Anda di halaman 1dari 10

RUANG LINGKUP KUALIFIKASI MEREK DAGANG TERKENAL MENURUT HUKUM DI INDONESIA *Lintar Trie Utami

A. Sejarah Tentang Perkembangan Undang-Undang Merek Di Indonesia Perkembangan tentang pengaturan merek di Indonesia mengenai perbandingan Undang-Undang Merek antara Tahun 1961, 1992, 1997, dan 2001 terdapat beberapa hal pokok perubahan dan penambahan dalam setiap perubahan yang dilakukan. Secara umum perkembangan pengaturan merek di Indonesia adalah sebagai berikut: Peraturan tentang merek pertama yang dibuat oleh pemerintah Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Sebelumnya, Indonesia menggunakan Undang-Undang Merek Kolonial Tahun 1912. Pada Tahun 1992, Pemerintah Indonesia memperbaharui pengaturan merek dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek kemudian dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian Internasional Merek (WIPO). Kemudian pada Tahun 1997, dalam rangka menyesuaikan dengan perjanjian Internasional mengenai Aspekaspek yang terkait dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)-GATT, Pemerintah melakukan pembaharuan dengan mengeluarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Terjadi penyesuaian terkait dengan perlindungan atas indikasi asal dan geografis. UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan Undang-Undang Merek yang terakhir. Beberapa perubahan penting yang ada adalah seputar penetapan sementara pengadilan, perubahan dari delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek, kemungkinan menggunakan alternatif dalam memutuskan sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat. Adapun secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut. Untuk mempermudah penulisan, dalam tulisan ini, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan ditulis dengan Undang-Undang Merek Tahun 1961. Kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek, ditulis Undang-Undang Merek Tahun 1992. Sedangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang (PUU) Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek ditulis Undang-Undang PUU Merek Tahun 1997. Dan Undang- Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek ditulis Undang-Undang Merek Tahun 2001. Pengertian Dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, tidak ada definisi dari merek, namun langsung pengertian hak atas merek. Sedangkan pada Peraturan Perundang-Undangan Merek yang lain diatur dengan jelas pada Pasal 1 ayat (1) yaitu:

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, karena hanya merupakan perubahan, maka pengertian ini tidak lagi dicantumkan karena tidak termasuk sebagai Pasal yang diubah. Sistem Perolehan Hak Atas Merek Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dinyatakan bahwa hak atas merek merupakan: Hak khusus untuk memakai suatu merek guna memperbedakan barangbarang hasil perusahaan atau barang-barang perniagaan seseorang atau suatu badan dari barangbarang orang lain atau badan lain diberikan kepada barangsiapa yang untuk pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut di atas di Indonesia. Hak khusus untuk memakai merek itu berlaku hanya untuk barang-barang yang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu dan berlaku hingga tiga tahun setelah pemakaian terakhir merek itu. Dari pasal ini jelas bahwa sistem perolehan hak atas merek yang digunakan adalah sistem deklaratif, yaitu memperoleh hak atas merek, dengan pemakaian pertama merek yang bersangkutan. Pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, sistem ini diubah menjadi sistem konstitutif, yaitu hak atas merek diperoleh dengan pendaftaran merek tersebut pada kantor merek. Hal ini diatur jelas dalam Pasal 3, yang menyatakan: Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dalam Undang-Undang Merek selanjutnya tidak ada perubahan dalam hal ini. Prasyarat Merek Persyaratan merek terkait dengan formalitas pendaftaran maupun substansi merek telah diatur sejak mula ada pengaturan merek. Dalam Undang- Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 Pasal 4 diatur prasyarat formil suatu merek jika akan didaftarkan sedangkan Pasal 5 terkait prasyarat substansi merek, yaitu tentang merek yang tidak dapat di daftarkan. Secara mendasar tidak jauh berbeda pengaturannya dengan Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992, hanya saja terjadi reformulasi bahasa dan format pasal. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 hal ini diatur dalam Pasal 4, 5, dan 6. Penambahan hanya pada Pasal 4, yang mengatur tentang prasyarat keharusan ada itikad baik dalam pendaftaran merek. Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997, merubah dan menambahkan Pasal 6 Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 menjadi: 1) Permintaan pendaftaran merek harus ditolak oleh Kantor Merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya aatau keseluruhannya dengan merek mi1ik orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis.

