Anda di halaman 1dari 20

Edisi: 02 Februari-Maret 2010

Bakosurtanal

Buletin

Wene

Berani, Cerdas dan Memihak Rakyat

Harga Fotocopy: 6000

FREEPORT MENAMBANG MINERAL, RAKYAT PAPUA MENDULANG KEKERASAN KEMATIAN JENDERAL KWALIK DAN JALAN PANJANG KETIDAKADILAN
Freeport, Pemerintah dan Aparat Keamanan: cuplikan fakta kejahatan dari tahun 1967-2006 Dalam buku Moses Kilangin Uru Me Ki diungkap bahwa masyarakat lembah Waa dan Banti di bawah pimpinan dua kepala sukunya, Tuarek dan Nigaki, sebenarnya telah melakukan protes kepada Freeport diawal explorasinya pada tahun 1967 sebab mereka menyadari bahwa Nemangkawi sebagai tempat keramat suku Amungme akan dirusak. Dan bersamaan dengan peristiwa itu, Uru Me Ki (Sang Guru Besar) Moses Kilangin yang waktu itu diminta pihak Freeport untuk membantu meyakinkan masyarakat, pernah berpesan kepada Jhon Currie wakil pengawas senior Freeport saat itu. Kalau kalian bikin begini nanti masyarakat bikin begitu. N a n t i b e r m a sa la h t eru s menerus. Lebih baik kalian kerja jujur dan adil saja, sehingga kalian tidak diganggu terus. Kalau ada hasil, bicara baik-baik dengan masyarakat. Jangan me r e me h ka n ma sy ara ka t. Perhatikan mereka punya pendidikan, kesehatan, Tuarek Natkime perumahan yang baik, hak-hak Dok: Titus Natkime masyarakat harus dihargai, dan hormati masyarakat Amungme sebagai penduduk asli sebagai manusia. Namun apa yang terjadi? Rezim Militeristik Orde Baru telah menjamin berjalannya investasi perusahaan ini, hampir tanpa protes yang berarti selama bertahun-tahun, meski perusahaan ini terindikasi melakukan kejahatan ekonomi, kejahatan kemanusiaan, perusakan lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Kalaupun ada protes dari masyarakat, dengan cepat dan tanpa ampun tentara akan menghadapinya dengan pendekatan-pendekatan militer. Sebut saja peristiwa 77 yakni sebuah protes masyarakat yang dilakukan pada tahun 1977 dengan mencoba memotong pipa aliran konsentrat di Tembagapura, telah berbuntut pada tindak kekerasan ABRI yang membekas di hati masyarakat hingga hari ini. Erstberg (Nemangkawi), Greesberg, dan gunung-gunung salju lainnya yang mengandung sejumlah besar mineral berharga bagi komoditi pasar dunia telah menjadi tujuan yang sangat penting bagi AS, blok modalnya, serta pemerintah Indonesia selama tanah ini masih dikuasai mereka. Untuk tujuan itu, hak-hak dasar orang Papua telah lama dikorbankan, termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri. Kita harus mengakui dengan jujur bahwa inilah satu diantara sekian akar persoalan yang terus menghiasi gejolak perlawanan rakyat di Kota Timika juga di seluruh tanah Papua. Areal Konsensi PT Freeport dan Kota Timika adalah daerah yang tidak pernah luput dari drama kekerasan, sejak perusahaan tambang raksasa itu menancapkan cakarnya di tanah Amungsa puluhan tahun yang lalu.
Garda Papua

Dalam policy paper Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI-Juli 2006), Tentang Freeport dan Extraterritorial Obligation, ditulis, Resim Militeristik Orde Baru mendukung upaya investasi Freeport di Papua melalui dua produk hukumnya yakni, Undang Undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Inilah dasar bagi Kontrak Karya (KK) I, 5 April 1967 dan berlaku selama 30 tahun, terhitung sejak eksplorasi Erstberg, Desember. Namun, KK I ini ilegal, karena terjadi dua tahun sebelum Pepera dan PBB pun belum mengakui Papua sebagai wilayah Indonesia. Mohammad Sadly, salah satu anggota kabinet Soeharto menyebutkan, melalui ditandatanganinya persetujuan dengan Freeport, Jakarta berharap memperoleh dukungan militer dan ekonomi, serta kebijakan politik garansi dari penguasa ekonomi terbesar dan terkuat dunia, yaitu Amerika Serikat. Disamping penghargaan politik pragmatis, kepentingan ekonomi Orde Baru merupakan faktor terpenting pemicu pemberian jalan kepada Freeport untuk beroperasi di Papua Barat, padahal studi kelayakan proyek ini selesai dan disetujui pada bulan Desember 1969. Saat ini, aktivitas eksploitasi dijalankan sesuai KK II yang ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991 untuk jangka waktu 30 tahun, dan dapat diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing 10 tahun. Namun KK II inipun mengandung unsur Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Sebab dilakukan 6 tahun sebelum KK I berakhir, sangat tertutup, dan tidak melalui konsultasi dengan komunitas masyarakat pemilik hak ulayat.

Presiden Soeharto bersama para pimpinan PT Freeport


Dok: Titus Natkime

Demi keamanan Freeport, James R Moffet tekun membina persahabatan dengan Soeharto dan kroninya policy paper PBHI, merujuk laporan New York Times. Freeport membayar ongkosongkos mereka berlibur, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka, termasuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Dimana antara 1998-2004, Freeport telah memberikan 30 juta dolar (sekitar Rp 274 miliar) kepada
Halaman 1

Fokus
Wene adalah sebuah kata dalam bahasa suku Dani, Nduga dan beberapa suku serumpun, yang artinya bicara atau kabar. Melalui
buletin Wene, kita bicara tentang masalah yang kita hadapi, jati diri kita, dan bicara tentang apa kerja kita

Editorial
Tiap Minggu Kacau, begitulah masyarakat Papua di Timika memplesetkan kata Timika, karena seringnya terjadi peristiwa berdimensi kekerasan di kota itu. Ibarat api yang menjalar di dalam sekam, demikian juga potensi konflik disana pun nampaknya tetap terjaga. Tidak hanya satu persoalan, dan persoalan-persoalan itupun sangat multi dimensi, ekonomi, politik, keamanan, hukum, sosial dan seterusnya. Ada konflik yang memang muncul secara alamiah, ada juga konflik yang muncul sebagai rekayasa untuk menjaga panasnya suhu Timika. Pertengahan-akhir tahun lalu, kembali terjadi rentetan aksi penembakan oleh orang tak dikenal di areal konsensi Freeport, yang mengingatkan orang pada peristiwa Mile 62-63 tahun 2002. Kecemasan juga ketakutan kembali menghantui masyarakat di Kota Timika dan perkampungan di sekitar Tembagapura, khususnya masyarakat Amungme (juga mungkin Nduga dan Damal). Pasalnya, meski belum ada investigasi secara obyektif dan transparan, beberapa pejabat militer di Papua terus melemparkan 'dugaan-dugaan' bahwa TPN dibawah pinpinan Jenderal Kwalik adalah pelakunya. Sementara, Densus 88 pun terus bergerak melakukan penyisiran sampai ke rumah -rumah masyarakat dan menangkap puluhan orang yang ternyata tidak terkait peristiwa tersebut. Tim penyisir dari Detasemen Khusus ini pula yang mengakhiri hidup Jenderal Kwalik dikala sedang tidur di rumahnya, sekali lagi, tanpa hasil investigasi yang obyektif dan transparan. Terlepas rentetan peristiwa itu, suka-tidak suka, satu hal yang patut digarisbawahi adalah bahwa sebagian besar persoalan yang muncul di daerah 'panas' ini jelas mempunyai kaitan erat dengan aspek sejarah politik rakyat Papua yang mengalami distorsi akibat kepentingan ekonomi para pemilik modal dunia, serta sederetan ketidakadilan yang terus terjadi sejak kehadiran Freeport. Oleh pemerintah Indonesia, Freeport disebut-sebut sebagai obyek vital nasional karena perusahaan ini memberikan kontribusi sangat besar bagi kas nasional maupun daerah. Bagi pemerintah Amerika Serikat (AS) pun jelas sama, bahkan kabarnya perusahaan ini langsung berada dibawah kontrol badan pertahanan AS, Pentagon. Tetapi bagi rakyat Papua, bisa jadi Freeport dianggap pembawa petaka. Sebaliknya, apapun yang dikatakan pada oleh Freeport maupun aparat keamanan kepada Jenderal Umeki Kelly Kwalik, rakyat Papua tetap melihat almarhum sebagai orang besar yang menyerahkan hidupnya demi rakyat. Sebagai putra adat Amungsa dan sebagai pemimpin perjuangan rakyat Papua, Jenderal Kwalik telah membuktikan dirinya tetap konsisten mengobarkan api perlawanan hingga akhir hayatnya, yakni perlawanan terhadap kolaborasi kejahatan antara Freeport, aparat keamanan dan pemerintah Indonesia. Kini, meski Jenderal Kwalik dan sejumlah besar manusia Papua telah menjadi korban di atas tanah ini, perjuangan untuk merebut keadilan tidak akan pernah berhenti.

jenderal, kolonel, mayor, dan kapten tentara maupun polisi, dan unitunit militer. Dalam waktu singkat, Freeport menghabiskan 35 juta dolar untuk membangun infrastruktur militerdan perusahaan juga memberikan para komandan 70 buah mobil jenis Land Rover dan Land Cruiser, yang diganti setiap beberapa tahun. Anehnya, atas laporan New York Time yang membeberkan kerjasama aparat keamanan dan Freeport ini, Menteri Pertahanan Juwono Soedarsono justru berencana melegalkan pendapatan aparat keamanan dari perusahaan dengan melahirkan sebuah produk hukum. Mengecam langkah pemerintah tersebut, sejumlah NGO ( WALHI, JATAM, Imparsial, KontraS, ICW, Pro Patria, INFID, PBHI, Pokja-Papua, HRWG, PRAXIS) mengelar siaran pers bersama di Jakarta (20/02/06). Sebab, langkah itu bertentangan dengan amanat UU No 31/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No 34/2004 tentang TNI, yang isinya melarang TNI menerima dana dari luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tentang kekerasan di sekitar areal Freeport, mantan Uskup Jayapura, Mgr. Herman Munninghof pernah melaporkan bahwa pertengahan 1994 telah terjadi pembunuhan, pembumihangusan kebun-kebun dan rumah-rumah masyarakat Amungme di Lembah Tsinga oleh tentara. Sebagai tanggapan atas protes damai masyarakat terhadap ketidakadilan Freeport. Dengan tuduhan sebagai anggota OPM, pada tanggal 9 Oktober 1994 terjadi lagi penangkapan dan penahanan sewenang-wenang serta penyiksaan oleh anggota Batalyon 752 terhadap Mathias Kelanangame, Yakobus Alomang, Nicolaus Magal, Yosepha Alomang (Mama Yosepha), dan Yuliana Magal. Kemudian, 25 Desember 1994, ketika sekitar 400 masyarakat Amungme merayakan natal dan mengibarkan bendera Bintang Kejora sebagai bentuk protes damai di pusat Tembagapura, tentara kembali melakukan penembakan terhadap kumpulan massa tersebut, dan mengenai Naranewilan Anggaibak. Naranewilan akhirnya meninggal setelah mengalami penganiayaan, namun hingga kini pihak keluarga tidak mengetahui jasadnya. Terkait dengan peristiwa ini, tentara bersama security Freeport melakukan penangkapan, penahanan, dan

Dewan Redaksi: Anggota KPP, Pemimpin Redaksi: Saren Reporter: Saren, Nasta, Smadav, Kahar, Manwen, Sasori86, Don, Bovit, Ronda, Gepe dan Elly. Biak: Sagoes, Sorong: Tawa,Tete, Distributor: Tong Semua. E-mail: bulletinwene@gmail.com. Blok http://gardapapua.blogspot.com Web http://gardapapua.org

Dari Redaksi
Redaksi Wene menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan penerbitan Wene edisi ke 2 ini, yang seharusnya terbit pada akhir Maret 2010, namun karena adanya beberapa hambatan, seperti tidak adanya komputer sebagai alat kerja, maupun keterbatasan dana untuk mencetak Wene, maka penerbitan Wene pun tertunda ke awal April. Pada edisi ini juga terjadi penambahan halaman dari sebelumnya yaitu 12 halaman menjadi 20 halaman, karena ada penambahan Rubrik Khusus, dan Perlawanan Rakyat.
Garda Papua

GERAKAN RAKYAT DEMOKRATIK PAPUA (GARDA-P): BERSATU UNTUK PEMBEBASAN NASIONAL

Halaman 2

Fokus
penyiksaan terhadap 20 orang masyarakat yang bermukim di perkampungan sekitar Tembagapura, yakni pada tanggal 26, 29, 31 Desember 1994 , dan berlanjut ke tanggal 1 dan 8 Januari 1995. Kemudian, 31 Mei 1995 terjadi penembakan terhadap masyarakat di Kampung Hoea yang saat itu sedang melakukan ibadah bersama, dimana 11 orang dinyatakan meninggal termasuk dua orang anak berumur 5 dan 6 tahun. Terkait dengan peristiwa penyanderaan di Mapnduma pada 8 Januari 1996, Els-HAM Papua dalam laporannya mengacu pada laporan tiga gereja di Timika mengatakan bahwa ABRI kembali melakukan serangkaian tindak kekerasan yang melanggar HAM antara Januari-Mei 1996 di Bela, Alama, Jila, dan Mapnduma, melalui sebuah operasi secara diam-diam silent operasi ketika saat yang sama pihak gereja, tokoh masyarakat, dan ICRC sedang dalam proses negosiasi dengan pihak TPN-OPM untuk pembebasan sandera secara damai. Ada 7 perempuan diperkosa atau secara seksual dilecehkan (1 berumur 3 tahun dan 2 diantaranya berumur 11 tahun); 6 anak sekolah menjadi korban ledakan granat yang disimpan pasukan ABRI di sebuah rumah penduduk (3 diantaranya mati seketika, 2 meninggal dunia setelah dirawat dan 1 lainnya cacat seumur hidup); 4 orang dianiaya dan 2 orang lainnya ditembak dan diintimidasi. Pasukan ABRI menduduki daerah perkampungan disekitar pegunungan tengah itu dan memusnahkan kebun dan ternak peliharaan masyarakat, sehingga mereka mengungsi ke hutan-hutan, dan akibatnya, sekitar 213 orang masyarakat meninggal dunia karena kekurangan bahan makanan dan sakit. Tindakan sepihak ABRI ini telah menggagalkan upaya negosiasi, dan ICRC mundur secara diam-diam dari proses ini, kemudian yang terjadi adalah operasi militer pembebasan sandera. Operasi pembebasan sandera ini berlangsung dari tanggal 9-13 Mei 1996 di desa Ngeselema, yang melibatkan ABRI, 16 anggota pasukan elit Angkatan Udara Inggris (SAS), seorang anggota ICRC dan dengan menggunakan helikopter ICRC. Akibat operasi ini: 8 warga sipil terbunuh, 4 orang ditemukan telah menjadi mayat, 2 warga Indonesia yang disandera dibunuh, dan rumah serta harta benda masyarakat di desa Ngeselema, Uarem, Nolid, dan Yenggelo dibumihanguskan. Pasca pembebasan sandera, maka untuk membasmi OPM sekaligus melindungi proyek vital nasional PT. FI seluruh wilayah Pegunungan Tengah Irian Jaya mulai dari Timika, Tembagapura, Arwanop, Tsinga, Jila, Bela dan Alama sampai ke Mapnduma, Yigi, Mugi, Mbua, Keneyam dan Wosak dideklarasikan ABRI sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Media Internasional dan nasional melaporkan bahwa Sabtu, 31 Agustus 2002 kira-kira pukul 12.40 WP telah terjadi penyerangan bersenjata diantara Mile 62-63 Tembagapura, yang mengakibatkan dua orang warga negara Amerika Serikat (AS) dan seorang yang WNI tewas terbunuh, serta sedikitnya 14 orang lainnya mengalami lukaluka. Dua warga AS yang menjadi korban yang tewas adalah Ted Burcon dan Rickey Spear, sedangkan warga Indonesia adalah Bambang Riwanto. Warga AS yang luka di antaranya Nancy Burgon, Patsy Pear, Sandra Hopkings, Teiya Hopkings, Lynn Ruston, Steven Emma, Francine Goofreen, Jim Burke, dan Kent Back, sedangkan tiga WNI yang luka, Johannes Bawan, Lodwijk Worotikan, dan Mastur. Meski menyesalkan insiden tersebut, James R Moffet optimis, aktivitas pertambangan tetap berjalan atas jaminan aparat keamanan Indonesia. "Pihak keamanan Indonesia telah menjamin keamanan di fasilitas pertambangan milik Freeport dan juga komunitas di sekitarnya. Karena itu, kegiatan pertambangan dan operasional tetap berjalan seperti biasa. Tak terpengaruh oleh insiden yang ada," demikian statemen Presdir Freeport McMoran itu pada situs Freeport. "Sudah menjadi prioritas kami menjaga keamanan para pekerja dan keluarga mereka dari kemungkinan kecelakaan," katanya.

