Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH METODE PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK DENDENG

GILING DAGING AYAM BROILER

Disusun oleh :

Ajeng Travelia H (201710220311060)


Aldila Lembah N (201710220311071)
Anggit Ajeng N (201710220311079)
Fajerin Alfarubi (201810220311137)

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ayam ras pedaging disebut juga Broiler,yang merupakan jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
dalam memproduksi daging ayam. ayam pedaging adalah jenis ternak bersayap dari kelas
aves yang telah didomestikasikan dan cara hidupnya diatur oleh manusia dengan tujuan
untuk memberikan nilai ekonomis dalam bentuk daging (Yuwanta, 2004).
Permintaan akan daging ayam broiler semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut
Badan Pusat Statistik(2018), produksi ayam broiler pada tahun 2018 mencapai 2.144.013
ton dengan provinsi yang tertinggi yaitu pada provinsi Jawa Barat mencapai 703.124 ton.
Daging ayam merupakan salah satu produk pangan asal hewani yang mempunyai kandungan
gizi tinggi yang terdiri dari lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein yang susunan
asam amino essensialnya lebih lengkap dibandingkan dengan protein nabati. Daging ayam
bersifat mudah rusak akibat aktivitas mikroba, sehingga perlu diolah untuk memperpanjang
masa simpan. Daging ayam dapat diolah menjadi bakso, sosis, dendeng, dan lain-lain.
Dendeng merupakan produk olahan daging yang mengkombinasikan bumbu-bumbu
dan pengeringan. Pengolahan dendeng merupakan usaha pengembangan produk
memodifikasi aroma, tekstur serta meningkatkan cita rasa. Dendeng ada 2 macam, yaitu
dendeng iris dan dendeng giling. Keuntungan dari pembuatan dendeng ayam giling adalah
memperlama masa simpan produk daging olahan ayam dan volume menjadi mengecil
sehingga memudahkan dalam penyimpanan. Pembuatan dendeng ayam sangat potensial
karena daging ayam dipasaran sangat terjangkau dibandingkan daging sapi dan daging
domba sehingga jika dijual dipasaran dendeng ayam lebih murah dari dendeng sapi.
Daging ayam tidak memiliki permukaan yang luas seperti daging sapi, maka daging
ayam tidak dapat digunakan dalam pembuatan dendeng sayat seperti dendeng sapi, tetapi
melalui proses penghancuran dan pengepresan sehingga berbentuk lempeng disebut
dendeng giling. Daging ayam juga bisa dijadikan dendeng iris, tetapi tidak selebar dendeng
iris daging sapi.
Ciri-ciri fisik dendeng ayam sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan,
karena proses pengeringan akan mengubah kandungan air, aktivitas air, dan komposisi
kimia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keempukan dan daya ikat air. Pengeringan
dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya case hardening,
sedangkan pengeringan pada suhu yang terlalu rendah masih memberikan kesempatan untuk
tumbuhnya mikroorganisme, sehingga perlu diketahui metode pengeringan terbaik.
Metode pengeringan sangat mempengaruhi hasil akhir dari kualitas dendeng yang
dihasilkan. Metode pengeringan pada pembuatan dendeng yang dikenal oleh masyarakat
saat ini ada dua yaitu pengeringan dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan buatan
dengan menggunakan oven. Pengeringan menggunakan sinar matahari biasanya dilakukan
dalam skala rumah tangga, sedangkan metode oven dilakukan pada skala industri. Dua
metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghasilkan dendeng.

Metode pengeringan matahari sangat ekonomis namun memiliki berbagai


kelemahan seperti memerlukan waktu yang lama, tergantung kondisi cuaca, dan sanitasi
kurang terjaga, sehingga kemungkinan mutu produk akhir kurang baik, sedangkan metode
pengeringan oven suhu dapat diatur tetapi dapat mengakibatkan terjadinya case hardening.
Pengeringan daging memberikan pengaruh terhadap keempukan dan daya ikat air,
sehingga dalam proses pengeringan daging perlu memperhatikan metdoe pengeringan yang
digunakan. Sampai saat ini belum terdapat publikasi ilmiah tentang pengaruh metode
pengeringan terhadap mutu fisik dendeng giling daging ayam broiler. Untuk itu penulis
tertarik tentang “Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Mutu Fisik Dendeng Giling
Daging Ayam broiler”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Daging Ayam Boiller

