Disusun oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ayam ras pedaging disebut juga Broiler,yang merupakan jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
dalam memproduksi daging ayam. ayam pedaging adalah jenis ternak bersayap dari kelas
aves yang telah didomestikasikan dan cara hidupnya diatur oleh manusia dengan tujuan
untuk memberikan nilai ekonomis dalam bentuk daging (Yuwanta, 2004).
Permintaan akan daging ayam broiler semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut
Badan Pusat Statistik(2018), produksi ayam broiler pada tahun 2018 mencapai 2.144.013
ton dengan provinsi yang tertinggi yaitu pada provinsi Jawa Barat mencapai 703.124 ton.
Daging ayam merupakan salah satu produk pangan asal hewani yang mempunyai kandungan
gizi tinggi yang terdiri dari lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein yang susunan
asam amino essensialnya lebih lengkap dibandingkan dengan protein nabati. Daging ayam
bersifat mudah rusak akibat aktivitas mikroba, sehingga perlu diolah untuk memperpanjang
masa simpan. Daging ayam dapat diolah menjadi bakso, sosis, dendeng, dan lain-lain.
Dendeng merupakan produk olahan daging yang mengkombinasikan bumbu-bumbu
dan pengeringan. Pengolahan dendeng merupakan usaha pengembangan produk
memodifikasi aroma, tekstur serta meningkatkan cita rasa. Dendeng ada 2 macam, yaitu
dendeng iris dan dendeng giling. Keuntungan dari pembuatan dendeng ayam giling adalah
memperlama masa simpan produk daging olahan ayam dan volume menjadi mengecil
sehingga memudahkan dalam penyimpanan. Pembuatan dendeng ayam sangat potensial
karena daging ayam dipasaran sangat terjangkau dibandingkan daging sapi dan daging
domba sehingga jika dijual dipasaran dendeng ayam lebih murah dari dendeng sapi.
Daging ayam tidak memiliki permukaan yang luas seperti daging sapi, maka daging
ayam tidak dapat digunakan dalam pembuatan dendeng sayat seperti dendeng sapi, tetapi
melalui proses penghancuran dan pengepresan sehingga berbentuk lempeng disebut
dendeng giling. Daging ayam juga bisa dijadikan dendeng iris, tetapi tidak selebar dendeng
iris daging sapi.
Ciri-ciri fisik dendeng ayam sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan,
karena proses pengeringan akan mengubah kandungan air, aktivitas air, dan komposisi
kimia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keempukan dan daya ikat air. Pengeringan
dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya case hardening,
sedangkan pengeringan pada suhu yang terlalu rendah masih memberikan kesempatan untuk
tumbuhnya mikroorganisme, sehingga perlu diketahui metode pengeringan terbaik.
Metode pengeringan sangat mempengaruhi hasil akhir dari kualitas dendeng yang
dihasilkan. Metode pengeringan pada pembuatan dendeng yang dikenal oleh masyarakat
saat ini ada dua yaitu pengeringan dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan buatan
dengan menggunakan oven. Pengeringan menggunakan sinar matahari biasanya dilakukan
dalam skala rumah tangga, sedangkan metode oven dilakukan pada skala industri. Dua
metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghasilkan dendeng.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging ayam broiler banyak diminati masyarakat disebabkan oleh teksturnya yang
elastis, artinya jika ditekan dengan jari, daging dengan cepat akan kembali seperti semula. Jika
ditekan daging tidak terlalu lembek dan tidak berair. Warna daging ayam segar adalah
kekuning-kuningan dengan aroma khas daging ayam broliler tidak amis tidak berlendir dan
tidak menimbulkan bau busuk (Kasih et al. 2012). Menurut Kasih et al. (2012), saat ini
masyarakat Indonesia lebih banyak mengenal daging ayam broiler sebagai daging ayam potong
yang biasa dikonsumsi karena kelebihan yang dimiliki seperti kandungan atau nilai gizi yang
tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh, mudah di peroleh,
dagingnya yang lebih tebal, serta memiliki tekstur yang lebih lembut dibandingkan dengan
daging ayam kampung dan mudah didapatkan di pasaran maupun supermarket dengan harga
yang terjangkau. Namun selain kelebihan, daging ayam broiler, mempunyai kelemahan.