Pdt. Ishak Onawame, dkk yang dituduh terlibat dalam peristiwa Mile 62-63
Dok: Andreas Harsono

Salah satu kendaraan yang terkena tembakan para peristiwa penembakan di Mile 62-63 pada 31 Agustus 2002
Dok: Andreas Harsono

Tanpa memperdulikan fakta-fakta lain, pihak Polri menetapkan Pdt. Ishak Onawame, Antonius Wamang dan sembilan orang lainnya atas sangkaan keterlibatan dalam peristiwa Mile 62-63 tersebut. Mereka ditangkap di Timika, 11 Januari 2006, melalui kerjasama Polri dan intelejen federal Amerika Serikat (FBI), dengan cara menipu. Setelah diperiksa di Polresta Mimika, 8 orang dinyatakan akan diproses lanjut, besoknya mereka dikirim ke Jayapura, dan diberangkatkan dari Jayapura ke Jakarta pada tanggal 14 Januari 2006 untuk diadili di sana. Sebulan kemudian, 21 Februari 2006, terjadi bentrokan antara security Freeport dan Brimob dengan masyarakat penambang tradisional Papua di Mile 72-74 , pinggiran Kali KaburTimika. Sembilan orang mengalami luka-luka dalam peristiwa itu, Enam orang masyarakat pendulang Papua dan tiga orang dari pihak security. Penangkapan 8 orang yang dimaksud (yang melibatkan FBI) dan mengadili mereka di Jakarta disusul dengan peristiwa bentrokan di Kali Kabur memicu perlawanan luas terhadap Freeport, yakni dari masyarakat Papua maupun aktifis pro-demokrasi (misalnya PRD dan LMND) juga NGO HAM di Papua maupun di daerah Indonesia. Antara Januari sampai Maret 2006, demonstrasi terjadi di Nabire, Jayapura, Manado, Bali, Malang, Yogyakarta, dan Jakarta. Dimotori oleh Front Pepera, Parlemen Jalanan (Parjal), AMPTPI, FNMP, dan organisasi mahasiswa Papua. Sejumlah perlawanan terhadap Freport itu berbuntut pada apa yang kita kenang sebagai peristiwa bentrokan
Halaman 3

Garda Papua

Fokus
16 Maret di depan Universitas Cenderawasih (Uncen), AbepuraJayapura. Dalam bentrok tersebut, sedikitnya 20 orang (mahasiswa) Papua mengalami luka-luka, tiga polisi dan satu intel AU tewas, sembilan anggota Brimob dan Dalmas mengalami luka-luka. Pasukan Brimob tanpa kendali melakukan penyisiran brutal, penangkapan sewenang-wenang, dan penganiayaan..., laporan monitoringinvestigasi PBHI, Juni 2007. Saat melakukan penyisiran brutal dan tak terkendali itu, sejumlah wartawan dipukul dan kameranya dirusak, sejumlah asrama mahasiswa dan fasilitasnya dirusak, termasuk gedung dan fasilitas Uncen juga dirusak. Ada 24 orang ditangkap sebagai tersangka, lalu 20 orang diantaranya disidangkan, sementara 10 orang lain lagi dinyatakan Reskrim Polda Papua sebagai DPO. Aksi Penembakan Antara Juli 2009-Januari 2010: siapa pelaku dan apa motifnya? Tanggal 8 Juli 2009 lalu, kira-kira pikul 13.31 WP, kami dikagetkan setelah mendapat sebuah pesan singkat (sms) yang berbunyi, areal Freeport di Mile 68-74 sejak jam 4 sudah dikuasai, kereta gantung hancur dan terbakar, 3 bus hangus dalam terowongan di Mile 62. Aktivitas Freeport macet. Setelah crosscheck ke Timika, ternyata beberapa sumber membenarkan bahwa di Tembagapura, persis di depan terowongan Zakam, Mile 71, ada sebuah mobil yang dibakar oleh orang yang belum diketahui identitasnya. Esoknya, Kapolda Papua Irjen Pol. Drs Fx. Bagus Ekodanto mengungkapkan bahwa pos satpam dan bus karyawan PTFI dibakar oleh sekelompok orang yang diduga sebelumnya hendak melakukan pemalangan di Mile 71. Setelah melakukan pembakaran, para pelaku langsung melarikan diri. Kemudian anggota mendatangi tempat kejadian dan melakukan pengejaran di sekitar TKP dan diketahui mereka melarikan diri ke arah hutan yang ada di jalur Mile 71 Timika yang menuju ke Tembagapura, terangEkodanto.

Poster yang mengambarkan tirani dan ketakutan yang dialami oleh kaum ibu dan anak-anak
Karya: Bob

Salah satu kendaraan yang terkena tembakan para peristiwa penembakan di Mile 52 pada 10 Juli 2009
Dok: Kompas.com

Dua hari kemudian, di Mile 52, Distrik Tembagapura, terjadi penembakan lagi. Insiden yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK) ini mengakibatkan meninggalnya Drew Nicholas Grant (38), warga negara Australia akibat pendarahan hebat. Korban ditembak ketika sedang menumpang sebuah mobil Toyota Land Cruiser dengan nomor lambung 01-2578, bersama dengan Mr Lucan Jhon Biggs (pengemudi), Lia Mandandan (istri Mr Lucan), dan Maju Panjaitan (rekan kerja Drew). Pagi itu (pukul 05.00 WP), mereka melintasi jalan antar Distrik Tembagapura dan Kota Timika, hendak menuju Kuala
Halaman 4

Kencana di Mile 32. Korban mengalami dua luka di bagian leher, dua luka tembak di bagian dada, dan satu luka tembak di bagian perut. Saat itu korban dalam posisi duduk di belakang pengemudi, sementara pelaku diperkirakan melakukan penembakan dari arah ketinggian. Dalam konferensi pers di Timika (11/07), Kapolda Papua Irjen Pol. Drs Fx. Bagus Ekodanto mengatakan bahwa dari hasil olah TKP pihaknya telah menemukan dan mengamankan tiga selongsong peluru di bukit dekat tikungan di lokasi kejadian, dan tiga proyektil peluru berkode DJ 5,6 milimeter di mobil Polsek Tembagapura yang diparkir disekitar lokasi kejadian. Jenis senjata itu standar, di Polri ada, di TNI ada, jenis senjata organik, ungkapnya. Terkait peristiwa ini, kapolda telah meminta Mabes Polri untuk mengirim personil Puslabfor dan Densus 88 untuk proses olah TKP. Minggu, 12 Juli 2009 sekitar 10.45 WIT, terjadi lagi penghadangan dan penembakan di Mile Post 51, Distrik Tembagapura. Insiden yang dilakukan juga oleh OTK ini mengakibatkan meninggalnya Markus Rante Allo, seorang security PT Freeport, yang mengalami luka tembak di punggung. Juga melukai dua orang anggota Densus 88 Mabes Polri, dan tiga security Freeport yang lain. Lima orang yang terluka itu adalah: Petrus Soba (security), dalam kondisi kritis; Edi Piter Bunga (security) luka tembak di bagian paha kanan; Dedi Jawaru (security) luka tembak di pipi kiri; Ipda Adam Heri Gunawan (Densus 88) tertembak dibagian kaki kanan; AKP Agung Tjahyono (Densus 88) mengalami cedera luka pada jari tangan. Mereka tertembak saat menumpang dua mobil milik PT FI, yakni jenis Ford Ranger open cup nomor lambung 01-3267 (mobil pertama, dikemudikan Edi Piter Bunga) dan jenis Toyota bernomor lambung 01-1652 (mobil kedua, dikemudikan Dedy Jawaro, ditumpangi Alm. Markus rente Allo). Dua kendaraan tersebut keluar dari Security Risk Managemet (SRM) sekitar Pkl.09.00 WIT, berjalan beriringan menuju Mile Post 53 dan Mile Post 71 untuk mengantar keperluan bagi aparat yang di pos pengamanan. Kemudian, 23 Oktober (sekitar pukul 09.00) seorang anggota Kopassus kembali menjadi korban penembakan OTK lagi. Dengan demikian sejak 11 Juli-23 Oktober 2009, rentetan aksi ini telah mengakibatkan empat orang tewas, dua diantaranya warga sipil, dan puluhan orang cedera (KOMPAS.com). Sedangkan SKH Cepos (17/12/09) memberitakan
Garda Papua

Fokus
bahwa antara 8 Juli-November 2009 total korban meninggal sebanyak delapan orang, dan yang mengalami luka-luka sebanyak 37 orang. Banyak kalangan menilai kepolisian sangat lamban mengungkap kebenaran dari kasus ini, sementara masyarakat sipil di Timika terus berada dalam suasana ketakutan karena operasi penyisiran. Atas penilaian itu, Kapolda berjanji akan terus berupaya mengungkap pelaku, jaringan, dan latar belakangnya. Kami tidak tinggal diam. Kami berupaya mengungkap kasus ini pelan-pelan. Mudah-mudahan pelakunya dapat tertangkap, dan saat ini kami masih berupaya melakukan pengejaran terhadap pelaku, jelasnya. Dan pihaknya telah menetapkan Daftar Pencarian Orang terhadap beberapa nama yang diduga sebagai pelaku. Dikatakan bahwa penjagaan dan pengamanan ketat telah diberlakukan di Mile 53 ke atas, namun kemungkinan pelaku menghindari anggota saat patroli dilakukan. Selain itu, Kapolda mengatakan bahwa anak buahnya setiap hari harus mengawal 106 kontainer siang maupun malam, juga mengawal bus karyawan Freeport. Itu kita kawal di depan, tengah dan belakang. Hanya saja, sarana kita terbatas sehingga kendaraan harus gantian. Selain dibantu TNI, Polri sudah membuat pos-pos pengamanan dimana setiap pos ditempati 6 - 8 personel, namun mereka melakukan penembakan sekitar 60 - 80 meter dengan kondisi alam yang curam sehingga menyulitkan pengejaran, jelasnya. Sementara itu, Mabes Polri telah mengirim tiga unit tim khusus ke Timika dengan target para pelaku tertangkap dan peristiwa yang terjadi tak terulang. Targetnya harus terungkap. Tidak boleh tidak, kata Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. Disisi lain, menyadari penyisiran berjalan tanpa hasil, pertengahan Oktober 2009 Kapolda Papua Irjen Bagus Ekodanto akhirnya mengutus anak buahnya menemui Jenderal Kwalik, memastikan benar tidaknya anak buah Kwalik adalah pelaku rangkaian peristiwa itu. Ternyata dalam pertemuan itu, Jenderal Kwalik tetap tegas bahwa pihaknya bukan pelaku rangkaian teror dimaksud, dan Kapolda mengumumkan hal ini ke publik. Anehnya, meski belum ada data valid dari institusi kepolisian sebagai pihak yang paling berkompeten, sejumlah pejabat TNI di Papua terkesan berupaya terus membentuk opini publik bahwa TPN dan pihak Jenderal Kwalik adalah pelaku dari rangkain kekerasan ini. Misalnya, Kepala Dinas Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Susilo mengatakan, meminta agar semua pihak harus waspada dan mencermati adanya pemutarbalikan fakta dari TPN/OPM. "Sebab selama ini kelompok TPN/OPM selalu memfitnah TNI dan aparat keamanan kita yang merekayasa tindak kekerasan," tandasnya. Sebaliknya, meski gencar menuding TPN/OPM dan Jenderal Kwalik, pimpinan tentara sangat reaktif menaggapi hasil olah TKP, dimana ditemukan bukti-bukti berupa sejumlah selongsong peluruh buatan pabrik senjata milik Angkatan Darat (Pindad). Menyikapi situasi Timika dan Papua (pra dan pasca Pemilu), di Jakarta (14/07/09), Imparsial menyerukan dukungan atas langkah tegas aparat kepolisian demi penyelesaian kasus secara hukum, agar masyarakat Timika dan rakyat Papua dapat hidup dengan aman. Pemerintah sipil di Papua didesak agar aktif menjamin rasa aman bagi masyarakat di Papua, khususnya di Timika. Juga mendesak Presiden SBY untuk mengevaluasi kinerja aparat keamanan dalam menjamin keamanan dan keselamatan masyarakat Papua terkait dengan aksi teror dan kekerasan yang terjadi di Papua. Poengky Indarti Direktur Hubungan Eksternal Imparisial dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa Imparsial menilai aksi teror dan kekerasan di Timika sarat dengan muatan politis dan bertujuan agar Papua tetap dalam kondisi tidak aman dan agar dilihat sebagai daerah rawan konflik. Lembaga yang konsent dengan isu reformasi keamanan itu juga meminta aparat keamanan supaya tidak semudah itu menuding TPN/OPM sebagai pelaku sebelum proses hukum yang benar
Garda Papua

dijalankan. Sebab menurut analisa Imparsial, minimal ada empat kemungkinan penyebab rangkaian kekeran itu: efek dari persaingan politik kekuasaan di Jakarta; pertarungan bisnis jasa keamanan, apalagi kini keamanan Freeport dipegang oleh security PT. FI dan aparat Kepolisian; Dugaan serangan TPN/OPM: dan lemahnya kontrol terhadap pergerakan pasukan di Papua.

Penangkapan terhadap beberapa orang yang dituduh terlibat dalam penyerangan di Mile 52
Dok: Detik.com

Senada dengan itu, gabungan LSM (Kontras, Foker LSM Papua, PBHI, Imparsial, Perkumpulan Praxis, Eksnas WALHI, JATAM) dan Persekutuan Gereja Indonesia juga mengeluarkan empat butir pernyataan sikap di Jakarta (15/0709) menyangkut situasi di Timika dan Papua. Kepada TNI dan kalangan pemerintah agar menghentikan pernyataan-pernyataan provokatif atas berbagai insiden kekerasan yang terjadi di Papua, sepenuhnya menyerahkan kepada pihak kepolisian dalam rangka penyelidikan-penyidikan secara profesional dan terbuka; Kepada pihak kepolisian agar tetap menjaga independensi dari intervensi pihak lain dalam pengungkapan motif dan pelaku kekerasan; Kepada semua pihak untuk menghentikan stigmatisasi separatisme bagi rakyat Papua dan memulai merumuskan solusi bersama dari ketidakadilan yang terjadi melalui dialog damai; Kepada DPR RI 2004-2009 untuk segera mengumumkan kepada publik hasil Panitia Khusus untuk kasus PT Freeport yang dibentuk tahun 2006. Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut yang sebelumnya telah mendapatkan informasi dari Dr S Kirksey, antropolog dari Universitas California, menilai bahwa rangkaian peristiwa teror ini bukan dilakukan oleh OPM asli. Ini merupakan skenario untuk mencapai target tertentu, bahkan merupakan perang terbuka antara TNI-Polri dalam memperebutkan dolar dari Freeport. Tahun 2002 saat pembunuhan WNA Amerika Serikat. Kalau OPM yang dituduh, dimana mereka dapat senjata? Lalu bagaimana mereka masuk lokasi pertambangan yang dijaga ketat oleh aparat keamanan Indonesia? Saya mendapat pesan ini dari Dr. Eben. Ia mengatakan, masyarakat adat tidak bodoh sehingga menodai perjuangan murni untuk memperoleh hak-hak yang selama ini diabaikan dan ditindas. Rekayasa ini untuk membungkam dan membunuh masyarakat adat Papua baik secara fisik maupun psikologi. Freeport tidak boleh lepas tangan kepada mereka yang kena musibah dan korban, juga kepada keluarga mereka. Freeport adalah penyebab masalah ini, tegasnya. Dalam sebuah pertemuan malam (27/07) dengan Gubernur
Halaman 5

