesia dan di luar negeri, berharap bahwa di negara Indonesia yang demokratis pasal-pasal ini bisa dicabut. Munarman, ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI di Jakarta, berkata kepada Human Rights Watch: Hanya ada dua cara untuk menghentikan penggunaan undang-undang tersebut melawan politik. Anda dapat menghentikan penggunaannya dalam praktek, tetapi hal ini saja kurang kuat. Yang efektif adalah anda harus mencabutnya dari KUHP. Sejak Megawati kembali berkuasa warisan legislatif ini telah dihidupkan kembali oleh pemerintahannya. Walaupun sejumlah isu mengenai orang-orang terkenal yang menggoyang Indonesia sudah diberikan pada saat itu, pekembangan tersebut sedikit mendapat perhatian baik dari dalam dan luar negeri. Akan tetapi kebebasan berpendapat adalah suatu kondisi yang diperlukan untuk menjalankan hak-hak lainnya, dan dakwaan-dakwaan yang sudah disebutkan tadi memberikan gambaran mengenai seluruh pencapaian HAM yang terjadi di Indonesia sejak lengsernya Soeharto Human Rights Watch menghimbau pemerintahan Indonesia dan MPR untuk mencabut pasal-pasal mengenai penghinaan presiden dan wakil presiden serta pasal-pasal mengenai penyebaran kebencian. Selanjutnya, pemerintah Indonesia harus membuat suatu komitmen terbuka untuk tidak lagi melakukan dakwaan dengan menggunakan pasal-pasal tersebut, menghapus setiap tuduhan yang tak beralasan menurut pasal-pasal tersebut, dan melepas semua orang yang ditawan dan dipenjarakan karena melanggar pasal-pasal tersebut. Di zaman reformasi seperti sekarang ini Pasal KUHP yang masih tidak adil terhadap masyarakat yang mengutarakan pendapatnya,dimana istilahnya karena adanya undang undang yang berlaku masyarakat Indonesia masih dapat dijebloskan dalam penjara karena menghina presiden, atau mengungkapkan perasaan benci menentang pemerintah.Apabila memang kesalahan ada di pihak masyarakan yang bias dibilang melakukan suatu tindak provokasi dengan demo-demo yang mereka lakukan dan merugikan banyak pihak,mungkin adanya KUHP ini memang dapat menciptakan keadilan di Negara ini.Tetapi fakta yang ada selama ini,mereka yang melakukan protes memang benar-benar mewakili apa yang ada di pikiran rakyat,dimana pemerintah atau pihak yang berwenang melakukan kesalahan dalam kinerja mereka hal ini tentunya memudahkan penguasa-penguasa bertindak secara sewenang-wenang karena siapapun yang menentang mereka dapat dijatuhi hukuman karena ada hokum yang memberatkan mereka danterbuka kesempatan kepolisian dan jaksa penuntut yang menangani kasus ini, melakukan penilaian mutlak terhadap aksi-aksi individu-individu baik tindakan, perkataan, atau bahkan pemikiran, yang berbeda dari pendapat penguasa yang berlaku. Hal ini tentu sungguh berbahaya bagi perkembangan proses demokrasi, pertumbuhan HAM, dan perkembangan hukum di Indonesia.Maka itu,partisipasi semua kalangan masyarakat sangat diperlukan,dan tentunya adalah kesadaran dari pihak berwenang yang memiliki posisi tinggi di pemerintahan ini.Mulai dari presiden,para menteri,para anggota dewan,serta para polisi dan jaksa. v Denda untuk Koordinator Urban Poor Consortium (UPC). Sumber : INDOMEDIA

