20 (3): 201-210
ISSN 1907-1760 E-ISSN 2460-3716
Evaluasi Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Mutu Daging
Se’i Babi di Kota Kupang
Evaluation of The Application of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) to The
Qualty of Pork Se’i Meat in Kupang City
ABSTRAK
Daging se’i (daging asap) merupakan produk olahan tradisional yang popular di NTT proses
pembuatan se’i dari bahan daging babi dan sapi. Sistem pengolahan se’i masih menggunakan cara
yang tradisional dan konvensional. Untuk memproduksi produk pangan yang aman dikonsumsi, perlu
menggunakan standar-standar keamanan pangan. Salah satu standar keamanan pangan yang diakui adalah
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
proses pembuatan se’i di 2 Depot se’i yang berada di kawasan Kota Kupang berdasarkan HACCP selama
periode waktu Januari-April 2018 dengan analisis deskriptif. Hasil yang diperoleh di kedua Depot se’i
belum menerapkan standar HACCP, SSOP dan proses GMP, sehingga ada potensi bahaya dari aspek
biologis, fisik dan kimia. Dari identifikasi CCP ditetapkan 5 proses yang memiliki CCP, yaitu: penerimaan
daging, pengirisan, pencampuran bumbu, pengasapan dan penyimpanan. Perlu menerapkan HACCP
untuk menunjang produksi se’i. Rekomendasi untuk HACCP, SSOP dan GMP adalah; higienes karyawan,
pemeriksaan alat produksi secara berkala, perbaikan tata ruang dan keamanan air.
Kata kunci: GMP, HACCP, Se’i, SSOP
ABSTRACT
Se’i meat (bacon) is a traditional processed product that popular in NTT se’i processing of pork and
beef. Se’i processing system still uses traditional and conventional way. To produce food products that are
safe to consume, it is necessary to use food safety standards. One of the recognized food safety standards
is the Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). The objaective of this research is to know
how to process of se’i in 2 Depot se’i located in Kupang City area based on HACCP during period of
January-April 2018 with descriptive analysis. The results obtained in both Depot se’i have not implemented
HACCP, SSOP and GMP standards, so there is potential danger from biological, physical and chemical
aspects. From the identification of CCP, there are 5 processes that have CCP, that is: meat acceptance,
slicing, mixing seasoning, fumigation and storage. Need to apply HACCP to support se’i production.
Recommendations for HACCP, SSOP and GMP are; hygienic employees, periodic inspection of production
equipment improvement of spatial and water security.
Keywords: GMP, HACCP, Se’i, SSOP
Tenggara Timur (NTT) untuk mengupayakan pangan khususnya keamanan pangan tidak
suatu bentuk pengawetan yang masih bersifat dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk
tradisional dengan cara pengasapan menjadi akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan
daging se’i. Daging babi yang diasap sangat bahwa produk yang aman didapat dari
disukai terutama rasanya yang khas. bahan baku yang ditangani dengan baik,
Pembusukan daging dapat disebabkan diolah dan didistribusikan dengan baik akan
oleh aktivitas enzim-enzim dalam daging menghasilkan produk akhir yang bermutu dan
(autolisis), kimiawi (oksidasi) dan aman (Kementrian Perindustrian RI, 2010).
mikroorganisme. Mekanisme pembusukan Standar-standar keamanan pa-
ini sangat kompleks. Faktor-faktor yang ngan sangat diperlukan untuk jaminan
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme memproduksi pangan yang aman (Badan
pada daging adalah: jenis dan jumlah Standarisasi Nasional, 1998). Salah satu
mikroorganisme awal (pencemar) serta standar keamanan pangan yang diakui adalah
penyebarannya, sifat fisik daging, sifat Hazard Analysis and Critical Control Point
kimiawi daging, ketersediaan oksigen, serta (HACCP). HACCP merupakan suatu piranti
suhu. Konsentrasi komponen tersebut dalam (sistem) yang digunakan untuk menilai bahaya
daging dan penggunaannya oleh jenis mikroba dan menetapkan sistem pengendalian yang
tertentu yang akan menentukan waktu memfokuskan pada pencegahan. HACCP
terjadinya (onset) dan jenis pembusukan diterapkan pada seluruh mata rantai proses
(Lukman, 2010). Kerusakan pada daging pengolahan produk pangan (Thaheer, 2005).