Fokus
Papua Barnabas Suebu, dan petinggi TNI-Polri, masyarakat Timika terus mendesak kepolisian untuk menangkap pelaku penembakan yang sebenarnya dan tidak mengorbankan warga sipil. Salah satu tokoh masyarakat Kwamki Lama, Yacobus Kogoya, dalam forum itu menyatakan bahwa pelaku penembakan bukan anggota OPM. OPM tidak lagi. Di Timika tidak ada OPM, dan yang melakukan penembakan bukan OPM. Sementara, Hans Magal dari YAHAMAK mengatakan bahwa rentetan peristiwa itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama terkait penyisiran dan penangkapan yang dilakukan pihak polisi terhadap masyarakat sipil. Padahal menurutnya, jika merujuk pada tempat penemuan selongsong peluru yang dijadikan barang bukti, lokasinya jauh dari pemukiman masyarakat dan bukan tertangkap tangan. Apakah barang bukti (peluru) ditemukan bersama masyarakat (warga sipil yang ditangkap)? Hans Magal menegaskan bahwa beberapakali kasus kekerasan terjadi di Timika oleh kelompok-kelompok kepentingan, dan masyarakat selalu dijadikan korban. Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Tanah Papua (PGGP) Pdt. Lipyus Biniluk STh, dalam seruan moral dan meminta kepada semua pihak agar menghentikan semua aksi kekerasan yang terjadi, termasuk penangkapan dan intimidasi yang dilakukan pihak kepolisian kepada masyarakat sipil di Timika. Sebab kekerasan yang terjadi di Freeport sangat menyengsarakan banyak masyarakat Papua yang tak bersalah, terutama yang berada di sekitar lokasi Freeport. Segera hentikan intimidasi, teror dan penangkapan yang sedang terjadi atas warga sipil yang tidak bersalah dan stop kekerasan terhadap masyarakat asli Papua di Timika, ujarnya. Dan meminta kepada pihak berwajib untuk mengungkap pelaku dibalik peristiwa ini. Segera ungkap siapa aktor intelektual dibalik semua peristiwa kekerasan yang terjadi di tanah Papua, tegasnya. Selain itu, pimpinan gereja juga menyerukan kepada pemerintah pusat segera melaksanakan dialog dengan rakyat Papua untuk menyelesaikan masalah-masalah di Tanah Papua secara bermartabat, adil dan manusiawi yang di mediasi pihak ketiga yang lebih netral. Markus Haluk dalam laporannya, Tragedi Berdarah Warga Sipil Di Areal PT. Freeport Indonesia Timika Papua (Tragedi 11 Juli - 29 Oktober 2009), menyebutkan bahwa tujuh orang warga sipil asal suku Amungme yang bermukim di Kota Timika (Kwamki Baru dan Kwamki Lama), juga di sekitar Tembagapura ditangkap ditangkap pada 20 Juli 2009. Tanggal 23 Juli 2009 terjadi lagi penangkapan terhadap tujuh orang warga sipil asal Amungme yang bermukim di Jalan Baru, Distrik Kwamki Baru. Sekitar 25 orang sipil telah di tangkap dan sejumlah orang telah di panggil oleh pihak kepolisian untuk di mintai keterangan. Dari jumlah tersebut, pertengahan Oktober telah ditetapkan tujuh orang tersangka, yang waktu itu ditahan di Tahanan Polres Mimika di Mile 32, Timika. Ada hal yang ganjil dalam rangkaian peristiwa ini, pasalnya ada 1.500 pasukan keamanan (termasuk Densus 88) yang disiagakan, juga tujuh orang yang dituduh sebagai pelaku telah ditahan, namun peristiwa penembakan masih saja terjadi. Ironis lagi sementara ke tujuh orang masih dalam tahanan Polres Mimika, berulang kali penembakan masih terus terjadi di areal perusahaan dan telah melukai bahkan merengut korban warga sipil. Peristiwa terbaru adalah penembakan terjadi pada tanggal 19 Oktober 2009 di mile 42 daerah dataran rendah yang mudah terjangkau dan masih dalam status siaga satu bagi aparat Keamanan di areal tersebut, tulis Haluk dalam laporannya. Edel Kiwak (satu diantara ketujuh orang yang ditangkap 20 Juli 2009) diproses lanjut, dan kini sedang disidangkan di Makasar. Jenderal Kelly Kwalik pun telah ditembak mati. Lalu, siapa yang melakukan penembakan pada tanggal 24 Januari 2010? Membunuh Jenderal Kwalik Tidak Mengakhiri Konflik Mabes Polri mengumumkan (16/12/09) bahwa Panglima Kodap III TPNPB Jenderal Umeki Kelly Kwalik tewas dalam operasi penyergapan di sebuah rumah di RT 2, RW 1, Jalan Freeport Lama, Kompleks Gorong-gorong, Timika. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Nanan Soekarna mengatakan, Jenderal Kwalik terpaksa ditembak karena berusaha melawan. KK tewas setelah terkena tembakan di pinggang kiri dan tembus ke pangkal paha bagian belakang, kata Kabid Humas Polda Papua Agus Rianto. Dalam operasi itu, polisi menangkap lima warga sipil, yaitu Jeep Murip (24), Noni Senawatme (35), Martimus Katagame (21), Yosep Kwantik (60), dan Yorni Murip (10). Kelima orang itu dibawa ke Polres Mimika untuk diperiksa, besoknya mereka dibebaskan. SKH Cepos (17/12/09) membeberkan kronologis penyergapan sebagai berikut: 16 Desember, pukul 02.00 WP, tim mendekati sebuah rumah di area Mile 26 Timika; pukul 02.50 WP, penghuni diminta menyerah dengan tangan terbuka. Penghuni menolak; pukul 02.55 WP, Kelly Kwalik berusaha lari melalui pintu belakang. Tapi, dia kembali dalam rumah dan menodongkan revolver ke petugas; pukul 03.00 WP, Tim Densus 88 terpaksa melumpuhkan Kelly Kwalik; pukul 04.00 WP, tim khusus melarikan korban ke RS Kuala Kencana, Timika; pukul 08.00 WP, Kelly dinyatakan meninggal di RS. Kapolres Mimika AKBP Moch. Sagi mengatakan bahwa penyergapan itu sudah sesuai protap, yaitu dengan melumpuhkan dan berharap korban tetap selamat. Namun dikarenakan pendarahan hebat, sehingga orang yang diduga Kelly Kwalik meninggal, kata Kapolres. Sedangkan barang bukti di TKP, di, satu pucuk senjata diduga pistol revolver merek S&W caliber 0,38 milimeter, amunisi aktif caliber 5,56 sebanyak 2 butir, proyektil 1 butir serta dokumen-dokumen OPM.

Pihak Mabes Polri sedang melakukan konferensi pers pasca pembunuhan terhadap Kelly Kwalik oleh Densus 88
Dok: Media Indonesia

Kencana Lestari adalah nama sandi operasi penyisiran dan penyergapan tersebut, dan kesatuan yang ikut serta dalam operasi ini terdiri dari Brimob Polri, Detasemen Khusus 88 Antiteror, Badan Intelijen Polri, dan jajaran Polda Papua, yang langsung dikoordinasikan dengan Deputi Operasi Mabes Polri. Pihak Polri dan Polda Papua menegaskan bahwa sesuai laporan polisi tanggal 31 Agustus 2002, Jenderal Kwalik merupakan Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus mile 62-63, yang menewaskan Ricky Lyne Spier dan Edwin Leon Murgon (warga Amerika) dan FX Bambang Riyanto. Dari peristiwa ini Jenderal Kwalik diburu dengan jeratan pasal 340 KUHP jo pasal 55 dan atau pasal 56 KUHP dan atau pasal 338 KUHP jo pasal 55 dan atau pasal 56 KUHP dan pasal 351 ayat 1 dan
Garda Papua

Halaman 6

Fokus
Kerjasama militer ini menghabiskan jumlah dolar yang besar, dan bahkan Indonesia adalah penerima bantuan program anti terorisme terbesar di dunia, lebih tinggi dari Yordania, dan Pakistan. Data Pentagon menyebutkan Indonesia menerima dana sebesar US$6,2 juta, sejak 2002 hingga 2005. Yang terbaru di tahun 2007, Amerika memberikan bantuan US$18,4 juta. Selang beberapa jam setelah Wamang diputus hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pentagon menyebutkan era baru kerja sama militer kedua negara dimulai. Penggantian Kapolda Papua maupun Kapolres Mimika yang berasal dari Densus 88 sebenarnya sudah menunjukan bahwa pemakaian pendekatan polisi akan berbeda dengan yang sebelumnya, sebagaimana penilaian Sem Rumbrar dari Elsham Papua. Pegiat HAM ini juga membantah jika pihak kepolisian mengatakan bahwa Jenderal Kwalik akhirnya ditembak setelah diberikan peringatan namun mencoba melawan. Setelah mereka datang, langsung kepung, setelah kepung mereka langsung menembak, tidak memberikan peringatan tiga kali untuk menyerahkan diri, karena dia sudah dikepung di tempat persembunyiannya, katanya. Rumbrar menjelaskan bahwa setelah mengepung, almarhum langsung ditembak dari jendela, mengenai bagian pinggang dan tembus ke bawa, lalu pintu didobrak, dan mereka menyeretnya keluar. Karena itu, ia menilai pembunuhan Jenderal Kwalik terjadi diluar proses hukum (extra judicial killing) juga melanggar hak sipil-politik sesuai Konvenan Internasional SipilPolitik. Tokoh ini yang diajak untuk berdamai, kalau dia di bunuh, siapa yang mereka ajak untuk berdamai, ini justru membangkitkan konflik yang sangat berkepanjangan,ungkapnya menyayangkan tindakan kepolisian. Selanjutnya, mantan pegawai negeri ini mengatakan bahwa komflik di Papua sering dijadikan proyek oleh aparat keamanan demi biaya-biaya tambahan operasional mereka. Karena itu ada dugaan, jika Jenderal Kwalik dibiarkan hidup dan bersaksi di pengadilan, akan membangun opini, dukungam massa yang semakin besar, sehingga akhirnya mereka akan menghabiskan biaya, waktu dan mereka akan kehilangan keuntungan.

Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil Pr akan memimpin misa Reguem untuk pemakaman jenasah Kelly Kwalik
Dok: Antara

2 jo pasal 55 dan atau pasal 56 KUHP dan pasal 1 Undang-undang Darurat RI No 12 Tahun 1951 jo pasal 55 dan atau pasal 56 KUHP. Bahkan menurut pihak Polda Papua, siapa saja yang dapat memberikan informasi keberadaan Jenderal Kwalik hingga tertangkap, akan diberi imbalan Rp 10 juta. Kelly buronan yang sudah lama sekali, lebih dari 10 tahun, demikian kata Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Tito Karavian. Meski pihak kepolisian mengatakan tidak bermaksud membunuh Jenderal Kwalik, pembenaran polisi tetap masih memiliki celah. Beny Pakage, aktifis HAM di Timika, justru melihat tidak ada tindakan serius dari polisi untuk penyelamatan. Pakage mempertanyakan, kenapa justru Jenderal Kwalik di bawa ke klinik di Kuala Kencana Yang jaraknya jauh, padahal ada RSUD Timika yang dekat, bahkan banyak klinik 24 jam lainnya yang lebih dekat. Sebenarnya ada klinik Harapan, klinik Trikora dan klinik lainnya di sekitar Gorong-gorong dan Kota Timika, tapi kenapa justru dibawa ke Kuala Kencana? Kan ada juga Rumah Sakit Karitas dan Rumah Sakit Umum Daerah, Karitas kira-kira berjarak 20 menit dari TKP, sedangkan RSUD kira-kira 10 menit, kata Pakage. Terbakarnya Pasar Timika, satu jam sebelum eksekusi Tuan Kwalik juga dilihat Beny sebagai bentuk pengalihan perhatian yang disengaja. Jika eksekusi Densus 88 atas dasar kasus Mile 62-63 tahun 2002, justru sejak awal, banyak kalangan meragukan bahwa Jenderal Kwalik terlibat dalam kasus tersebut. Investigasi Elsham Papua malah menemukan sejumlah hal yang mengarah pada dugaan ketelibatan anggota tentara, meski tentara mengelak dan Pangdam Papua (saat itu) sampai mensomasi Elsham dengan tuduhan pencemaran nama baik. Kemudian, dugaan itu dikuatkan oleh S. Eben Kirksey dan Andreas Harsono melalui sebuah hasil penelitian yang disajikan dalam makalah berjudul Criminal Collaborations? Antonius Wamang and the Indonesian Military in Timika. Dimana berita tentang hasil penelitian dimaksud dimuat di situs harian Kompas, Koran Tempo, AFP, Channel Nine, BB Indonesia, Radio Hilversum, harian Belanda AD, Radio Australia, dan harian The Age (Melbourne). Dalam makalah, kami menyebut lebih dari selusin nama tentara, polisi, maupun politisi yang disebut-sebut dalam keterangan saksi-saksi maupun dalam sidang pengadilan. Namun pengadilan negeri Jakarta Pusat tak memanggil orang-orang itu, kata Harsono dalam sebuah wawancara. Kesan Harsono dan Eben, kasus ini secara tergesa-gesa ditutup karena pemerintah AS ingin secepatnya bekerjasama dengan Indonesia dalam bidang militer, setelah pernah terhenti pasca referendum Timtim 1999. Hubungan kedua negara kembali cair pasca teroris menghancurkan menara WTC di AS, peristiwa Bom Bali I, dan pasca keputusan penjara seumur hidup terhadap Antonius Wamang.
Garda Papua

Jenasah Kelly Kwalik sedang di antar menuju tempat pemakaman


Dok: Reuters

Menurut sosiolog Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola Koran Jakarta (17/12/09) selama masih ada perasaan ketidakadilan dan kesenjangan, aksi-aksi separatis akan muncul kembali. Pengikut Kwalik akan melanjutkan perjuangan OPM, katanya. Senada dengan itu, Sekjen Indonesia Human Right Commitee for Social Justice (ICHCS), Gunawan, memprediksi bahwa situasi keamanan di Papua tidak akan banyak berubah pasca tewasnya Jenderal Kwalik, sebab akan muncul pemimpin baru. Orang Papua
Halaman 7

Fokus
secara sistematis dan meluas ditindas, dimiskinkan, dan dibodohkan. Bukti-bukti sangat kasat mata, sangat jelas, kata Gunawan. Sama halnya dengan Aryo Wisanggeni Genthong yang mengatakan (http://kompas.com) bahwa menuding Jenderal Kwalik memang jalan yang mudah, namun perlu direnungkan, Jenderal Kwalik bukan penyebab dari konflik berkepanjangan di Papua. Apa mau dikata, menuding Kelly Kwalik memang jalan termudah menjelaskan carutmarut konflik Papua. Tentu saja penyerangan terhadap warga sipil, jika memang benar pelakunya Kelly Kwalik, ataupun penyanderaan warga sipil sebagaimana kasus Mapenduma bukanlah tindakan yang bisa dibenarkan. Namun, Kelly Kwalik bukan satu-satunya aktor kekerasan berlatar belakang politik di Papua. Muridan S Widjojo dan kawan-kawan dalam buku mereka, Papua Road Map, mengingatkan, kekerasan politik di Papua sudah dimulai sejak 1962. Kala itu Kwalik belum lagi lulus SD. Kelly Kwalik telah berpulang dengan segala kekurangan dan kelebihannya yang bisa diperdebatkan. Namun, ada persoalan yang juga penting untuk direnungkan, yaitu kekerasan di Papua yang tak kunjung berakhir meski daerah operasi militer dicabut sejak 1998.

Sementara pada hari yang sama, KNPB Wilayah Timika memotori sekitar 1000 orang berdemonstrasi damai di DPRD Timika, dan menyatakan: tutup Freeport; tarik pasukan militer (organik dan non organik); menolak dialog Jakarta-Papua; gelar referendum sebagai solusi yang konprehensif dan bermartabat, dan negara bertanggungjawab atas kematian Jenderal Kwalik. (Kahar)
****

Hentikan pembunuhan diluar proses hukum (extra judicial killing)!

Tolak Extra Judicial Killing!

