Anda di halaman 1dari 8

Nama NPM Judul Hari, Tanggal Tempat Pembimbing Penelaah I. 1.1.

Ringkasan Seminar Kolokium : Adhistya Febriani Dwijayanti : 240210080007 : Kajian Karakteristik Daging Ayam Broiler Asap Selama Penyimpanan Berbasis Teknologi Asap Cair : 14 Juni 2012 (8.00 s.d. 10.00) : R. Sidang Gedung 4 : Bambang Nurhadi, STP., M. Ag. Dev. Siti Nurhasanah, STP., M.Si. : Rossi Indiarto, STP., M.P.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Daging ayam merupakan sumber protein yang mengandung asam amino yang dibutukan untuk menciptakan manusia Indonesia yang cerdas dan sehat serta untuk menghindari lose generation (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Menurut Sariati (2011), tingkat konsumsi daging ayam diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya daya beli serta tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut, diperlukan pengolahan daging ayam secara baik. Pengolahan daging ayam yang banyak digemari oleh masyarakat adalah dengan cara pengasapan. Menurut Henrickson (1978) , daging asap adalah daging yang diawetkan dengan cara curing dan pengasapan dengan bahan bakar kayu keras. Pada pengasapan yang dilakukan secara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (Hasbullah, 2005), sehingga asap yang dihasilkan dari pembakaran akan bersentuhan langsung dengan bahan pangan yang dapat menyebabkan karsinogenik pada tubuh manusia karena pada asap terdapat zat yang berbahaya, yaitu senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), khususnya benzo(a)pirene yang berpotensi sebagai penyebab penyakit kanker. Salah satu alternatif pengganti pengasapan tradisional adalah dengan menggunakan asap cair yang telah dimurnikan dari senyawa karsinogenik. Pemurnian asap cair dapat dilakukan dengan cara distilasi. Hasil distilat pemurnian asap cair tersebut dapat digunakan dalam produk pangan. Penggunaan asap cair mempunyai kelebihan khususnya di bidang flavouring di mana flavour produk lebih seragam, konsentrasi dapat diatur sesuai keinginan, senyawa yang berbahaya dapat dipisahkan sebelum digunakan pada makanan, mengurangi pencemaran lingkungan dan komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang berulang-ulang (Himawati, 2010). Di Indonesia keamanan produk ini telah masuk dalam SNI 01-7152-2006 tentang Bahan Tambahan PanganPersyaratan Perisa dan Penggunaan dalam Produk Pangan. Benzo(a)pyrene merupakan senyawa penanda yang membatasi penggunaan perisa asap dengan batas maksimal kandungan dalam produk pangan tidak lebih dari 0,03g/kg dan sebesar 2 g/kg pada asap cair (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, 2001). Asap cair dihasilkan dari proses pirolisis kayu. Pirolisis adalah proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan sehingga menghasilkan asap, yang bila dikondensasi akan menghasilkan asap cair (Apituley dan Soukotta, 2007). Asap hasil pirolisis konstituen kayu mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Girard (1992), kayu keras akan menghasilkan komposisi kimia asap yang lebih unggul dibandingkan kayu lunak (kayu yang mengandung resin).Salah satu kayu keras yang banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap cair adalah tempurung kelapa. Asap cair tempurung kelapa mempunyai berbagai sifat fungsional yang terdiri dari golongan senyawa fenol, karbonil dan asam. Senyawa fenol merupakan pembentuk utama aroma dan

menunjukkan aktivitas antioksidan (Darmadji dkk, 2000). Senyawa karbonil akan bereaksi dengan protein dan membentuk warna coklat dan asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, pH, dan umur simpan produk asapan (Darmadji dkk, 2000). Karakteristik daging ayam asap yang baik adalah daging asap yang memiliki warna permukaan coklat keemasan, warna daging putih, tekstur kulit bagian luar kering dan keras, sedangkan tekstur kulit bagian dalam empuk (Cross dan Overby, 1988). Menurut Indiarto, dkk. (2011), penggunaan asap cair 3% (v/v) pada pemanggangan dada ayam broiler asap ditinjau dari aspek organoleptik dengan perendaman selama 1 menit menghasilkan nilai kesukaan yang paling disukai oleh panelis. Mengacu pada penelitian Indiarto, dkk. (2011), penggunaan asap cair 3% (v/v) untuk pemanggangan dada ayam broiler asap tersebut belum dilakukan penyimpanan, maka dari itu pada penelitian ini akan meneliti pengaruh pemberian asap cair terhadap karakteristik dada ayam broiler asap selama penyimpanan yang akan dibandingkan dengan dada ayam broiler asap tanpa pemberian asap cair (kontrol). 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : bagaimanakah pengaruh pemberian asap cair terhadap karakteristik dada ayam broiler asap selama penyimpanan yang akan dibandingkan dengan dada ayam broiler asap tanpa pemberian asap cair yang dilakukan secara konvensional (kontrol). 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan karakteristik dada ayam broiler asap selama penyimpanan baik pada konsentrasi asap cair 3% maupun pada kontrol. 1.4. Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk menambah diversifikasi makanan, meningkatkan nilai ekonomi produk daging ayam dan diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pengusaha daging ayam untuk mempertahankan mutu serta memperpanjang umur simpan. IV. 4.1. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitan Penelitian utama akan dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Laboratorium Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Uji dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. 4.2. Alat dan Bahan Penelitian Bahan baku yang digunakan adalah dada ayam broiler dengan berat sekitar 300 g - 400 g dengan umur panen 5 minggu dan asap cair tempurung kelapa yang sudah dimurnikan yang diperoleh dari Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Bahan lain yang digunakan adalah garam krosok, gula tebu, kantung plastik HDPE, akuades, media agar PCA, NaCl fisiologis dan alkohol 70%. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kompor gas, oven, termometer daging, kamera digital Kodak 7 Mega pixel, Texture Analyzer TXT 32, kotak makanan 23cmx15cmx7cm , alat pemanggang, refrigerator, chromameter Minolta, peralatan analisis kimia dan peralatan analisis mikrobiologi.

