Disusun oleh:
(NIM: 1411105071)
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu aspek penting yang dilihat oleh konsumen dalam membeli
atau mengonsumsi makanan adalah aspek keamanannya. Suatu makanan yang
memiliki tampilan menarik ataupun mempunyai rasa yang lezat akan memiliki
nilai yang kurang jika keamanannya diragukan. Meningkatnya pengetahuan
dan kesadaran konsumen untuk hidup sehat juga memberikan implikasi yang
signifikan pada dunia industri, terutama industri pangan. Industri pangan
dituntut untuk menghasilkan produk yang aman, bermutu dan mengandung
nutrisi yang baik. Maka dari itu, setiap industri pangan perlu mengaplikasikan
sistem jaminan keamanan pangan guna menghasilkan produk yang baik.
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui tahapan proses produksi mie instan
1.2.2. Mengetahui kriteria bahan baku dan bahan tambahan pada produksi
mie instan
1.2.3. Menentukan CCP (Critical Control Point) pada tahapan proses
produksi mie instan
BAB II
PEMBAHASAN
Larutan alkali
Gambar: Tahapan proses produksi Mie Instan
Packing
Roll-sh
Mie instan
Tepung Tapioka
Tepung tapioka digunakan sebagai bahan tambahan untuk
pensubtitusi tepung terigu. Pengendalian mutu tepung tapioka dianalisa
secara fisik dan kimia, secara fisik diamati warna dan secara kimia
dengan pengujian kadar abu.
Minyak Goreng
Minyak yang digunakan harus memenuhi standar untuk kadar FFA
pada saat minyak goreng adalah 0,075%. Minyak juga mangalami
perlakuan steam sebelum minyak goreng dialirkan ke tangki
penyimpanan karena minyak yang datang masih dalam bentuk beku.
Minyak goreng disteam di dalam tangki yaitu dengan mengalirkan uap
panas ke dalam tangki tersebut sampai minyak goreng mencair.
Kemudian minyak goreng dialirkan ke mixer untuk dilakukan
penambahan bahan antioksidan (TBHQ). Setelah tercampur minyak
goreng dialirkan ke tangki penyimpanan.
Proses pengendalian mutu pada industri mie instan meliputi
pemeriksaan yang dilakukan selama proses berlangsung, dengan
mengambil sample dari tangki penyimpanan. Sample minyak goreng
yang diambil dianalisa kadar free fatty acid (FFA). Pengendalian mutu
secara organoleptik yaitu cairan kuning berbau normal dan tidak tercemar
benda asing.
Garam dapur
Garam dapur juga digunakan sebagai pembuatan larutan alkali
dengan ditambahkan ingredient lain seperti pewarna. Larutan alkali ini
akan memberikan karateristik rasa aroma, warna kuning dan kekukuhan
serta keelastisan tekstur mi. Untuk proses produksi dipilih garam yang
bersih, kenampakannya berwarna putih, butiran garamnya halus sehingga
mudah terlarut, garam tersebut agar tetap terjaga kebersihannya maka
perlu penyimpanan yang baik yaitu ditempatkan diruangan terpisah dari
ruang produksi, agar tidak terkontaminasi dengan air maupun kotoran
yang dapat menyebabkan garam tersebut menjadi rusak.
Zat pewarna
Zat pewarna kuning sengaja ditambahkan dalam pembuatan mi yang
digunakan untuk memperbaiki mutu dan penampilan mi sehingga sesuai
dengan minat warna mi pada umumnya. Zat pewarna yang digunakan
dalam pembuatan mi biasanya mengunakan Tartazine CI 19140.
Tartazine CI 19140 merupakan pewarna makanan yang barbentuk tepung
dengan warna kuning jinga yang digunakan sebagai pewarna sintetik
pada proses pembuatan mi. Tartazine CI 19140 mudah larut dalam air
dengan kelarutan yang dihasilkan adalah warna kuning keemasan.
(Winarno, 1984)
Pengunaan zat pewarna di Indonesia hingga saat ini diatur dalam SK
Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73.
