Anda di halaman 1dari 7

PRETEST PERTEMUAN 2

Nama : Eva Nur Afifah

NIM : 23010120120030

Kelas : Mikrobiologi D

Nama Asisten : Mahira Ilma

1. Apa yang dimaksud dengan MPN?


MPN (Most Probable Number) merupakan metode untuk mendeteksi adanya
bakteri coliform pada suatu sampel yang berbentuk cair. Hal ini sesuai dengan
Jiwintarum et al. (2017) yang menyatakan bahwa Most Probable Number (MPN)
merupakan uji yang mendeteksi sifat fermentatif Coliform dalam sampel. Uji MPN
terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumptive test), uji konfirmasi
(confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Sebagaimana pendapat Hadi et
al. (2014) MPN merupakan suatu metode tabung fermentasi yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya bakteri pada air. Hal ini diperkuat oleh Handayani et al.
(2017) yang menyatakan bahwa uji MPN merupakan uji untuk mengetahui jumlah
bakteri coliform baik fekal oral maupun non-fekal oral yang terkandung dalam suatu
sampel yang diuji dan dinyatakan per 100 ml. Uji MPN menggunakan media LB
dengan tiga tingkat pengenceran yaitu 10 ml, 0,1 ml, 0,01ml dan 0,001ml. Tabung
yang telah berisikan sampel dan LB selanjutnya di inkubasi selama ± 24 jam pada
suhu 36oC.

2. Jelaskan cara penghitungan koloni pada penghitungan cawan!


Pada perhitungan cawan jumlah koloni nakteri dihitung dengan cara menghitung
seperempat dari bagian cawan kemudian hasilnya dikali 4. Hal ini sesuai dengan Wijaya et al.
(2015) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui pertumbuhan suatu bakteri dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah koloni bakteri. Metode yang biasa digunakan adalah metode pour
plate (Hitung Preparat). Metode ini mengasumsikan jumlah bakteri yang ditanam pada suatu
preparat sama dengan jumlah koloni pada preparat tersebut. Untuk memudahkan menghitung
koloni yang berjumlah ratusan pada metode ini perhitungan dapat dilakukan dengan cara
menghitung hanya seperempat pada bagian preparat dengan hasil perhitungan jumlah
perhitungan tersebut dikalikan empat.
Untuk memudahkan dalam perhitungan cawan, dalam menghitung jumlah koloni juga
dapat dibantu oleh alat yang dinamakan colony counter yang dalam pengerjaannya juga masih
manual. Menurut Wicaksono et al. (2019) Penghitungan suatu koloni dapat dilakukan
dengan metode pour plate. Mengingat jumlah koloni bisa mencapai lebih dari 300
koloni, maka diperlukan alat bantu yang biasa disebut Colony Counter untuk
mempermudah penghitungan jumlah koloni bakteri. Colony counter bekerja dengan
memanfaatkan lup untuk memperbesar koloni bakteri yang terdapat pada cawan petri.
Colony Counter pada umumnya masih bersifat manual, hanya mengandalkan daya
ingat

3. Bagaimana prinsip dari metode penghitungan cawan?


Prinsip dari metode hitungan cawan yaitu mikroba ditumbuhkan pada media
agar untuk dikembang biakan sehingga akan membentuk koloni yang dapat dilihat dan
dihitung langsung tanpa memerlukan alat. Hal ini sesuai dengan Nurtjahyani & Shynty
(2014) Metode perhitungan cawan memiliki prinsip yaitu jika sel jasad renik yang
masih hidup ditumbuhkan pada media agar, maka sel jasad renik tersebut akan
berkembang biak membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan
mata tanpa menggunakan mikroskop. Sebagaimana menurut Yunita et al. (2015)
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan tersebut. Beberapa cara dapat digunakan untuk
menghitung atau mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan,
salah satunya yaitu perhitungan jumlah sel dengan metode hitung cawan. Prinsip dari
metode ini adalah jika sel mikroba masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka
sel tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
tanpa menggunakan mikroskop. Cara pemupukan kultur dalam hitungan cawan yaitu
dengan metode tuang (pour plate) Jika sudah didapatkan hasil jumlah koloninya,
kemudian disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate Count).

