Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TERNAK

Oleh

Nama : Eva Nur Afifah


NIM : 23010120120030
Kelompok :3
Asisten : Medi Patria

DEPARTEMEN PETERNAKAN
PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
BAB I

MATERI DAN METODE

Praktikum Fisiologi Ternak acara 1 dengan materi Anatomi Organ Digesti,

Organ Pernafasan, dan sistem reproduksi pada ternak dilaksanakan pada hari

Jumat, tanggal 26 Maret 2021 pukul 09.20 – 12.10 WIB melalui daring

1.1. Materi

Materi yang digunakan meliputi alat dan bahan. Alat yang digunakan

adalah pisau bedah untuk menyembelih, membedah, dan memotong organ yang

akan diamati, gunting digunakan untuk memotong dan memisahkan tiap organ,

baki bedah digunakan untuk meletakkan hewan yang akan dibedah dan untuk

mengamati tiap organ pada hewan tersebut. Push pin digunakan untuk

menancapkan hewan yang dibedah agar hewan tidak bergeser ketika dibedah dan

memudahkan pembedahan. Bahan yang digunakan adalah ayam untuk contoh

hewan unggas, marmut untuk contoh hewan pseudoruminansia, dan awetan sapi

sebagai contoh hewan ruminansia.

1.2. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum adalah untuk praktikum unggas

dilakukan penyembelihan, kemudian dibedah pada bagian perut untuk diambil

organ dalamnya. Setelah organ dapat dikeluarkan, dipisahkan tiap sistem organ

lalu dilakukan pengamatan. Untuk praktikum pseudoruminansia dilakukan

penyembelihan marmut dengan memotong tiga saluran yaitu esofagus, vena

jugularis, dan trakea. Kemudian marmut yang telah disembelih diletakan pada
baki bedah dan dipasangkan push pin pada keempat kakinya. Setelah push pin

terpasang, diakukan pembedahan dengan bantuan gunting bedah atau cutter

mengikuti arah yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pemisahan organ yang

meliputi organ pernapasan dan pencernaan secara hati – hati . Lalu dilakukan

pengamatan. Untuk praktikum ruminansia, dilakukan pengamatan pada awetan

organ sapi yang telah disediakan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.2. Anatomi dan Fisiologi Ruminansia

Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

3
Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021


Gambar tabel 1.1 : organ pernapasan, pencernaan, reproduksi

jantan, reproduksi betina pada ternak ruminansia

Keterangan :

1. Sistem pernapasan Ruminansia

2. Sistem pencernaan Ruminansia

3. Sistem reproduksi Ruminansia jantan

4. Sistem reproduksi Ruminansia betina

Rongga hidung merupakan awal dari proses pernafasan yaitu

berfungsi sebagai tempat masuknya O2 dan keluarnya CO2, selain itu rongga

hidung berungsi untuk menyaring benda asing dengan bantuan bulu halus dan

lendir, serta berfungsi untuk mengubah suhu udara agar sesuai suhu tubuh. Hal ini
sesuai dengan (Rosmaneli, 2017) yang menyatakan bahwa lubang hidung

berfungsi sebagai lalu lintas jalan keluar masuk udara. Di dalam lubang hidung

terdapat bulu-bulu halus yang berguna untuk menyaring udara kotor. Selain itu,

hidung juga berguna untuk mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru-

paru. Kemudian udara masuk ke faring, di dalam faring terdapat katup yang

dinamakan glotis yang berfungsi mengatur jalur dipernafasan dan makanan agar

pakan di ternak tidak masuk paru-paru. Hal ini sesuai dengan (Herlinda, 2019)

yang menyatakan bahwa epiglottis merupakan katup tulang rawan yang berfungsi

membantu menututp laring ketia orang sedang menelan

Lalu udara menuju laring kemudian ke trakhea. Laring adalah bagian dari

sistem pernapasan, berbentuk seperti tabung yang terhubung ke bagian atas batang

tenggorokan (trakea) yang berfungsi sebagai jalur udara menuju paru-paru. Hal ini

sesuai dengan (Herlinda, 2019) yang menyatakan bahwa Laring menghubungkan

faring dan trakhea. Laring dikenal sebagai kotak suara (Voice box) mempunyai

bentuk seperti tabung pendek dengan bagian besar diatas dan menyempit ke

bawah. Trakhea merupakan saluran masuknya udara menuju paru-paru, trkhea

terdiri dari cincin tulang rawan. Hal ini sesuai dengan (Herlinda, 2019) yang

menyatakan bahwa trakhea atau disebut juga batang tenggorok yang memiliki

panjang kurang lebih 9 cm dimulai dari larung sampai kira-kira setinggi vertebra

thorakalis kelima.trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh

lingkaran.