4.3.

Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian penjelasan (explanatory research).Variabel bebas pada penelitian ini adalah waktu penyimpanan daging ayam broiler asap selama 4 hari dari hari ke-0 s.d. hari ke-4, kemudian variabel terikat nya adalah variabel yang diamati pada daging ayam broiler asap, antara lain Texture Profile Analysis (TPA), karakteristik warna, kadar pH dan jumlah total mikroba. Adapun perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari 2 perlakuan, yaitu pembuatan daging ayam broiler asap dengan pemberian asap cair 3% (v/v) dan pembuatan daging ayam broiler asap dengan pengasapan langsung sebagai kontrol. Hubungan antara karakteristik yang dihasilkan () dengan waktu penyimpanan selama 4 hari (Xi) pada kedua perlakuan kemudian disajikan menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis regresi yang digunakan dipilih dari model regresi linier yang dianggap dapat mewakili hasil pengamatan, yaitu memiliki nilai R2 (koefisien determinasi) 0,75 dan menunjukkan hipotesis pengujian keberartian model regresi yang berarti (penolakan Ho). Bila dari kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka menggunakan model regresi lainnya. Koefisien determinasi R2 atau koefisien penentu, yaitu koefisien yang menunjukkan R2 100% daripada variasi yang terjadi dalam variabel tak bebas Yi yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas Xi dengan adanya regresi Yi atas Xi. Perhitungan R2 dilakukan dengan menggunakan program Ms.Excel dan SPSS versi 17. Sebelum melakukan analisis regresi terlebih dahulu dibuat hipotesis sebagai berikut : Hipotesis untuk menguji keberartian model regresi 1. Ho : = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen / model regresi tidak berarti) 2. H1 : 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen / model regresi berarti) Hipotesis untuk menguji keberartian koefisien korelasi 1. Ho : korelasi tidak berarti 2. H1 : korelasi berarti Dengan menggunakan = 5% Berikut adalah persamaan matematika dari beberapa model regresi yang digunakan yaitu : Linier : = a + bXi Kuadratik : = a + bXi + cXi2 Kubik : = a + bXi + cXi2 + dXi3 Logaritmik : = a + b ln Xi Eksponensial : = aeb Xi Keterangan : : Nilai Variabel terikat (nilai pengaruh dari perlakuan) Xi : Nilai Variabel bebas (perlakuan) a : Konstanta regresi (intersep) b,c,d : Koefisien regresi (slope) e : 2,71828 X = 1/n . Xi = 1/n . Yi b = (n.( XiYi)- (Xi)(Yi))/(n. Xi^2-(xi)^2 ) a = bX Keeratan hubungan antara variabel Xi (waktu penyimpanan ) dan variabel Y (hasil perhitungan data yang diamati) ditentukan dengan koefisien korelasi (r). Menurut Sudjana (1982)

dikutip Anggraeni (2008), nilai r (-1 r 1) mengindikasikan besarnya tingkat kecocokan data x dan y yang diplotkan pada koordinat kartesian dengan persamaan regresi. Semakin nilai r mendekati ekstrim (1 atau -1), maka tingkat kecocokan data semakin tinggi. Nilai koefisien korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Koefisien Korelasi


Nilai Koefisien Korelasi 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000 Sumber: Sudjana (1982) dikutip Anggraeni (2008) 4.4. Keterangan Sangat rendah Rendah Cukup Kuat Sangat kuat