4. Apa yang terjadi jika faktor pengenceran yang digunakan semakin besar?
Semakin besar pengenceran yang digunakan maka semakin sedikit jumlah
koloni yang akan diamati. Hal ini sesuai dengan Joni et al. (2018) yang menyatakan
bahwa prinsip pengenceran adalah untuk mengurangi kuantitas bakteri, sehingga
apabila semakin besar pengenceran yang dilakukan maka semakin sedikit jumlah
koloni yang tumbuh pada media. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya
kegagalan pertumbuhan koloni bakteri pada media biakan adalah kesalahan dalam
perosedur pengenceran dan pengenceran yang terlalu besar, misalnya mengambil
terlalu banyak atau terlalu sedikit bakteri dari larutan suspensi awal. Hal ini diperkuat
oleh Nurtjahyani & Shynty (2014) yag menyatakan bahwa metode pengenceran dapat
membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar.
Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan sehingga
jumlah koloni umumnya relatif renda

5. Mengapa cawan harus dibalik selama proses inkubasi?


Tujuan cawan dibalik pada proses inkubasi agar embun yang dihasilkan saat
inkubasi tidak jatuh pada medium, sehingga embun berada pada tutup cawan petri dan
koloni bakteri tidak rusak. Hal ini sesuai dengan (Darliana & Wilujeng, 2020) yang
menyatakan bahwa cawan petri kemudian dibalik agar air kondensasi tidak jatuh
ke atas agar karena permukaan agar harus kering. Hal tersebut diperkuat oleh (Fikri
et al., 2019) yang menyatakan baha cawan dibalik agar tetesan embun tidak jatuh dan
merusak koloni bakteri.

6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan fiksasi!


Fiksasi merupakan proses pegawetan mikroorganisme sehingga sel dan
jaringannya tidak mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan Rusmiatik (2011) yang
menyatakan bahwa fiksasi merupakan salah satu bagian dari beberapa tahapan dalam
pembuatan sediaan histologi. Maksud dari dilakukannya fiksasi adalah untuk mambuat
struktur unsur-unsur jaringan menjadi stabil, tidak mengalami perubahan (post-
mortem) pasca kematian. Dengan fiksasi, jaringan lebih tahan terhadap perlakuan dan
dapat menaikkan indeks bias jaringan. Jenis bahan fiksatif yang di gunakan biasanya
tergantung pada jenis pewarnaan yang akan di pakai nantinya. Menurut Musyarifah &
Agus (2018) proses fiksasi adalah tahap pertama dalam pembuatan sediaan
histopatologik. Tujuan utama fiksasi adalah untuk menjaga sel dan komponen jaringan
pada keadaan “life-like state”.

7. Apa tujuan dari pemberian lugol (Gram B) pada proses pewarnaan gram?
Pemberian lugol pada proses pewarnaan gram bertujuan untuk meningkatkan
zat warna bakteri oleh kristal violet. Hal ini sesuai dengan (Putri & Kusdiyantini,
2018) yang menyatakan bahwa larutan lugol iodine (GRAM B) bewarna coklat untuk
memperkuat warna dari Kristal violet. Sebagaimana pendapat Yuniarty & Misbach
(2016) pada saat di genangi lagi dengan larutan lugol maka zat warna akan lebih
melekat karena larutan lugol memiliki fungsi untuk melekatkan warna pada dinding
sel bakteri sehingga pada saat pencucian menggunakan alkohol maka warna pada
bakteri tidak luntur.

8. Jelaskan prinsip kerja safranin (Gram D)!


Dalam proses pewarnaan gram safranin akan memberikan warna merah pada
bakteri. Prinsip kerja safranin yaitu mewarnai inti dari sel bakteri yang membelah. Hal
ini sesuai dengan Ningrum et al. (2017) safranin merupakan senyawa chloride yang
digunakan dalam pembuatan preparat anatomi maupun histologi organisme. Senyawa
ini akan mewarnai inti sel dari sampel yang akan diamati dengan memberikan warna
merah. Sel yang aktif membelah akan menunjukkan penyerapan warna yang paling
optimal dibandingkan sel yang lain. Hal ini disebabkan karena inti sel yang berukuran
besar. Sebagaimana pendapat Putri & Kusdiyantini (2018) Safranin (Gram D) untuk
memberi warna merah pada mikroorganisme.