Setelah itu udara masuk ke bronkus yang merupakan percabangan yang

memisahkan paru-paru kanan dan kiri. Hal ini sesuai dengan (Aldilla et al., 2016)
yang menyatakan bahwa bronkus merupakan bagian dari traktus trakeobronkial,

yaitu suatu struktur yang dimulai dari trakea kemudian berlanjut menjadi bronkus

dan bronkiolus. Udarakemudian menuju bronkeolus kemudian ke paru-paru,

tepatnya ke alveolus. Aleolus merupakan tempat bertukarnya CO2 dan O2. Hal ini

sesuai dengan (Fauzi et al., 2019) yang menyatakan bahwa alveolus berfungsi

dalam pertukaran gas.

Pencernaan hewan ruminansia diawali dari mulut, di mulut terdapat lidah,

gigi dan bibir. Saat pakan masuk mulut akan terjadi pengunyahan dan

menghasilkan enzim untuk pencernaan makanan. Hal ini sesuai dengan (Sunggu,

2019) yang menyatakan bahwa fungsi utama dari mulut ialah menghancurkan

makanan yang masuk sehingga berukuran cukup kecil yang dapat ditelan

masuk ke dalam perut. Mulut berfungsi dalam menghaluskan sebuah makanan

karena pada mulut terdapat gigi dan lidah. Setelah melalui mulut makanan lalu

masuk ke esofagus untuk disalurkan ke retikulum (lambung jala). Pada retikulum

makanan yang masuk dibentuk menjadi bolus atau gumpalan, lalu

mencampurkannya dan memuntahkan kembali ke mulut untuk dikunyah kembali

atau dimamahbiak.

Kemudian bolus tadi masuk ke rumen, protein dan polisakaridanya

mengalami pencernaan, dan terjadi juga proses fermentasi oleh mikroba. Hal ini

sesuai dengan (Rahmatulla et al., 2019)yang menyatakan bahwa rumen sebagai

tempat penyimpanan sementara dan tempat terjadinya fermentasi pada makanan.

Omasum atau biasa disebut lambung buku yang bertugas untuk mereduksi partikel

pakan menjadi lebih kecil dan tempat absorbsi air sebelum memasuki abomasum.
Hal ini sesuai dengan (Rahmatulla et al., 2019) yang menyatakan bahwa omasum

menerima campuran pakan dan air, dan sebagian besar air diserap oleh luasnya

daerah penyerapan yang terdiri dari banyak lapis, Omasum pada ternak sapi

yang membantu proses menggilingpartikel makanan, menyerap air bersama-

sama natrium dan kalium juga menyerap VFA (Volatyl Fatty Acid).

Makanan kemudian masuk ke bomasum (lambung sejati), abomasum

merupakan penghasil HCL yang berfungsi unuk mematikan mikroba, di

abomasum juga terdapat enzim pepsin dan renin. Pernyataan ini diperkuat oleh

(Rahmatulla et al., 2019) yang menyatakan bahwa kadar air dari gumpalan

makanan dikurangi (terjadi absorbsi air), di dalam abomasum makanan

dicerna lagi dengan bantuan enzim dan asam klorida. Abomasum merupakan

lambung yang sebenarnya, karna disini terjadi pencernaan sebenarnya,

secarakimiawi oleh enzim-enzim pencernaan. Hal ini sesuai dengan (Larasati et

al., 2017) yang menyatakan bahwa abomasum merupakan organ dalam sistem

pencernaan yang mencerna makanan secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim

pencernaan.

Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum sebagai penerima sekresi

pankreas dan sebagai tempat penyerapan makanan. Hal ini sesuai dengan (Raditya

et al., 2013) yang menyatakan bahwa duodenum merupakan salah satu bagian

dari usus halus yang terletak paling anterior dan berfungsi sebagai tempat

penyerapan sari sari makanan. Jejenum sebagai tempat penyerapan kembali. Hal

ini sesuai dengan (Satimah et al., 2019) yang menyatakan bahwa jejunum

merupakan bagian usus halus yang berperan dalam proses penyerapan nutrien
lanjutan dari duodenum dan memiliki fungsi untuk menyerap sari-sari makanan

sampai tidak dapat dicerna. Illeum yang merupakan bagian terakhir dari usus

halus yang berfungsi sebagai penghubung dengan usus besar. Hal ini sesuai

dengan (Sariati et al., 2019) yang menyatakan bahwa aecara umum struktur

histologi usus halus sapi (duodenum, jejunum dan ileum) tersusun atas lapisan

mukosa, submukosa, muskularis dan serosa.

Pada usus besar terjadi pembusukan makanan. Hal ini sesuai dengan

(Latif, 2019) yang menyatakan bahwa usus besar merupakan tempat fermentasi

makanan (pembusukan makanan yang tidak tercerna) yang di bantu oleh udara

lembab,bakteri atau kondisi derajat keasaman yang cukup besar. Tahap

terakhir yaitu kotoran kemudian dikeluarkan melalui anus dalam bentuk feses. Hal

ini sesuai dengan (Rahmatulla et al., 2019) yang menyatakan bahwa hanya sedikit

sekali digesta yang tersaerap lewat usus besar, materi yang tidak terserap

kemudian dikeluarkan lewat anus sebagai feses, materi yang keluar dari feses

meliputi air, sisa-sisa pakan yang tidak dicerna, sekresi saluran pencernaan,

sel-sel epithelium saluran pencernaan, garam-garam anorganik, bakteri, dan

produk-produk dari proses dekomposisi oleh mikrobia.