Pelaksanaan Penelitian Penelitian utama yang dilakukan adalah pembuatan dada ayam asap broiler dengan penambahan konsentrasi asap cair 3% (v/v) dan dada ayam asap broiler dengan pengasapan langsung (kontrol). Tahapan proses pembuatan pada kedua perlakuan memiliki tahapan proses yang sama kecuali pada proses perendaman dalam larutan asap cair dan cara pemanggangan. Uraian tahap-tahap proses pengolahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sortasi Meliputi pemilihan daging ayam broiler dengan ukuran 300-400 g/ekor yang masih segar yaitu belum mengalami kerusakan seperti berbau busuk dan daging lunak. 2. Trmiming Trimming dilakukan dengan cara memotong lemak dan kulit dengan menggunakan pisau. 3. Pencucian Pencucian bertujuan untuk membersihkan dada ayam dari partikel tidak diinginkan seperti darah, partikel lemak dan sisa-sisa kulit. Pencucian daging dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir. 4. Curing Sebelum melakukan curing, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan curing. Larutan curing dibuat dengan cara pemanasan air 1,5 liter kemudian pelarutan garam 107,8 gram dan gula 53,9 gram ke dalamnya dengan cara mengaduknya sampai larut, diikuti dengan penyaringan untuk menghilangkan kotoran yang berasal dari garam. Selanjutnya dilakukan pendinginan sampai suhu kira-kira 400C. Curing dilakukan dengan merendam dada ayam broiler dalam kotak makanan 23cmx15cmx7cm dan diberi beban air larutan curing yang dimasukkan ke dalam plastik supaya dada ayam broiler benar-benar terendam. Selanjutnya kotak makanan ditutup rapat dan curing dilakukan selama 24 jam dalam chiller (1,70C 4,40C). 5. Perendaman dalam air dingin Tujuan perendaman ini adalah untuk mengurangi kelebihan garam pada permukaan daging dan menyeragamkan kandungan garam pada daging. Perendaman dalam air dingin (air es) dilakukan selama 1 jam. Perbandingan air dengan es adalah 2:1, sedangkan perbandingan dada ayam dengan air adalah 1 kg : 1,5 liter. 6. Penirisan Penirisan dilakukan untuk menghilangkan kelebihan air. Penirisan dilakukan selama 5 menit dengan meletakkan dada ayam di atas saringan besar yang terbuat dari plastik. 7. Perendaman dalam larutan asap cair Pada proses ini hanya dilakukan pada perlakuan daging ayam broiler asap dengan penambahan konsentrasi asap cair 3% (v/v) . Sebelum melakukan perendaman dalam asap cair, asap cair diencerkan sebesar 3% (v/v) , yaitu 3 ml asap cair dalam 97 ml air matang. Pengenceran tersebut

8.

9.

menggunakan air matang yang telah didinginkan hingga kira-kira 400C untuk mengurangi resiko cemaran oleh mikroorganisme. Perendaman dilakukan dengan cara meletakkan dada ayam broiler di dalam panci kemudian ditambahkan larutan asap cair sampai semua bagian terendam (1 kg dada ayam : 1,5 liter larutan asap cair) selama 1 menit dalam suhu ruang. Penirisan Penirisan dilakukan untuk mengurangi kelebihan larutan asap. Penirisan dilakukan selama 5 menit dengan meletakkan dada ayam di atas saringan besar yang terbuat dari plastik. Pemanggangan Pemanggangan pada perlakuan daging ayam asap penambahan konsentrasi asap cair 3% (v/v) dilakukan dalam oven pada suhu 190 20C selama 30 menit dengan posisi dada ayam di dalam oven tidak boleh saling bersentuhan agar pemanggangan dapat merata. Pemanggangan pada perlakuan kontrol dilakukan dengan cara memanggang daging ayam broiler di atas alat pemanggang konvensional menggunakan arang tempurung kelapa yang dibakar. Pemanggangan daging ayam broiler tersebut dilakukan selama 1 jam.

1,5 liter air

1 kg fillet dada ayam

Pemanasan hingga mendidih Sortasi


107,8 g garam 53,9 g gula

Pengadukan sampai larut

Trimming p x l x t 3cm x 3 cm x 3 cm

Penyaringan

Pencucian

4.5.

Kriteria Pengamatan Pengamatan terhadap karakteristik daging ayam asap dilakukan dengan membandingkan pengasapan tradisional dengan pengasapan cair. Kriteria-kriteria pengamatan tersebut mencakup parameter berikut : 1. Analisis kimia asap cair a. Analisis Total Fenol (metode Senter dkk., 1989; modifikasi dengan metode Plummer, 1971). b. Analisis Karbonil (metode Kolorimetric; Lappin, 1951). c. Analisis Total Asam dengan cara titrasi (AOAC, 1990). d. Pengukuran pH asap cair menggunakan pH meter (Haji dkk., 2007) 2. Penentuan Texture Profile Analysis daging ayam broiler asap dengan metode Texture Profile Analizer (TPA). 3. Analisis warna daging ayam asap menggunakan metode CIE-Lab (L* a* b*) diolah menggunakan diagram chromaticity (CIE, 1976). 4. Jumlah total mikroba dada ayam broiler asap menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Fardiaz, 1987). 5. Pengukuran pH daging dada ayam broiler asap menggunakan pH meter (AOAC, 1995).

Pendinginan sampai suhu 40oC

Curing selama 24 jam suhu 1,7oC 4,4 oC

Larutan curing

Perendaman dalam air dingin selama 1 jam dengan perbandingan 1,5 kg : 1 liter

Penirisan 1 menit

Perendaman dalam asap cair 3% (v/v) selama 1 menit Pemanggangan konvensional selama 1 jam
Pemanggangan dalam oven pada suhu 1902oC selama 1 jam

Dada ayam broiler asap (kontrol) Pendinginan dalam oven sampai suhu 40oC

Dada ayam broiler asap (perlakuan asap cair)

Gambar 1. Diagram Proses Penelitian Dada Ayam Broiler Asap (Modifikasi Miller et al., 2006)