Kandungan gizi daging ayam broiler yang cukup tinggi menjadi tempat yang baik untuk
perkembangan mikroorganisme pembusuk yang akan menurunkan kualitas daging sehingga
berdampak pada daging menjadi mudah rusak. Soeparno (2005) semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi atau memakannya. Organ-organ seperti hati,
ginjal, otak, limpa, pankreas, dan jaringan otot lainnya termasuk dalam definisi daging.
Ciri – ciri daging broiler yang baik menurut (SNI 01 -4258-2010), antara lain adalah
sebagai berikut.
a) Warna putih kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak terlalu
merah).
b) Warna kulit ayam putih kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih. Bila disentuh, daging
terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering).
c) Bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau busuk).
d) Konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek). Bagian dalam karkas
dan serabut otot berwarna putih agak pucat, pembuluh darah dan sayap kosong (tidak
ada sisa – sisa darah)
B. Pengeringan
(1) Alat
Timbangan digital merek Ohaus untuk menimbang berat sampel dendeng giling daging
ayam broiler dan bumbu dengan kapasitas 5 kg, penggiling daging (mincer) digunakan untuk
menggiling daging, gelas ukur dengan ukuran 100 ml digunakan untuk mengukur volume
larutan aquades, wadah untuk menyimpan sampel, oven untuk pengeringan oven, cobek untuk
menghaluskan bumbu, nampan digunakan untuk penjemuran dendeng, kertas label untuk
memberi ciri setiap sampel, kertas saring Whatman No.42 untuk melihat area basah pada
pengujian daya ikat air, beban seberat 35 kg dan dua buah pelat kaca untuk pengujian daya ikat
air, penggaris untuk mengukur luas area basah pada pengujian daya ikat air.
(2) Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daging ayam broiler sebanyak
8 ekor yang berasal dari CV. Putra Mandiri, dan strain ayam Broiler Ross. Bumbu-bumbu yang
digunakan yaitu gula merah, gula putih, bawang merah, bawan putih, ketumbar, lengkuas,
garam dapur dan penyedap diperoleh dari pasar Cileunyi.
2. Metode
MEMOTONG AYAM
DENGAN METODE MUSLIM
MELAKUKAN PROSES
DEBONING
MELAKUKAN
PENGGILINGAN DAGING
2.2 Tahapan pembuatan dendeng giling ayam broiler (Agus,dkk., 2012 dan
Kusmayadi, 2009)
MENCUCI DAGING AYAM
HINGGA BERSIH
MELAKUKAN PENGGILINGAN
MENGGUNAKAN ALAT MINCER
MENGHALUSKAN
SEMUA BUMBU
Cawan dikeringkan dalam oven selama 30 menit. Cawan didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang (W1). Contoh sebanyak 5 gram ditimbang dalam cawan (W2) yang
selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1020C selama 16-18 jam pada suhu 125°C
selama 2-4 jam yaitu sampai beratnya tetap. Cawan didinginkan dengan deksikator kemudian
ditimbang (W3). Dengan rumus sebagai berikut :
pH adalah mengukur konsentrasi dari ion hidrogen di dalam suatu larutan atau
pengukuran derajat keasaman atau kebasaan dari suatu bahan. Sampel ditimbang sebanyak 10
gram, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortal, lalu tambahkan aquades sebanyak
100 ml (perbandingan sampel dan air = 1:10), lalu campurkan selama 1 menit sampai homogen,
siapkan pH-meter digital, selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades, lalu kalibrasikan
dengan buffer pH 4 dan 7, Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel, dan
diamkan selama 5 menit hingga pada monitor pH meter tertera angka yang stabil; dan
menunjukan pH sampel.
2.6 Pengujian Keempukan (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Perolehan data dianalisis dengan uji perbandingan rata-rata, yaitu uji t tidak
berpasangan (Sudjana, 2005) : x = dendeng giling daging ayam broiler dengan jemur matahari.
y = dendeng giling daging ayam broiler dengan kering oven.
BAB IV
1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Ikat Air Dendeng Daging Ayam Broiler Nilai
daya ikat air dendeng daging ayam broiler hasil jemur matahari dan hasil
pengovenan tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Daya Ikat Air Dendeng Daging Ayam Broiler Hasil Jemur Matahari dan
Hasil Pengovenan
Perlakuan
Ulangan Jemur Matahari Oven
................................... % ................................