Saluran reproduksi ruminansia jantan terdisri daru testis yang berfungsi

sebagai penghasil semen. Hal ini sesuai dengan(Anwar & Jiyanto, 2019)yamg

menyatakan bahwa Testis yang merupakan organ reproduksi primer selain

berfungsi untuk menghasilkan sel-sel kelamin jatan (sprormatozoa) juga berfungsi

untuk mensekresikan hormone testosterone (hormone kelamin jantan). Epididimis

merupakan saluran berkelok-kelok untuk tempat penyimpanan semen sementara.


Menurut (Mirania, 2019) menyatakan bahwa Epididimis merupakan saluran

spermatozoa yang panjang dan berbelit, terbagi atas caput, copus, dan cauda

epididimis, melekat erat pada testis dan dipisahkan oleh tunika albugenia.

Vas deferens merupakan otot untuk mengejakulasi semen keluar dari

epididimis. Hal ini sesuai dengan (Prihartini, 2020) yang menyatakan bahwa vas

deferens, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di

dalam testis ke vesikula seminalis. Kelenjar prostat berfungsi untuk menghasilkan

cairan asam yang berguna untuk memberi aroma khas semen. Kelenjar cowper

berfungsi untuk membesihkan saluran keluarnya semen, kelenjar ini berjumlah

sepasang dan mempunyai ukuran kecil. Hal ini sesuai dengan (Phadmacanty et al.,

2013) yang menyatakan bahwa kelenjar cowper (bulbourethralis) merupakan

sepasang kelenjar berbentuk ovoid dan berukuran kecil. Penis merupakan organ

korpulatoris yang berfungsi untuk mengsekresikan semen masuk ke saluran

reproduksi betina.

Sistem reproduksi ruminansia betina terdiri dari ovarium untuk

menghasilkan ovum atau sel telur serta untuk menghasilkan hormon estrogen dan

progesteron. Hal ini sesuai dengan (Abidin et al., 2012)yang menyatakan bahwa

ovarium menghasilkan hormon estrogen yang mempunyai peran penting dalam

intensitas berahi. Oviduk merupakan saluran sempit berliku-liku dengan tekstur

keras yang menghubungkan ovarium dengan uterus. Hal ini sesuai dengan (Melia

et al., 2016) yang menyatakan bahwa tuba falopii atau oviduk merupakan saluran

kecil yang berkelok-kelok, menghubungkan ovarium dengan kornua uterus Pada

oviduk terdiri dari 3 bagian yaitu infundibulum sebagai tempat melekatnya


fimbrae, ampulla merupakan bagian tuba fallopi sebagai tempat terjadinya

fertilisasi, isthmus merupakan saluran sempit ungtuk menghubungkan ampulla

dan rahim.

Uterus merupakan saluran muskuler memanjang yang menghubungkan

vagina dan ovidukhal ini sesuai dengan (Puspitadewi, 2007) yang menyatakan

bahwa uterus merupakan salah satu organ reproduksi dari siste reproduksi betina.

Struktur uterus terdiri dari 3 macam lapisan, yaitu endometrium (tunika mukosa-

submukosa), miometrium (tunika muskularis) dan peri-metrium (tunika serosa).

Uterus terbagi menjadi 3 yaitu cornua uretri, corpus uretri dan corpus uteri.

Corpus uteri merupakan tempat tumbuh kembang dan pemberian nutrisi bagi

telur. Vagina merupakan tabung muskuler yang lebar dari leher rahim hingga

uretra, vagina berfungsi sebagai tempat penerimaan dari depososo semen dan

sebagai alat kopulatoris ruminansia betina dan keluarnya fetus saat kelahiran.

Kemudian vulva sebagai penentu bahwa ternak sedang dalam birahi. Hal ini

sesuai dengan (Mulyono & Mukarromah, 2016) yang menyatakan bahwa tanda-

tanda sapi estrus dapat dilihat secara fisik, yaitu warna vulva sapi memerah,

membengkak, dan hangat.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Pseudoruminansia

1
2 Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021


Gambar tabel 1.2 : organ pernapasan dan pencernaan pada

hewan pseudoruminansia

Keterangan :

1. Sistem pernapasan pseudoruminansia

2. Sistem pencernaan pseudoruminansia

Saluran pernafaan hewan pseudoruminansia terdiri dari hidung, di dalam

hidung terdapat bulu hidung yang befumgsi sebagai penyaring udara yang masuk,
di dalam hidung juga terdapat lendir untuk mengatur kelembaban. Hal ini sesuai

dengan (Mustarichie et al., 2018) yang menyatakan bahwa bulu hidung menyaring

udara yang memasuki hidung. Menurut (Imamah & Siddiqi, 2019) menyatakan

bahwa hidung adalah organ yang merupakan jalan masuk dan keluarnya

udara dari dan ke paru-paru, selain itu hidung juga berfungsi sebagai organ

penciumandan merupakanmuara dari saluran air mata dan sinus paranasalis.