Eksekusi Mati Diluar Kategori Hukum


Dari sejumlah keterangan, Jenderal Kwalik dieksekusi dalam keadaan tidur di rumahnya, saat operasi penyergapan dini hari (16/12/09). Ini indikasi bahwa Densus 88 telah menjustifikasi Jenderal Kwalik lah pelaku rangkaian peristiwa kekerasan di Tembagapura (2009). Walau demikian, masih banyak pertanyaan khalayak umum seputar pelaku dan motifnya dari rangkaian peristiwa dimaksud. Lagi pula, sampai sekarang (medio Maret 2010) belum ada hasil investigasi yang obyektif, tak berpihak, dan terbuka terhadap rentetan peristiwa kekerasan yang dituduhkan pada Jenderal Kwalik serta anak buahnya itu. Seiring dengan itu, seorang pengacara independen, Gustab Kawer menilai bahwa eksekusi mati terhadap Jenderal Kwalik berjalan di luar koridur hukum. Untuk mengetahui pandangan dari lulusan pascasarjana Resolusi Koflik UGM (2005-2007), wartawan kami, Saren, melakukan wawancara esklusif (Februari 2010) dengan Kawer yang juga aktif di LBH Papua selama 2002-2005. Apakah menurut Anda pembunuhan Tuan Kwalik sudah sesuai prosedur hukum? Acuan untuk aparat melakukan penangkapan, penahanan dan penyitaan, itu sebenarnya berdasarkan undang-undang No. 8 1981 namanya KUHAP Hukum pidana. Standar ini kalau dikenakan ke Kelly, seharusnya waktu polisi melakukan pendekatan pertama, mereka sudah melakukan pengepungan dengan perlengkapan yang lengkap, Densus 88, tim khusus dari Mabes Polri dengan peralatan yang cukup canggih dan berhadapan dengan seorang yang dalam keadaan tidur di tengah malam. Seharusnya polisi harus melakukan pendekatan, pertama, mereka harus menujukkan surat tugas tentang siapa-siapa yang melakukan penangkapan. Kedua, harus menunjukan surat perintah penangkapan. Ketiga, kalau ditahan, diikuti dengan surat tahanan. Kemudian kalau Kelly menggunakan senjata tajam ditunjukan lagi dengan surat penyitaan. Dalam proses penembakan Kelly Kwalik yang saya lihat, prosedur KUHAP sama sekali tidak disentuh oleh aparat penegak hukum dalam hal ini tim Densus 88. Apa karena Tuan Kwalik dianggap pelaku kejahatan atau melawan Negara, sehingga penembakannya tidak sesuai prosedur hukum? Kalau dibilang dia itu pelaku penyanderaan di Mapnduma, penembakan di areal Freeport, itukan perlu tuntut dia di pengadilan. Proses pembuktian di pengadilan perlu waktu yang cukup panjang. Yang bersangkutan harus ditangkap dengan prosedur yang tadi, kemudian ada sidangnya. Disidanglah baru kita uji, apakah yang bersangkutan ini benar-benar terlibat dalam kasus-kasus terdahulu yang katanya menurut mereka dia pelakunya. Apakah terbukti atau
Garda Papua

Jenasah Kelly Kwalik sedang di turunkan ke dalam liang lahatnya.


Dok: Arki

Jenderal Kwalik akhirnya dimakamkan di lapangan Timika Indah, Senin (21/12/09) setelah perayaan misa requem dipimpin Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil Pr di halaman Kantor DPRD Mimika, yang dimulai sekitar pukul 14.00 WP. Dalam khotbahnya Uskup Timika menyebut Jenderal Kwalik sebagi tokoh besar bagi tanah Papua. Diakuinya bahwa perjuangan dan komitmen Jenderal Kwalik selama ini didasari atas ketidakadilan, masalah perampasan hak dengan dalil untuk kepentingan negara. Dan mengajak semua komponen di Papua bersama memperjuangkan keadilan, menghapus segala bentuk pembodohan serta upaya penghancuran manusia Papua. Masyarakat Papua merespon kematian Sang Pemimpin dengan protes. Uskup juga meminta semua pihak meninggalkan segala kebencian dan kegembiraan atas kematian Jenderal Kwalik. Dalam kesedihan mendalam bercampur marah, ratusan orang turut serta dalam upacara pemakaman Tuan Jenderal Kwalik di Timika. Masyarakat Papua tetap berkeyakinan bahwa Freeport bertanggung jawab atas kematian Kelly Kwalik, karena itu Freeport harus ditutup. Mereka menuduh polisi Indonesia membunuh Kwalik untuk mendapatkan lebih banyak uang dari Freeport, tulis Radio Netherland. Tanggal 1 Maret 2010, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menggelar konferensi pers di Jayapura untuk mendesak pertanggungjawaban pemerintah Indonesia atas kematian Jenderal Kwalik.
Halaman 8

Fokus
tidak, kalau tidak, yang bersangkutan harus bebas. Itu baru kita bisa bilang dia ini pelakunya. Proses hukum itu asas praduga bukan dituduh langsung. Di KUHAP itu semua ada, semua aparat itu harus tahu asas praduga tidak bersalah, orang tidak bisa dinyatakan bersalah sebelum putusan pengadilan. Masih awal sekali, masih ditingkat penangkapan saja langsung dicap dengan pelaku penembakan di areal Freeport dan penyanderaan di Mapnduma. Saya pikir ini aparat penegak hukum yang terlalu prematur, terlalu cepat untuk stigma orang, dan saya bisa ambil satu kesimpulan bahwa mereka melakukan pelanggaran terhadap prosedur hukum di negeri ini. Jadi Kalau mau bilang KUHAP, KUHAP dilanggar. Protap, protap juga dilanggar. Acuan diskrisi (polisi dibolehkan keluar dari acuan untuk menghadapi massa), juga tidak ada. Apa yang di maksud dengan acuan Diskrisi? Acuan diskrisi itukan harus dengan moral dan logika. Kalau moral, masa orang lagi tidur ditembak. Kalau logika, masa dia sendiri dengan kekuatan yang sedikit, dengan pasukan dengan kekuatan yang lengkap masa tidak bisa hadapi. Saya pikir polisi sudah latihan karate, masah tidak bisa hadapi dengan cara-cara yang manusiawi dari pada ditembak. Jadi ukuran diskrisi juga tidak ada. Ada satu ukuran internasional, yang namanya code of fundak law envorcement (aturan internasional tentang pengunaan senjata tajam bagi aparat keamanan). Standar itu juga jelas bahwa aparat melakukan penangkapan dengan mengunakan senjata api ada prosedurnya. Ada tembakan peringatan berapa kali, dan kalau memang tidak ada kata menyerah lalu ditembak. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk polisi menghilangkan dia dan ini termasuk pembunuhan diluar kategori hukum. Lalu bagimana dengan Otopsi, jika tidak melibatkan keluarga juga diluar KUHAP? Otopsi hasus seijin keluarga, dalam hal ini ada ijin dari keluarga, polisi langsung melakukan otopsi, ini juga cara-cara diluar prosedur KUHAP tadi. Kalau dirumah sakit biasanya kalau orang meninggal, ada surat kematian dari rumah sakit. Bukan saja untuk keluarga Kelly tapi juga catatan sipil. Pada saat penyerahan jenazah di Timika juga tidak langsung kepada masyarakat tetapi kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Timika. Jadi tidak ada cara-cara yang mau bilang sesuai dengan aturan, tidak ada aturan. Standar moral, moral juga tidak ada. Mo bilang logika, logika juga tidak ada. Mau pake standar apa? Jadi hukum sudah dilanggar, kalau mereka tahu etika, orang sudah mati, kembalikan ke keluarga dengan baik-baik itukan etika toh. DPRD yang dianggap mewakili rakyat, terus keluarganya dimana? Pemerintah dan aktifis mahasiswa pada prinsip kompromi, terima saja kematian Kelly, dan tidak ungkapkan kebijakan aparat keamanan dalam proses ini. Dari Keluarga ada peluang untuk proses hukum? Ini kan termasuk kategori pelanggaran HAM, jadi bisa laporkan ke Komnas HAM RI yang punya kapasitas untuk penyelidikan. Tidak bisa oleh komnas HAM Papua karena fungsinya hanya memantau, penelitian, dan monitoring. Inikan untuk level dalam sini, sedangkan untuk yang keluar, bagaimana kita mempressure ini, teman-teman bisa ajukan ini, kaitannya dengan pembunuhan orang secara paksa. Itu cara-cara yang keluarga bisa pakai. Usaha dari keluarga untuk menempu jalur hukum sedang dikerjakan atau tidak? Saya lihat bahwa setelah pemakaman, teman-teman dari adat dan mahasiswa mengatakan bahwa bulan ini (Februari 2010) Freeport tidak harus ditutup, tapi ada dialog dan proses hukum terhadap pelaku tetapi, sampai sekarang belum jelas apa yang mereka sudah kerjakan.
Garda Papua

Mereka janji bulan Februari ada prosedur hukum, Freeport tutup, sekarang pertanyaan kita, sudah sampai dimana tindaklanjut janji-janji tersebut? Jangan hanya buat pernyataan-pernyataan yang keras untuk meredahkan masyarakat, lalu tidak ada kerja, itu persoalan. Lebih baik mereka harus melakukan sesuatu, kalau diam ini ada pertanyaan besar, ada apa dibalik mereka diam. Fungsi Densus 88 yang sebenarnya memberantas teroris tetapi mereka membunuh Kelly, apakah Kelly dianggap teroris? Desus 88 dibetuk untuk teroris global, termasuk Negara kita ini dikatakan mayoritas teroris, bukan mayoritas Islam, itu yang dipahami oleh densus 88 di Indonesia. Berkaitan dengan banyak kejadian, sebenarnya di Jawa dan Bali tetapi jadi pertanyaan Densus 88 ini bisa berada di Papua untuk menghambat gerakan-gerakan yang berkaitannya dengan tuntutan demokrasi, ini sesuatu yang beda. Masa orang berjuang soal demokrasi, HAM, keadilan dan hak-haknya dirampas tetapi kemudian diredam dengan kehadiran densus 88. Jadi bagi saya densus 88 itu harus ditarik dari Papua dan biarkan lokasi Freeport dijaga oleh security Freeport yang lebih memberdayakan masyarakat local dari pada Densus 88 atau militer. Polisi setiap saat ada tapi sampai sekarang, penembakan terus terjadi, ini menjadi pertanyaan, kehadiran militer untuk meredam menyelesaikan persoalan atau menambah persoalan. Perlu ada gerakan-gerakan untuk mereka ditarik kembali, kalau dibiarkan, mereka akan menutup ruangruang demokrasi dan HAM yang membuat orang takut untuk melakukan perlawanan. ****

Poster yang mengambarkan manusia yang terpenjara dan terlilit utang


Karya: Bob

Tarik Pasukan Non Organik dari Tanah Papua sekarang Juga! Tolak Penambahan Kodam Baru di Tanah Papua! Bubarkan KODAM, KOREM, KODIM DAN BABINSA!

Halaman 9

Arah Juang
Strategi Taktik Garda-P
Bila kita hendak mengentaskan kemiskinan, kita harus berikan kekuasaan, pengetahuan, tanah, kredit, teknologi, dan organisasi kepada si miskin Hugo Chavez, 2005

Perlawanan rakyat Papua masyarakat asli Papua yang tersingkir atau termarginalkan dan sedang memperjuangkan hak-haknya yang dimotori oleh organisasi-organisasi perlawanannya pada saat ini telah menunjukan kemajuan-kemajuannya terutama dalam hal bentukbentuk perlawanan model baru baik berupa front (komite aksi), media propaganda seperti koran, selebaran, booklet, menulis buku, blog, website, dan dalam hal mobilisasi-mobilisasi massanya. Artinya ada peningkatan dalam hal kualitas perlawanannya. Dalam hal kuantitas tindakan (kerja) politik yang dilakukan bisa dikatakan cukup meningkat, dimana aksi massa, konferensi pers, seminar-seminar, tulisan-tulisan bahkan hingga menerbitkan buku, semakin sering dilakukan oleh kelompok-kelompok atau individu-individu Gerakan Rakyat Papua ataupun pemerhati persoalan-persoalan sosial di Papua. Namun juga kemudian disadari bahwa aksi-aksi yang dilakukan belumlah mencapai hasil yang diharapkan. Bukan berarti tidak ada hasil sama sekali, ada hasil, namun bukan merupakan hasil yang di inginkan atau belum mencapai hasil terbaik yang dicitacitakan. Jadi bagaimana kita akan mengoptimalkan hasil yang ada sekarang guna mencapai hasil yang lebih tinggi lagi atau hasil yang dicita-citakan tersebut? Kita, Rakyat Papua, boleh berbangga dengan hasil-hasil yang sudah dicapai, tapi tidak boleh cepat puas dan berhenti bekerja. Justru sebaliknya, dengan menyadari hasil-hasil yang sudah dicapai hingga saat ini maka, kita harusnya semakin yakin (semakin beriman) bahwa hasil yang lebih baik itu mungkin sekali bisa tercapai. Garda-P menawarkan 5 (lima) bentuk kerja sebagai strategi taktik (stratak), yang juga merupakan hasil keputusan kongres Garda-P, yaitu: Front Persatuan; Penyatuan Mobilisasi; Media Propaganda; Pengorganisiran; dan Regularitas. Hingga saat ini kita belum melaksanakan seluruh bentuk kerja stratak tersebut. Dimana saat ini, Garda-P baru mulai menjalanka tiga stratak, yakni: Front Persatuan, Penyatuan Mobilisasi, dan Media Propaganda. Garda-P belum melaksanakan kelima stratak itu. Meski kami yakin bahwa kelima point stratak ini merupakan satu kesatuan yang harusnya dilaksanakan secara simultan (bersamaan) dan dialektis (saling mendukung), sebab kelimanya akan saling berhubungan, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.

bersih (transparan) dan internasionalis. Sedangkan program umum Garda-P adalah memperjuangkan pembebasan nasional dengan melawan imperialisme dan pemerintahan NKRI (agen imperialisme) serta memperjuangkan pembentukan Pemerintahan Persatuan Rakyat Papua yang demokratik, progresif dan revolusioner. Kemudian, program strategis (jangka Panjang) adalah memajukan tenaga produktif dengan sumber pembiayaan dari pengambil alihan dan menata ulang industri yang ada seperti: pertambangan, kehutanan, perkebunan, perikanan, dan pertanian.