1. 1,32 22,70
2. 7,56 3,38
3. 1,30 12,92
4. 5,77 4,94
5. 1,00 19,44
6. 7,08 11,37
7. 3,04 6,49
8. 0,01 20,80
9. 9,75 14,51
10. 4,62 25,76
11. 3,15 5,22
12. 3,61 6,77
13. 1,84 9,41
14. 4,01 12,47
15. 7,47 6,12
Jumlah 61,53 182,3
Rata-rata 4,10 12,15
Tabel 2 menunjukan bahwa rata-rata daya ikat air dendeng daging ayam broiler jemur
matahari (4,10 %) dan rata-rata dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan (12,15 %).
Uji-t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan daya ikat air antara dendeng
daging ayam broiler hasil jemur matahari dengan dendeng daging ayam broiler hasil
pengovenan disajikan (Lampiran 3), hasil menunjukan bahwa daya ikat air dendeng daging
ayam broiler jemur matahari berbeda nyata lebih rendah dibandingkan daya ikat air dendeng
daging ayam broiler hasil pengovenan.
Hal ini disebabkan karena pengeringan dengan jemur matahari lebih lama
dibandingkan dengan oven, pengeringan dengan matahari juga dipengaruhi beberapa faktor
yaitu kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle.,
dkk, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah pengaturan
geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas,
dan sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengeringan seperti suhu, kelembaban dan kecepatan
udara, umumnya diketahui banyak produk makanan mengalami periode kecepatan pengeringan
konstan denagn awal yang cepat diikuti oleh periode dengan kecepatan pengeringan menurun
yang lebih lamban yang kadang-kadang terdiri dari dua kecepatan angin yang berbeda. Selama
periode konstan, air menguap dari permukaan dengan kecepatan yang tergantung pada kondisi
pengeringan, tetapi kemudian setelah kadar air kritis tercapai, air yang akan menguap harus
berdifusi dari dalam bahan pangan. Penguapan 15-20 % terakhir dari jumlah keseluruhan air
yang diuapkan selama pengeringan.
2. Pengaruh Perlakuan Terhadap pH Dendeng Daging Ayam Broiler
Nilai daya ikat air dendeng daging ayam broiler hasil jemur matahari dan hasil pengovenan
tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai pH Dendeng Daging Ayam Broiler hasil Jemur Matahari dan Hasil
Pengovenan
Perlakuan
Ulangan
Jemur Matahari Oven
1. 5,60 5,86
2. 5,66 6,07
3. 5,63 6,03
4. 5,53 5,97
5. 5,54 5,90
6. 5,48 5,91
7. 5,42 5,88
8. 5,38 5,71
9. 5,44 5,78
10. 5,39 5,70
11. 5,44 5,65
12. 5,46 5,67
13. 5,46 5,60
14. 5,43 5,64
15. 5,45 5,55
Jumlah 82,31 86,92
Rata-rata 5,49 5,79
Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata pH dendeng daging ayam broiler jemur matahari
(5,49) dan hasil rata-rata nilai pH dendeng daging ayam broiler hasil pengoven (5,79).
Uji-t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pH antara dendeng daging
ayam broiler hasil jemur matahari dengan dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan
disajikan (Lampiran 4), hasil menunjukan bahwa nilai pH dendeng daging ayam broiler jemur
matahari berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH dendeng daging ayam.
broiler hasil pengovenan. Hal ini disebabkan karena metode pengeringan dendeng yang
berbeda menyebabkan nilai pH dendeng yang berbeda pula, hal ini disebabkan selama proses
pengeringan masih ada aktivitas-aktivitas mikroorganisme yang membentuk asam-asam
organik sesuai dengan pendapat Forrest, dkk, (1975) menyatakan bahwa perlakuan selama
proses pengeringan daging dalam pembuatan dendeng dapat mengubah nilai pH. Proses
pengeringan akan menyebabkan kerusakan ikatan-ikatan protein daging yang akan
mempermudah perubahan kedudukan ion H+ dan OH-.
Pada saat penelitian dilakukan pengukuran suhu pada penjemuran matahari (33-380C)
dan oven (600C) diperoleh pH tidak berbeda nyata, hal ini sesuai dengan pendapat P.J. Fellows,
(2009) menyatakan bahwa pengaruh terhadap panas yang tidak terlalu tinggi, tidak mengubah
sifat fisik, sifat zat gizi dan sensorik bahan pangan. Kombinasi waktu dan suhu tertentu dalam
pengolahan pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan pangan yang diinginkan.