Udara kemudian mengalir melewati faring, laring, trakea. Menurut Adibah

(2019) bahwa udara dihantarkan melewati afring, laring, kemudian trakea.

Bronkus atau batang tenggorok merupakan cabang dari trakea yang juga sebagai

penghubung dengan paru-paru. Hal ini sesuai dengan Nugraheni (2016) yang

menyatakan bahwa bronkus berfungsi sebagai jalan udara menuju paru-paru.

Tempat bertukarnya O2 dan CO2 yaitu alveolus. Hal ini sesuai dengan Fauzi et al.

(2019) bahwa alveolus berfungsi dalam pertukaran gas.

Pencernaan hewan pseudoruminansia diawali dari mulut dimana mulut

merupakan tempat masuknya makanan dan menghasilkan air liur di dalam mulut

terdapat gigi, llidah, dan bibir. Hal ini sesuai dengan (Syawitri et al., 2018) yang

menyatakan bahwa Mulut menjadi tempat masuknya makanan dan minuman. Di

dalam mulut terdapat gigi yang berfungsi untuk menguyah makanan. Esofagus

merupakan organ yang bertugas untuk menghubungkan mulut dengan lambung

dan sebagai jalan makanan yang berbentuk tabung. Hal ini sesuai dengan (Selan et

al., 2020) yang menyatakan bahwa esofagus merupakan saluran memanjang

berbentuk seperti tabung yang merupakan jalan makanan Setelah makanan masuk
melalui mulut dan esofagus, makanan bergerak menuju lambung yang berfungsi

sebagai tempat penampungan sementara dan proses pencernaan enzimatis.

Kemudian makanan masuk ke usus halus yang terdiri dari duodenum,

jejunum, dan ileum dimana terjadi oenyerapan sari-sari makanan. Hal ini sesuai

dengan (Eristiawan et al., 2021) yang menyatakan bahwa usus halus mempunyai

peran penting dalam absorbsiproduk pencernaan dan bertindak sebagai organ

pertahanan terhadap mikroorganisme, racun dan antigen yang masuk. Makanan

lalu menuju sekum yaitu tempat terjadinya fermentasi serat kasar sebelum menuju

usus besar yang terdiri dari kolon dan rektum. Hal ini sesuai dengan (Jannah et al.,

2017) yang menyataan bahwa Sekum merupakan bagian usus yang berfungsi

sebagai tempat pencernaan secara mikrobial dengan tujuan untuk mencerna

nutrien yang tidak terserap di usus halus seperti serat. Rektum merupaka tempat

untaian feses, dimana nantinya akan dikeluarkan melalui saluran akhir rektum

yaitu anus. Hal ini sesuai dengan (Putri et al., 2019) yang menyatakan bahwa

rektum merupakan salah satu bagian usus besar yang paling ujung yang berfungsi

menyerap air, fermentasi sisa ingesta, dan pembentukan feses.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Unggas

1
Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

3
Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

Sumber : Praktikum Fisiologi Ternak 2021

Gambar tabel 1.1 : organ pernapasan, pencernaan, reproduksi

jantan, reproduksi betina pada ternak unggas

Keterangan :

1. Sistem pernapasan unggas

2. Sistem pencernaan unggas

3. Sistem reproduksi unggas jantan

4. Sistem reproduksi ungags betina


Rongga hidung berfungsi sebagai tempat masuknya udara ke tenggorokan.

Hal ini sesuai dengan (Siregar & Hasugian, 2019) yang menyatakan bahwa

hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar masuknya udara.

Setelah melewati hidung, udara masuk menuju pangkal tenggorokan melalui

faring. Faring terletak dihulu tenggorokan dan sebagai persimpangan antara

tongga mulut ke kerongkongan dan rongga hidung ke tenggorokan. Setelah

menuju laring udara mrnuju trakhea. Trakhea berfungsi untuk menyalurkan udara

ke bronkus yang diteruskan ke paru-paru. Hal ini sesuai dengan (Corputty et al.,

2020) yang menyatakan bahwa Trakea merupakan saluran pernapasan di bagian

leher yang bagian superior nya dikelilingi oleh struktur kartilago laring. Pada

perabangan trakhea terdapat bronkus yang kemudian bercabang lagi menjadi

bronkeolus, bronkus berfungsi untuk memastikan kualitas udara yang masuk.

Bronkeolus berfungsi untuk mengontrol kebutuhan udara yang masuk dan keluar.