2) Permintaan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Kantor Merek apabila: a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertu1is dari yang berhak; b. merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem dari negara atau Iembaga nasional maupun internasional kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau c. merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atau persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau d. merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi Hak Cipta kecuali atas persetujuan tertulis dari Pemegang Hak Cipta tersebut. 3) Kantor Merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain untuk barang dan atau jasa yang sejenis. 4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat pula diberlakukan terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 dan Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, ada penambahan pengaturan tentang perlindungan merek terkenal dan juga indikasi geografis yang sudah terkenal. Sebagaimana ditambahkan dalam Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi: Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; b) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; c) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasigeografis yang sudah dikenal. Prosedur Pendaftaran Merek pada semua peraturan merek ini, diatur mengenai prosedur pendaftaran merek, dan tentunya dalam pengaturan merek yang terakhir diatur lebih rinci dan jelas. Hak Prioritas Dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum diatur. Seiring dengan terikatnya Indonesia dalam WIPO, dan berbagai rativikasi Konvensi Internasional bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), maka hak prioritas diatur secara berturut diperbaharui pada pokoknya sebagai berikut: Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 diatur dalam Pasal 12 sebagai berikut: Permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi intemasional mengenai perlindungan merek yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya

enam bulan sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek yang pertama kali di negara lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut. Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 merubahnya menjadi: Permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi internasional mengenai perlindungan merek yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek yang pertama kali di negara lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau di negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Kemudian dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 daitur dalam Pasal 11 sebagai berikut: Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization. Jangka Waktu Perlindungan Merek Semua Peraturan merek sejak awal mengatur perlindungan merek terdaftar adalah selama 10 (sepuluh tahun). Komisi Banding Merek. Komisi Banding Merek ini diatur secara khusus dalam Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 33. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 maupun Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 hanya diatur secara umum bersama pengaturan pengajuan banding dalam Pasal 31. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum diatur tentang komisi Banding merek ini. Pengalihan Hak Atas Merek Undang- Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 mengatur dalam Pasal 20 ayat (1): Pemindahan hak atas pendaftaran merek yang terdaftar menurut Pasal 7 kepada orang lain hanya diperkenankan, jika seluruh atau sebagian dari perusahaan yang menghasilkan barang atau perusahaan yang memperdagangkan barang yang memakai merek itu, juga telah dipindahkan haknya kepada orang lain tersebut. Artinya pengalihan hak atas merek juga harus diikuti pengalihan perusahaannya sekaligus. jika ia hanya ingin menanggalkan mereknya saja, maka ia harus memohon penghapusan pendaftaran baru dari merek tersebut atas namanya dengan memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain (penjelasan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961). Sedangkan dalam pengaturan berikutnya, merek dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dan dapat dialihkan. Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 telah mengatur dalam Pasal 41, 42 dan 43, Dalam Undang-Undang PUU Merek Nomor 14 Tahun 1997 Pasal 43 diubah menjadi:

Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat berkaitan dengan kemampuan atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan atau dilisensikan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa dan hasilnya. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, tidak ada perubahan berarti, hanya ada penambahan aturan bahwa pada Pasal 42 terkait pencatatan oleh Direktorat jenderal. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum mengatur tentang Merek Kolektif. Baru pada pengaturan merek selanjutnya diatur tentang merek kolektif. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diatur dalam BAB VII Pasal 61 sampai dengan Pasal 71. Sedangkan dalam Undang-Undang Merek Tahun 2001 diatur dalam BAB VI Pasal 50 sampai Pasal 55. Merek kolektif yang terdaftar tidak dapat dilisensikan. Indikasi Geografis dan Indikasi Asal Ketentuan mengenai hal ini baru diatur dalam Undang-Undang PUU Merek Tahun 1997 dan UU Merek Tahun 2001. Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor ersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan (Pasal 56 ayat (1)). Dalam Undang-Undang Merek Nomor 10 Tahun 1992 mengatur secara rinci masalah Penghapusan maupun pembatalan merek dalam BAB VI Pasal 51 sampai Pasal 60. Perbedaan mendasar yang ada adalah bahwa penghapusan merek yang terdaftar dalam kantor merek hanya dapat dilakukan oleh kantor merek (Pasal 51 ayat (1)). Sedangkan dalam pembatalan, permohonan pembatalan hanya dapat diajukan oleh pemilik merek yang telah terdaftar, dan pembatalan oleh Kantor Merek berakibat pada tiadanya perlindungan hukum atas merek. (Pasal 60) UU Merek Nomor 15 Tahun 2001 mengatur hal ini dalam BAB VIII Pasal 61 sampai dengan Pasal 72. Tidak ada perbedaan mendasar, hanya ada perincian terhadap pengaturan pembatalan pada merek kolektif pada Pasal 71-72. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa merek dalam UU Merek Nomor 21 Tahun 1961 dilakukan melalui Pengadilan Negeri di Jakarta, yang hasilnya disampaikan ke Kantor Milik Perindustrian (Pasal 10-15). Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 Penyelesaian sengketa diatur dalam BAB VIII Pasal 71 sampai Pasal 76. Secara garis besar diatur bahwa gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga lain yang ditunjuk. Putusan Pengadilan Niaga dapat diajukan banding. Dan hak mengajukan gugatan tersebut tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan tindak pidana di bidang merek (Pasal 76). Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 diatur dengan lebih rinci, dan diatur tentang dimungkinkannya penggunaan alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal 84: Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ketentuan Pidana Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 belum mengatur tentang ketentuan pidana. Baru pada Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 diatur ketentuan pidana dalam BAB XI. Dalam bab ini ada dua jenis kejahatan dan satu pelanggaran.