disebabkan oleh terjadinya oksidasi lemak HACCP merupakan program
dan juga karena bakteri yang mempengaruhi persyaratan dasar untuk cara produksi
kualitas daging (Malelak et al., 2017). makanan yang baik (Good Manufacturing
Daging se’i merupakan salah satu Practice, GMP) atau praktek higiene yang
produkan daging sapi, babi dan daging rusa. baik (Good Hygiene Practice, GHP) yang
Cara pengolahan daging se’i babi sederhana, akan dipatuhi oleh semua pelaku bisnis
hal ini yang menyebabkan banyaknya makanan, yang memiliki reputasi baik untuk
masyarakat Kupang menjual daging se’i memastikan bahwa makanan yang diberikan
babi. Pertumbuhan mikroba pada daging pada konsumen adalah makanan yang sehat
dipicu dari sifat daging itu sendiri seperti dan aman (Prasetyo, 2000).
kadar air, pH, protein, lemak, karbohidrat, Sistem HACCP juga menjadi suatu
dan vitamin (Suardana dan swacita, sistem manajemen mutu yang berfungsi
2009). Kerusakan daging oleh mikroba sebagai kerangka acuan yang didalamnya
mengakibatkan penurunan mutu daging. setiap kegiatan proses dapat dikelola
Besarnya kontaminasi mikroba pada daging (Nurmawati, 2012). Maka dari itu, untuk
menentukan kualitas dan masa simpan daging meningkatkan keamanan pangan pada
(Usmiati, 2010). proses pembuatan se’i ini diperlukan
Se’i dalam proses pembuatannya pengamatan dan penerapan HACCP.
memiliki banyak kemungkinan bahaya Pengamatan dan penerapan ini diharapkan
biologis, seperti cemaran mikroba, bahaya mampu mengidentifikasi, menganalisis serta
fisik adanya debu-debu dan serpihan kayu, mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi
bahaya kimia akibat arang, atau proses pada proses pembuatan se’i.
produksi selama pembuatan se’i berlangsung. Se’i yang banyak diminati oleh
Semua hal tersebut dapat terjadi, namun wisatawan baik domestik maupun
juga dapat dikendalikan. Keamanan pangan internasional. Sebagai salah obyek kuliner
merupakan persyaratan utama dan terpenting yang perlu dijaga mutu dan keamananya
dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Untuk itu dibutuhkan suatu analisa untuk
Saat ini konsumen menyadari bahwa mutu
petri dan diratakan cawan petri diinkubasi terhadap penerapan sistem menajemen mutu
secara terbaik pada suhu 400C selama 48 jam dan keamanan produk daging se’i babi di
cawan petri yang ditumbuhi 25-250 koloni produsen se’i Depot X di Kecamatan Oebufu
Staphylococcus aureus dihitung. Koloni dan produsen se’i Depot Y di Kecamatan
Staphylococcus aureus berwarna abu-abu Maulafa, Kupang. Penelitian dimulai dari
sampai hitam mengkilat dengan lingkaran proses pemilihan bahan baku, pengirisan,
cerah disekelilinya dan seringkali lingkaran curing, pencampuran bumbu, panggang dan
jernih, koloni mempunyai getah kental ketika. penyimpanan.
Disentuh dengan jarum Ose (Lutfi, 2014). Analisis Pembuatan Se’i Babi (X) dan (Y)
Analisi kuantitatif nitrit Observasi pertama yang dilakukan
Pemeriksaan nitrit dilakukan secara yaitu membandingkan proses pengolahan
spektrofotometri dalam daging babi dan se’i di lapangan dengan standar prosedur dari
se’i babi dengan metode Griess secara sumber pustaka. Pengamatan dilakukan pada
spektrofotometri dengan menggunakan semua tahap mulai dari bahan baku daging
senyawa amina asam sulfanilamida dengan utuh sampai menjadi se’i.