Paru-paru terdapat pada ujung bronkeolus yang berjumlah sepasang yang

dibungkus oleh selaput bernama pleura. Paru-paru berfungsi untuk mencukupi

oksigen yang diperlukan oleh tubuh untuk pembakaran dan untuk pembentukan

tenaga serta berfungsi untuk mengeluarkan sisa pembakaran yang berupa CO 2 dan

uap air.

Pencernaan unggas dimulai dari mulut, mulut unggas berbentuk paruh

yang befungsi untuk mengecilkan ukuran partikel pakan dengan cara mematuk. Di

dalam mulut juga terdapat sekresi saliva oleh kelenjar saliva yang mana saliva

mengandung enzim amilase yang berperan dalam pencernaan kimiawi pada

pakan. Makanan lalu ke esofagus, esofagus merupakan saluran yang


menghubungkan mulut dengan crop, di esofagus terdapat gerakan peristaltik yang

mendorong pakan menuju crop. Hal ini sesuai dengan (Selan et al., 2020) yang

menyatakan bahwa esofagus merupakan saluran memanjang berbentuk seperti

tabung yang merupakan jalan makanan dari mulut sampai permulaan tembolok

dan perbatasan faring pada bagian kranial dan proventrikulus bagian kaudal. Crop

atau tembolok adalah temoat untuk penyimpanan pakan sementara, pelunakan

pakan, pencernaan kimiawi dengan enzim amilase. Hal ini sesuai dengan(Suryana

et al., 2017) yang menyatakan bahwa Tembolok adalah organ elastis setelah

kerongkongan (Oesophagus) yang berfungsi untuk menyimpan pakan

sementara, terutama pada saat unggas makan dalam jumlah banyak.

Proventikulus merupakan tempat transit pakan sementara, di dalam

proventikulus terdapat sekresi HCL yang mana asam HCL berperan dalam

aktivasi pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin membantu perubahan protein pakan

menjadi pepton yang mana pepton akan dicerna oleh enzim protase di dalam usus

halus. Hal ini sesuai dengan (Winarti et al., 2019) yang menyatakan bahwa ukuran

proventrikulus dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dalam pakan,

karena proventrikulus memproduksi enzim HCL, pepsin dan enzim yang

dapat memecah protein dan serat kasar dalam pakan.

Pada ventikulus (gizzard) akan terjadi proses pencernaan secara mekanik

yang berfungsi untuk memperkecil partikel pakan sementara, pelumatan di dalam

gizzard dibantu oleh grit. Hal ini sesuai dengan (Rohmah et al. 2016) yang

menyatakan bahwa otot gizzard yang terbiasa untuk mengoyak makanan dengan

bantuan pasir kecil akan lebih tebal dan kuat. Proses pelumatan ini bertujuan
untuk pemaksimalan penetresi enzim pada pencernaan secara kimiawi. Setelah itu

makanan menuju usus kecil untuk diserap kembali sari-sari makanan yang masih

tertinggal. Sekum dan usus besar berfungsi untuk fermentasi serat kasar dan

absorbsi air. Hal ini sesuai dengan (Winarti et al., 2019) yang menyatakan bahwa

sekum ayam broiler terdiri dari 2 buah yang berfungsi sebagai tempat

pencernaan fermentatif serat kasar. Akhir pencernaan unggas yaitu kloaka

sebagai jalur pembuangan feses.

Sistem reproduksi unggas jantan terdiri dari testis sebagai tempat produksi

spermatozoa dan terletak ada rongga perut. Hal ini sesuai dengan (Kurniati &

Nugraheni, 2019) yang menytakan bahwa testis merupakan organ genital yang

dapat memproduksi spermatozoa dan hormon seks. Epididimis merupakan tempat

pematangan sel spermatozoa. Hal ini sesuai dengan (Riyadhi et al., 2018) yang

menyatakan bahwa secara umum epididimis berfungsi sebagai tempat transport,

konsentrasi, maturasi dan penyimpanan spermatozoa. Vas deferens merupakan

saluran yang berfungsi sebagai jalannya sperma pada ovulasi. Hal ini sesuai

dengan (Prapti Sedijani, 2020) yang menyatakan bahwa vas deferens, merupakan

saluran yang membawa sperma dari epididimis. Saluran ini berjalan ke bagian

belakang prostat lalu masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus ejakulatorius.

Epididimis bersifat sepasang terletak pada sebelah testis yang berfungsi sebagai

jalannya sperma ka arah kaudal menuju duktus deferens. Kloaka merupakan

tempat bermuaranya salutran pencernaan, urinari, dan reproduksi.

Sistem reproduksi unggas betina terdiri dari ovarium sebagai tempat

sintetis hormon sekstroid seksual, gametogenesis, perkembangan serta pemasakan


folikel atau sel telur. Infundibulum berfungsi untuk menangkap sel telur yang

dilepaskan dari ovarium, kuning telur tetap di infundibulum selama 15-17 menit.