Kejahatan menggunakan merek yang sama dengan merek orang lain (Pasal 81), dan kejahatan atas merek pada pokoknya milik orang lain (Pasal 82). Sedangkan pelanggarannya adalah memperdagangkan barang atau jasa yang menggunakan merek hasil kejahatan di atas (Pasal 84). Tidak diatur mengenai jenis delik kejahatan, apakah biasa atau aduan. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Menambah jenis tindak pidana: pertama, tindakan atas penggunaan tanpa hak tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain. Kedua, kejahatan atas penggunaan tanpa hak tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain. Ketiga, pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis. Keempat, barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasiasal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut (Pasal 92). Semua tindak pidana ini adalah delik aduan (Pasal 95). B. Pengertian Merek Dagang Terkenal Menurut Hukum Di Indonesia Ada beberapa pengertian tentang merek dagang terkenal menurut hukum di Indonesia, diantaranya dijabarkan sebagai berikut: a. Undang-Undang Tentang Merek Nomor 19 Tahun 1992, mengatur tentang merek terkenal dalam 2 (dua) bagian, yaitu a). menolak permintaan pendaftaran merek apabila merupakan atau menyerupai permintaan merek terkenal (vide Pasal 6 ayat (2) huruf a), dan b). memberikan kesempatan pada pemilik merek terkenal untuk mengajukan pembatalan terhadap merek terdaftar pihak lain, meskipun merek tersebut itu masih dalam permintaan pendaftaran (vide Pasal 53 ayat (3) dan (4)). Penjelasan mengenai defenisi merek terkenal menyatakan bahwa: Keterkenalan itu dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek atau nama tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Pengaturan tersebut menimbulkan penafsiran yang bermacammacam, diantaranya ada yang mengusulkan Kantor Merek untuk membuat Kebijakan tak tertulis memberikan perlindungan istimewa terhadap merek terkenal asing. Atau upaya kesepakatan antara Kantor Merek dan beberapa konsultan merek yang menyatakan bahwa suatu merek dianggap atau menjadi terkenal apabila telah didaftarkan minimal di 2 (dua) Negara. b. Berdasarkan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961: Karena dianggap terkenal maka merek yang terdaftar akan ditolak perpanjangannya apabila mempunyai persamaan atau identik dengan merek terkenal di atas. c. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997, menyebutkan bahwa: Yang menjadi kriteria dari merek terkenal adalah selain memperhatikan pengetahuan masyarakat, penentuannya juga didasarkan pada reputasi yang bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya yang disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut dibeberapa negara, dan sehubungan dengan merek terkenal