Tabel 4. Nilai Keempukan Dendeng Daging Ayam Broiler Hasil Jemur Matahari dan
Hasil Pengovenan
Perlakuan
Ulangan Jemur Matahari Oven (mm/10
(mm/10 detik) detik)
1. 2,59 58,90
2. 5,94 59,70
3. 5,81 67,30
4. 2,63 65,80
5. 2,62 67,40
6. 5,92 64,30
7. 9,04 64,10
8. 7,02 57,70
9. 6,90 66,80
10. 6,98 64,80
11. 2,83 66,60
12. 3,65 65,20
13. 5,86 65,60
14. 4,99 61,20
15. 4,26 67,80
Jumlah 77,0 963,2
Rata-rata 5,14 64,21
Tabel 4 menunjukan bahwa nilai keempukan dendeng daging ayam broiler jemur
matahari (5,14 mm/10 detik) dan nilai keempukan dendeng daging ayam broiler hasil pengoven
(64,21 mm/10 detik).
Uji-t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan keempukan antara dendeng
daging ayam broiler hasil jemur matahari dengan dendeng daging ayam broiler hasil
pengovenan disajikan (Lampiran 5), hasil menunjukan bahwa nilai keempukan dendeng daging
ayam broiler jemur matahari berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan nilai keempukan
dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan.
Dendeng daging ayam broiler hasil pengovenan lebih empuk dibandingkan dengan
dendeng daging ayam broiler jemur matahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2009)
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keempukan antara lain fisiologi dan metode
pengolahan, perbedaan tingkat keempukan dendeng sangat ditentukan kadar air yang terdapat
dalam dendeng tersebut semakin tinggi kadar air semakin empuk,hal ini sesuai dengan hasil
penelitian dimana diperoleh kadar air dendeng ayam broiler dengan pengeringan penjemuran
mempunyai kadar air 12.38% sedangkan dendeng ayam broiler dengan pengeringan oven
mempunyai kadar air 47.46%. begitu juga dengan kadar lemak sangat mempengaruhi
keempukan. Metode pengeringan yang berbeda berpengaruh terhadap lemak dalam dendeng,
Lemak pada produk daging olahan dapat melunakan dan membuat produk lebih empuk
(Rakosky, 1970), Dendeng kering oven memiliki lemak lebih tinggi yaitu 5,02% dibandingkan
dendeng jemur matahari yaitu 1,09%.
BAB V
KESIMPULAN
1. Metode pengeringan jemur matahari berpengaruh menurunkan mutu fisik dendeng daging
ayam broiler.
2. Metode pengovenan pembuatan dendeng daging ayam broiler menghasilkan mutu fisik yang
baik (daya ikat air 12,15%, pH 5,79, keempukan 64,21 mm/10 detik).
DAFTAR PUSTAKA
Agus Hadi Priatno, Dwi Puspa AdieSaputra, Antaria Kurniati, Herni Widyastuti, Raras
Rahayu Utami, Soeparno, dan Rusman. 2012. Pengaruh metode dan pembuatan dan
pengeringan yang berbeda terhadap karakteristik, fisik, kimia, dan sensoris dendeng
daging kelinci. Yogyakarta,Buletin Peternakan vol. 36(2): 113-121, 2012.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 2013. Ilmu Pangan. Terjemahan :
H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hal. 153-156.
Farrah Virginia. 2015. Kajian Pengeringan Gabah yang Menggunakan Sistem Kendali Udara
Lingkungan dan Penjemuran. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal 42-44.
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, and R.A Merkel. 2014. Principles of
Meat Science. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi.
UI-Press. Jakarta. Hal. 15-17.
P.J. Fellows. 2009. Food Processing Technology. Woodhead Publishing Ltd. Hal. 279.
Rakosky, J.Jr. 2011. Soy product for the meat industry. J. Agric. Food Chem. 18: 1005-1009.
(dalam jurnal “Pengaruh Metode Pembuatan dan Pengeringan Yang Berbeda terhadap
Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Dendeng Daging Kelinci”). Hal. 116.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Hal. 1, 227, 228, 289, 290, 300.
Soeparno. R.A. Rihastuti. Indratiningsih. Suharjono Trihatmojo. 2011. Dasar Teknologi Hasil
Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 33.