Hal ini sesuai dengan (Rusidah et al., 2017) yang menyatakan bahwa

infundibulum merupakan bagian dalam saluran reproduksi betina adalah tempat

penyimpanan sperma dalam oviduk yang menentukan fertilitas.Setelah

perkawinan alami, sperma berada dalam infundibulum, uterus dan vagina Pada

magnum albumen telur dieksresikan selama 3 jam. Isthmus merupakan tempat

terbentuknya cangkang telur, telur berkembang disini selama 75 menit. Pada

uterus cangkang telur terbentuk, telur tetap disini selama 20 jam atau lebih.

Vagina terbuat dari otot yang membantu mendorong telur keluar dari tubuh ayam.

Lapisan kutikula pada telur juga terbentuk di vagina sebelum oviposisi. Kloaka

tempat keluarnya sekreta pada ayam. Hal ini sesuai dengan (Wahyuningsih et al.,

2019) yang menyatakan bahwa telur yang dihasilkan sistema reproduksi juga akan

melewati kloaka saat dikeluarkan dari tubuh.


BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa

tiap jenis hewan baik itu ruminansia, pseudoruminansia, dan unggas memiliki

sistem pernapasan, pencernaan, dan reproduksi yang berbeda. Hal ini di sebabkan

oleh beberapa faktor seperti makanan, lingkungan, dan fisiologis yang berbeda.

Pada organ pencernaan ruminansia lebih kompleks karena karena mengunyah atau

memamah melalui 2 fase (memamah biak). Tujuannya agar serat dapat tercerna

Pada ternak ruminansia organ pencernaannya tediri dari mulut, esofagus,

retikulum, rumen, omasum, abomasum, usus halus, usus besar, dan anus. Organ

pernafasan ternak ruminansia terdiri dari rongga hidung, laring, faring, trakhea,
bronkus, bronkeolus, dan paru-paru. Organ reproduksi hewan ruminansia jantan

yaitu testis, epididimis, cas deferens, kelenjar prostat, kelenjar cowper, dan penis.

Sedangkan organ reproduksi hewan ruminansia betina yaitu ovarium, oviduk,

uterus, vagina, dan vulva. Oviduk terdiri dari infundibulum, amfulla, dan isthmus.

Pada hewan seudoruminansia organ pencernaannya terdiri dari mulut,

esofagus, lambung, usus halus yang terdiri dari duodenum, jejunum, ileum,

kemudia sekum, usus besar yag terdiri dari rektum dan kolon, dan organ terakhir

yaitu anus. Organ pernafasan hewan pseudoruminansia terdiri dari hidung, laring,

faring, trakhea, bronkus, bronkeolus, paru-paru.

Pada unggas organ pencernaannya teridiri dari mulut, esofagus

(krongkongan), crop (tembolok), proventikulus (lambung sejati), ventikulus

(gizzard), usus halus, sekum (usus buntu), usus besar, kloaka. Organ penafasan

unggas meliputi hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, bronkeolus, paru-paru.

Organ reproduksi unggas jantan meliputi testis, epididimis, vas deferens, kloaka,

vent (anus). Sedangkan organ reproduksi unggas betina yaitu ovarium, uterus,

vagina, kloaka.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Ondho, Y. S., & Sutiyiono, B. (2012). Penampilan Berahi Sapi Jawa

Berdasarkan Poel 1, Poel 2, Dan Poel 3 (Estrous Performance of Java Cattle

Based on Poel 1, Poel 2, and Poel 3). Jurnal Animal Agriculture, 1(2), 86–

92.

Aldilla, S. B., Marianingsih, P., & Nulhakim, L. (2016). Profil Kecakapan

Akademik Siswa Melalui Praktikum Berbasis Guided Inquiry Pada Konsep

Sistem Pernapasan. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran IPA, 2(1), 1.

https://doi.org/10.30870/jppi.v2i1.444

Anwar, P., & Jiyanto, J. (2019). Identifikasi Hormon Testosteron Sapi Kuantan

Plasma Nutfah Riau Sebagai Penentu Klasifikasi Kriteria Pejantan Unggul.

Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science), 21(3),

230. https://doi.org/10.25077/jpi.21.3.230-239.2019

Corputty, E., Lumintang, N., Tandililing, S., Langi, F. L. F. G., & Adiani, S.

(2020). Peranan Membran Amnion Kering terhadap Jumlah Sel Fibroblas

pada Proses Penyembuhan Luka Trakea Kelinci PENDAHULUAN Trakea

merupakan saluran pernapasan di bagian leher yang bagian superior nya

dikelilingi oleh struktur kartilago laring . Luka di trakea kh. Jurnal Bedah

Nasional, 4(2), 37–42.

Eristiawan, I. G. E., Setiasih, N. L. E., Heriyani, L. G. S. S., & Susari, N. N. W.