Koordinator Urban Poor Consortium (UPC), Wardah Hafidz, akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum denda Rp2.200 dalam kasus berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan bersama ratusan abang becak tanpa seizin polisi. Majelis Hakim Pangadilan Negeri Pusat menilai Wardah terbukti melanggar pasal 510 dan 511 KUHP junto UU 9/1998 tentang kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum. Namun keputusan majelis dalam sidang yang digelar Selasa (29/2) pagi itu, tanpa dihadiri tersangka Wardah karena dia bersama para penasihat hukumnya melakukan walk out sebagai ungkapan protes. Wardah dan tim penasihat hukumnya menolak sidang, karena UU yang digunakan merupakan produk rezim otoriter.Ditambahkan, pihaknya juga menolak karena polisi yang menggebuk ternyata juga memeriksa, menuntut dan menyerahkan berkas ke pengadilan. Sementara pengadilan, menurut dia, mau saja menerima berkas itu sehingga digelar sidang. "Dari sini terlihat, pengadilan hanya merupakan alat kekuasaan, karena itu perlu direformasi." Karenanya, tambah dia, Wardah dkk tak mau mengulangi pengadilan kasus 27 Juli yang merupakan peradilan sesat. Menurut Jhonson, Wardah bersama tukang becak berunjuk rasa supaya mendapat perhatian pimpinan pemerintahan. Siapa lagi yang akan mendengar kalau bukan pimpinan pemerintah. Seperti diketahui, Wardah Hafidz ditangkap aparat Polda Metro ketika berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Senin (28/2) malam.Ia kemudian langsung diperiksa di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya dan terpaksa menginap di Mapolda bersama 10 abang becak.Selama di Mapolda, Wardah sempat ditengok dua anggota PKB, Effendi Choirie dan Andi Nazmi Fuaidi. Keduanya menjenguk Wardah untuk memberikan dukungan moral.Usai diperiksa, polisi segera menyerahkan berkas di pengadilan, yang langsung menggelar sidang tipiring itu Masih terdapat pro-kontra terhadap undang undang yang mengatur kebebasan seseorang untuk berpendapat.Undang undang yang ada dianggap merupakan produk rezim otoriter dimana kurang menjunjung kebebasan masyarakat untuk berpendapat.Dilain pihak,pihak yang berwenang juga melakukan tindak semena-mena terhadap meraka yang melakukan aksi demo.Bagaimana keadilan dapat tercapai apabila pihak berwenang pun tidak dapat bersikap adil. Maka diharapkan demi tercapainya keadilan.janagn ada lagi tindakan semena-mena dari pihak berwenang atas dasar ada hokum yang berlaku kepada meraka yang mempejuangkan haknya,selama apa yang diperjuangkan adalah benar dan demi kesejahteraan banyak pihak,tidak ada yang boleh mengekang mereka.Kebebasan pendapat haruslah dijunjung tinggi.

BAB III KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan Kebebasan mengeluarkan pendapat di muka umum sangat penting sekali di dalam Negara Indonesia karena Negara Indonesia menganut system demokrasi. Dengan adanya kebebasan tetapi kita semua sebagai warga Negara yang baik harus menaati aturan aturan moral secara umum dan menaati hukum, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, serta memperhatikan tata cara dimana unsur kekerasan tidak terdapat di dalamnya. kebebasan berpendapat di muka umum sering melenceng dari aturan yang sebenarnya, dimana kehendak dari masing-masing individu dikeluarkan dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan lagi batasan-batasan yang ada. Maka dari itu kita harus mengetahui sampai mana kita bebas mengeluarkan pendapat sesuai dengan Undang Undang 1945.

B. Saran Dengan adanya kebebasan berpendapat kita sebagai warga Negara yang baik harus menaati norma norma atau peraturan peraturan yang ada di Negara Indonesia, selain itu kita harus sama sama saling menghormati apabila ada perbedaan pendapat diantara masyarakat. Dengan begitu tidak ada lagi kekerasan yang karena perbedaan pendapat.

http://ribkhaivanapakpahan.blogspot.com/2009/10/kebebasan-mengeluarkan-pendapat-di.html

Anda mungkin juga menyukai