Anda di halaman 1dari 2

Pencegahan Penyakit Kolera

Penyakit kolera dapat dicegah dengan vaksinasi, dimana vaksinasi dapat mengontrol
penyebaran penyakit kolera. Hal ini sesuai dengan Nuha dan Resmawan (2020) yang
menyatakan bahwa penggunaan vaksin merupakan suatu cara atau metode yang ampuh untuk
mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit kolera. Hal ini dibuktikan dengan
penggunaan vaksin ditahun 2011 mampu memberikan efek yang sangat cepat untuk
mengatasi penyebaran penyakit kolera. Namun perizinan dan keputusan penggunaan vaksin
bergantung pada program pengembangan kesehatan dengan memperhatikan resiko serta
manfaat vaksin pada populasi target.

Pencegahan penyakit kolera juga dapat dilaksanakan dengan menerapkan 3SW,


sebagaimana pendapat Anggaraditya (2011) yang diungkapkan pula oleh WHO, dan langkah-
langkah jitu tersebut dirumuskan dalam 3SW (Sterilization, Sewage, Sources, and Water
purification).

a. Sterilisasi: Membuang dengan benar sisa defek fecal dan air yang dihasilkan oleh
pasien yang menderita kolera.
b. Sewage: Pemberian antimikroba (klorin, ozon) disaluran-saluran pembuangan air
guna mencegah penularan kolera.
c. Sources: Peringatan mengenai kemungkinan adanya kontaminasi di dekat sumber air
yangrentan serta langkah langkah mendekontaminasinya.
d. Water purification: Semua air yang digunakan untuk minum, mencuci, dan memasak,
harus disterilisasi dengan cara merebus, memberi klorin, ataupun pemberian ozon.

Gejala Penyakit Kolera

Infeksi kolera sering kali menunjukkan gejala seperti diare encer berwarna putih tanpa
adanya tenesmus, muntah setelah diare, kejang otot, mata cekung dan mulut kering.
Sebagaimana pendapat Salim (2015) yang menyatakan bahwa gejala kolera yang khas
dimulai dengan munculnya diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas
dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berwarna dan berbau
feses berubah menjadi putih keruh yang mirip air cucian beras. Cairan ini mengandung
mucus sel epitel dan sejumlah besar Vibrio cholerae. Muntah timbul setelah diare diikuti
dengan gejala mual. Kejang otot dapat menyusul baik dalam bentuk fibrilasi maupun
fasikulasi atau kejang klonik yang nyeri. Otot yang sering teribat antara lain betis, bisep,
trisep, pektoralis dan dinding perut. Penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan
cepat dan dapat mengarah pada dehidrasi berat, syukur dan anuria. Tanda-tanda dehidrasi
tampak lebih jelas berupa kelopak mata cekung, mulut menyeringai karena bibir yang kering.

Sedangkam menurut Laksamana (2020) gejala-gejala yang terdapat pada tiap penyakit
kolera adalah sebagai berikut :

1. Diare encer yang berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya
tenesmus (lebih dari 15 kali).
2. Tinja berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras).
3. Muntah timbul setelah diare.
4. Rasa haus
5. Mata cekung
6. Mulut kering
7. Fisik lemah
8. Tekanan darah turun
9. Denyut nadi cepat
10. Hilang kesadaran
11. Kejang otot (terutama pada betis, biseps, triseps, pektoralis, dan dinding perut).

Anggaraditya, P. B. 2011. Menekan Laju Penyebaran Kolera Di Asia dengan 3sw


( Sterilization , Sewage , Sources , And Water Purification ). Jurnal ISM, 3(1), 83–87.
Laksamana, A. 2020. Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Kolera Menerapkan Metode
Hybrid Case Based. Health and Contemporary Technology Journal, 1(1), 13–19.
Nuha, A. R., dan Resmawan, R. 2020. Analisis Model Matematika Penyebaran Penyakit
Kolera Dengan Mempertimbangkan Masa Inkubasi. Jurnal Ilmiah Matematika Dan
Terapan, 17(2), 212–229.
Salim, R. H. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Mirabilis Jalapa Terhadap
Pertumbuhan Vibrio Cholerae Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran, Universitas
Jember, Jember. (Skripsi)

Anda mungkin juga menyukai