Daging ayam broiler banyak diminati masyarakat disebabkan oleh teksturnya yang
elastis, artinya jika ditekan dengan jari, daging dengan cepat akan kembali seperti semula. Jika
ditekan daging tidak terlalu lembek dan tidak berair. Warna daging ayam segar adalah
kekuning-kuningan dengan aroma khas daging ayam broliler tidak amis tidak berlendir dan
tidak menimbulkan bau busuk (Kasih et al. 2012). Menurut Kasih et al. (2012), saat ini
masyarakat Indonesia lebih banyak mengenal daging ayam broiler sebagai daging ayam potong
yang biasa dikonsumsi karena kelebihan yang dimiliki seperti kandungan atau nilai gizi yang
tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh, mudah di peroleh,
dagingnya yang lebih tebal, serta memiliki tekstur yang lebih lembut dibandingkan dengan
daging ayam kampung dan mudah didapatkan di pasaran maupun supermarket dengan harga
yang terjangkau. Namun selain kelebihan, daging ayam broiler, mempunyai kelemahan.
Kandungan gizi daging ayam broiler yang cukup tinggi menjadi tempat yang baik untuk
perkembangan mikroorganisme pembusuk yang akan menurunkan kualitas daging sehingga
berdampak pada daging menjadi mudah rusak. Soeparno (2005) semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi atau memakannya. Organ-organ seperti hati,
ginjal, otak, limpa, pankreas, dan jaringan otot lainnya termasuk dalam definisi daging.

Ciri – ciri daging broiler yang baik menurut (SNI 01 -4258-2010), antara lain adalah
sebagai berikut.

a) Warna putih kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak terlalu
merah).
b) Warna kulit ayam putih kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih. Bila disentuh, daging
terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering).
c) Bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau busuk).
d) Konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek). Bagian dalam karkas
dan serabut otot berwarna putih agak pucat, pembuluh darah dan sayap kosong (tidak
ada sisa – sisa darah)
B. Pengeringan

Pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan


uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara
lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan
(Adawyah, 2014). Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara
kelembaban nisbi udara pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor
yang mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir.
Udara yang tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air disekitar bahan yang dikeringkan
semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat. Kelembaban udara berpengaruh
terhadap proses pemindahan uap air. Apabila kelembaban udara tinggi, maka perbedaan
tekanan uap di dalam dan di luar menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air
dalam bahan ke luar. Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaan akan semakin
besar dengan meningkatnya suhu udaara pengering yang digunakan. Peningkatan suhu juga
menyebabkan kecilnya jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan (Adawyah,
2014).

Menurut Rohman (2008), pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air


dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban
antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya
dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material
ke udara pengering. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan
mempunyai waktu simpan lebih lama (Adawyah, 2014). Menurut Momo (2008), terdapat 2
faktor utama yang mempengaruhi pengeringan, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering, di antaranya:


a. Suhu Semakin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat
b. Kecepatan aliran udara Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat
c. Kelembaban udara Semakin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat
d. Arah aliran udara Semakin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan
semakin cepat kering.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan, diantaranya:
a. Ukuran bahan Semakin kecil ukuran bahan, pengeringan akan makin cepat
b. Kadar air Semakin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.
BAB III

ALAT BAHAN DAN METODE

Bahan dan Metode

1. Alat dan Bahan

(1) Alat

Timbangan digital merek Ohaus untuk menimbang berat sampel dendeng giling daging
ayam broiler dan bumbu dengan kapasitas 5 kg, penggiling daging (mincer) digunakan untuk
menggiling daging, gelas ukur dengan ukuran 100 ml digunakan untuk mengukur volume
larutan aquades, wadah untuk menyimpan sampel, oven untuk pengeringan oven, cobek untuk
menghaluskan bumbu, nampan digunakan untuk penjemuran dendeng, kertas label untuk
memberi ciri setiap sampel, kertas saring Whatman No.42 untuk melihat area basah pada
pengujian daya ikat air, beban seberat 35 kg dan dua buah pelat kaca untuk pengujian daya ikat
air, penggaris untuk mengukur luas area basah pada pengujian daya ikat air.