V. 5.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kimia Asap Cair Pembuatan asap cair dapat dilakukan melalui proses pirolisis tempurung kelapa untuk menghasilkan pirolisat asap cair. Pirolisat asap cair yang dihasilkan masih banyak mengandung komponen tar, sehingga diperlukan proses pemurnian untuk memisahkan komponen tersebut. Menurut Darmadji (2006), pemurnian asap cair umumnya dilakukan dengan cara sedimentasi, filtrasi, absorpsi maupun distilasi. Proses pemurnian asap cair pada penelitian ini dilakukan dengan cara distilasi pada suhu 150oC. Proses distilasi asap cair bertujuan untuk memisahkan suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya, di mana komponen yang mempunyai titik didih tinggi akan teruapkan (Darmadji, 2002), sehingga mampu memisahkan senyawa berbahaya dalam komponen tar, yaitu benzo(a)piren yang mempunyai titik didih 310oC - 312oC (Darmadji, 2006). Pada asap cair terdapat komponen-komponen dominan yang dapat mendukung sifat fungsional pada produk daging ayam yang diasapi. Komponen-komponen tersebut terdiri dari total fenol, karbonil dan total asam yang masing-masing mempunyai titik didih berbeda-beda. Senyawa total fenol, karbonil dan total asam masing-masing mempunyai titik didih berkisar 162oC -285oC, 21oC - 97oC dan 118oC - 176oC (Buckingham, 1992). Analisis terhadap kandungan total fenol, karbonil, total asam dan pH pada asap cair sebelum dan sesudah dimurnikan 2x dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Total Fenol, Karbonil, Total Asam dan pH Asap Cair Hasil Sampel Parameter Sebelum dimurnikan Sesudah dimurnikan 2x Asap cair Total fenol (%) (b/b) 2,21 0,54 Karbonil (%) (b/b) 15,80 13,42 Total asam (%) (b/b) 9,63 4,73 pH 2,93 3,19 Pada Tabel 2, terlihat bahwa selama proses distilasi asap cair terjadi penurunan kandungan senyawa total fenol, karbonil dan total asam dari asap cair. Cara distilasi dapat menguapkan senyawa fungsional asap cair yang merupakan senyawa volatil hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin yang mempunyai titik didih berbeda-beda (Darmadji,1996). Kandungan senyawa karbonil memiliki nilai kandungan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan senyawa total fenol dan total asam, yaitu sebesar 15,80% untuk asap cair sebelum dimurnikan dan sebesar 13,42% untuk asap cair sesudah dimurnikan. Hal tersebut disebabkan rendah nya titik didih senyawa karbonil, sehingga akan menguap terlebih dahulu dibandingkan senyawa lainnya. Selain itu, sebagian senyawa fenol pun memiliki gugus karbonil sehingga ikut terhitung sebagai kandungan senyawa karbonil (Darmadji, 2006). Kemudian, kandungan total fenol merupakan nilai kandungan yang paling rendah dibandingkan kandungan senyawa karbonil dan total asam, yaitu sebesar 2,21% untuk asap cair sebelum dimurnikan dan sebesar 0,54% untuk asap cair sesudah dimurnikan. Menurut Darmadji (2006), tingginya titik didih pada fenol menyebabkan jumlah kandungan fenol akan lebih sedikit dibandingkan senyawa karbonil dan senyawa total asam karena banyaknya komponen fenol yang tidak teruapkan. Total fenol memiliki kontribusi terhadap pembentukan flavor pada produk pengasapan dan mempunyai aktivitas antioksidan yang mempengaruhi daya simpan makan (Girard, 1992). Menurut Dolaria (2008), senyawa fenol dengan titik didih tinggi seperti siringol, isoeugenol dan metil guaiakol memberikan kontribusi terhadap aroma asap dan merupakan zat antibakteri, kemudian senyawa fenol dengan titik didih rendah seperti guaiakol, metil guaiakol dan etil guaiakol memberikan kontribusi terhadap rasa asap pada produk pengasapan. Senyawa karbonil memberikan kontribusi terhadap pembentukan warna yang disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan

gugus amino, sedangkan pengaruhnya pada citarasa kurang menonjol (Girard, 1992). Total asam memberikan kontribusi terhadap citarasa produk asapan secara keseluruhan, pH, antibakteri dan umur simpan makanan (Pszczola, 1995). Adanya senyawa-senyawa fungsional pada asap cair dapat mempengaruhi nilai pH asap cair, terutama pada senyawa-senyawa asam. Pada Tabel 2 terlihat bahwa adanya penurunan total asam mengakibatkan peningkatan nilai pH asap cair. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Darmadji (2006), bahwa kadar pH asap cair mempunyai hubungan erat dengan kandungan asam asap cair. Makin rendah kadar pH asap cair akan makin kuat pula daya antibakteri asap cair terhadap produk pengasapan (Darmadji, 1996). 5.2. Texture Profile Analysis (TPA) Daging Ayam Broiler Asap Parameter-parameter pengukuran tekstur pada penelitian ini terdiri dari hardness, springiness, cohessiveness dan chewiness. Waktu penyimpanan daging ayam broiler asap mulai hari ke-0 sampai hari ke-4 pada perlakuan asap cair dan kontrol terhadap perubahan parameter-parameter tersebut disajikan dengan persamaan regresi dan korelasi. 5.2.1. TPA Daging Ayam Broiler Asap Sebelum Penyimpanan Kurva TPA daging ayam broiler asap sebelum dilakukan penyimpanan (hari ke-0) pada kedua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
Force (kg) 1
1 ,8