agen pengkopling N-1-naftiletilen-diamonium Produsen Depot se’i X dan Y
dihidroklorida (NEDA). (Habibah, 2018) menggunakan daging babi yang masih segar
Analisis cemaran logam berat Pb menurut (Tabel 1). Produsen se’i X membeli babi dari
Kohar (2005) adalah sebagai berikut 1) petani peternak yang berada di kawasan Kota
sampel dalam bentuk abu, lalu ditimbang Kupang. Sedangkan produsen se’i Y membeli
± 100 mg kemudian. 2) sampel dilarutkan langsung dari Rumah Pemotongan Hewan
dalam 8 ml HNO3, 1N lalu dilarutkan. 3) Agar (RPH) Oeba yang dibungkus dengan kantong
sampel larut sempurna, sampel abu yang telah plastik dan kemudian diangkut dengan mobil.
ditentukan dengan HNO3 1N dipanaskan pada Daging babi yang dipilih, untuk pembuatan
suhu 60 0C - 70 0C sampai larut sempurna. se’i daging yang masih segar, warna merah
4) sampel lalu disaring dengan kertas saring cerah, terdiri dari serat-serat bergaris
(Whatman/ditampung), kemudian 5) larutan melintang yang arahnya sejajar. Umumnya
sampel diukur/ diencerkan sampai 10m digunakan bagian topside, dan tetelan. Topside
(labu ukur) dengan HNO3 1N. 6) sampel siap merupakan bagian pangkal kaki belakang.
dinalisis dengan menggunakan alat AAS. Bagian ini memiliki bentuk yang ramping,
cukup lembut, dan mudah matang. Daging
HASIL DAN PEMBAHASAN babi bagian mayang daging berwarna merah
segar dan banyak bergajih (lemak). Bagian
Berdasarkan hasil penelitian melalui tetelan pada daging babi biasanya terdiri dari
observasi dan wawancara yang dilakukan daging-daging yang melekat pada tulang.
Daging yang melekat langsung pada tulang
memiliki komposisi serat otot yang teksturnya dulu tapi langsung diasapkan menghasilkan
cukup kenyal. Bagian tetelan sangat cocok se’i yang berwarna merah kehitaman.
digunakan untuk membuat se’i. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan di
Proses pengirisan daging selebar ± temukan penyimpangan yaitu Pekerja tidak
2 jari dan setebal ± 3 cm tidak terlalu tebal menggunakan alat pelindung diri (APD)
dan tidak terlalu tipis, seragam, serta masih lengkap selama proses pengirisan dan curing,
utuh dan memanjang (Tabel 2). Dalam proses seperti celemek, sarung tangan, penutup
pencampuran bumbu pada produsen se’i Depot kepala dan tidak menggunakan sepatu boot.
X kadang menggunakan zat pewarna dengan Hal tersebut dapat menyebabkan kontaminasi
tujuan untuk memberi warna merah cerah pada silang dari kulit atau kuku ke daging se’i.
daging dan memperpanjang umur simpang Pada tahapan proses ini beberapa hal
daging se’i tersebut. Pada produsen se’i Depot telah sesuai dengan standard HACCP yang ada
Y proses pencampuran bumbu menggunakan seperti pengasapan daging se’i sudah benar-
rempah-rempah, garam, bawan dan gula. benar matang baru diangkat atau disajikan
Curing merupakan proses perendaman daging (Tabel 3). Kemudian telah dilakukan pula
yang telah diiris. Sebagai bahan untuk Curing pemanggangan sesuai dengan suhu standar
adalah campuran antara garam dan garam yaitu ± 15-45 menit tergantung pada panas dan
saltpeter atau NaNO2/KNO3/garam sendawa jarak api dengan daging. Selama pengasapan
(jika ada) dengan formulasi umum garam daging dibalik setiap 15 menit agar tidak
(Nacl) sebanyak 1-2% untuk 1 kg daging (± hangus. Setelah diasap daging diangkat dan
1 sendok makan) dan garam saltpeter 500/ didinginkan (Costa, 2013). Namun demikian,
mg atau 0,05% untuk 1 kg bahan/daging tingkat kehigienisannya perlu ditingkatan
babi (Malelak et al., 2015). Bahan-bahan dikarenakan pada tahapan ini ditemukan
tersebut dilarutkan dengan air secukupnya beberapa jenis serangga disekitar tempat
dan dilakukan proses curing selama 6-12 pengasapan se’i. Berdasarkan pengamatan
