NIM : 23010120120030
Kelas : Mikrobiologi D
4. Apa yang terjadi jika faktor pengenceran yang digunakan semakin besar?
Semakin besar pengenceran yang digunakan maka semakin sedikit jumlah
koloni yang akan diamati. Hal ini sesuai dengan Joni et al. (2018) yang menyatakan
bahwa prinsip pengenceran adalah untuk mengurangi kuantitas bakteri, sehingga
apabila semakin besar pengenceran yang dilakukan maka semakin sedikit jumlah
koloni yang tumbuh pada media. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya
kegagalan pertumbuhan koloni bakteri pada media biakan adalah kesalahan dalam
perosedur pengenceran dan pengenceran yang terlalu besar, misalnya mengambil
terlalu banyak atau terlalu sedikit bakteri dari larutan suspensi awal. Hal ini diperkuat
oleh Nurtjahyani & Shynty (2014) yag menyatakan bahwa metode pengenceran dapat
membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar.
Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan sehingga
jumlah koloni umumnya relatif renda
7. Apa tujuan dari pemberian lugol (Gram B) pada proses pewarnaan gram?
Pemberian lugol pada proses pewarnaan gram bertujuan untuk meningkatkan
zat warna bakteri oleh kristal violet. Hal ini sesuai dengan (Putri & Kusdiyantini,
2018) yang menyatakan bahwa larutan lugol iodine (GRAM B) bewarna coklat untuk
memperkuat warna dari Kristal violet. Sebagaimana pendapat Yuniarty & Misbach
(2016) pada saat di genangi lagi dengan larutan lugol maka zat warna akan lebih
melekat karena larutan lugol memiliki fungsi untuk melekatkan warna pada dinding
sel bakteri sehingga pada saat pencucian menggunakan alkohol maka warna pada
bakteri tidak luntur.
9. Apa yang membedakan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif?
Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif memiliki beberapa perbedaan
diantaranya, bakteri gram positif saat diwarnai oleh kristal violet akan berwarna ungu
sedangkan bakteri gram negatif saat diwarnai kristal violet akan berwarna merah. Hal
ini sesuai dengan Putri & Kusdiyantini (2018) yang menyatakan bahwa prinsip
pewarnaan gram yaitu saat bakteri diwarnai dengan kristal violet, bakteri gram positif
akan menyerap zat warna tersebut sehingga bewarna ungu. Sedangkan bakteri gram
negatif akan melepas zat warna kristal violet setelah dicuci dengan alkohol dan
kemudian akan menyerap zat warna terakhir yang diberikan yaitu safranin sehingga
bewarna merah. Gram positif memiliki dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal.
Saat peluruhan dengan alkohol, pori-pori dinding sel menyempit karena terjadi
dekolorisasi sehingga dinding sel tetap menahan kristal violet. Bakteri gram negatif
memiliki 3 lapisan dinding sel, sehingga lipid akan tercuci oleh alkohol dan
pewarnaan kristal violet akan ikuttercuci. Bakteri gram negatif saat diwarnai
dengan safranin akan bewarna merah.
Perbedaan lain terdapat pada susunan dinding sel, susunan dinding sel pada
bakteri gram positif terdiri dari 2 lapis sedangkan pada bakteri gram negatif terdiri dari
3 lapis. Hal ini sesuai dengan Lestari et al. (2016) yang menyatakan bahwa Hasil yang
berbeda ini dikarenakan adanya perbedaan struktur dinding sel kedua bakteri, dimana
bakteri Gram negatif lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif.
10. Termasuk jenis apakah bakteri Escherichia coli? Mengapa?
Bakteri Escherichia coli merupakan jenis bakteri gram negatif. Hal ini sesui
dengan Sutiknowati (2016) yang menyatakan bahwa Escherichia coli adalah salah satu
jenis spesies utama bakteri gram negatif. Banyak industri kimia mengaplikasikan
teknologi fermentasi yang memanfaatkan E. coli, misalnya dalam produksi obatobatan
seperti insulin dan antiobiotik. E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan
panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer. Volume sel E. coli
berkisar 0.6-0.7 m3. Bakteri ini dapat hidup pada rentang suhu 20-40 0C dengan suhu
optimumnya pada 370 C dan tergolong bakteri gram negatif. Bakteri E coli termasuk
salah satu bakteri gram negatif karena dinding selnya memiliki 3 lapisan. Sebagaimana
menurut Fatisa (2013) Escherichia coli, termasuk bakteri Gram negatif, mempunyai
dinding sel dengan kandungan lipid tinggi (11-22%) dan struktur dinding sel yang
berlapis tiga (multilayer) yaitu lipoprotein, membran luar fosfolipid dan
lipopolisakarida. Membran luar fospolipid dapat mengurangi masuknya zat antibakteri
ke dalam sel.