Keluarga masyarakat adat Papua yang baru pulang dari kebun. Sebuah gambaran kehidupan masyarakat peramu

Aksi Massa Solidaritas Demokrasi dan Ham Rakyat Sipil Papua (SDHRP) menuntut menuntut pembebasan Tapol/Napol
Dok: Sasori86/Garda-P

Stratak adalah cara-cara pelaksanaan program untuk mencapai tujuan. Tujuan Garda-P adalah mewujudkan Masyarakat Papua yang demokratik, merdeka (berdaulat), modern, adil, setara, sejahtera,
Halaman 10

Selain program-program tersebut diatas, ada juga program yang lebih bersifat ke internal Garda-P yaitu program Ideologi, Politik dan Organisasi (IPO). Dan ada juga program mendesak dalam jangka pendek. Program mendesak adalah sebagai berikut: a. Pendidikan dan Kesehatan Gratis b. Masyarakat Adat: Moratorium dan peninjauan ulang kontrak bagi perusahaan yang sudah berjalan, dan bagi perusahaan yang ingin berinvestasi harus melibatkan masyarakat adat dan organisasiorganisasi perjuangan rakyat Papua. Yang semuanya ini, baik moratorium, peninjauan ulang kotrak kerja/karya, dan negosiasi investasi lainnya, haruslah diarahkan dan diabdikan untuk mewujudkan kemajuan tenaga produktif rakyat Papua, hingga terpastikan adanya transfer teknologi dan pengetahuan bagi masyarakat adat Papua, yang memungkinkan masyarakat adat Papua berkembang secara mandiri dan menjadi tuan atas kekayaan alam yang ada di atas tanahnya. c. Tanah, Modal dan Teknologi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan di bawah Komite Tani, Komite Nelayan, atau Komite Rakyat yang ada sehingga memungkinkan terjadinya usaha kolektif rakyat Papua. d. Perumahan murah dan layak huni. e. Air Bersih dan energi (misalnya listrik, bbm, dll) yang murah dan tidak mengalami pemadaman (tidak terputus). f. Sembilan Bahan Pokok yang murah. g. Lapangan kerja bagi rakyat Papua. h. Upah layak bagi para pekerja/buruh. i. Fasilitas publik yang menunjang produktivitas rakyat Papua (misalnya: Pasar tradisonal bagi mama-mama pedagang Papua, dll). j. Pelatihan-pelatihan demi peningkatan produktivitas rakyat Papua k. Bubarkan Komando Teritorial TNI.
Garda Papua

Arah Juang
Seperti sudah disinggung di atas bahwa untuk mengkongkritkan tujuan dan program, dan Garda-P memiliki lima stratak. Stratak di rumuskan berdasarkan kondisi objektif yang ada (yang sedang bergerak), sesuai konteks sejarah dan situasi masyarakat tertentu pada kurun waktunya. Jadi, stratak sebenarnya merupakan bentuk sederhana dari cara mewujudkan cita-cita atau program dan tujuan organisasi pada suatu waktu (masa tertentu), dan pada konteks masyarakat tertentu. Stratak sekaligus merupakan jawaban terhadap hambatan-hambatan internal (subjektif) organisasi Garda-P dalam mewujudkan tujuan dan program-programnya. A. Front Persatuan Kita tentu mengenal dengan baik apa itu front persatuan. Dengan istilah yang seringkali saling dipertukarkan oleh aliansi, koalisi, blok, atau kesepakatan. Dia selalu merujuk pada satu bentuk aktivitas bersama untuk mencapai tujuan-tujuan mendesaknya. Front persatuan FP) telah menjadi persenjataan taktis kaum revolusioner sejak abad ke -19, ketika Karl Marx dan Freidreich Engels menganjurkan kepada kaum revolusioner di Jerman untuk menolak seruan penggabungan organisasional kaum revolusioner dengan kaum demokrat borjuis kecil untuk membentuk partai oposisi. Marx menolak segala jenis persatuan yang akan menghilangkan independensi klas pekerja, persatuan organisasional secara khusus tidak dibutuhkan, persatuan dengan kaum demokrat borjuis kecil hanya diperbolehkan untuk satu momentum saja. Taktik FP kembali dirumuskan oleh Lenin dan Trotsky ditahun 1921-1922 dalam merespon situasi yang dihadapi kaum revolusioner di Eropa. Situasi yang terjadi adalah bahwa gerakan buruh didominasi oleh kepemimpinan reformis borjuis kecil, yang pada saat itu sedang melancarkan serangan untuk menindas standar kehidupan kelas pekerja. Terdapat sentimen yang meningkat di dalam kelas pekerja untuk melancarkan aksi bersama melawan serangan tersebut. Lenin dan Trotsky menyarankan untuk melaksanakan tindakan serangan bersama dengan mereka dalam rangka memenuhi tuntutan mendesak klas pekerja. suatu kelompok atau organisasi yang sedang berjuang sering dipaksakan dengan tak terelakkan oleh keadaan. Tugas kelompok atau organisasi yang sungguh-sungguh revolusioner bukanlah selalu menolak kompromi atau selalu menerima kompromi, tetapi bagaimana mengolah kompromi tersebut agar melalui segala kompromi tersebut (karena kompromi itu tidak terelakkan) pandai mempertahankan kesetiaannya terhadap prinsip-prinsip sendiri, kepada klas sendiri, kepada tugas revolusioner sendiri, kepada usahausaha sendiri di dalam mempersiapkan revolusi dan mendidik massa rakyat demi kemenangan revolusi. Perlu di tambahkan bahwa kompromi juga bukan berarti pembelokan tujuan atau program suatu organisasi, tapi merupakan suatu cara (tahapan atau taktik) mencapai tujuan atau pelaksanaan program organisasi tersebut. FP bukanlah peleburan organisasi-organisasi yang terlibat atau yang menjadi anggota FP tersebut. Artinya independensi tiap kelompok atau organisasi yang tergabung didalam FP itu haruslah dijamin (demokrasi dalam front). Singkatnya FP adalah suatu aktifitas organisasional yang dilakukan bersama (antara organisasi yang menjadi anggotanya) untuk mencapai tujuan-tujuan mendesaknya, dan juga menjamin independensi tiap kelompok atau organisasi yang menjadi anggotanya. Bagaimana dengan situasi gerakan yang ada di Papua saat ini? Di Papua saat ini telah ada banyak kelompok atau organisasi yang muncul untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Papua, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Kelompok atau organisasi itu umumnya kecil dalam hal keanggotaan dan mobilisasi massa, bersifat lokal dalam hal struktur, dan umumnya tidak mapan dalam hal pendanaan. Selain itu ada juga persoalan sektarianisme (terpecahpecah). Seakan-akan tidak ada titik temu atau benang merah antara semua persoalan-persoalan tersebut. Misalnya, persoalan pasar bagi mama-mama pedagang asli Papua, biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal, listrik dan air yang sering padam, ketersingkiran atau marginalisasi masyarakat adat Papua, dan sebagainya adalah persoalan ekonomi atau otonomi khusus saja yang terpisah dan tidak ada titik temunya dengan persoalan politik (misalnya Papua Merdeka). Ditengah situasi yang demikian, sebenarnya taktik FP dituntut untuk sanggup menghubungkan dan mencari titik temu atau titik kompromi antara berbagai persoalan (tuntutan atau isu) yang ada secara rasional, sehingga taktik front kemudian sanggup menjadi jawaban dari keterbatasan-keterbatsan individu hingga kelompok atau organisasi yang terlibat di dalam FP tersebut. Dampaknya adalah gerakan Papua kemudian berkekuatan dalam makna politis maupun ekonomi, sosial dan budaya, karena gerakan tersebut bersandarkan pada massa rakyat Papua yang sadar dan bertindak dalam suatu kesatuan (front persatuan). B. Media Agitasi dan Propaganda (Agitprop) Berkaca dari pengalaman sejarah pergerakan di mana pun di dunia ini, ternyata para pemimpin pergerakan selalu tidak melupakan metode pergerakan dengan menggunakan media agitasi dan propaganda (misalnya koran, majala, blog, website, dll) yang sesuai dengan jamannya. Soekarno, salah satu pemimpin pergerakan Indonesia Merdeka yang melakukan aksi-aksi melawan penguasa kolonial Belanda melalui media agitporp. Pemuda Soekarno dikenal pemberani dan kritis menggunakan media sebagai sarana mempertemukan gagasan-gagasannya mengenai Indonesia baru. Koran Soeloeh Indonesia Moeda, antara lain adalah alat yang sering digunakan Soekarno untuk mensosialisasikan ide-idenya. Konsekuensinya, hidupnya menjadi taruhan karena ia telah menjadi incaran Belanda. Akan tetapi, ia menuai simpati dari rakyat yang membaca tulisantulisannya. Rakyat semakin bersemangat d alam perjuangan menentang kesewenangan Belanda. Di era pergerakan sebelum
Halaman 11

Sebuah poster yang mengajak rakyat untuk bersatu, membangun front persatuan
Dok: smadav/Garda-P

Sederhananya, dalam membangun FP sudah pasti ada kompromi -kompromi baik isu ataupun tuntutan-tuntutan dari setiap kelompok atau organisasi yang terlibat dan menjadi anggota dari FP tersebut. Jadi adalah keliru kalau ada pendapat yang menyatakan bahwa organisasi revolusioner adalah organisasi yang tidak mengenal kompromi terhadap apapun, dengan siapapun dan kapanpun. Engels pernah mengkritik manifesto kaum Blanquis-Komunis (tahun 1873) yang menyataan bahwa: "tak boleh ada kompromi dalam segala hal!" Bagi Engels itu hanyalah suatu omong-kosong, karena kompromi
Garda Papua

Arah Juang
Soekarno, para aktivis juga melakukan hal yang sama. Sebutlah Mas Marco Kartodikromo di Surakarta yang mengelola terbitan Sinar Djawa. Tulisan-tulisan pemuda ini membawa semangat solidaritas bangsa terjajah yang pada gilirannya bermuara pada semangat perlawanan. Sebelumnya dapat disebut Raden Mas Tirtoadhisuryo, seorang jurnalis pertama bumiputera. Ia mengelola Soenda Berita (1903) dan Medan Prijaji (1907). Melalui mata pena-mata pena merekalah, semangat, strategi, dan obor perjuangan tetap menyalanyala. Tokoh seperti Tan Malaka misalnya, lebih memilih tulisan sebagai media perjuangan daripada muncul di depan publik untuk memimpin pergerakan. Ia justru menjadi mitra debat para tokoh pergerakan seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Tulisan-tulisan Tan Malaka, selain berisi taktik dan strategi perjuangan juga berisi pandangan-pandangan konsepsionalnya mengenai Indonesia baru. massa rakyat agar massa rakyat kemudian dapat melakukan atau mewujudkan suatu tujuan tertentu secara bersama-sama (kolektif). Karena itu, ada yang menyimpulkan bahwa pengorganisasian dapat diartikan sebagai membangun organisasi untuk atau bersama massa rakyat, dan bisa juga diartikan sebagai perluasan organisai yaitu merekrut orang masuk menjadi anggota organisasi yang sudah ada. Dalam konteks perjuangan rakyat Papua, tujuan pengorganisiran tersebut adalah mengorganisasikan rakyat Papua sehingga berkekuatan secara politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Karena dengan demikian akan semakin memudahkan perjuangan rakyat Papua sendiri dalam melawan musuh-musuhnya yang memang sudah terorganisir. Selain itu, pengorganisiran massa rakyat Papua juga merupakan suatu upaya meletakan landasan demokrasi yang sejati bagi rakyat Papua, baik selama masih di dalam NKRI atau kemudian merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pengorganisiran disini adalah pengorganisiran massa rakyat Papua agar menjadi kekuatan revolusi. Pengorganisiran massa rakyat agar menjadi kekuatan revolusi adalah pekerjaan membangun massa rakyat yang sadar, yang terorganisir dan berkekuatan. Makna massa sadar harus dilihat dalam dua (2) pengertian: secara kognitif (kesadarannya) dan secara politik (tindakannya untuk berjuang). Sedangkan yang dimaksud dengan kekuatan revolusi disini adalah bahwa kekuatan tersebut sanggup menghancurkan musuh, merebut kekuasaan, mendirikan dan mempertahankan kekuasaan baru yang di dapat dari hasil revolusi tersebut. Massa rakyat yang sadar (berkesadaran) dan bertindak, dalam hal ini melakukan tindakan pengorganisiran adalah massa yang maju, atau disebut kader. Yaitu massa-maju yang berjuang membangkitkan dan berjuang bersama massa rakyat yang lain. Kader menjadi bagian dari setiap perlawanan massa rakyat, memajukan politik perlawanan tersebut, dan terus memperluas atau memperbanyak massa maju atau kader lainnya di antara massa yang sedang melakukan perlawanan tersebut. Disinilah pengertian kader sesungguhnya. Sebagai kader revolusioner, yaitu selalu tidak pernah dan tidak bisa dipisahkan dari perjuangan massa. Sehingga berbeda dengan aktifis salon (menara gading) yang tidak berada di tengah massa yang sedang berjuang, ataupun pekerja sosial yang tidak untuk memajukan massa secara kognitif dan tindakan. Pengertian kader dan pengorganisiran massa sebagaimana diurai di atas, adalah pengertian yang sekaligus menjawab pertanyaan: bagaimana kader tumbuh bersama kesadaran massa yang masih reformis (ekonomis atau tidak politis) dan memajukannya menjadi kesadaran yang revolusioner, sehingga batas kesadaran kader

Buletin Wene adalah salah satu contoh media propaganda


Dok: Saren/Garda-P

Salah satu tokoh revolusi Rusia, V.I Lenin dalam tulisannya (Mei 1901) pada masa awal pembangunan Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (PBSDR), berjudul Dari Mana kita Mulai. Menekankan pentingnya koran sebagai alat agitasi dan propaganda, yang mampu menjangkau seluruh Rusia pada saat itu, dan juga sebagai alat pengorganisiran (perluasan struktur organisasi). Cuplikan kisah para tokoh revolusi ini memberi pelajaran bahwa tak bisa kita pungkiri atau abaikan, kenyataan sejarah menunjukan banyaknya perlawanan rakyat jelas membutuhkan alat propaganda dan pengorganisiran yang sanggup menjangkau massa rakyat Papua secara luas. Alat yang mampu mengambil setiap hal maju dari perlawanan rakyat di satu tempat dan membagi pengalaman tersebut ke tempat lain. Terutama dimaksudkan agar alat itu bisa memberikan arah revolusi bagi rakyat Papua, yakni bukan saja memberikan landasanlandasan teoritik progesif. Atau dengan alat ini massa rakyat tidak lagi jatuh pada empirisme, tidak lagi berjuang dalam persepektif perjuangan jangka pendek yang reformis, tidak lagi sekedar aktifisme yang tidak punya arah. Melainkan alat ini juga harus memberikan kesimpulan-kesimpulan praktek perjuangan yang menjadi landasan gerak maju selanjutnya. Jadi, kebutuhan koran yang regular dan luas jangkauannya menjadi keharusan, di tengah tidak meratanya pengetahuan dan pengalaman perjuangan, baik di kalangan massa rakyat maupun di kalangan aktifis pergerakan. Selain itu, karena jumlah aktifis gerakan masih sangat kecil dibandingkan dengan luasnya area perlawanan rakyat. C. Pengorganisiran Pengorganisiran rakyat, atau dalam istilah LSM disebut pendampingan, atau dalam istilah pemerintahan disebut pembinaan, pada prinsipnya adalah suatu kegiatan untuk mengorganisasikan
Halaman 12

Diskusi merupakan suatu bentuk kerja propaganda dan juga kerja pengorganisiran
Dok: smadav/Garda-P

Garda Papua

Arah Juang
dengan kesadaran massa semakin menipis? Dengan demikian, pekerjaan membangun revolusi, dalam makna mendirikan pemerintahan rakyat untuk memerintah dirinya sendiri, memiliki landasan nyatanya atau kongkrit (benar-benar sanggup untuk mendirikan pemerintahan rakyat), karena massa telah memiliki kesadaran yang maju, memadai untuk mendirikan pemerintahannya sendiri. Kalaupun masih ada jarak antara kesadaran kader dengan massa, semakin hari jarak tersebut harus semakin menipis dengan semakin majunya kesadaran massa. Saat perlawanan massa semakin meningkat dan meluas yaitu kesadaran dan tindakan (politik) massa sedang meningkat dan meluas, organisasi revolusioner seharusnya dibuka untuk massa. Tapi itu bukan berarti organisasi revolusioner melepaskan kriteria-kriteria dalam rekruitmennya, bukan berarti melemahkan syarat-syaratnya, namun pengertiannya adalah: secara organisasional organisasi tersebut harus peka dan dapat dengan segera mewadahi massa yang kesadaran dan tindakan (politik)nya sudah, sedang maju atau sedang berkembang. mengapa kaum Marxis revolusioner melekatkan arti penting yang ekstrem terhadap tindakan kolektif oleh kaum tertindas, untuk membangun aksi-aksi massa. Melalui aksi massa-lah maka kaum tertindas mulai memecah kebisuan dan perilaku keterbudakan yang telah ditanamkan kepada mereka sejak lahir. Lebih jauh lagi, tanpa mobilisasi yang berskala besar seperti pemogokan, rally, demonstrasi jalanan, dll, massa rakyat tidak dapat secara efektif melawan serangan-serangan yang dilancarkan oleh penguasa, bahkan tidak sanggup melawan untuk memperoleh hak-hak dasar kehidupan (hak-hak ekonomis) dan hak-hak demokratiknya. Demoralisasi dan kehilangan kepercayaan diri atas kekuatan massa sendiri yang kemudian akan mengalir dan menjadi penerimaan pasif terhadap serangan-serangan tersebut dan efeknya kemudian akan menjadi sangat berbahaya bagi pengembangan kesadaran revolusioner di antara massa dan elemen-elemen pelopor. Mengorganisasikan kesatuan tindakan yang dilakukan oleh massa rakyat atau bagian apapun dari masyarakat yang dapat memenangkan perjuangan melawan serangan para penguasa dan pemerintahnya dengan demikian merupakan keniscayaan obyektif yang harus dilakukan oleh kaum revolusioner sebagai satu prasyarat untuk bertumbuhnya kesadaran revolusioner di masa depan. E. Regularitas Awak (saya) bisa karena biasa, demikian pernyataan dari suatu pepatah melayu yang maknanya jika kita terbiasa melakukan suatu aktivitas secara rutin dan kontinyu, maka lambat laun kita akan terbiasa dan mahir dengan aktivitas tersebut. Demikian juga dengan aktivitas perjuangan atau perlawanan rakyat Papua. Rakyat Papua tentu berharap agar perjuangan yang saat ini sedang dilakukan kemudian akan berhasil dan membawa perubahan yang signifikan bagi masa depan rakyat Papua sendiri. Namun juga harus di sadari bahwa perjuangan ini adalah seperti peperangan. Dan agar menang dalam suatu peperangan maka setiap prajurit harus melatih dirinya sehingga dia kemudian sanggup mengalahkan lawanlawannya. Bahkan tugas rakyat Papua bukan saja mengalahkan lawanlawannya, namun juga kemudian merebut kekuasaan, mendirikan dan mempertahankan kekuasaan baru yang di dapat dari hasil peperangan atau revolusi tersebut. Oleh karena itu supaya rakyat Papua sanggup untuk mengalahkan lawan-lawannya, dan sanggup merebut kekuasaannya, serta kemudian mendirikan dan mempertahankan kekuasaan baru yang di dapat dari hasil peperangan atau revolusi tersebut, maka setiap rakyat Papua (prajurit) harus melatih dirinya. Supaya hasil latihannya efektif dan efisien, maka latihan dilakukan secara reguler (teratur) dan rutin dengan disiplin yang baik. Karena tidak ada hasil latihan yang terbaik selain hasil yang didapat karena melakukan latihan-latihan yang rutin dan reguler dengan berdisiplin.