2
F 2 F 3

1 ,6

A
F 1

1 ,4

1 ,2

1 ,0

0,8

0,6

A B C A*B*C

0,4

0,2

= Hardness = Springiness = Cohesiveness = Chewiness = Asap Cair = Kontrol

0,0 0 -0,2 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4

Time (sec)

C Gambar 2. Kurva TPA Daging Ayam Broiler Asap Pada Hari ke-0 Berdasarkan kurva TPA pada Gambar 2, nilai hardness, springiness, cohesiveness dan chewiness ditujukan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Parameter TPA Pada Hari ke-0 Parameter Asap Cair 3% (v/v) Hardness (gf) 1722,995 Springiness 0,704 Cohesiveness 0,328 Chewiness 397,860

Kontrol 1662,910 0,585 0,347 337,562

Nilai hardness pada perlakuan pemberian asap cair dan kontrol masing-masing sebesar 1722,995 gf dan 1662,92 gf. Berdasarkan intenstias hardness dada ayam broiler, nilai hardness pada masing-masing perlakuan pada hari ke-0 menunjukkan tekstur daging very tender. Parameterparameter selanjutnya kemudian berbanding lurus dengan nilai hardness, di mana nilai springiness,

cohesiveness dan chewiness pada perlakuan asap cair lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini diperkuat oleh penelitian Martinez dkk. (2004), bahwa makin tinggi nilai hardness pada bacon yang dilakukan pengasapan cair mempengaruhi parameter tekstur daging lainnya, yaitu nilai springiness, cohesiveness dan chewiness nya lebih tinggi bila dibandingkan dengan tekstur bacon tanpa pengasapan cair. 5.2.2. TPA Daging Ayam Broiler Asap Selama Penyimpanan Kurva hubungan antara parameter hardness pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 2.
3500 3300 3100 2900 2700 2500 2300 2100 1900 1700 1500 0 1 = 294,058x + 1813,061 R = 0,863 Asap Cair Kontrol Asap Cair = 190,063x + 1785,543 R = 0,815 2 3 4 Kontrol

fenolik pada produk pengasapan dapat mempengaruhi springiness, cohesiveness dan gumminess. Hal tersebut disebabkan karena adanya pembentukan ikatan hidrogen dengan senyawa turunan fenolik pada asap cair, sehingga mempengaruhi daya ikat air pada daging (Maga, 1988), namun pada penelitian ini daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair tidak mempengaruhi springiness. Hal ini diduga karena kandungan fenol pada asap cair yang digunakan hanya sebesar 0,5% sehingga belum mampu memberikan pengaruh terhadap daya ikat air pada daging atau dapat juga disebabkan karena nilai hardness yang tinggi pada produk. Menurut Lyon dkk. (1998), seiring dengan peningkatan hardness pada produk, parameter springiness-nya justru akan menurun. Kurva hubungan antara parameter springiness pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 3.
0.89 0.86 0.83 0.80 0.77 0.74 0.71 0.68 0.65 0.62 0.59 0.56 0.53 0.50 0 = 0,061x + 0,584 R = 0,863

Hardness (gf)

Springiness

= 0,696

Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol 1 2 3 4

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 2. Kurva Hubungan Antara Parameter Hardness Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 3. Kurva Hubungan Antara Parameter Springiness Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Parameter hardness merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas daging dan penerimaan konsumen (Huidobro, dkk., 2003). Berdasarkan analisis regresi dan korelasi TPA hardness daging ayam broiler asap diketahui bahwa waktu penyimpanan daging ayam broiler asap selama 4 hari memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan karakteristik hardness baik pada perlakuan pemberian asap cair maupun pada perlakuan kontrol. Berdasarkan persamaan model regresi parameter hardness, daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair mempunyai peningkatan hardness yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Laju pengerasan tekstur daging ayam broiler asap pada pengasapan cair akan meningkat sebanyak 294 gf setiap harinya, sedangkan pada kontrol meningkat sebanyak 190 gf setiap hari. Menurut Toth dan Potthast (1984), peningkatan hardness pada produk pengasapan disebabkan karena adanya reaksi kimia antara konstituen asap dengan protein yang menyebabkan kehilangan air pada daging, sedangkan laju hardness pada daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol diduga karena kadar pH pada daging ayam asap perlakuan asap cair selama penyimpanan mengalami laju penurunan pH yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (lampiran 13). Pada penelitian ini diduga laju penurunan pH daging ayam broiler asap yang tinggi pada perlakuan pemberian asap cair turut mempengaruhi laju kenaikan hardness, karena menurut Montana Meat Processors Convention (2001), kadar pH daging mempengaruhi daya ikat air daging, warna dan keempukan daging, dimana hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Kusnadi, dkk. (2012), bahwa daya ikat air yang rendah menyebabkan pengeluaran air dalam daging sehingga membentuk tekstur bakso sapi yang kurang kenyal atau agak keras. Springiness dapat diartikan sebagai derajat atau tingkat dimana suatu sampel kembali pada bentuk asalnya (Lyon, dkk., 1998). Berdasarkan lampiran analisis regresi dan korelasi TPA springiness daging ayam broiler asap pada lampiran diketahui bahwa perlakuan pemberian asap cair selama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan karakteristik springiness. Menurut Martinez, dkk., (2004), penambahan asap cair yang kaya akan komponen