9. Apa yang membedakan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif?
Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif memiliki beberapa perbedaan
diantaranya, bakteri gram positif saat diwarnai oleh kristal violet akan berwarna ungu
sedangkan bakteri gram negatif saat diwarnai kristal violet akan berwarna merah. Hal
ini sesuai dengan Putri & Kusdiyantini (2018) yang menyatakan bahwa prinsip
pewarnaan gram yaitu saat bakteri diwarnai dengan kristal violet, bakteri gram positif
akan menyerap zat warna tersebut sehingga bewarna ungu. Sedangkan bakteri gram
negatif akan melepas zat warna kristal violet setelah dicuci dengan alkohol dan
kemudian akan menyerap zat warna terakhir yang diberikan yaitu safranin sehingga
bewarna merah. Gram positif memiliki dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal.
Saat peluruhan dengan alkohol, pori-pori dinding sel menyempit karena terjadi
dekolorisasi sehingga dinding sel tetap menahan kristal violet. Bakteri gram negatif
memiliki 3 lapisan dinding sel, sehingga lipid akan tercuci oleh alkohol dan
pewarnaan kristal violet akan ikuttercuci. Bakteri gram negatif saat diwarnai
dengan safranin akan bewarna merah.
Perbedaan lain terdapat pada susunan dinding sel, susunan dinding sel pada
bakteri gram positif terdiri dari 2 lapis sedangkan pada bakteri gram negatif terdiri dari
3 lapis. Hal ini sesuai dengan Lestari et al. (2016) yang menyatakan bahwa Hasil yang
berbeda ini dikarenakan adanya perbedaan struktur dinding sel kedua bakteri, dimana
bakteri Gram negatif lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif.
10. Termasuk jenis apakah bakteri Escherichia coli? Mengapa?
Bakteri Escherichia coli merupakan jenis bakteri gram negatif. Hal ini sesui
dengan Sutiknowati (2016) yang menyatakan bahwa Escherichia coli adalah salah satu
jenis spesies utama bakteri gram negatif. Banyak industri kimia mengaplikasikan
teknologi fermentasi yang memanfaatkan E. coli, misalnya dalam produksi obatobatan
seperti insulin dan antiobiotik. E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan
panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer. Volume sel E. coli
berkisar 0.6-0.7 m3. Bakteri ini dapat hidup pada rentang suhu 20-40 0C dengan suhu
optimumnya pada 370 C dan tergolong bakteri gram negatif. Bakteri E coli termasuk
salah satu bakteri gram negatif karena dinding selnya memiliki 3 lapisan. Sebagaimana
menurut Fatisa (2013) Escherichia coli, termasuk bakteri Gram negatif, mempunyai
dinding sel dengan kandungan lipid tinggi (11-22%) dan struktur dinding sel yang
berlapis tiga (multilayer) yaitu lipoprotein, membran luar fosfolipid dan
lipopolisakarida. Membran luar fospolipid dapat mengurangi masuknya zat antibakteri
ke dalam sel.
Daftar Pustaka

Darliana, I., & Wilujeng, S. (2020). Isolasi dan Karakterisasi Jamur Indigenous dan
Potensinya untuk Biodelignifikasi. Jurnal Agrotek Indonesia, 2(5), 1–6.
https://doi.org/10.31857/s0320930x20040088

Fatisa, Y. (2013). ( Nephelium mutabile ) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia


coli Secara In Vitro. Jurnal Peternakan, 10(1), 31–38.