(2) Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daging ayam broiler sebanyak
8 ekor yang berasal dari CV. Putra Mandiri, dan strain ayam Broiler Ross. Bumbu-bumbu yang
digunakan yaitu gula merah, gula putih, bawang merah, bawan putih, ketumbar, lengkuas,
garam dapur dan penyedap diperoleh dari pasar Cileunyi.
2. Metode

2.1 Tahap Pemotongan Ayam (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

MENYIAPKAN AYAM BROILER

MENIMBANG BOBOT AYAM


SEBELUM DIPOTONG

MEMOTONG AYAM
DENGAN METODE MUSLIM

MERENDAM AYAM YG SUDAH DIPOTONG DI


DALAM AIR DLM SUHU 60-65°C, SELAMA 1-2
MENIT

MENCABUT BULU AYAM

MENGURANGI BAGIAN TUBUH


AYAM YANG TELAH DISEMBELIH

MELAKUKAN PROSES
DEBONING

MELAKUKAN
PENGGILINGAN DAGING
2.2 Tahapan pembuatan dendeng giling ayam broiler (Agus,dkk., 2012 dan
Kusmayadi, 2009)
MENCUCI DAGING AYAM
HINGGA BERSIH

MELAKUKAN PENGGILINGAN
MENGGUNAKAN ALAT MINCER

MENGHALUSKAN
SEMUA BUMBU

MELAKUKAN PENCAMPURAN DAGING


DENGAN BUMBU HINGGA HOMOGEN

MENCETAK LEMBARAN TIPIS KETEBALAN 3-4


MM DAN MELETAKKAN DI ATAS NAMPAN

MENGERINGKAN LEMBARAN TIPIS DIBAWAH


SINAR MATAHARI HINGGA KERING (PERLAKUAN 1)

MENGERINGKAN DENGAN OVEN PADA SUHU 60°C


SELAMA 5 JAM (PERLAKUAN 2)
2.3. Pengujian Daya Ikat Air (Soeparno, 2009)

Pengukuran daya ikat air menggunakan Metode Hamm.Prinsipnya yaitu meletakan


sampel pada kertas saring Whatman No.42 dan diletakan diantara 2 plat kaca yang diberi beban
seberat 35 kg selama 5 menit. Luasan area yang tertutup sampel yang telah menjadi pipih dan
basah disekeliling kertas saring ditandai dan diperoleh area basah setelah dikurangi area yang
tertutup sampel (dari total area).

2.4 Kadar air dendeng dihitung menggunakan metode pengeringan (Tien R.


Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Cawan dikeringkan dalam oven selama 30 menit. Cawan didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang (W1). Contoh sebanyak 5 gram ditimbang dalam cawan (W2) yang
selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1020C selama 16-18 jam pada suhu 125°C
selama 2-4 jam yaitu sampai beratnya tetap. Cawan didinginkan dengan deksikator kemudian
ditimbang (W3). Dengan rumus sebagai berikut :

2.5 Pengujian pH( Anton Apriantono,dkk., 1989)

pH adalah mengukur konsentrasi dari ion hidrogen di dalam suatu larutan atau
pengukuran derajat keasaman atau kebasaan dari suatu bahan. Sampel ditimbang sebanyak 10
gram, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortal, lalu tambahkan aquades sebanyak
100 ml (perbandingan sampel dan air = 1:10), lalu campurkan selama 1 menit sampai homogen,
siapkan pH-meter digital, selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades, lalu kalibrasikan
dengan buffer pH 4 dan 7, Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel, dan
diamkan selama 5 menit hingga pada monitor pH meter tertera angka yang stabil; dan
menunjukan pH sampel.
2.6 Pengujian Keempukan (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Sampel di potong dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, letakan sampel yang akan


diukur keempukannya tepat menempel dibawah jarum penusuk penetrometer, penusukan
dilakukan pada sampel sebanyak 10 kali pada sepuluh tempat berbeda. Masing-masing
penusukan, dibiarkan selama 10 detik. Hasil setiap penusukan ditunjukan dengan angka pada
skala penetrometer, selanjutnya waktu diperlukan untuk penekanan maksimum terhadap
sampel ditentukan dengan menggunakan stop watch selama 10 detik, angka yang ditunjukan
jarum skala dicatat dan keempukan dendeng giling daging ayam broiler dinyatakan dalam
mm/10 detik.

2.7 Analisis Data

Perolehan data dianalisis dengan uji perbandingan rata-rata, yaitu uji t tidak
berpasangan (Sudjana, 2005) : x = dendeng giling daging ayam broiler dengan jemur matahari.
y = dendeng giling daging ayam broiler dengan kering oven.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Ikat Air Dendeng Daging Ayam Broiler Nilai
daya ikat air dendeng daging ayam broiler hasil jemur matahari dan hasil
pengovenan tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Daya Ikat Air Dendeng Daging Ayam Broiler Hasil Jemur Matahari dan
Hasil Pengovenan

Perlakuan
Ulangan Jemur Matahari Oven
................................... % ................................
1. 1,32 22,70
2. 7,56 3,38
3. 1,30 12,92
4. 5,77 4,94
5. 1,00 19,44
6. 7,08 11,37
7. 3,04 6,49
8. 0,01 20,80
9. 9,75 14,51
10. 4,62 25,76
11. 3,15 5,22
12. 3,61 6,77
13. 1,84 9,41
14. 4,01 12,47
15. 7,47 6,12
Jumlah 61,53 182,3
Rata-rata 4,10 12,15

Tabel 2 menunjukan bahwa rata-rata daya ikat air dendeng daging ayam broiler jemur
matahari (4,10 %) dan rata-rata dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan (12,15 %).