Pendugaan parameter nilai springineess perlakuan pemberian asap cair dapat diketahui dari nilai intercept (a) = 0,696 dan nilai slope (b) = 0, yang berarti nilai springiness daging ayam broiler asap pada penelitian ini diduga sebesar 0,696. Kemudian, bentuk hubungan antara parameter springiness pada perlakuan kontrol dengan waktu penyimpanan adalah linier yang didekatkan pada persamaan = 0,061x + 0,584. Berdasarkan persamaan tersebut laju peningkatan springiness daging ayam broiler asap pada perlakuan kontrol adalah sebesar 0,061. Menurut Huidobro dkk. (2003), parameter springiness pada skala 0,0 s.d. 2,0 termasuk ke dalam bahan pangan nonspringy (tidak elastis). Berdasarkan kategori tersebut, dapat diartikan bahwa pada penelitian ini perubahan nilai springiness selama penyimpanan daging ayam broiler asap tetap stabil membentuk tekstur nonspringy. Hal ini dikarenakan dada ayam termasuk ke dalam kategori bahan pangan nonfat yang tidak elastis (Huidobro dkk., 2003). Cohesiveness dapat diartikan sebagai derajat perubahan bentuk bahan pangan menjadi remuk (crumble), retak (crack) atau patah (break) (Meilgaard, dkk., 1999) dan merupakan parameter utama dalam menentukan parameter gumminess dan chewiness sebagai parameter sekunder (Szczesniak, 1963). Berdasarkan analisis regresi dan korelasi TPA cohesiveness daging ayam broiler asap diketahui bahwa perlakuan kontrol selama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan karakteristik cohesiveness. Hal ini diduga karena daging ayam broiler asap pada perlakuan kontrol bersifat lebih springy. Menurut Lyon, dkk., (1998), produk yang bersifat springy mempunyai nilai cohesiveness yang rendah. . Kurva hubungan antara parameter cohesiveness pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 4.

Gambar 5.

Kurva Hubungan Antara Parameter Chewiness Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 0 1

Cohesiveness

0,085x2

- 0,281x + 0,339 R = 0,905

Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol

Derajat keeratan (R2) semua parameter tekstur pada kedua perlakuan menunjukkan nilai R2 0,75. Hal ini sudah memberikan keeratan yang berarti terhadap dua variabel yang diamati. 5.2.3. Karakteristik Warna L* a* b* Daging Ayam Broiler Asap Pengukuran warna dapat dilakukan dengan metode CIE L* a* b*, di mana L* menunjukkan lightness dengan skala 0 s.d. 100, makin tinggi nilai L* pada produk mengartikan produk tersebut makin pucat (menuju putih), kemudian a* menunjukkan tingkat kemerahan atau kehijauan dengan skala -60 (hijau murni) s.d. 60 (merah murni) dan terakhir parameter b* menunjukkan kekuningan dan kebiruan dengan skala -60 (biru murni) s.d. 60 (kuning murni) (Guidi dan Castigliego, 2010). Skala lightness dada ayam dikelompokkan menjadi 3 kelompok, antara lain kelompok L* < 46, yaitu dark, 48 < L* < 53, yaitu warna normal dan L* > 53, yaitu light (Guidi dan Castigliego 2010). Kurva hubungan antara parameter warna L* pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 6.
72 67 62 57 52 47 42 37 32 0 1 2 3 = 3,330x + 45,180 R = 0,927 Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol 4

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 4. Kurva Hubungan Antara Parameter Cohesiveness Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Pendugaan parameter nilai cohesiveness kontrol dapat diketahui dari nilai intercept (a) = 0,347 dan nilai slope (b) = 0, yang berarti nilai cohesiveness daging ayam broiler asap pada penelitian ini diduga sebesar 0,347. Kemudian, bentuk hubungan antara parameter cohesiveness perlakuan pemberian asap cair dengan waktu penyimpanan adalah kuadratik yang didekatkan pada persamaan = 0,085x2 - 0,281x + 0,339. Persamaan regresi kuadratik dapat digunakan untuk menduga respon maksimum atau minimum () berdasarkan waktu penyimpanan (Xi) dengan konsep diferensial. Hasil diferensiasi tersebut menunjukkan bahwa cohesiveness daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair mencapai nilai minimum sebesar 0,107 pada 1,65 hari. Nilai cohesiveness pada penelitian ini diduga adanya pengaruh hardness daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sehingga mempengaruhi kemudahan perubahan bentuk bahan pangan menjadi remuk (crumble), retak (crack) atau patah (break). Parameter chewiness atau kekenyalan merupakan parameter sekunder dari cohesiveness serta merupakan hasil perkalian dari parameter hardness, springiness dan cohesiveness. Berdasarkan analisis regresi dan korelasi TPA chewiness daging ayam broiler asap diketahui bahwa selama penyimpanan pada kedua perlakuan memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan karakteristik chewiness. Hasil diferensiasi persamaan model regresi perlakuan asap cair menunjukkan bahwa chewiness daging ayam broiler asap mencapai nilai minimum pada 1,35 hari sebesar 150,172. Kemudian, persamaan model regresi perlakuan kontrol menunjukkan bahwa laju peningkatan chewiness daging ayam broiler asap sebesar 107,57. Makin lama nilai chewiness akan terus meningkat . Hal ini diduga adanya pengaruh karakteristik fisik bahan pangan selama penyimpanan pada suhu ruang, yaitu terjadi denaturasi protein yang menyebabkan tekstur daging menjadi lunak (Winarno, 1992), sehingga nilai chewiness nya meningkat. Kurva hubungan antara parameter cohesiveness pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 5.
2000 1500 1000 500 0 0 1 2 3 4 = 107,577x + 338,209 R = 0,795 = 155,251x2 - 419,470x + 433,512 R = 0,933