Fikri, F., Rahmaningtyas, I. H., Prastiya, R. A., & Purnama, M. T. E. (2019). Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro (Antibacterial Activity Of Soursop
(Annona Muricata) Leaf Extract On Growth Of Bacteria Pseudomonas Aeruginosa In
Vitro). Jurnal Veteriner, 20(3), 384. https://doi.org/10.19087/jveteriner.2019.20.3.384

Hadi, B., Bahar, E., & Semiarti, R. (2014). Uji Bakteriologis Es Batu Rumah Tangga yang
digunakan Penjual Minuman di Pasar Lubuk Buaya Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(2), 119–122. https://doi.org/10.25077/jka.v3i2.44

Handayani, F., Sundu, R., & Dawia, D. (2017). Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada
Minuman Teh Kemasan Industri Rumah Tangga Di Kelurahan Sungai Dama Dan
Selili Menggunakan Metode Most Probable Number (MPN). Jurnal Ilmiah
Manuntung, 3(1), 59–63. https://doi.org/10.51352/jim.v3i1.91

Jiwintarum, Y., Agrijanti, & Septiana, B. L. (2017). Most Probable Number (Mpn)
Coliform Dengan Variasi Volume Media Lactose Broth Single Strength (Lbss) Dan
Lactose Broth Double Strength (Lbds). Jurnal Kesehatan Prima, 11(1), 11–17.

Joni, L. S., Erina, & Abrar, M. (2018). Total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Feses Rusa
Sambar (Cervus unicolor) di Taman Rusa Aceh Besar. J. Jimvet, 2(1), 77–85.

Lestari, Y., Ardiningsih, P., & Nurlina. (2016). Aktivitas Antibakteri Gram Positif Dan
Negatif Dari Ekstrak Dan Fraksi Daun Nipah ( Nypa fruticans Wurmb .). Jurnak
Kimia Khatulistiwa, 5(4), 1–8.

Musyarifah, Z., & Agus, S. (2018). Proses Fiksasi pada Pemeriksaan Histopatologik.
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(3), 443. https://doi.org/10.25077/jka.v7i3.900

Ningrum, E. F. C., Rosyidi, I. N., Puspasari, R. R., & Semiarti, E. (2017). Perkembangan
Awal Protocorm Anggrek Phalaenopsis amabilis secara In Vitro setelah Penambahan
Zat Pengatur Tumbuh α-Naphtaleneacetic Acid dan Thidiazuron. Biosfera, 34(1), 9.
https://doi.org/10.20884/1.mib.2017.34.1.393

Nurtjahyani, S. D., & Shynty, D. (2014). Efektivitas pengenceran terhadap pertumbuhan


koloni tomat pada saus tomat. J. Saintek, 11(2), 65–68.

Putri, A. L., & Kusdiyantini, E. (2018). Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari
pangan fermentasi berbasis ikan (Inasua) yang diperjualbelikan di Maluku-Indonesia.
Jurnal Biologi Tropika, 1(2), 6. https://doi.org/10.14710/jbt.1.2.6-12

Rusmiatik. (2011). Perbandingan Fiksasi Larutan Bouin Dan Formalin Pada Sediaan
Preparat Histologi Testis Marmut. Jurnal Bio Educatio, 3(5), 1–5.

Sutiknowati, L. I. (2016). “Bioindikator Pencemar, Bakteri Escherichia coli.” Jurnal


Oseana, 41(4), 63–71. oseanografi.lipi.go.id

Wicaksono, E. B., Hardianto, & Muliawan, A. (2019). Rancang Bangun Penghitung


Jumlah Koloni Bakteri Berbasis Arduino Uno. Jurnal Teknika, 13(2), 123–128.

Wijaya, R. C., Utari, E. L., & Yudianingsih. (2015). Perancangan Alat Penghitung Bakteri.
Jurnal Teknologi Informasi, 10(29), 1–8.

Yuniarty, T., & Misbach, S. R. (2016). Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea
Batatas Poiret ) Sebagai Zat Pewarna Pada Pewarnaan Staphylococcus Aureus. Jurnal
Teknologi Laboratorium, 5(2), 39–63.

Yunita, M., Hendrawan, Y., & Yulianingsih, R. (2015). Analisis Kuantitatif Mikrobiologi
Pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia Berdasarkan TPC
(Total Plate Count) Dengan Metode Pour Plate. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
Dan Biosistem, 3(3), 237–248.

Anda mungkin juga menyukai