Aksi Mama-Mama Pedagang Asli Papua (SOLPAP) di kediaman Gubernur menuntut adanya pasar khusus bagi pedagang asli Papua
Dok: Sasori86/Garda-P

Pengorganisiran merupakan salah satu aksi (tindakan) yang sadar untuk mengorganisasikan diri sendiri dan rakyat, untuk kemudian sanggup merombak tatanan masyarakat yang ada dan mulai mengubah nasib masyarakat tersebut dengan tangannya sendiri. Aksi (tindakan) pembebasan yang sadar ini tidak dapat dijalankan secara efektif, dan tentunya tidak dapat berhasil, jika rakyat belum menyadari dan mengenal lingkungan sosial tempatnya hidup, mengenal kekuatan sosial yang harus dihadapinya, dan kondisi sosial ekonomi yang umum dari gerakan pembebasan tersebut. D. Penyatuan mobilisasi Dalam masa (situasi) normal, ideologi penguasa (pemerintah atau penjajah) mendominasi kesadaran massa rakyat bukan hanya karena sang penguasa memiliki kontrol terhadap sarana produksi ideologis (seperti lembaga agama atau sarana ibadah, sekolah, media massa), tetapi juga karena kondisi-kondisi normal kehidupan (yaitu kondisikondisi yang dalam kesadaran kita dianggap memang sudah seharusnya demikian. Misalnya kita yakin setiap orang wajib memilih pada setiap pemilihan umum, polisi atau tentara boleh pukul atau tembak orang, dsb) rakyat yang ada. Namun di dalam mobilisasi massa yang besar, dan juga dengan tindakan-tindakan kolektif, perasaan inferioritas dan tak berdaya ini dapat hilang dengan tiba-tiba. Massa rakyat menjadi sadar akan kekuatan potensialnya yang luar biasa setelah mereka bertindak bersama, secara kolektif dan dalam solidaritas. Sudah tentu itulah
Garda Papua

Halaman 13

Tokoh
Sosok perempuan Papua yang tak pernah lelah melawan kekerasan
Mama Yosepha, itulah panggilan akrapnya terjadi karena perempuan diciptakan lebih lengkap, terhadap perempuan Amungme yang bertubuh kecil baik tenaga, perasaannya, tanggungjawab kasih sayang dan berpenampilan sederhana ini. Tetapi dalam kepada anak, suami dan juga lingkungan. Nilai-nilai kesederhanaan itu, Ia memiliki keberanian untuk filosofi adat inilah yang menjadi dasar dan pegangan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, hidup, dimana saja ia berbicara dan bertindak. Karena keadilan, dan kebenaran. Yosepha Alomang terlibat dalam menyelesaikan banyak pesoalan dan dilahirkan di Tsinga sekitar tahun 1940-an. Anak mampu berkomunikasi dengan masyarakat, ia pun dari Nereus Magal ini telah menjadi seorang yatim terlibat dalam mendirikan LEMASA, dan Yosepha piatu sejak bayi. Ia bahkan tidak bisa mengingat diangkat sebagai wakil perempuan di lembaga muka dan kehidupan ibunya, apalagi sang ayah yang tersebut. Dimana sebagai lembaga adat Amungme, meninggal lebih dahulu. Setelah ayahnya meninggal, LEMASA bertujuan agar orang lain melihat Orang ibunya menikah dengan Philupus Alomang, namun amungme sebagai manusia, yang berjuang dengan tidak lama kemudian ibunya pun menyusul ayahnya, cara manusiawi dan bermartabat. Yosepha Alomang dan sejak itu, Mama Yosepha (begitu sering Pada Oktober 1984, Mama Yosefa dicurigai sebagai Dok: Akre-Wilson-Goldman panggilannya) dibesarkan oleh ayah kedua-nya. ibu dari Kelly Kwalik lalu diculik setelah didobrak Walaupu ia sering dipukuli dan dianiaya oleh saudara-saudara pintu rumahnya oleh anggota satuan ABRI. Yosefa bersama tuanya, tetapi ayah keduanya tetap sayang padanya. Menurutnya, adat beberapa seorang perempuan bernama Yuliana Magal dibawa ke Pos suku amungme sangat tidak suka sama anak piatu. Karena itu, Ia militer Koperapoka, diinterogasi kemudian disekap dalam sebua merasa mengalami 'penindasan' sejak kecil dalam keluarga dan kontener, tempat pembuangan kotoran manusia, kemudian selama lingkunganya sendiri. Namun dari keluarga itulah ia menjadi kuat, dan satu bulan di tahanan polisi. Peristiwa ini membuat Yosepha akhirnya mengambil hikmat, yang baik maupun buruk. Nasihat dari orang tua terkenal sebagai tokoh pejuang HAM dan Lingkungan, baik di tingkat sangat dihargai Yosepha, bahkan menurutnya, untuk membayar nasional mapun Internasional. nasihat orang tua, dimasa kecilnya ia terus bekerja dengan rajin. Kekerasan dan ketidakadilan, dari sejak kecil hingga besar Saat mulai besar, ia akhirnya mengerti dengan kondisi yang tak pernah membuatnya lelah, takut, terdiam, dan tidak membuatnya dialaminya juga oleh masyarakatnya, dan menyadari bahwa dirinya dendam. Selalu berbuat baik dan berusaha menciptakan perdamaian. dibutuhkan di ladang kemanusiaan. Tanpa segan dia membantu siapa Baik terhadap kekerasan yang dialami semasa kecil; setelah bersuami; saja yang membutuhkan bantuannya. Ibu-ibu tua yang sakit, dalam masalah adat seperti perang suku; hinga kekerasan yang dibantunya dengan mengosok daun gatal, mebersihkan nanah yang dilakukan Freeport dan ABRI, yang justeru membuatnya menjadi melele dari luka mereka; membatu orang tua yang tidak bisa buang air seorang perempuan yang berani melakukan perlawanan terhadap besar; bahkan sampai ibu-ibu yang sulit militern dan PT Freeport yang perampasan sewaktu melahirkanpun dia berusaha untuk kekayaan dan merusak lingkungan. Jiwa dan membatu. Di benaknya, selalu terselip semanggatnya disembahkan hanya untuk pikiran bahwa apa pun yang dia lakukan berjuang menentang kekerasan terhadap adalah untuk memperbaiki jalan hidupnya rakyat dan alam semesta diatas tanah ini. sendiri. Walapun terbatasan dan lemah sebagai dan Ia sempat masuk Taman Kanaksebagai perempuan, baginya itu bukan kanak (TK) di Belakmakama, dan kemudian faktor hambatan. Nasihat dari ayahnya dan melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar filosopi nilai adat selalu menjadikan (SD) misi katolik di Agimuga. Tetapi akibat pagangan dan prinsip untuk tak pernah sering sakit, beberapa kali ia tahan kelas. kompromi atas ketidakadilan dan Mama Yosepha berfoto bersama rekan-rekan setelah Saat di kelas II SD, Bapak Philipus Alomang ketidakbenaran dimanapun dia berada. Jadi (ayah ke dua) meninggal, tetapi Mama menerima penghargaan Goldman Environmental tahun dimanapun saya bicara berdasarkan adat, 2001 Yosepha tetap bersekolah walapun banyak saya tidak pernah takut dengan kou yang Dok: Akre-Wilson-Goldman kesusahan dan masalah yang di hadapinya. sekolah tinggi, pejabat, yang penting saya Sampai kelas IV SD, Yosepha akhirnya memutuskan untuk keluar ngomong apa yang saya pikir dan apa yang saya rasakan, urusan kou karena tidak ada yang menafkahinya. Hari demi hari dilaluinya hinga orang sekolah mau bikin apa sesuai kepintaran itu urusan kalian. dewasa lalu akhirnya dirinya menikah dengan Markus Kwalik. Namun, Itulah prinsipnya yang berani dan bangkit melawan kekerasan Negara kekerasan dan diskriminasi tidak pernah terlepas dari kehidupannya, terhadap perempuan, anak dan lingkungan. Walaupun dengan bahasa bahkan selalu menyelimuti keluarganya. yang masih kaku tetapi menurutnya ia percaya diri untuk berbicara apa Menurutnya peran perempuan dalam suku Amungme yang dia pikirkan, dengan bahasa dan gayanya yang dia miliki. Sangatlah besar. Dalam hal perang, perempuan mengambil peran yang Perjuangannya melampaui pandangan dari orang-orang di sangat penting sebagai inteligen untuk mencari tahu, keberadaan dan sekitarnya, buktinya ia diakui oleh dunia internasional, dengan kekuatan musuh lalu melaporkan kepada laki-laki. Meski demikian, mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award pada Desember adat suku Amungme melarang membunuh perempuan dan anak kecil 1999 dan dianugrahi Goldman Environmental Prize, 2001 atas jasanya, dalam perang. Di tahapan penyelesaian konflik pun, perempuan turut melawan kekerasan Negara dan kerusakan lingkungan di areal berperan penting, sebagai pemilik harta benda, karena perempuan Freeport. Hadir sebagai mama, ketika 'anak-anaknya' ditangkap dan dianggap berada. Bahkan tugas dan tanggungjawab perempuan dalam mengalami kekerasan oleh aparat keamanan, adalah salah satu ciri dari penyelesaian koflik dinilainya sangat besar dari pada laki-laki. Hal itu Pendiri dan direktris YAHAMAK ini. (Saren)
Halaman 14
Garda Papua

Yosepha Alomang

Perlawanan Rakyat
Kedaulatan dan Kejahatan Kemanusiaan
Peringatan 1 Desember 2009 Ketidakadilan dan proses dehumanisasi selalu menjadi benih perlawanan. Setiap usaha perlawanan yang bangkit menjadi sebuah gerakan pada dasarnya merupakan cermin dari suatu sikap mempertahankan kemanusiaan dan kehormatan. Batas antara perlawanan dan kejahatan memang sangat tipis. Bagi yang berkuasa, perlawanan adalah kejahatan, sedangkan bagi yang tertindas, perlawanan adalah wujud mempertahankan harkat kemanusiaan. Walaupun sering dihadang oleh aparat bahkan aksi yang dilakukan biasanya dibubarkan namun melawan penindasan dan ketidak adilan adalah hal yang takperlu ditakutkan di atas tanah ini. Tanggal 1 Desember merupakan hari peringatan pembebasan Papua Barat. Karena itu, pada tanggal tersebut (2009) lalu, rakyat Papua melakukan berbagai bentuk aksi peringatan, sekaligus protes atau perlawanan terhadap pemerintah colonial ini. Aksi peringatan dan perlawanan itu misalnya seperti ibadah, unjuk rasa, bahkan ada juga yang melakukan pengibaran Bintang Kejora. Ini buktinya bahwa semangat nasionalisme dan perlawanan itu tidak akan dimatikan sampai rakyat memperoleh kemerdekaan. Di sentani, Dewan Adat Papua menyelenggarakan ibadah syukur di tempat kediaman Kel. Alm. Theys H. Eluay. Di Abepura, seratusan orang juga melakukan ibadah syukur di Aula STT GKI I. S. Kijne, yang dikoordinir oleh KNPB. Selain ibadah syukur, unjuk rasa juga dilakukan oleh sejumlah massa yang berkumpul dan memblokir jalan di depan gapura Universitas Cenderawasih (Uncen) Waena. Kemudian, sekitar duaratusan massa lainnya melakukan unjuk rasa di depan terminal Expo Waena. Walapun sempat dihalanggi oleh aparat keamana dengan alasan surat inji salah satu alasan yang tidak diatur dalam undang-undang, tetapi selalu digunakan untuk membubarkan aksi di Papua. Dalam aksi di Expo Waena tersebut, tujuh orang aktifi dari Front Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (FNMPP) sempat ditangkap namun akhirnya dibebaskan. West Papua National Authority (WPNA) juga melakukan aksi pada hari bersejarah itu. Mereka melakukan orasi di samping Show Room Toyota di Polimak, Distrik Jayapura Selatan, dengan melibatkan lebih dari 50 orang pengunjuk rasa. Dalam unjuk rasa ini, mereka membentangkan poster-poster dan spanduk yang diantaranya bertuliskan Kembalikan Papua ke PBB sesuai dengan resolusi PBB No 2504 butir 2. Namun pengunjuk rasa akhirnya dibubarkan secara paksa dengan tembakan peringatan, dan 14 orang ditangkap dengan alasan tak jelas, diperiksaan secara intensif, lalu akhirnya dibebaskan kembali. Di Nabire, peringatan juga dirayakan dalam bentuk ibadah syukur yang bertempat di Taman Gizi Nabire. Sementara di Biak, Septinus Rumere mantan TPN/OPM peringati 1 Desember dengan mengibarkan Bintang Kejora berukuran 80 x 40 Cm di depan rumahnya di Desa Orwe Distrik Biak Timur. Tetapi setelah 2 jam kemudian, aksi pengibaran bendera ini akhirnya diketahui, sehingga pejuang ini ditangkap oleh aparat kepolisian. Peringatan 7 Desember 2009 Dalam rangka peringatan sembilan tahun tragedi Abepura Berdarah pada 7 Desember 2000, Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua (SKPHP) yang terdiri dari beberapa organisasi korban, LSM HAM, organisasi mahasiswa dan organisasi masyarakat lainnya melakukan aksi sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan di tanah. Massa mulai berorasi di depan Auditorium Uncen lalu berjalan kaki menuju Lingkaran Abepura dengan tertib sambil memegang foto-foto korban, spanduk, dan pamflet yang tertuliskan: hentikan bisnis di Papua; Kalapas Abepura
Garda Papua

bertanggungjawab atas pemukulan Bucthar Tabuni; Otsus suanggi Elit Papua; Stop penambahan pasukan organik dan non organik di tanah Papua; hentikan diskriminasi terhadap TAPOL Papua, Negara bertanggungjawab atas seluruh Korban Pelanggaran HAM di Papua. Saat membacakan statemen, kordinator aksi, Penehas Lokbere menyatakan, kasus Abepura 7 Desember 2000 merupakan salah satu bentuk kekerasan kemanusiaan yang paling brutal dan tak berperikemanusiaan, yang dilakukan oleh Aparat kepolisian (Brimob) selepas penyerangan Polsek Abepura dan pembakaran Ruko di daerah Lingkaran Abe oleh orang tak dikenal. Tanpa melalui prosedur hukum, jajaran kepolisian dalam hal ini Brimob langsung mengadakan penyisiran, penagkapan sewenang-wenang, penyiksaan, pembunuhan kilat, penahanan tanpa melalui prosedur hukum, dan mengakibatkan kematian korban dalam tahanan. Jumlah korban sebanyak 105 orang, dimana 3 diantaranya meninggal dunia pada saat kejadian akibat penyiksaan, dan satu orang dibunuh secara kilat melalui tembakan aparat saat penyisiran. Sesuai dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM maka, kasus Abepura masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat, dan telah disidangkan di Makassar pada tahun 2005 dengan dua terdakwa utama yaitu: Daud Sihombing (bekas Kapolresta Jayapura) dan Johny Wainal Usman (bekas Dansat Brimobda Papua). Namun proses Pengadilan HAM Abepura hanyalah sandiwara politik dan hukum saja, karena ternyata hukum tak mampu menjerat kedua tersangka utama tersebut meski dengan hukuman ringan sekalipun. Bahkan dalam keputusan sidang tertanggal 8-9 November 2005, dua penjahat kemanusiaan ini dinyatakan bebas dan melenggang keluar dari ruang pengadilan. Ini contoh Impunitas (tidak tersentuhnya pelaku oleh hukum), dimana dua orang ini mendapat imunitas (kekebalan) hukum dan malah mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi di jajaran kepolisian.

