Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH

PETERNAKAN

ACARA 1

Oleh :

ATIKA NUR FITRIANI

23010120140171

KELOMPOK (E16) – BHAMAKERTI MAHARDIKA RESWARA

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
Penentuan Jumlah Substrat pada Pengukuran Produksi Biogas
dengan Digester Biogas Type Batch

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Manajement penanganan limbah peternakan pada acara 1
mengenai penentuan jumlah substrat pada pengukuran produksi biogas dengan digester
type batch yang telah dilakukan yaitu untuk mengetahui cara melakukan produksi biogas
dengan menggunakan digester biogas type batch serta untuk mengetahui cara dalam
penentuan jumlah dari bahan kering serta bahan organik pada sampel dan sampel dan
stater.

B. MANFAAT
Tujuan dari praktikum Manajement penanganan limbah peternakan pada acara 1
mengenai penentuan jumlah substrat pada pengukuran produksi biogas dengan digester
type batch yang telah dilakukan yaitu mengetahui proses produksi biogas dengan
penggunaan sampel feses kambing dengan starter/inoculum air yang dalam prosesnya
telah dimasukan ke dalam oven dan tanur serta dapat menentukan jumlah dari bahan
kering serta bahan organik pada sampel dan sampel dan stater.

C. MATERI DAN METODE


Praktikum Manajemen Penanganan Limbah Peternakan dengan materi penentuan jumlah
substrat pada pengukuran produksi biogas dengan digester type batch dilaksanakan pada
hari sabtu 1 oktober 2022 pada pukul 07.30 - 09.30 WIB dan hari minggu 2 oktober 2022
pada pukul 11.30 – 13.00 WIB.
Alat yang dibutuhkan pada praktikum penentuan jumlah substrat pada pengukuran
produksi biogas dengan digester type batch yaitu 2 Loyang, sendok, bolpoint, gelas
plastik, botol, oven, dan tanur. Bahan yang dibutuhkan pada praktikum penentuan jumlah
substrat pada pengukuran produksi biogas dengan digester type batch yaitu sampel feses
kambing dan air
Metode yang dilakukan yaitu pengambilang sampel feses kambing yang masih dalam
keadaan basah pada kendang kambing di fakultas peternakan dan pertanian universitas
diponegoro. Sampel feses kambing akan dihaluskan menggunakan sendok untuk
kemudian akan dihomogenkan dengan starter/inokulum (air) dengan perbandingan
sampel feses kambing dan air yaitu 1:1. Setelah itu, satu sisi dari kedua Loyang akan
diberikan tanda yang berbeda (Loyang A dan Loyang B) menggunakan bolpoint pada
permukaan luar Loyang. substrat ditaruh diatas Loyang dan ditimbang dengan masing-
masing berat yaitu 5 gram. Ratakan sampel pada permukaan Loyang dengan
menggunakan sendok untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam oven selama 7 jam.
Setelah 7 jam, sampel dikeluarkan dari oven untuk selanjutnya dilakukan penimbangan
kembali pada masing-masing Loyang dan dilakukakukan pencatatan dari hasil data
beratnya. Langkah berikutnya Loyang akan dimasukan ke dalam tanur selama 17 jam
untuk selanjutnya dilakukan penimbangan dan pencatatan dari data berat Loyang setelah
ditanur.
D. PEMBAHASAN
1. Tulis Perhitungan
2. Hasil Perhitungan, Rata” BK, Rata” BO (Sampel dan substrat), hasil perbandingan
jumlah sampel dan stater
Berdasarkan data yang telah diperoleh pada praktikum yang sudah
dilaksanakan maka diperoleh data rata-rata bk 20,86%, rata-rata bahan organik
sampel 16,39%, rata-rata bahan organic substrat/starternya 3,92% serta diperoleh
data hasil perbandingan jumlah Volatile Solid antara sampel dengan substrat/starter
agar hasil perbandingannya 1:1 yaitu 47,843 gram
Data perhitungan rata-rata kandungan bahan kering dan bahan organik sampel
dan sustrat akan diperoleh data yaitu bk Loyang a (21,06%) dan bk Loyang b
(20,66%) dengan hasil rata-rata bk yaitu (20,86%). Kadar bahan kering 20,86%
menandakan bahwa kandungan serat kasar pada pakan pada peternakan kambing di
fpp memiliki kadar serat kasar yang sangat tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi
pada pakan akan mengakibatkan pakan sulit tercerna oleh ternak kambing. Hal ini
sesuai dengan pendapat Dewi dan Dewi (2014) menyatakan bahwa serat kasar yang tinggi
akan mengakibatkan kecernaan serat kasar pakannya menjadi rendah. Hasil data rata-rata