(2021). Histological Structure and Histomorphometry of Thesmall Intestine

of Bali Cattle Jejunum. Indonesia Medicus Veterinus, 10(1), 71–81.

https://doi.org/10.19087/imv.2020.10.1.71
Fauzi, Y. S., Apriliana, E., & Jausal, A. N. (2019). Peran Tiamin ( Vitamin B1 )

dalam Meningkatkan Aktivitas Makrofag Alveolar terhadap Pertumbuhan

Bakteri Mycobacterium tuberculosis. Majority, 8(1), 242–245.

Imamah, I., & Siddiqi, A. (2019). Penerapan Teorema Bayes untuk Mendiagnosa

Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan (THT). MATRIK : Jurnal

Manajemen, Teknik Informatika Dan Rekayasa Komputer, 18(2), 268–275.

https://doi.org/10.30812/matrik.v18i2.398

Jannah, R., Jalaluddin, M., & Aliza, D. (2017). Jumlah Koloni Bakteri Selulotik

PADA Sekum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Total Count of

Cellulolytic Bacteria Colony in Caecum of Native Chicken (Gallus

domesticus). Jimvet, 01(3), 558–565.

Kurniati, I. D., & Nugraheni, D. M. (2019). Efektivitas Pemberian Ekstrak Buah

Kersen (Muntingia Calabura) terhadap Rasio Berat Testis pada Tikus yang

Dipapar Asap Rokok. MEDICA ARTERIANA (Med-Art), 1(1), 15.

https://doi.org/10.26714/medart.1.1.2019.15-21

Larasati, H., Hartono, M., & Siswanto. (2017). Prevalensi Cacing Saluran

Pencernaan Sapi Perah Periode Juni˗˗juli 2016 Pada Peternakan Rakyat Di

Provinsi Lampung. Jurnal Penlitian Peternakan Indonesia, 1(1April), 18–15.

https://ci.nii.ac.jp/naid/40021243259/

Latif, N. A. (2019). Penerapan Model Decision Tree Algoritma Untuk

Mengidentifikasi Penyakit Pencernaan Dengan Pengobatan Herbal. Jurnal

Ilmu Komputer, 5(Vol 5 No 2 (2019): Edisi September), 8–13.

https://ejournal.fikom-unasman.ac.id/index.php/jikom/article/view/98
Melia, J., Agil, M., Supriatna, I., & Amrozi, A. (2016). Anatomi dan Gambaran

Ultrasound Organ Reproduksi Selama Siklus Estrus Pada Kuda Gayo Betina

(Anatomy and Ultrasound Imaging of Reproductive Organs of Gayo Mares

During Estrous Cycle). Jurnal Kedokteran Hewan - Indonesian Journal of

Veterinary Sciences, 10(2), 103–108.

https://doi.org/10.21157/j.ked.hewan.v10i2.5026

Mirania, A. N. (2019). Pengaruh Pemberian Fraksi Daun Jambu Biji Merah

(Psidium guajava L.) terhadap Tebal Epitel Epididimis Tikus Putih Jantan

(Rattus norvegicus). Jurnal Kesehatan, 10(2), 215.

https://doi.org/10.26630/jk.v10i2.1247

Mulyono, A., & Mukarromah, A. (2016). Analisis Tekstur Dan Warna Citra

Vulva Sapi Untuk Deteksi Masa Kawin Sapi Menggunakan Learning Vector

Quantization. Jurnal Neutrino, 8(1. Oktober), 21.

https://doi.org/10.18860/neu.v0i0.3131

Mustarichie, R., Nur Hasanah, A., Gozali, D., & Saptarini, N. M. (2018).

Pemanfaatan Herbal Rumahan Untuk Obat Anti Kebotakan Di Desa

Karangsari, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Jurnal Pengabidan Kepada Masyarakat, 2(6), 1689–1699.

Phadmacanty, N. L. P. R., Nugraha, R. T. P., & Wirdateti. (2013). Organ

Reproduksi Jantan Sulawesi Giant Rat (Paruromys dominator). Jurnal Sains

Veteriner, 31(1), 100–109.

Prapti Sedijani, I. W. M. K. K. (2020). Pengenalan Struktur Fungsi Organ

Reproduksi Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak.


Jurnal Pendidikan Dan Pengabdian Masyarakat, 3(3), 182–188.

Prihartini, A. R. (2020). Pengaruh Penyuluhan Terhadap Minat Calon Akseptor

KB Vasektomi di Puskesmas Kedawung Kabupaten Cirebon. JURNAL

CAHAYA MANDALIKA, 1(2), 11–17.

Puspitadewi, S. (2007). Potensi Agensia Anti Fertilitas Biji Tanaman Jarak

(Jatropha Curcas) Dalam Mempengaruhi Profil Uterus Mencit (Mus

Musculus) Swiss Webster. Jurnal Sains Dan Matematika, 15(2), 55–60 – 60.

Putri, R. A., Masyitha, D., Zainuddin, Fitriani, Gani, F. A., & Balqis, U. (2019).