jam. Setelah dilakukan proses curing daging dilapangan tempat pengolahan se’i yang
diangkat, digantung untuk mengeluarkan dilakukan oleh karyawan di Depot X dan Y
air dari daging dan sisa-sisa darah selama kurang memperhatikan aspek hygiene seperti
1-2 jam. Proses ini sangat penting sebab ditemukan tempat sampah yang tidak tertutup
apabila daging yang tidak ditiriskan terlebih dan diletakan dekat dengan pengolahan se’i
(Tabel 4). Selain itu juga ditemukan karyawan Seluruh sampel (100%) dari dua depot
melakukan tindakan kurang aman dengan se’i (X dan Y) yang ada di Kota Kupang telah
tidak mencuci tangan sebelum mengolah terkontaminasi mikroba melebihi standar
makanan. Menurut standard HACCP tempat yang ditetapkan oleh SNI yaitu 1x106 cfu/g
pembuangan sampah sisa hasil olahan (Tabel 7). Jumlah TPC daging segar yang
diletakan jauh dari tempat pengolahan, agar tertinggi untuk depot X (sampel 4) yaitu
tidak menjadi sumber kontaminasi silang. sebesar 8,8x106 cfu/gr dan depot Y (sampel
Dari hasil observasi yang di lakukan 1) yaitu sebesar 7,2x107 cfu/g. Sedangkan
awal kontaminasi mungkin berawal dari proses untuk daging se’i, jumlah TPC yang tertinggi
penyembelihan ternak babi yang ada di Kota pada depot X (sampel 3) yaitu 9,1x104 cfu/gr
Kupang (Tabel 5). Bahri (2008) mengatakan dan depot Y (sampel 2) yaitu sebesar 9,5x103
bahaya atau hazard yang berkaitan dengan cfu/g.
keamanan pangan asal ternak dapat terjadi Sumber kontaminasi pada daging dapat
pada setiap matarantai mulai dari praproduksi berupa: hewannya sendiri (misalnya: rambut,
di produsen, pasca produksi sampai produk bulu (unggas), kulit, kotoran, isi saluran
tersebut didistribusikan dan disajikan kepada pencernaan), air yang digunakan selama
konsumen. proses pemotongan, udara, lantai atau tanah,
Identifikasi bahaya (mikrobiologi, kimia, peralatan pemotongan, dan tempat pemasaran
dan cemaran logam berat) beserta peralatan dan penjualannya. Pada
tempat pemotongan dan alat–alat yang
Potensi bahaya yang berasal dari
digunakan jika tidak bersih (higienis) akan
pengamatan di Depot X dan Y yang ada di
mempengaruhi jumlah kontaminasi mikroba
Kota Kupang dapat dilihat pada Tabel 6.
ke karkas yang dihasilkan. Selain itu
Tabel 6. Identifikasi bahaya dalam setiap tahap pembuatan se’i di depot X dan Y serta jenis
pengendalian yang dapat diterapkan
Kategori
Tahapan Bahaya Bahaya Tindakan Pencegahan
S T ST
Pemilihan Bahan 1. Resiko kontaminasi √ Memilih daging yang bersih,
Baku Daging E.coli, TPC dan bebas dari kotoran/feses,
S.aureus lingkungan memilih tempat pemotongan
dan penjual daging. yang bersih.
2. Daging yang dibeli dari √ Pengetahuan tentang ciri-ciri
peternak daging yang berasal dari babi
sakit atau babi sehat.
Pengirisan,curing 1. Kontaminasi dari √ Pekerja sebaiknya diwajibkan
dan pencampuran pekerja yang tidak dan diberikan alat pelindung
Bumbu menggunakan sarung diri (APD) lengkap.
tangan.
2. Kontaminasi alat yang √ Pengecekan dan pembersihan/
digunakan sterilisasi alat yang akan
digunakan
P e n g a s a p a n 1. Pekerja tidak √ Pekerja sebaiknya diwajibkan
daging se’i menggunakan alat dan diberikan alat pelindung
pelindung diri (APD). diri (APD) lengkap.
2. Bakteri patogen √ Jarak bara kayu dengan para-
seperti E.coli dan para tempat meletakan daging
Staphylococcus aureus sekitar 50-100 cm lama proses
tidak mati apabila tidak pengasapan sekitar ±30- 45
dipanaskan dengan menit.
benar
P e n y i m p a n a n Se’i yang langsung dijual √ Se’i yang langsung dijual
daging se’i diletakkan di rak kaca disimpan dalam wada yang
tanpa penutup sehingga tertutup agar mikroorganisme
terkontaminasi udara dan tidak berkembang.
tempat penyimpanan.