Uji-t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan daya ikat air antara dendeng
daging ayam broiler hasil jemur matahari dengan dendeng daging ayam broiler hasil
pengovenan disajikan (Lampiran 3), hasil menunjukan bahwa daya ikat air dendeng daging
ayam broiler jemur matahari berbeda nyata lebih rendah dibandingkan daya ikat air dendeng
daging ayam broiler hasil pengovenan.
Hal ini disebabkan karena pengeringan dengan jemur matahari lebih lama
dibandingkan dengan oven, pengeringan dengan matahari juga dipengaruhi beberapa faktor
yaitu kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle.,
dkk, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah pengaturan
geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas,
dan sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengeringan seperti suhu, kelembaban dan kecepatan
udara, umumnya diketahui banyak produk makanan mengalami periode kecepatan pengeringan
konstan denagn awal yang cepat diikuti oleh periode dengan kecepatan pengeringan menurun
yang lebih lamban yang kadang-kadang terdiri dari dua kecepatan angin yang berbeda. Selama
periode konstan, air menguap dari permukaan dengan kecepatan yang tergantung pada kondisi
pengeringan, tetapi kemudian setelah kadar air kritis tercapai, air yang akan menguap harus
berdifusi dari dalam bahan pangan. Penguapan 15-20 % terakhir dari jumlah keseluruhan air
yang diuapkan selama pengeringan.
2. Pengaruh Perlakuan Terhadap pH Dendeng Daging Ayam Broiler

Nilai daya ikat air dendeng daging ayam broiler hasil jemur matahari dan hasil pengovenan
tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai pH Dendeng Daging Ayam Broiler hasil Jemur Matahari dan Hasil
Pengovenan
Perlakuan
Ulangan
Jemur Matahari Oven
1. 5,60 5,86
2. 5,66 6,07
3. 5,63 6,03
4. 5,53 5,97
5. 5,54 5,90
6. 5,48 5,91
7. 5,42 5,88
8. 5,38 5,71
9. 5,44 5,78
10. 5,39 5,70
11. 5,44 5,65
12. 5,46 5,67
13. 5,46 5,60
14. 5,43 5,64
15. 5,45 5,55
Jumlah 82,31 86,92
Rata-rata 5,49 5,79

Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata pH dendeng daging ayam broiler jemur matahari
(5,49) dan hasil rata-rata nilai pH dendeng daging ayam broiler hasil pengoven (5,79).

Uji-t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pH antara dendeng daging
ayam broiler hasil jemur matahari dengan dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan
disajikan (Lampiran 4), hasil menunjukan bahwa nilai pH dendeng daging ayam broiler jemur
matahari berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH dendeng daging ayam.

broiler hasil pengovenan. Hal ini disebabkan karena metode pengeringan dendeng yang
berbeda menyebabkan nilai pH dendeng yang berbeda pula, hal ini disebabkan selama proses
pengeringan masih ada aktivitas-aktivitas mikroorganisme yang membentuk asam-asam
organik sesuai dengan pendapat Forrest, dkk, (1975) menyatakan bahwa perlakuan selama
proses pengeringan daging dalam pembuatan dendeng dapat mengubah nilai pH. Proses
pengeringan akan menyebabkan kerusakan ikatan-ikatan protein daging yang akan
mempermudah perubahan kedudukan ion H+ dan OH-.
Pada saat penelitian dilakukan pengukuran suhu pada penjemuran matahari (33-380C)
dan oven (600C) diperoleh pH tidak berbeda nyata, hal ini sesuai dengan pendapat P.J. Fellows,
(2009) menyatakan bahwa pengaruh terhadap panas yang tidak terlalu tinggi, tidak mengubah
sifat fisik, sifat zat gizi dan sensorik bahan pangan. Kombinasi waktu dan suhu tertentu dalam
pengolahan pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan pangan yang diinginkan.