Studi Histologis Usus Besar Sapi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner,

3(2), 62–70.

Raditya, I., Ardana, I. B. K., & Suastika, P. (2013). Tebal struktur histologis

duodenum ayam pedaging yang diberi kombinasi tylosin dan gentamicin.

Indonesia Medicus Veterinus, 2(5), 546–552.

Rahmatulla, R., Kurnia, D., & Anwar, P. (2019). Hubungan Bobot Organ

Pencernaan (Lambung, Usus Halus, Dan Usus Besar) Dengan Bobot Badan

Sapi Brahman Cross Di Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru. Journal of

Animal Center, 1(2), 73–90.

Riyadhi, M., Rizal, M., & Mildawati, . (2018). Viabilitas Spermatozoa Cauda

Epididimis Kerbau Rawa dalam Berbagai Konsentrasi Pengencer Air Kelapa

Muda dan Kuning Telur. Acta VETERINARIA Indonesiana, 6(1), 38–43.

https://doi.org/10.29244/avi.6.1.38-43

Rosmaneli. (2017). Implementasi Perilaku Hidup Sehat Siswa Sd Negeri Gugus

IV Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal


Menssana, 2(1), 45–54.

Rusidah, Y., Sistina, Y., Biologi, F., Jenderal, U., Peternakan, F., Jenderal, U., &

Embrio, V. (2017). Fertilitas dan Viabilitas Embrio Telur Itik yang Induknya

Diberi Pakan Suplementasi Probiotik. Indonesia Jurnal Perawat, 2(2), 87–

100.

Sariati, Masyitha, D., Zainuddin, Firiani, Balqis, U., Iskandar, C. D., & Thasmi,

C. N. (2019). Jumlah Sel Goblet dan Kelenjar Lieberkuhn Pada Usus Halus

Sapi Aceh. Jimvet, 3(2), 108–115.

Satimah, S., Yunianto, V. D., & Wahyono, F. (2019). Bobot Relatif dan Panjang

Usus Halus Ayam Broiler yang Diberi Ransum Menggunakan Cangkang

Telur Mikropartikel dengan Suplementasi Probiotik Lactobacillus sp. Jurnal

Sain Peternakan Indonesia, 14(4), 396–403.

https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.4.396-403

Selan, Y., Amalo, F., Maha, I., Deta, H., & Teme, A. (2020). Histomorfologi Dan

Distribusi Karbohidrat Netral Pada Esofagus Dan Proventrikulus Ayam

Hutan Merah (Gallus Gallus) Asal Pulau Timor. Jurnal Ilmiah Peternakan

Terpadu, 8(1), 7–13.

Siregar, K., & Hasugian, P. M. (2019). Penerapan Metode Certainty Factor untuk

Mendiagnosa Penyakit THT. Jurnal Komputer Dan Informatika, 1(2), 46–50.

Sunggu, D. (2019). Peningkatan Hasil Belajar Organ Pencernaan Makanan pada

Manusia melalui Media KIT IPA Murid Kelas IV SDN 169 Sarong

Kabupaten Tana Toraja. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan

Pembelajaran, 1(3), 151–162.


Suryana, I. K. ., Mastika, I. M., & Puger, A. W. (2017). Pengaruh Penggantian

Ransum Komersial dengan Tepung LimbahKecambah Kacang Hijau

Difermentasi terhadap Sistem Pencernaan Itik Bali Jantan. E-Jurnal FAPET

UNUD, 5(1), 181–188.

Syawitri, A., Defit, S., & Nurcahyo, G. W. (2018). Diagnosis Penyakit Gigi dan

Mulut Dengan Metode Forward Chaining. Jurnal Sains, Teknologi Dan

Industri, 16(1), 24. https://doi.org/10.24014/sitekin.v16i1.6733

Wahyuningsih, E., Sulistiyawati, I., & Zaenuri, M. (2019). Identifikasi Bakteri

Salmonella Sp. Pada Telur Ayam Ras yang Dijual Di Pasar Wage

Purwokerto Sebagai Pengembangan Bahan Ajar Mikrobiologi. Jurnal

Bioedunesia, 4(2).

Winarti, W., Mahfudz, L. D., Sunarti, D., & Seytaningrum, S. (2019). Bobot

Proventrikulus, Gizzard, Sekum, Rektum serta Panjang Sekum dan Rektum

Ayam Broiler Akibat Penambahan Sinbiotik dari Inulin Ekstrak Umbi

Gembili dan Lactobacillus plantarum dalam Pakan. Jurnal Ilmu Peternakan

Dan Pertanian, 8(2), 151–164.

Herlinda, M. 2019. Asuhan Keperawatan Anak dengan Bersihan Jalan Napas

Tidak Efektif Pada Klien Bronkopneumonia di ruang Alamanda RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2019. Poltekkes Tanjungkarang

(skripsi)

Anda mungkin juga menyukai