Keterangan: S: Sedang, T: Tinggi, ST: Sangat Tinggi
kebersihan alat transportasi sangat penting maksimal cemaran yang ditetapkan oleh SNI
dalam menjamin keamanan daging sebelum (2009) yaitu < 3/g (Tabel 7). Jumlah bakteri
dikonsumsi oleh masyarakat. Transportasi E.coli daging segar yang tertinggi untuk
yang baik memiliki bak tertutup, adanya depot X (sampel 1, 2, dan 3) yaitu sebesar
sistem pendingin dan higienis (Dengen, 2015). 9,2g dan depot Y (sampel 3) yaitu sebesar
Bakteri E. coli daging segar dan daging 3,6g. Sedangkan untuk daging se’i, jumlah
Se’i pada Depot X dan Y yang ada di Kota bakteri E.coli untuk depot X dan depot Y yaitu
Kupang sebesar 3,6g.
Seluruh sampel (100%) dari dua depot Kontaminasi yang tinggi dari Escherichia
se’i (X dan Y) yang ada di Kota Kupang telah coli pada daging se’i berhubungan erat
terkontaminasi bakteri E.coli melebihi batas dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan
Tabel 7. Proporsi TPC, E. coli, dan S. aureus daging segar dan daging se’i di X dan Y yang ada
di Kota Kupang
Uji (Cfu/g)
Depot se’i Sampel TPC E. coli S. aureus
Segar Se’i Segar Se’i Segar Se’i
X 1 2,0 x 105 7,6 x105 9,2 3,6 8 0
2 1,2 x 107 1,9 x105 9,2 3,6 3 0
3 6,1 x 105 9,1 x 104 9,2 3,6 2 0
4 8,8 x 106 1,6 x 105 <3,6 3,6 9 0
Y 1 7,2 x107 9,2 x 103 <3,6 3,6 0 8
2 6,7 x106 9,5 x 103 3,0 3,6 11 0
3 5,9 x106 1,2 x 104 3,6 3,6 11 0
4 6,5 x106 1,5 x 104 <3,6 3,6 1 8
sanitasi dan higienis bahan dan pekerja dalam tertingginya yaitu 8 (sampel 1 dan 4). Bila
proses pengolahan dan penanganan terhadap di bandingkan dengan kontaminasi bakteri
daging. Persyaratan higiene sangat penting Staphylococcus aureus menurut SNI (2009)
dalam proses pengolahan se’i, antara lain maka cemaran bakteri Staphylococcus aureus
kebersihan bangunan, pekerja, perlengkapan, pada daging segar dan se’i di dua depot (X
dan peralatan yang digunakan, agar tidak dan Y) masih dalam batas normal yaitu di
menjadi sumber kontaminasi pada proses bawah dari 1x102 koloni/g.
pengolahan daging se’i. Hal ini sesuai dengan Kadar Nitrit daging segar dan daging se’i
kenyataan di lapangan bahwa dalam proses
Kadar Nitrit pada seluruh sampel dari
pengolahan daging dari awal hingga akhir
dua depot se’i (X dan Y) yang ada di Kota
tidak memperhatikan faktor hygiene, baik
Kupang masih dalam batas normal (Tabel
pekerja maupun bahan dan peralatan yang
8). Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI
digunakan. Abubakar (2003) bahwa Dalam
nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan
menghasilkan daging ayam, produsen dan
tambahan makanan menyatakan bahwa kadar
pengolah diharapkan dapat menerapkan
nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging
cara-cara berproduksi yang baik atau Good
olahan adalah 200 mg/kg bahan. Sedangkan
Manufacture Practices (GMP) dan penerapan
USDA (United States Departement of
sistem keamanan pangan atau HACCP,
Agriculture) membatasi penggunaan
sehingga daging ayam yang dihasilkan aman
maksimum nitrit sebagai garam sodium atau
dan sehat dikonsumsi (Abubakar, 2003).
potasium yaitu 239,7 g/100 L larutan garam,
Bakteri S. aureus daging segar dan daging 62,8 g/100 kg daging untuk daging kering
Se’i pada Depot X dan Y yang ada di Kota atau 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis
Kupang (Diana, 2012).