Peringatan Abepura berdarah yang dilaksanakan oleh SKPHP pada tanggal 7 Desember 2009 di Abepura
Dok: Saren/Garda-P

Sebaliknya, para korban Abepura tidak diakui sebagai korban, dan sampai sekarang negara tidak memberikan pemulihan nama baik (restitusi), ganti kerugian (rehabilitasi), dan memberikan biaya pengobatan atau menjamin para korban yang catat atau tidak mampu hidup seperti dulu lagi (kompensasi). Dengan melihat proses hukum seperti ini, rakyat Papua tidak bisa berharap banyak bahwa mereka akan mendapatkan keadilan di NKRI yang katanya adalah Negara Hukum, karena hukum terbukti hanya milik aparatus Negara saja, bukan milik rakyat. Bahkan sampai sekarang pola-pola kekerasan di Tanah Papua semakin meningkat, karena Pemerintah menutup ruang demokrasi dengan melakukan penangkapan terhadap aktivis
Halaman 15

Perlawanan Rakyat
komisi HAM (Human rights Comission); Komisi Masyarakat Pribumi (Ingeneous People Comission); dan Badan Pengungsi Dunia (UNHRC) dan badan-badan dunia lainnya sebagai proses rekonstruksi yang berdimensi kemanusiaan, baik di Papua dan di luar negeri akibat rekonstruksi politik Papua di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 2. Alam dan Manusia Papua adalah proses rekonstruksi politik dimasa lalu yang mengorbankan Rakyat Papua sebagai proses integrasi pendidikan, bukan integrasi politik yang melahirkan pelarian politik, pengungsian, genosida, berbagai stigmatisasi, seperti subversif, separatis, makar dan pemerasan SDA harus dihentikan. 3. Negara-negara dan Perusahaan-Perusahaan Multi Nasional Coorperations yang terlibat dengan rekonstruksi kemanusiaan bagi Rakyat Papua sebagai korban Pelanggaran HAM. 4. Masyarakat internasional harus memperhatikan nasib korban pelanggaran HAM Papua, sebagai proses rekonstruksi yang berdimensi kemanusiaan, terutama bagi korban-korban pelanggaran HAM. 5. Meninjau kembali semua kebijakan Negara Indonesia dalam membangun rakyat Papua, terutama kebijakan eksploitasi Sumber Daya Alam, dan menghentikan pemekaran (Propinsi, kota, Kabupaten) dan rencana pembentukan Kodam. 6. DPR Papua dan Gubernur Papua segera menghentikan semua investasi yang merugikan dan menghilangkan hak-hak masyarakat Adat; 7. Mendesak kepada Gubernur, DPR, dan Polda Papua, baik di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat untuk mendorong evaluasi resmi atas kebijakan keamanan di Tanah Papua dan merasionalisasikan jumlah pasukan organik dan non organik. 8. DPRP-Papua segera membuat Perdasi dan Perdasus untuk memenuhi Hak-hak korban Pelanggaran HAM Papua sebagai kewajiban negara; 9. DPR Papua mendesak kepada pemerintah pusat untuk memenuhi Hak-hak korban pelanggaran HAM Papua sebagai kewajiban negara; 10. Pemerintah pusat dan Daerah segera mempersiapkan infrastruktur (fasilitas kesehatan) dan serius melaksanakan kesehatan gratis; pendidikan gratis untuk memajukan dan meningkatkan produktivitas nilai-nilai budaya Rakyat Papua. 11. Pemerintah Propinsi Papua dan DPRP Papua segera membuat pasar tradisional bagi pedagang Asli Papua sebagai bentuk nyata peningkatan Ekonomi rakyat. Demikian pernyataan sikap yang disampaikan oleh Solidarita Korban Pelanggaran HAM Papua.(Manwen)

Aksi SKPHP di DPRP Papua 7 Desember 2009, untuk memperingati tragedi Abepura Berdarah
Dok: Saren/Garda-P

pro-demokrasi yang distigma dengan separatis dan dikenakan pasal makar. Bahkan isu penambahan Kodam baru di Papua merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam menangani keamanan yang melibatkan seluruh rakyat Papua, melainkan masih menggunakan kekuatan perang dalam menanggapi isu-isu politik yang lebih menekankan penegakan demokarasi yang utuh. Selain peringati kasus Abepura Berdarah 7 Desember 2000, kegiatan ini juga bertujuan membangun budaya berdemokrasi, mendorong penegakan HAM di Papua, karena itu SKPHP melalui statemennya: 1. Mendesak kepada pemerintah untuk penuhi hak-hak Korban 2. Mendesak kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat Wasior dan Wamena, karena proses Hukum masih tidak jelas di Kejaksaan Agung dan Komnas Ham Jakarta. 3. Mendesak kepada Gubernur Papua, DPRP dan MRP untuk mendorong evaluasi resmi atas kebijakan keamanan di Papua dan menolak pasukan organik dan non organik serrta rasionalisasi jumlah TNI/POLRI di Tanah Papua. 4. Mendesak kepada Gubernur Papua, DPRP dan Polda Papua untuk segera menyelesaikan kasus Aristoteles Masoka. 5. Mendesak kepada Menteri Hukum dan HAM untuk membuat tim guna menyelidiki dan tuntaskan kasus pemukulan Buktar Tabuni dan terjadinya diskriminasi terhadap Tapol lainnya. 6. Mendesak kepada Kapolda Papua untuk segera menindak lanjuti proses hukum atas kasus Opinus Tabuni. 7. Menolak dengan tegas, pembentukan Kodam di Tanah Papua. 8. Segera membentuk Pengadilan HAM di Papua Peringatan 10 Desember 2009 Solidaritas Korban Pelanggaran HAM di Papua (SKPHP) kembali melakukan aksi turun jalan lagi pada tanggal 10 Desember 2009 dalam rangka memperingati hari HAM Sedunia. Dan khususnya, aksi ini digelar untuk menanggapi kondisi hak asasi manusia di Papua yang sejak tahun 1960-an sampai sekarang, belum ada penegakan Hukum (yang benar-benar adil) dan aplagi HAM. Aksi yang melibatkan puluhan hingga ratusan massa mahasiswa ini bertitik kumpul di depan Kampus Uncen dan Jalan Merpati Abepura. Setelah berkumpul beberapa saat, massa dari depan Uncen kemudiaan bergerak untuk menggabungkan diri bersama massa lainnya di Merpati, kemudian seluruh massa aksi bergerak menuju kantor DPRP di Kota Jayapura, dengan menggunakan 7 buah truk dan diiring puluhan sepeda motor. Dalam aksi ini SKPHP menyatakan sikap sebagai berikut: 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa segera mengeluarkan Resolusi dari
Halaman 16

Aksi SKPHP memperingati hari HAM Sedunia 10 Desember 2009 di Jayapura


Dok: Saren/Garda-P

Garda Papua

Perlawanan Rakyat
Kecintaan Rakyat Terhadap Jenderal Umeki Kelly Kwalik 16 Desember Mabes Polri memberangkatkan tim dokter kepolisian ke Timika, Papua, untuk mengidentifikasi jenazah Tuan Kwalik. Di Timika, sejak pagi hari, ratusan massa terus berdatangan dan berkumpul di halaman Kantor DPRD Mimika, mereka menuntut pengembalian jenazah Tuan Kwalik ke pihak keluarga dan pembebasan lima warga sipil yang ditangkap saat peristiwa pembunuhan Tuan Kwalik. Massa juga mengatakan akan menduduki Gedung DPRD sampai jenazah dikembalikan, dan mengancam kalau tidak dikembalikan bandara akan diduduki juga akan membuat rusuh di Kota Timika. Sekitar 14.20 WP jenazah Tuan Kwalik diterbangkan dari Timika ke Jayapura dengan pesawat Merpati Nusantara Airline. Wakapolda Papua Brigjen Pol Drs Syafei Aksal, Wadansat Brimob Polda Papua AKBP Godhelp C Mansnembra, dan sejumlah perwira tinggi dari Polda Papua pun turut mengantarkan jenazah. Setibanya di bandara Sentani, jenazah Tuan Kwalik langsung dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk di visum. 17 Desember Pada malam harinya suasana Kota Timika terasa mencekam sebab aparat keamanan berupa pasukan gabungan TNI-Polri berpatroli dengan menggunakan panser di sekitar kota dan sampai ke lokasi perumahan penduduk. Namun massa tetap bergerak dan berkumpul di titik-titik tertentu. 18 Desember Sekitar pukul 11.00 WP, jenazah Tuan Kwalik di bawa ke bandara Sentani untuk diberangkatkan kembali ke Timika. Sementara itu, massa KNPB yang telah berkumpul di sekitar makam Alm. Theys Eluay, bergerak ke arah bandara untuk menggagalkan rencana pemberangkatan jenazah, saat iringan mobil jenazah tiba di Bandara Sentani (11.30 WP). Namun sebelum akhirnya diperbolehkan masuk, massa sempat dihadang oleh pihak polisi di depan gerbang masuk bandara. Sekitar pukul 11.40 WP jenazah diantar masuk ke bagian kargo, saat itu pun massa mencoba masuk ke bagian kargo, menuntut agar jenazah dikembalikan (diserahkan ke pihak massa), namun sekali lagi dihadang oleh pihak kepolisian. Akhirnya pukul 12.15 WIT jenazah diterbangkan dengan pesawat Susi Air ke Timika. Sebagai perwakilan keluarga di Jayapura Mama Yosepha Alomang baru diberitahukan pihak kepolisisan kurang lebih 15 menit sebelum jenazah Tuan Kwalik akan di bawa menuju ke Sentani. Setelah mendapat informasi dimaksud, saat itu juga Mama Yosepha bergegas dengan sebuah mobil ke rumah sakit, tetapi ditengah perjalanan mama Yosepha berpapasan dengan iringan mobil pengantar jenazah di jalan raya depan Gedung MRP (sekitar 1,5 Km dari rumah sakit). Dan meski telah berusaha memberhentikan iringan mobil tersebut dengan cara berdiri ditengah ruas jalan untuk menghadang mobil jenazah milik Polisi, namun dalam kecepatan tinggi mereka berlalu setelah zigsag menghindari Mama Yosepha, sehingga ia kembali menaiki mobil, lalu berusaha membuntuti iring-iringan mobil tersebut. Sampai dengan pukul 13.30 WIT pesawat pengantar jenazah belum sampai di Timika, sementara ada ribuan massa yang hendak menyambut kedatangan jenazah, dan rencananya akan diarak massa ke gedung DPRD Timika, dimana sesuai keinginan masyarakat almarhum akan dimakamkan disamping makam Alm. Moses Kilangin. Sebagian massa berkumpul di gedung DPRD Timika dan sebagian lagi berkumpul di Bandara Moses Kilangin Timika, di ruas jalan cek point 32 karena bandara diblokir oleh aparat kepolisian. Sebaliknya pihak massa pun melarang polisi maupun orang non-Papua untuk berada bersama massa atau masuk ke dalam areal bandara.
Garda Papua

Di Jayapura, kira-kira pukul 14.48 WIT, seratusan massa yang sebelumnya mencoba untuk menahan jenazah Tuan Kwalik di Bandara Sentani, akhirnya kembali berkumpul di sekitar Makam Theys H Eluay, dan mulai mendirikan tenda untuk menyelenggarakan acara kedukaan yang rencanakan akan berlangsung selama 3 hari. Kira-kira pukul 14.00 WIT, massa di Timika menerima informasi bahwa jenazah telah tiba di Bandara Moses Kilangin Timika, sementara saat itu massa sedang berkumpul di luar areal bandara. Kepada perwakilan massa, pihak kepolisian memberitahukan bahwa mereka akan mengantarkan dan menyerahkan jenasah asalkan massa dibubarkan. Atas pemberitahuan polisi ini, sebagian massa akhirnya bergerak ke Gedung DPRD Mimika untuk bertahan di sana, dan sebagian kecil tetap bertahan di sekitar bandara. Namun sampai pukul 16.45 WP, dilaporkan bahwa pihak massa maupun keluarga belum mengetahui dimana jenazah berada. 19 Desember Massa memadati halaman Gedung DPRD Mimika, tempat jenazah disemayamkan, dimana salah satu ruas jalan terpaksa ditutup dan terlihat pasukan gabungan disiagakan dimana-mana. Kira-kira pukul 18.00 WIT terjadi keributan antar masyarakat lantaran berbeda pendapat. Tenda-tenda yang didirikan untuk berteduh dirubuhkan dan sempat terjadi saling lempar, akibatnya seorang polisi dilarikan ke rumah sakit karena terkena lemparan. Situasi tersebut membuat suasana duka berubah menjadi tegang selama kurang lebih tiga menit, dan pihak kepolisian pun sempat mengeluarkan beberapa kali tembakan peringatan. 21 Desember Misa Reguem untuk Alm. Tuan Jenderal Umeki Kelly Kwalik dipimpin oleh Mgr John Philip Saklil Pr, pada pukul 10.00 WP, bertempat di halaman Kantor DPRD Mimika, dan sesuai rencana akan dilanjutkan dengan upacara pemakaman jenazah siang itu di lapangan Timika Indah. Namun pemakaman sempat tertunda sebab setelah misa, sebagian massa rakyat meminta peti dibuka untuk melihat kondisi jenazah. Suasana menjadi tegang karena terjadi tawarmenawar, antara pihak yang ingin membuka peti dan yang tidak. Karena merasa waktu terulur, massa penuntut langsung berinisiatif membuka peti secara paksa. Sikap massa semakin keras ketika peti jenazah dibuka dan mereka melihat adanya bekas-bekas jahitan di tubuh almarhum (akibat visum), apalagi karena visum dilakukan tanpa terlebih dahulu meminta ijin kepada keluarga. Selain itu, berkembang informasi bahwa kematian ada sebuah surat atas nama Jamest Moffet yang diantarkan oleh security perusahaan yang intinya meminta Kelly turun ke Timika untuk nantinya bertemu Moffet. Suasana tidak menentu, sebab tekad yang ada di benak massa saat itu adalah PT Freeport harus ditutup, dan pemerintah NKRI harus bertanggungjawab atas kematian Jenderal Kwalik. Waktu pemakaman pun menjadi tidak pasti, padahal liang lahat sudah gali di lapangan Timika Indah dan pihak polisi pun terus mendesak masyarakat agar besok jenazah sudah harus dikuburkan. 22 Desember Pihak kepolisian baru menyerahkan berita acara penyerahan jenazah kepada keluarga pada pagi hari sebelum pemakaman. Sekitar pukul 12.20 WP dibacakan penyataan sikap rakyat Papua yang diwakili oleh Dewan Adat Papua. Setelah itu sekitar pukul 12.40 WP dengan berjalan kaki diiring ribuan massa, jenazah diantar menuju liang lahat. Sepanjang jalan terlihat sepi dari aktivitas keseharian, hanya massa perkabungan dan ratusan aparat keamanan gabungan yang terlihat. Jenazah Tuan Jenderal Kwalik diturunkan ke liang lahat sekitar pukul 14.30 WP. (Kahar)
Halaman 17