Nilai L*

= 2,248x + 38,030 R = 0,871

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Karakteristik Warna L* Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol

Waktu Penyimpanan (Hari)

Laju peningkatan L* sebanyak 3,330 setiap harinya, sedangkan laju peningkatan pada kontrol sebanyak 2,248 setiap hari. Peningkatan nilai L* pada produk pengasapan disebabkan adanya pengaruh senyawa karbonil dari asap cair yang memberikan pengaruh pencoklatan pada produk pengasapan. Menurut Girard (1992), senyawa karbonil dalam asap cair (aldehid dan keton) mempengaruhi warna dan cita rasa produk yang diasap, sedangkan laju L* pada daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol diduga karena kadar pH pada daging ayam asap perlakuan asap cair lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Menurut Fletcher (1999), pH dada ayam broiler yang tinggi menyebabkan nilai L* yang tinggi, di mana secara visual daging akan terlihat lebih pucat. Nilai a* pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian asap cair, yang artinya daging ayam broiler asap pada perlakuan kontrol memberikan intensitas warna merah yang lebih tinggi. Hal ini diduga bahwa adanya pengaruh suhu pembakaran daging ayam broiler asap, bahwa suhu pembakaran pada kontrol lebih tinggi karena menggunakan arang. Menurut Latif (2010), warna a* (warna merah) pada daging akan meningkat seiring meningkatnya suhu pemasakan yang menghasilkan warna yang lebih cerah dan berubah menjadi coklat keabuan. Kemudian dijelaskan pula bahwa meningkatnya kemerahan pada daging diakibatkan karena adanya denaturasi protein daging. Kurva hubungan antara parameter warna L* pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 7.

Chwiness

24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 1

Nilai a*

= 3,063x + 10,193 R = 0,736 Asap Cair Kontrol Asap Cair = 2,993x + 2,494 R = 0,851 Kontrol

Perbedaan warna yang dihasilkan setiap harinya dapat dihitung dengan E* ab. Perhitungan E*ab daging ayam broiler asap pada kedua perlakuan ditujukan pada Tabel 6. Tabel 6. E*ab Daging Ayam Broiler Asap Waktu Rata-rata nilai warna Perlakuan penyimpanan L* a* b* (hari) 0 46,00 4,20 22,91 Asap cair 3% (v/v) 1 2 3 4 0 1 2 3 4 48,20 50,30 55,93 58,78 37,67 40,98 42,55 44,09 47,36 4,87 6,49 10,50 16,35 10,96 13,95 12,37 22,14 22,18 25,85 26,52 29,26 31,91 15,83 17,28 15,81 18,86 21,58

E*ab E*ab(1) = 3,74 E*ab(2) = 6,06 E*ab(3) = 13,37 E*ab(4) =19,80 E*ab(1) = 4,69 E*ab(2) = 5,08 E*ab(3) = 13,24 E*ab(4) = 15,90

Waktu Penyimpanan (Hari)

Gambar 7.

Kurva Hubungan Antara Karakteristik Warna a* Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan Kontrol

Daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair mempunyai intensitas warna kuning yang terus meningkat, yang artinya menghasilkan warna yang lebih kuning dibandingkan perlakuan kontrol. Kurva hubungan antara parameter warna L* pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 8.
40 30 Nilai b* 20 10 0 0 1 2 3 4 = 1,307x + 15,25 R = 0,679 = 2,141x + 23,006 R = 0,910 Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai E*ab yang dihasilkan menunjukkan adanya perbedaan yang terlihat, yaitu berada pada skala 3,74 15,9. Berdasarkan skala perbedaan E*ab Cie (1976), skala tersebut memberikan pengaruh perbedaan warna yang besar. 5.4. Kadar pH Daging Ayam Broiler Asap Kurva hubungan antara kadar pH daging ayam broiler asap pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 9.
6.5 6.3 pH 6.1 5.9 5.7 5.5 0 = -0,047x + 5,895 R = 0,917 1 2 3 4 = 6,004 Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 7. Kurva Hubungan Antara Karakteristik Warna b* Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Menurut Toth dan Potthast (1984), adanya komponen karbonil pada asap cair memberikan warna oranye pada ikan asap. Selain itu, pengaruh nilai a* juga turut mempengaruhi nilai b* pada daging, yaitu dengan rendahnya nilai a* maka menghasilkan warna yang lebih kuning atau nilai b* nya justru tinggi (Latif, 2010). Hal ini sesuai pada penelitian kali ini, bahwa nilai a* daging ayam broiler asap pemberian asap cair lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol, yang kemudian mempengaruhi nilai b* ayam broiler asap pemberian asap cair yang lebih tinggi pula. Perlakuan Asap Cair Gambar

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 9. Kurva Hubungan Antara Kadar pH* Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Hari keKontrol

Hari ke0 1 2 3 4 Gambar 8. Hasil Penggabungan Karakteristik Warna L*, a* dan b* Pada Diagram Chromaticity