3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Keempukan Dendeng Daging Ayam Broiler Nilai


keempukan dendeng daging ayam broiler hasil jemur matahari dan hasil
pengovenan tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Keempukan Dendeng Daging Ayam Broiler Hasil Jemur Matahari dan
Hasil Pengovenan

Perlakuan
Ulangan Jemur Matahari Oven (mm/10
(mm/10 detik) detik)
1. 2,59 58,90
2. 5,94 59,70
3. 5,81 67,30
4. 2,63 65,80
5. 2,62 67,40
6. 5,92 64,30
7. 9,04 64,10
8. 7,02 57,70
9. 6,90 66,80
10. 6,98 64,80
11. 2,83 66,60
12. 3,65 65,20
13. 5,86 65,60
14. 4,99 61,20
15. 4,26 67,80
Jumlah 77,0 963,2
Rata-rata 5,14 64,21
Tabel 4 menunjukan bahwa nilai keempukan dendeng daging ayam broiler jemur
matahari (5,14 mm/10 detik) dan nilai keempukan dendeng daging ayam broiler hasil pengoven
(64,21 mm/10 detik).

Uji-t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan keempukan antara dendeng
daging ayam broiler hasil jemur matahari dengan dendeng daging ayam broiler hasil
pengovenan disajikan (Lampiran 5), hasil menunjukan bahwa nilai keempukan dendeng daging
ayam broiler jemur matahari berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai keempukan
dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan.

Dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan lebih empuk dibandingkan dengan
dendeng daging ayam broiler jemur matahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2009)
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keempukan antara lain fisiologi dan metode
pengolahan, perbedaan tingkat keempukan dendeng sangat ditentukan kadar air yang terdapat
dalam dendeng tersebut semakin tinggi kadar air semakin empuk,hal ini sesuai dengan hasil
penelitian dimana diperoleh kadar air dendeng ayam broiler dengan pengeringan penjemuran
mempunyai kadar air 12.38% sedangkan dendeng ayam broiler dengan pengeringan oven
mempunyai kadar air 47.46%. begitu juga dengan kadar lemak sangat mempengaruhi
keempukan. Metode pengeringan yang berbeda berpengaruh terhadap lemak dalam dendeng,
Lemak pada produk daging olahan dapat melunakan dan membuat produk lebih empuk
(Rakosky, 1970), Dendeng kering oven memiliki lemak lebih tinggi yaitu 5,02% dibandingkan
dendeng jemur matahari yaitu 1,09%.
BAB V

KESIMPULAN

1. Metode pengeringan jemur matahari berpengaruh menurunkan mutu fisik dendeng daging
ayam broiler.

2. Metode pengovenan pembuatan dendeng daging ayam broiler menghasilkan mutu fisik yang
baik (daya ikat air 12,15%, pH 5,79, keempukan 64,21 mm/10 detik).
DAFTAR PUSTAKA

Agus Hadi Priatno, Dwi Puspa AdieSaputra, Antaria Kurniati, Herni Widyastuti, Raras
Rahayu Utami, Soeparno, dan Rusman. 2012. Pengaruh metode dan pembuatan dan
pengeringan yang berbeda terhadap karakteristik, fisik, kimia, dan sensoris dendeng
daging kelinci. Yogyakarta,Buletin Peternakan vol. 36(2): 113-121, 2012.

Anton Apriyantono, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sederhanawati, Slamet Budiyanto.


1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor. hal. 33-35

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 2013. Ilmu Pangan. Terjemahan :
H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hal. 153-156.

Farrah Virginia. 2015. Kajian Pengeringan Gabah yang Menggunakan Sistem Kendali Udara
Lingkungan dan Penjemuran. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal 42-44.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, and R.A Merkel. 2014. Principles of
Meat Science. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi.
UI-Press. Jakarta. Hal. 15-17.

P.J. Fellows. 2009. Food Processing Technology. Woodhead Publishing Ltd. Hal. 279.

Rakosky, J.Jr. 2011. Soy product for the meat industry. J. Agric. Food Chem. 18: 1005-1009.
(dalam jurnal “Pengaruh Metode Pembuatan dan Pengeringan Yang Berbeda terhadap
Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Dendeng Daging Kelinci”). Hal. 116.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Hal. 1, 227, 228, 289, 290, 300.

Soeparno. R.A. Rihastuti. Indratiningsih. Suharjono Trihatmojo. 2011. Dasar Teknologi Hasil
Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 33.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung. Hal 238-242.

Anda mungkin juga menyukai