ini Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1997 merincikan lebih dalam lagi yang sejenis, maupun barang atau jasa yang tidak sejenis. d. Dalam Undang-Undang Tentang Merek yang baru yaitu Pasal 5 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001, istilah dan defenisi merek terkenal tidak dirinci secara tegas, yaitu: Merek tidak didaftarkan karena telah menjadi milik umum, namun dan merek terkenal dikaitkan dengan reputasi merek yang diperoleh karena promosi, pemilik merek telah melakukan investasi di beberapa negara di dunia dan merek tersebut sudah didaftarkan di beberapa negara. Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bukan hanya menyangkut barang-barang yang sejenis juga terhadap barang-barang yang tidak sejenis yang terdaftar atas nama suatu merek terkenal. e. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M-02- HC.01.01 Tahun 1987, dalam Pasal 1 menyatakan bahwa: Merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu, dari Pasal ini dapat dilihat 2 (dua) unsur yang mengakibatkan suatu merek dengan jenis barang tertentu dianggap sebagai merek terkenal yaitu, 1) telah lama dikenal, dan 2) dipakai di Indonesia. f. Keterkenalan suatu merek atas dasar adanya pendaftaran merek di berbagai negara didukung dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor 1486 K/Pdt/1991 bertanggal 28 Nopember 1995 memberikan kriteria hukum tentang merek terkenal, yakni: Suatu merek termasuk dalam pengertian well known mark pada prinsipnya diartikan bahwa merek tersebut berada keluar dari batas-batas regional membuka sampai batas-batas transnasional; karena apabila terbukti suatu merek telah terdaftar di banyak Negara di dunia, merek dikualifisir sebagai merek terkenal karena telah berada sampai ke batas-batas di luar negara asalnya. g. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426 PK/Pdt/1994 tertanggal 3 November 1995 menyebutkan Kriteria terkenal atau tidaknya suatu merek yang merupakan masalah hukum dan tunduk pada pemeriksaan kasasi, kiranya telah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung yang didasarkan pada apakah suatu merek telah menembus batas-batas nasional dan regional sehingga merek ersebut telah berwawasan globalisasi dan dapat disebut sebagai merek yang tidak mengenal batas dunia. Selain dari itu, untuk menentukan dan mendefenisikan suatu merek adalah merek terkenal atau merek biasa maka diserahkan kepada hakim atau pengadilan untuk memberikan penilaian dalam penyelesaian sengketa merek.

C. Pengertian Merek Dagang Terkenal Menurut Pendapat Para Sarjana Dan Konvensi Internasional Pengertian dalam merek dapat ditemukan dalam beberapa literatur Hak Kekayaan Intelektual, yakni pendapat para sarjana yang coba memberi rumusan tentang merek, antara lain dikemukakan oleh: a. R.M. Suryodiningrat, yang menyatakan bahwa: Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus pada bungkusnya dibubuhi tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil dari perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan. b. Saidin, yang menyatakan bahwa: Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang sejenis yang dihasilkan orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa. c. Sudargo Gautama, yang menyatakan bahwa: Menurut perumusan pada Paris Convention, maka trademark atau merek pada umumnya didefinisikan sebagai usaha tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain. d. W.J.S Poewadarminta, dalam kamus hukumnya menyatakan: Merek adalah cap atau tanda yang menyatakan nama dan sebagainya; keunggulan, kegagalan dan kualitas Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa merek merupakan tanda pengenal, ciri, bukti atau lambang suatu barang, dimana hal ini yang membedakannya dengan barang lainnya. e. Pengertian merek yang serupa juga ditemui dalam Black Law Dictionary yang menyebutkan: Trademark is a distinctive mark of authenticity through which the product of particular manufacturers or the rendible commondities of particular merchants may be distinguished from those of others.73 (Merek adalah suatu tanda autentisitas khusus/spesifik yang membedakan produk dari pabrikpabrik tertentu atau komoditas dari pedagang-pedagang tertentu dari produk atau komoditas dari pabrik-pabrik ataupun pedagang-pedagang yang lainnya). f. Menurut Henry Campbell Black, pada awalnya merek disamakan dengan bentuk silang sebagai pengganti tanda tangan bagi seseorang yang tidak pandai menulis dalam pembuatan surat atau dokumen. Selain itu juga merujuk pada padanan katanya, yaitu mark dengan brand yang bermakna simbol, tanda, sebutan atau kombinasi darinya baik secara visual maupun oral dengan tujuan untuk dipergunakan mengidentifikasi beberapa produk atau jasa.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek disebutkan: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dari penjelasan tersebut, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa merek adalah tanda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dengan demikian secara teoritis konsumen dapat menentukan pilihan mana yang terbaik baginya. Apabila ada beberapa jenis merek untuk satu jenis barang yang sama, maka disini yang menentukan adalah kualitas barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen, untuk itulah dirasa perlu adanya perlindungan terhadap merek agar produk yang ada dapat dilindungi. Seperti pada umumnya setiap konsumen yang menginginkan suatu merek misalnya peminat merek Giordano dengan alasan prestige (prestise) dan berkualitas, tentu akan mencari barang dengan merek tersebut, dan jika ada pemalsuan atau peniruan terhadap merek ini sehingga konsumen terkecoh, tentu akan sangat merugikan pihak produsen dan konsumen. Di Indonesia acuan yang dipakai dalam membahas perlindungan merek terkenal adalah Pasal 6 bis Konvensi Paris, yang menafsirkan secara implisit yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan di berbagai negara dan telah dipergunakan dalam kurun waktu lebih dari 20 (dua puluh) tahun maka dapat dianggap sebagai merek terkenal. g. Menurut Bambang Koesewo, prinsip yang diatur dalam Pasal 6 bis Konvensi Paris masih begitu sederhana, dengan pengaturan sebagai berikut: a. Negara peserta diminta menolak, baik atas perundang-undangan merek yang dimiliki, atau atas dasar permintaan pihak lain yang berkepentingan, permintaan pendaftaran atau membatalkan pendaftaran, dan melarang penggunaan merek yang sama dengan, atau merupakan tiruan dari (dan seterusnya) dan suatu merek yang: b. Menurut pertimbangan pihak yang berwenang di negara penerima pendaftaran merupakan merek terkenal atau telah dikenal luas sebagai merek milik seseorang yang berhak memperoleh perlindungan sebagaimana diatur dalam konvensi; c. Digunakan pada produk yang sama atau sejenis. d. Jangka waktu untuk minta pembatalan setidaknya 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran (merek yang menyerupai merek terkenal itu); dan e. Kalau pendaftaran dilihat dengan itikad buruk, tidak ada batas waktu untuk meminta pembatalan. Pasal 6 bis Konvensi Paris ini kemudian diadopsi kedalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs): (2) Article 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis to services, in the dermining whether a trademarks is well known, member shall take account of the knowledge of a trademarks in the relevant sector of the publish including knowledge in the member of the promotion of the trademarks. (Artikel 6 bis Konvensi Paris tahun 1967 menerapkan unsur mutatis mutandis terhadap sektor pelayanan jasa dalam menetapkan apakah suatu merek sudah dikenal, anggota akan