bahan organik pada sampel dan substrat/starter secara berurutan yaitu 16,39% dan 3,92%.
Bahan organic pada feses merupakan penyusun paling besar pada bahan keringnya, sehingga
perbandingan jumlah kecernaan dari bahan kering akan berbanding lurus dengan kecernaan
bahan organiknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Manikari et al. (2020) yang menyatakan
kandungan tinggi atau rendah dari bahan kering berbanding lurus dngan kandungan bahan
organiknya, hal ini karena bahan organik merupakan penyusun dari bahan kering. Nilai
kecernaan bahan organic yang rendah maka bahan organic yang masih terkandung di feses
memiliki kadar yang tinggi. Kadar bahan organic yang tinggi akan menghasilkan produksi
biogas yang tinggi karena bahan organic ini memiliki kandungan nitrogen yang dibutuhkan
oleh bakteri metanogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurahman et al. (2021) yang
menyatakan bahwa kecernaan bahan organic pada kambing yang rendah menandankan
bahwa pada feses kambing terdapat bahan organic yang tinggi sehingga jumlah produksi
biogas yang dihasilkan tinggi.
3. Bahas mengapa sampel yang dimasukan ke digester dibatasi dengan perbandingan
sampel dan stater 1:1
Berdasarkan metode praktikum penentuan jumlah substrat pada pengukuran produksi
biogas dengan digester type batch yang telah dilakukan, bahan yang digunakan yaitu
sampel berupa feses kambing serta starter yang digunakan adalah air. Sampel fases
kambing sebelum dimasukan ke digester akan diencerkan dengan starter berupa air
berdasarkan perbandingannya yaitu 1:1. Hal ini sesuai dengan pendapat Pratiwi
(2019) yang menyatakan bahwa produksi biogas menggunakan bahan baku organik 7
– 8% yang tidak bercampur limbah anorganik dan selanjunya akan diencerkan
menggunakan air dengan perbandingan 1:1. Tujuan dilakukannya pengenceran 1:1
antara kotoran kambing dengan air karena didalam kototran kambing sudah terdapat
mikroba yang pada proses fermentasi akan bekerja secara optimum dalam
memproduksi gas. Hal ini sesuai dengan pendapat Mujahidah et al. (2013) yang
menyatakan bahwa kotoran kambing yang diendcerkan dengan air menggunakan
perbandingan 1:1 dilakukan karena proses fermentasi dalam produksi biogas di
digester akan terjadi secara optimal dengan pengenceran 1:1.
4. Bahas ph sampel dan stater
Ph ((Puissance de Hydrogen)) merupakan derajat keasaman yang menenjukan kosentrasi ion
H pada larutan. Nial ph dapat digunakan dalam mengetahui ph lauratan apakah berada dalam
kondisi asam, netral, maupun basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulius (2017) yang
menyatakan bahwa nilai ph kurang dari angka 7 menunjukkan nilai ph yaitu asam, nilai ph 7
menandakan nilai ph yaitu netral, serta nilai ph lebih dari 7 menunjukkan nilai ph yaitu basa.
Starter yang digunakan pada praktikum yaitu menggunakan air yang biasa untuk dikonsumsi
yaitu berada pada nilai 7. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariyadi, et al. (2020) yang
menyatakan nilai ph air yang umum dikonsumsi berada pada nilai 6 sampai 7.
Pada sampel yang digunakan yaitu menggunakan kotoran kambing yang memiliki nilai ph
7,7. Nilai ph kotoran ternak tersebut berada dalam kondisi optimum yang digunakan dalam
produksi bioges pada digester yaitu opyimumnya berapa pada ph tidak diatas 8,5. Hal ini
sesuai dengan pendapat karlina (2017) yang menyatakan bahwa nilai ph optimum dari
penggunakan kooran ternak dalam biogas yaitu tidak diatas 8,5. Nilai ph akan mempengarui
nilai rasio c/n pada produksi biogas. Ph yang terlalu tinggi akan menyebabkan rasio c/n yang
dihasilakan redah sehingga kandungan nitrogen yang berlebihan akan membentuk nh4 yang
memiliki sifat racun dan dapat membunuh bakteri metanogen. Berbeda dengan nilai ph yang
terlalu rendah dapat mengakibatkan c/n rasio yang dihasilkan terlalu tinggi sehingga nitrogen
akan cepat habis degunakan oleh bakteri metanogen dalam proses metanogen yang mana
akan menyebabkan sedikitnya produksi dari gas di digester. Hal ini didukung pendapat Sari
et al. (2014) yang menyatakan bahwa nilai ph yang terlalu rendah dibawah 6,6 akan
menyebabkan bakteri metanogen tidak dapat bertahan hidup akibat ph yang terlalu asam.

E. SIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan
sampel feses kambing dengan starter berupa air menggunakan perbandingan 1:1 dapat
menghasilkan biogas dalam jumlah banyak. Pada kandungan rata-rata bahan kering
sampel (20,86%) yang tinggi menunjukkan bahwa kadar serat pakannya yang tinggi
sehingga kecernaan bahan kering dan bahan organiknya rendah. Kadar bahan organik
sampel (16,39%) yang tinggi akan menghasilkan produksi biogas yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, T. K. dan C. K. Dewi. 2014. Pembatan gas bio dari serbuk gergaji, kotoran sapi, dan larutan
EM4. J. Teknik Kimia 1 (20): 1 – 9.

Hariyadi, M. Kamil dan P. Ananda. 2020. Sistem pengecekan ph air otomatis menggunakan
sensor ph probe berbasis Arduino pada sumur bor. J. Rang Teknik. 3 (2): 340 – 346.
Karlina. 2017. Pengujian Parameter Fisis Biogas dari Komposisi Kotoran Sapi dan Limbah
Eceng Gondok Menggunakan Reaktor dengan Pengaduk. Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Alauddin Makassar. Makassar. (Skripsi).
Manikari, M., B. Hadisusanto, J. S. Oematan dan B. Badewi. 2020. Kecernaan bahan kering
dan bahan organic kambing kacang jantan yang diberi naugan dan tanpa naugan
dilahan kering kepulauan. J. Partner. 25 (1).
Mujahidah, Mappiratu dan R, Sikanna. 2013. Kajian tentang produksi biogas dari sampah
basah rumah tangga. Online jurnal of natural science. 2 (1): 25-34.
Nurahman, A. A., N. Luthfi, Sutaryo dan A. Purnomoadi. 2021. Kualitas feses dan produksi
biogas kambing kejobong muda dan dewasa yang diberi pakan dengan imbangan
konsentrat dan hijauan yang berbeda. J. Mediagro, 17 (2): 172-181.
Pratiwi, L. 2019. Studi Tentang Pengaruh Variasi Komposisi Kotoran Sapi dan Kotoran
Kambing terhadap Produk Biogas. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surabaya. Surabaya. (Skripsi).
Sari, S. N., M. Sutisna dan Y. Pratama. 2017. Biogas yang dihasilkan dari dekomposisi eceng
gondok (Eicchornia crassipes) dengan penambahan kotoran sapi sebagai starter. J.
Institus Teknologi Nasional. 1 (2): 1 – 10.
Zulius, A. 2017. Rancang bangun monitoring ph air menggunakan soil moisture di smk n 1
Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang. J. Sistem Informasi dan Ilmu Komputer
Prima. 2 (1): 37 – 43.
Note : setiap bab diberi jarak 2 garis folio
LAPORAN DI TULIS SEBAIK – BAIKNYA 1X DRAFT

Anda mungkin juga menyukai