Daftar Pustaka
Darliana, I., & Wilujeng, S. (2020). Isolasi dan Karakterisasi Jamur Indigenous dan
Potensinya untuk Biodelignifikasi. Jurnal Agrotek Indonesia, 2(5), 1–6.
https://doi.org/10.31857/s0320930x20040088
Fikri, F., Rahmaningtyas, I. H., Prastiya, R. A., & Purnama, M. T. E. (2019). Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro (Antibacterial Activity Of Soursop
(Annona Muricata) Leaf Extract On Growth Of Bacteria Pseudomonas Aeruginosa In
Vitro). Jurnal Veteriner, 20(3), 384. https://doi.org/10.19087/jveteriner.2019.20.3.384
Hadi, B., Bahar, E., & Semiarti, R. (2014). Uji Bakteriologis Es Batu Rumah Tangga yang
digunakan Penjual Minuman di Pasar Lubuk Buaya Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(2), 119–122. https://doi.org/10.25077/jka.v3i2.44
Handayani, F., Sundu, R., & Dawia, D. (2017). Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada
Minuman Teh Kemasan Industri Rumah Tangga Di Kelurahan Sungai Dama Dan
Selili Menggunakan Metode Most Probable Number (MPN). Jurnal Ilmiah
Manuntung, 3(1), 59–63. https://doi.org/10.51352/jim.v3i1.91
Jiwintarum, Y., Agrijanti, & Septiana, B. L. (2017). Most Probable Number (Mpn)
Coliform Dengan Variasi Volume Media Lactose Broth Single Strength (Lbss) Dan
Lactose Broth Double Strength (Lbds). Jurnal Kesehatan Prima, 11(1), 11–17.
Joni, L. S., Erina, & Abrar, M. (2018). Total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Feses Rusa
Sambar (Cervus unicolor) di Taman Rusa Aceh Besar. J. Jimvet, 2(1), 77–85.
Lestari, Y., Ardiningsih, P., & Nurlina. (2016). Aktivitas Antibakteri Gram Positif Dan
Negatif Dari Ekstrak Dan Fraksi Daun Nipah ( Nypa fruticans Wurmb .). Jurnak
Kimia Khatulistiwa, 5(4), 1–8.
Musyarifah, Z., & Agus, S. (2018). Proses Fiksasi pada Pemeriksaan Histopatologik.
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(3), 443. https://doi.org/10.25077/jka.v7i3.900
Ningrum, E. F. C., Rosyidi, I. N., Puspasari, R. R., & Semiarti, E. (2017). Perkembangan
Awal Protocorm Anggrek Phalaenopsis amabilis secara In Vitro setelah Penambahan
Zat Pengatur Tumbuh α-Naphtaleneacetic Acid dan Thidiazuron. Biosfera, 34(1), 9.
https://doi.org/10.20884/1.mib.2017.34.1.393
Putri, A. L., & Kusdiyantini, E. (2018). Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari
pangan fermentasi berbasis ikan (Inasua) yang diperjualbelikan di Maluku-Indonesia.
Jurnal Biologi Tropika, 1(2), 6. https://doi.org/10.14710/jbt.1.2.6-12
Rusmiatik. (2011). Perbandingan Fiksasi Larutan Bouin Dan Formalin Pada Sediaan
Preparat Histologi Testis Marmut. Jurnal Bio Educatio, 3(5), 1–5.
Wijaya, R. C., Utari, E. L., & Yudianingsih. (2015). Perancangan Alat Penghitung Bakteri.
Jurnal Teknologi Informasi, 10(29), 1–8.
Yuniarty, T., & Misbach, S. R. (2016). Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea
Batatas Poiret ) Sebagai Zat Pewarna Pada Pewarnaan Staphylococcus Aureus. Jurnal
Teknologi Laboratorium, 5(2), 39–63.
Yunita, M., Hendrawan, Y., & Yulianingsih, R. (2015). Analisis Kuantitatif Mikrobiologi
Pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia Berdasarkan TPC
(Total Plate Count) Dengan Metode Pour Plate. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
Dan Biosistem, 3(3), 237–248.