mempelajari sejauh mana merek-merek tersebut dikenal pada sektor publik yang relevan termasuk pengetahuan anggota tentang mempromosikan merek-merek tersebut). (3) Article 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis to goods or services which are not similar to those in respect of which trademarks is registered, provided that use that trademarks in relation to those goods or services would indicate a connection between those goods or services and the owner of the regitered trademarks and provided that the interest of the owner of the registered trademarks are likely to be damage by such use. (Artikel 6 bis Konvensi Paris tahun 1967 menerapkan unsur mutatis mutandis terhadap barang dan jasa yang tidak serupa dengan barang dan jasa yang ada hubungannya dengan merekmerek yang terdaftar, jika pengunaan merek-merek tersebut dalam hubungannya dengan barang dan jasa tersebut mengindikasikan adanya suatu hubungan antara barang-barang dan jasa tersebut dan pemilik merek-merek yang terdaftar tersebut dan jika kepentingan si pemilik merekmerek yang sudah terdaftar tersebut mungkin akan terganggu oleh penggunaan merek tersebut). I. Dalam bukunya Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa: Merek terkenal adalah merek dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan, baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Dengan pengertian bahwa bila masyarakat menyenangi suatu merek bukan berarti yang disenangi itu hanya mereknya saja namun barang yang menggunakan merek tersebut diyakini barang yang bermutu tinggi yang sesuai dengan selera masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa barang ber-merek adalah barang yang bermutu tinggi sehingga mencerminkan mutu barang yang tinggi dan dikenal masyarakat melalui promosi yang gencar dan terus-menerus seperti melalui iklan yang menarik. T. Mulya Lubis dan Insan Budi Maulana menyatakan bahwa: Suatu merek dinyatakan terkenal adalah apabila telah didaftarkan di dalam dan luar negeri, digunakan di negara yang bersangkutan, serta dikenal luas oleh anggota masyarakat. Persyaratan diatas telah meliputi suatu proses sebab dan akibat, sehingga merek itu menjadi dan dinyatakan sebagai merek terkenal. Annete Kur (IIC, Vol.23, No.2/1992) telah memilah merek terkenal atas dua konsep yaitu masyhur (renown) dan reputasi (reputation). Konsep masyhur dianggapnya sebagai konsep hukum merek secara tradisional. Dalam konsep ini kriteria yang esensi adalah kuantitas. Suatu merek mempunyai tingkat kemasyhuran dinyatakan dalam presentase sejauh mana masyarakat atau kelompok tertentu akrab dengan merek tertentu. Kekurangan konsep ini adalah apabila konsep ini terlalu kaku diterapkan misalnya apabila ditentukan tingkat minimum untuk suatu tingkat kemasyhuran itu ternyata tidak dipenuhi. Konsep kemasyhuran ini sebenarnya dapat menimbulkan salah pengertian pada masyarakat umum apabila digunakan oleh pihak yang tidak berwenang.

Anda mungkin juga menyukai