Pada depot X, jumlah bakteri Hasil penelitian ini sesuai dengan
Staphylococcus aureus untuk daging segar pengamatan di lapangan bahwa dari dua depot
yang tertinggi yaitu 9 koloni/g (sampel 4) yang ada, ditemukan satu sampel pada depot X
sedangkan pada se’i semua sampel nilainya yang kadar nitritnya melebihi batas yang telah
negatif (Tabel 7). Sedangkan pada depot ditentukan oleh Menteri Kesehatan RI nomor
Y, bakteri Staphylococcus aureus untuk 722/Menkes/Per/IX/88. Hal ini dikarenakan
daging segar yang tertinggi yaitu 11 koloni/g dalam penambahan saltpeter (nitrit) pada
(sampel 2 dan 3) sedangkan pada se’i, angka proses pembuatan se’i, takaran saltpeter
Tabel 8. Proporsi Pb dan Mn daging segar dan daging se’i di depot X dan Y
Depot Nitrit (mg/kg) Pb (mg/kg) Mn (mg/kg)
Sampel
se’i Segar Se’i Segar Se’i Segar Se’i
X 1 78,69 25,64 0,05 0,03 0,277 -0,273
2 45,37 37,41 0,13 0,18 0,125 0,130
3 137,89 36,14 0,09 0,16 0,061 0,145
4 60,95 64,03 0,09 0,12 0,087 0,094
Y 1 39,35 67,28 0,03 0,07 -0,279 -0,276
2 32,52 121,46 0,13 0,15 0,061 0,072
3 98,06 246,15 0,10 0,12 0,065 0,088
4 36,32 39,95 0,09 0,10 0,044 0,043
yang digunakan tidak mempunyai ukuran tersebut masih dalam kisaran normal dan
yang tetap. Salah satu keamanan pangan bila ditinjau dari segi paparan logam berat
yang perlu diperhatikan adalah penggunaan maka cemaran timbal dan mangan pada
bahan pengawet. Bahan pengawet yang biasa depot X dan Y juga masih dalam taraf
digunakan dalam proses curing daging adalah normal.
garam nitrit dan nitrat. Garam nitrit dan nitrat 2. Dalam membuat suatu konsep
digunakan dalam proses curing daging untuk pengendalian mutu suatu produk perlu
memperoleh warna yang baik dan mencegah memperhatikan: Program prasyarat,
pertumbuhan mikroba seperti Clostridium deskripsi produk, diagram alir, identifikasi
botulinum. Penggunaan bahan ini semakin bahaya (mikrobiologi, kimia dan cemaran
luas karena manfaat nitrit dalam pengolahan logam berat), penetapan titik kendali
daging selain sebagai pembentuk warna dan kritis atau CCP, dan peta batas kritis.
bahan pengawet, juga sebagai pembentuk
faktor rangsangan yaitu aroma dan cita rasa
(Cahyadi, 2009). DAFTAR PUSTAKA
Kadar Pb daging segar dan daging se’i pada
Abubakar. 2003 Mutu Karkas Ayam Hasil
Depot X dan Y yang ada di Kota Kupang.
Pemotongan Tradisional dan Penerapan
Cemaran Pb pada daging yang ada pada Sistem Hazard Analysis Critical
depot X dan depot Y masih dalam kisaran Control Point. Bogor: Balai Penelitian
normal. Menurut badan SNI (2009), batas Ternak, hal 2
cemaran Pb dalam daging dan hasil olahannya
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar
adalah 1,0 mg/kg (Tabel 8).
Nasional Indonesia 4852:1998. Sistem
Analisa Bahaya dan Pengendalian
KESIMPULAN Titik Kritis (Hazard Analysis Critical
Control Point–HACCP) serta Pedoman
1. Bila dilihat dari segi mikrobiologis, Penerapannya, Jakarta.
maka depot X dan Y memiliki cemaran Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar
mikrobiologis (TPC, E. Coli dan S. Nasional Indonesia 7388:2009. Batas
Aureus) yang tinggi. Hal ini berarti Maksimum Cemaran Mikroba dalam
kedua depot tersebut belum menerapkan Pangan, Jakarta.
HACCP pada proses pengolahan daging
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar
se’i. Bila dilihat dari segi kimia maka
Nasional Indonesia 2897:2008. Matode
kandungan Nitrit pada kedua depot