Pendugaan parameter kadar pH daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair dapat diketahui dari nilai intercept (a) = 6,004 dan nilai slope (b) = 0, yang berarti pH daging ayam broiler asap pada penelitian ini diduga sebesar 6,004. Menurut Ngoka dan Froning (1982) dikutip Guidi dan Castigliego (2010), laju penurunan pH pada daging diikuti adanya peningkatan nilai a* atau tingkat kemerahan pada daging karena penurunan pH akan mempercepat denaturasi protein, yaitu denaturasi myoglobin yang menyebabkan pigmen kemerahan pada daging. Sama halnya pada penelitian kali ini, bahwa nilai a* daging ayam broiler asap pada perlakuan kontrol meningkat seiring dengan waktu penyimpanan, dimana pH daging nya justru menurun. Perubahan pH selama penyimpanan disebabkan adanya perubahan kelembaban dan suhu yang merupakan faktor penentu kecepatan perombakan enzim dan bakteri dalam bahan pangan (Winarno, 1980). pH daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair berkisar pada pH 6. pH ideal pada daging adalah berkisar 5,8 6,3 (Lawrie, 2003), di mana kisaran pH 6,10 s.d. 6,28 pada lidah sapi asap mampu bertahan selama 3 hari pada suhu ruang dan bertahan selama 15 hari pada suhu refrigerasi (Gonulalan, dkk., 2003). Meskipun pH daging ayam broiler pada perlakuan asap cair

tidak signfikan, namun pH nya akan terus menurun seiring waktu penyimpanan karena adanya denaturasi protein otot, sehingga terjadi pembentukan asam laktat pada daging (Winarni, 1992). 5.5. Jumlah Total Mikroba Daging Ayam Broiler Asap Kurva hubungan antara kadar pH daging ayam broiler asap pada masing-masing perlakuan dengan waktu penyimpanan ditujukan pada Gambar 10.

6. 6.1.

KESIMPULAN DAN SARAN

405000 305000 205000 105000 5000 0 1 2 = 87.016,667x - 1.816,667 R = 0,824

= 94083,333x - 28533,333 R = 0,874

Batas cemaran mikroba = 1 x 105 koloni/g

Asap Cair Kontrol Asap Cair Kontrol

Kesimpulan Pengasapan cair dan pengasapan langsung menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap karakteristik tekstur, warna L*, a*, b*, pH dan jumlah total mikroba daging ayam broiler asap. Karakteristik hardness dan chewiness pada kedua perlakuan mengalami peningkatan selama penyimpanan, sedangkan karakteristik cohesiveness mengalami peningkatan pada daging ayam broiler asap pemberian asap cair 3% (v/v) saja , kemudian karakteristik springiness hanya mengalami peningkatan pada daging ayam broiler asap perlakuan kontrol saja. Karakteristik warna L*, a* dan b* pada kedua perlakuan mengalami perubahan selama penyimpanan dan menunjukkan perbedaan warna E*ab yang terlihat. Kadar pH daging ayam broiler asap pemberian asap cair 3% (v/v) selama penyimpanan sebesar 6,004 dan kadar pH daging ayam broiler asap kontrol makin menurun mencapai 5,72 pada hari ke-4. Berdasarkan batas maksimum cemaran mikroba dalam daging asap sebanyak 110 5 koloni/g, maka waktu penyimpanan daging ayam broiler asap pemberian asap cair 3% (v/v) dapat bertahan selama 2 hari dengan jumlah total mikroba 6,2 10 4 koloni/g, sedangkan perlakuan kontrol dapat bertahan selama 1 hari dengan jumlah total mikroba 6,2 104 koloni/g. 6.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana pengaruh perlakuan pengasapan (asap cair dan kontrol) daging ayam asap brolier pada penyimpanan suhu rendah.

Jumlah Total Mikroba (koloni/g)

Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 10. Kurva Hubungan Antara Jumlah Total Mikroba Pada Perlakuan Pemberian Asap Cair dan Perlakuan Kontrol dengan Waktu Penyimpanan

Batas maksimum cemaran mikroba dalam daging asap adalah sebanyak 1105 koloni/g (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Berdasarkan batas maksimum tersebut, daging ayam broiler asap pada perlakuan asap cair dapat bertahan sampai dengan hari ke-2 dengan jumlah total mikroba 6,2 104, sedangkan perlakuan kontrol dapat bertahan sampai hari ke-1 dengan jumlah total mikroba 6,2 104. Jumlah mikroba daging ayam asap pada perlakuan pemberian asap cair lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol. Menurut Darmadji (1996), daging sapi yang direndam dalam larutan asap cair dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen dengan cara menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien pH transmembran. Efek bakterisidal tersebut dipengaruhi adanya senyawa asam dan fenol pada asap cair (Pszczola, 1995). Derajat keeratan (R2) antara jumlah total mikroba daging ayam broiler asap pada perlakuan pemberian asap cair dan kontrol masing-masing sebesar 0,974 dan 0,939 yang menunjukkan bahwa sebesar 97,4% dan 93,9% jumlah total mikroba daging ayam broiler asap pada kedua perlakuan dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Hal ini sudah menunjukkan keeratan yang berarti terhadap dua variabel yang diamati.

Anda mungkin juga menyukai