Rubrik Khusus
Dampak IPWP bagi Gerakan Massa di Papua
Mengenai IPWP dan ILWP Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) yang diluncurkan pada tanggal 15 Oktober 2008 di Gedung Parlemen Inggris merupakan suatu fenomena keberhasilan kampanye dan Loby Internasional bagi pembebasan Papua. Keberhasilan ini tentu tidak bisa dipisahkan dari kerja keras aktivis Papua asal Wamena Benny Wenda dan Richard Samuelson (seorang Pendeta) di Oxford-Inggris. Benny dan Richard berhasil meyakinkan sejumlah aktivis LSM di Inggris dan di Belanda untuk mendukung kampanye mereka. Untuk menyambut peluncuran IPWP di Inggris, masyarakat Papua yang dimotori KNPB mendeklarasikan dukungannya pada IPWP pada 1 Desember 2008 di Jayapura dan beberapa kota di Papua. Kemudian, IPWP juga juga di luncurkan di Parlemen Uni Eropa dan di Papua New Guinea (PNG). bisa dikatakan mencerminkan sikap pemerintah Inggris. Meski demikian, Usaha keras Benny berhasil dalam tataran meyakinkan dua anggota parlemen Inggris (Lord Harries of Pentregarth MP dan Hon Andrew Smith MP) juga masing-masing anggota parlemen Vanuatu dan Papua New Guinea (PNG) yang adalah seorang bekas anggota IPET juga hadir di peluncuran IPWP. Usaha Benny tidak sampai pada peluncuran IPWP di Inggris saja. Pada tanggal 3 April 2009, Benny meluncurkan International Parliamentarians for West Papua (ILWP) Pengacara Internasional untuk Papua Barat. Peluncuran ini melihat serangkaian pertemuan tingkat tinggi yang diselenggarakan oleh pengacara internasional di Guyana, Amerika Selatan. Tujuan dari kelompok ini adalah untuk mengembangkan suatu kerangka kerja dalam masyarakat terhadap hukum internasional yang menguraikan dasar hukum bagi Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri. Peluncuran Pengacara Internasional untuk Papua Barat bertepatan dengan Guyana menyatakan dukungan mereka bagi kemerdekaan Papua Barat. Tanggal 27 Januari 2010, peluncuran IPWP di Parlemen Uni Eropa tepatnya di Brussel, Belgia yang di hadiri oleh beberapa aktivis Pembebasan Papua seperti: Powes Parkop, gubernur distrik di Ibukota PNG; anggota IPWP diantaranya Caroline Lucas; Pdt. Socrates Sofyan Yoman; Kelompok Tarian Mambesak; dan anggota ILWP termasuk ketua ILWP, Melinda Janki, yakni pengacara Internasional yang menulis tentang konsekuensi hukum dari pelaksanaan Act of Free Choice 1969 dan telah melakukan penelitian ekstensif legalitas dari UU Internasional. Pada pertemuan di Brussel ini, Caroline Lucas menanggapi bahwa Penting penderitaan rakyat Papua Barat memperoleh pengakuan lebih di Uni Eropa, dalam pertemuan peluncuran ini dapat membantu bangsa Papua Barat menentukan nasib sendiri. Caroline juga menyampaikan, Ribuan pasukan militer yang ditempatkan di Papua dengan sistematis akan terjadi pelanggaran hak asasi manusia, Uni Eropa harus menekan Indonesia untuk segera menarik militer dari Papua dan juga memberikan kebebasan jurnalis dan aktivis hak asasi manusia dan juga membuka dialog antara beberapa pimpinan Pembebasan Papua". Sementara, dalam pertemuan tersebut Benny Wenda mengatakan Saya membawa suara rakyat Papua Barat kepada Parlemen Eropa, yang merupakan langkah awal yang signifikan. Reaksi Pemerintah Indonesia menanggapi keberhasilan peluncuran IPWP terlihat sangat reaktif dan tidak berhasil membangun simpatik publik Internasional. Duta Besar Indonesia untuk Inggris Yuri Thamrin termasuk sejumlah petinggi Indonesia di Jakarta memberikan pernyataan bahwa IPWP tidak signifikan secara politik karena tidak mencerminkan sikap pemerintah Inggris. Pernyataan yang dimuat di berbagai media massa itu justru

Peluncuran IPWP di London Inggris


Dok: www.freewestpapua.org

Bisa jadi lahirnya IPWP terinspirasi dari suksesnya Parlemen Internasional untuk Timor Leste (IPET) yang turut mendorong kemerdekaan Timor Leste. Sebab, tujuan dari deklarasi IPWP sendiri adalah untuk melanjutkan perjuangan pembebasan Papua Barat dalam hal menarik perhatian atau dukungan internasional. Secara spesifik tujuan IPWP yang dinyatakan peluncurannya di Inggris itu meliputi : Lobi menentukan nasib sendiri sesuai dengan hukum internasional di mana masyarakat adat Papua Barat dengan bebas untuk memilih status internasional; Meminta kepada pemerintah Indonesia untuk hentikan pengiriman aparat militer ke Papua tetapi dengan jalan damai; Meminta Pasukan Perdamaian PBB agar berbicara masalah Papua dan Indonesia. Banyak aktivis perjuangan pembebasan Papua Barat di Papua (terutama masyarakat awam) menanggapi dan menyangka bahwa IPWP saat hari peluncurannya itu merupakan moment bagi deklarasi kemerdekaan Papua Barat. Padahal, pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menggalang dukungan internasional. Menteri Persemakmuran Malloch-Brown di Inggris menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak merencanakan untuk mengangkat masalah Papua di forum Dewan Keamanan PBB. Pemerintah Inggris menghormati integritas teritorial Indonesia dan tidak mendukung kemerdekaan Papua. Pemerintah Inggris masih percaya bahwa pelaksanaan UU Otonomi Khusus secara penuh adalah jalan terbaik untuk penyelesaian masalah perbedaan internal dan stabilitas jangka panjang Papua secara berkelanjutan. Jalan terbaik untuk mengurai isu Papua yang kompleks adalah dengan mempromosikan dialog damai antara kelompok-kelompok Papua dengan pemerintah Indonesia. IPWP tidak mencerminkan sikap parlemen Inggris yang terdiri dari 646 anggota House of Commons dan 746 anggota House of Lords. Lebih jauh lagi, IPWP juga tidak
Halaman 18

Peluncuran IPWP di Parlemen Uni Eropa Brussel, Belgia


Dok: www.freewestpapua.org

Garda Papua

Rubrik Khusus
menunjukkan bahwa kampanye IPWP telah berhasil membuat stabilitas Papua terganggu dan dengan sendirinya pemerintah Indonesia juga merasa terganggu. Dari sisi dukungan gerakan massa, IPWP berhasil membangun pengaruh di kalangan aktivis di Papua, Jawa, Makassar dan Manado. Pada tanggal 15 Oktober 2008 beberapa aktivis Papua yang berada di kota - kota studi membuat kegiatan Ibadah Syukuran di asram- asrama Mahasiswa. Kecuali, di Jayapura Demonstrasi Damai pendukung IPWP sebanyak 700-an orang pada 16 Oktober 2008 yang dipimpin Buchtar Tabuni sebagai Ketua umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB). KNPB di anggap sebagai mediasi kelompok organisasi-organisasi gerakan pembebasan Papua Barat yang berada di Jayapura dan di percaya oleh Benny untuk memotori dukungan IPWP. Aksi gerakan massa terus berlanjut ketika IPWP di luncurkan pada tanggal 27 Januari 2010 yang di tanggapi beberapa kota yaitu di Jayapura dan Timika. Aksi Di Jayapura Aksi di Jayapura yang tergabung dalam Panitia Syukuran bersama atas peluncuran IPWP di fokuskan pada titik aksi dalam halaman makam Theys Eluay, Sentani. Aksi ini di mulai jam 13.00 Waktu Papua, keterlambatan aksi ini di karenakan kondisi cuaca di wilayah Jayapura dan Sentani di guyur hujan sejak malamnya. Sekitar tiga ratusan massa aksi dari Expo-Waena menuju Sentani dan bergabung dengan massa aksi yang sudah menunggu di sentani sekitar seratusan massa. Dalam aksi ini terlihat jelas beberapa spanduk yang bertulis Rakyat Papua Barat mendukung penuh pendaftaran dan peluncuran IPWP , ILWP , dan buku Pepera 1969 di Parlemen uni Eropa, Brussel Belgia dan juga terpampang spanduk dari KNPB Referendum Harga Mati. Beberapa wakil dari elemen perjuangan menyampaikan orasinya, juga dukungan terhadap peluncuran IPWP di Uni Eropa. Aksi damai ini di akhiri pada pukul 16.30 waktu Papua dengan pembacaan penyataan sikap oleh Kordinator Lapangan, Haryoko, dan penandatangan statemen oleh elemen pendukung aksi tersebut, yakni: Aliansi Mahasiswa West Papua, Demmak, AMPTPI, PMKRI, Tapol/Napol, Wakil Perempuan, TPN/OPM, Wakil dari Tokoh Agama, Satgas Koteka, Front Pepera, Solidaritas Ham dan Demokrasi, Garda-P, dan Parjal. Dengan isi statement sebagai berikut: 1. Menolak Pembangunan KODAP dan tarik Militer Organik dan Non Organik dari Tanah Papua 2. Rakyat Papua menolak Wilayah Pemekaran KODAP/POLDA TNI/POLRI di Papua 3. Presiden Republik Indonesia Segera bebaskan TAPOL/NAPOL Papua dari Penjara di Seluruh Indonesia 4. Bangsa Papua Barat Menolak Pelaksanaan PEPERA 1969 di Tanah Papua yang Cacat secara Hukum dan Moral serta Melanggar fungsi dan Definisi Self-Determiantion, yang sesuai dengan Pasal 1 ayat 1,2 dan 3 Kovenan Internasional atas Hak Civil dan Politik yang telah diterima dan disahkan pada tanggal 16 Desember 1966. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Negara yang terlibat segera Review PEPERA 1969 dan Referemdum bagi Bangsa Papua di New Guinea Barat 5. Segera Memperketat Manajemen Kependudukan, yang mana Warga Imigran masuk ke Papua tanpa Prosedur Hukum HAM Internasional dan mematikan atau membunuh populasi bangsa Papua Barat, yang melanggar Deklarasi PBB tanggal 13 September 2007 atas Hak-Hak Indigenous People 6. STOP Penangkapan dan Penahanan terhadap Aktivis Hak-Hak Asasi Manusia Pro Demokrasi Papua 7. STOP Stigmanisasi OPM/Separatis pada Rakyat bangsa Papua Barat yang sedang memperjuangkan Hak-Hak-nya.
Garda Papua

Aksi di Timika Aksi damai yang berlangsung di Timika dan berjumlah seribuan massa aksi, yang di motori oleh KNPB mimika. Sekitar pukul 09.00 waktu Papua, massa mulai berkumpul dari setiap sudut kota Kabupaten Mimika, tepatnya di depan Gereja Bahtera di Kwamki Baru, Kabupaten Mimika. Doa syukuran di lakukan di halaman Gereja. Pada saat itu massa aksi yang tergabung dalam aksi damai mendapat penjelasan secara singkat dari Komite Nasional Papua Barat Wilayah Mimika tentang tujuan aksi damai. Setelah doa singkat massa mulai diarahkan ke DPRD Kabupaten Mimika dengan long march untuk menyampaikan aspirasi. Massa berjalan dalam komando yang terpimpin dengan orasi-orasi politik yang menyatakan bahwa rakyat Papua Barat segera melepaskan diri dari Negara Republik Indonesia. Massa aksi membubarkan diri pada jam 15.30 waktu Papua dengan sebelumnya koordinator lapangan membaca penyataan sikap.

Aksi massa mendukung peluncuran IPWP di Sentani Jayapura


Dok: Sasori86/Garda-P

Penyataan sikap aksi di Timika: 1. Kami Rakyat Bangsa Papua Barat mendukung penuh peluncuran dan pendaftaran Internasional Perlementarians for West Papua (IPWP) dan Internasinal Lawyears for West Papua (ILWP) sebagai mediator diplomasi luar negri yang sah di dunia Internasional untuk membawah aspirasi Papua Merdeka ke Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 2. Kami Rakyat Bangsa Papua mendukung peluncuran dan pendaftaran Negara - negara yang mau tergabung dalam International Lawyers for West Papua ( ILWP) wilayah Eropa di Brusell - Belgia pada hari ini tanggal 27 Januari 2010. 3. Kami Rakyat Bangsa Papua Barat mengutuk dengan keras segalah bentuk pelangaran HAM yang di lakukan diatas tanah Papua dan Bangsa Indonesia segera bertanggung jawab atas kematian Almarhum Jendral Kelly Kwalik. 4. Kami Rakyat Bangsa Papua Barat meminta kepada 24 Negara pemilik saham PT. Freeport Indonesia segera mencabut saham PT. Freeport Indonesia karena PT. Freeport Indonesia telah melahirkan segalah pelangaran Hak Asasi Manusia dan segera Tutup PT. Freeport Indonesia. 5. Kami Rakyat Bangsa Papua meminta kepada Kapolda Papua dan Pangdam Papua segera menarik Pasukanya dari Bumi Mimika. 6. Kami Rakyat Bangsa Papua Barat dengan ini meminta dengan tegas kepada Keamanan Dunia segera membentuk Tim untuk datang mengungkap pelaku penembakan di Areal PT. Freeport Indonesia yang hingga saat ini sedang terjadi karena Kelly Kwalik dan Rakyat Bangsa Papua adalah bukan pelaku. (Sasori86)
Halaman 19

Budaya & Seni


Cinta, Kehidupan, Kemurnian Hidup, dan Kaum Pelopor
Cinta tidak memberi kita harta, namun kehidupan! Kebutaan terhadap cinta akan menyiksa cinta yang buta itu. Kadang kita lupa bahwa kita ada karena cinta. Fondasi dunia ini bahkan diletakan di atas cinta. Upaya bagi pembebasan manusia yang terbelenggu adalah bukti dari cinta. Penindasan adalah bukti kebutaan akan cinta, dan memanusiakan kehidupan adalah hakekat dari cinta. Lalu apakah layak, jika kita terus membutakan nurani kita terhadap cinta? Jika kita bijak, maka kita akan selalu mengejar cinta dalam hidup bagi kehidupan. Hidup berbeda dari kehidupan! Siapa mencintai kehidupan, dia menjerumuskan diri dalam kobaran api pembebasan. Siapa ingin pembebasan, dia mengorbankan kemapanan, dan hidupnya. Siapa terjerumus dalam gelora api pembebasan, dia mengorbankan kemapanan dan hidupnya. Siapa mengorbankan kemapanannya dan hidupnya demi pembebasan, dia akan terombangambing. Yah..., hidunya bahkan dipersembahkan demi kemurnian kehidupan. Sebab baginya, kemurnian hidup lebih utama daripada pernik-pernik hidup yang lain. Merintis jalan bagi perubahan, itulah tugas kepeloporan! Kaum pelopor akan menemui kesempurnaan tugasnya dalam ketaatan dan pengorbanan dirinya. Ini tindakan yang sadar bahwa revolusi tidak hanya membutuhkan keberanian atau emosi yang bernyala-nyala. Ini tindakan yang sadar bahwa tugas pelayanan ini membutuhkan kesetiaan dan kerendahan hati. Munkin mereka juga telah sadar bahwa jalan berbecek nan sunyi adalah jalur yang akan selalui dilalui. Mereka tahu, mereka hanyalah sepotong lilin bagi sesama, hanya setangkai mawar layu yang berusaha mempercantik wajah seram dunia. (Catatan reflektif untuk mengenang semangat para pejuang oleh Manio, 26 Juli 2008)

Penjara Realita dan Lingkaran Kepastian


Kaum radikal yang terpanggil bagi usaha pembebasan manusia, akan menolak lingkaran kepastian dan bebas dari penjara realita. Mereka akan masuk ke sum-sum realita, berhadapan dengan apapun, mengetahui realita dengan baik, dan niscaya akan merubahnya dengan baik. Kaum ini tidak mengklaim sebagai pemilik sejarah, pemilik manusia, tidak mengkaliam sebagai pembebas kaum tertindas, dan tetapi mengabdikan diri dalam sejarah untuk berjuang dipihak kaum tertindas. Jika kita tinggal diam, berpangku tangan, tak bahu-membahu tuk bangun masa depan, seraya menganggap bahwa kenyataan sedang berjalan di atas rel yang semestinya. Atau kita menganggap bahwa masa depan yang baik akan datang menyongsong kita. Ini keyakinanan, seakan-akan masa kini dan masa depan itu suatu yang pasti. Maka, sesungguhnya kita adalah tawanan dari lingkaran kepastian dan kita sedang memenjarahkan realita. (Catatan reflektif diambil dari pikiran Paulo Freire oleh Manio, 10 Juli 2008)

Supaya rakyat Papua berkekuatan, maka pertama-tama rakyat Papua harus mengorganisasikan dirinya. Darimana mulai mengorganisasikan diri? Dari saling berdiskusi atau saling berbagi cerita tentang suatu persoalan, dan kemudian berusaha menemukan pemecahan persoalan tersebut dan selanjutnya mengambil tindakan bersama (menyepakati suatu tindakan yang kemudian dilaksanakan). (Garda-P)

Garda Papua

Halaman 20

Anda mungkin juga menyukai