Adapun jenis Pewarna Makanan Dan Minuman Sintetik Yang Diijinkan
Di Indonesia yaitu :
Sumber: Direktor Pengawasan Makanan dan Minuman
1) Pengayakan
5) Steaming
6) Shaping-folding
7) Penggorengan (Frying)
Proses pengorengan merupakan proses pemberian sejumlah panas
kepada suatu bahan dengan media berupa minyak atau lemak. Dalam
proses pengorengan terjadi transfer panas dan transfer massa yang
menyebabkan adanya perubahan sifat fisikawi, kimiawi dan mikrobiologi.
Proses pengorengan pada mi instan ini bertujuan untuk mengawetkan mi
secara alami dengan cara mengurangi kadar air dalam minyak, kadar air
menurun dari 30 % menjadi 3 %. Suhu minyak yang tinggi akan
meyebabkan air menguap dengan cepat dan membentuk pori-pori halus
yang dapat mempercepat proses rehidrasi (penyerapan air pada waktu
dimasak). Dengan proses ini mi dapat bertahan selama 8 bulan dengan
tidak ada perubahan warna dan bau.
Tahapan proses ini merupakan Critical Control Point dimana
engendalian mutu pada proses frying dilakukan dengan penilaian waktu,
suhu, level minyak goreng dan adanya cemaran. Selain itu pengendalian
juga dilakukan pada sisa minyak goreng yang dihasilkan. Jika dalam
proses pengorengan pada akhir produksi masih ada sisa minyak goreng di
frying dengan kadar FFA > 0,24% yang disimpan di tangki daily, maka
minyak goring disebut minyak lama. Minyak goreng ini dapat
dipergunakan kembali sebagai bahan campuran minyak goreng untuk
proses produksi baik pada awal produksi maupun selama proses
berlangsung.
8) Cooling
Tahap ini merupakan Critical Control Point karena pada tahap ini
pengendalian mutu dilakukan dengan penilaian suhu pendingin, waktu
yang digunakan, kondisi gelombang mi dan struktur mesin pendingin.
Penilaian suhu yang digunakan dalam proses pendinginan mengunakan
suhu yang telah disesuaikan dengan kondisi/struktur mesin pendingin yang
telah ditentukan. Pengendalian mutu secara organoleptik dapat dilakukan
dengan penilaian warna mi, bentuk mi, adanya cemaran dan kondisi
gelombang mi yang talah terjaga mulai dari proses pembentukan
gelombang mi, sehingga pengendalian mutu terhadap pendingin dilakukan
secara periodik melalui pengamatan 2 jam setiap shift. Pengendalian mutu
pada proses pendingin juga dilakukan dengan pengambilan sampel untuk
dianalisis secara kimia melalui analisa kadar air dan FFA.
9) Packing
10) Cartoning
Cek Homogenitas
Mixing
Cek Kadar air
Cek Kematangan
Cutting & Folding
Cek Berat basah
Cek Tebal basah
Cooling
Cek Berat kering
Cek Suhu
Cek Kebocoran
Packing
Cek Kode Produksi
Cek kelengkapan produk
2.4. Potensi bahaya, Titik kritis (CCP) dan Pengendalian
Secara keseluruhan, potensi bahaya, titik kritis (CCP) dan
pengendalian pada proses produksi mie instan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Proses produksi Mie Instan dilakukan melalui 10 tahap yaitu (1) Pengayakan,
(2) Mixing, (3) Roll Sheeting, (4) Slitting, (5) Steaming, (6) Shaping-folding,
(7) Penggorengan (Frying), (8) Cooling, (9) Packing, dan (10) Cartoning.
3.2. Bahan baku yang digunakan untuk membuat mie instan adalah tepung terigu
yang mempunyai kadar protein tinggi yaitu 8-12% atau jenis terigu hard flour
dimana mempunyai kadar protein 12-13%. Pengendalian mutu kualitas terigu
dilakukan sebelum bahan baku diterima meliputi analisa fisik dan kimia.
3.3. Bahan tambahan yang digunakan untuk membuat mie instan adalah tepung
tapioka, minyak goreng, garam dapur, zat pewarna, bumbu dan minyak bumbu,
dan air. Masing-masing bahan tambahan harus dipastikan memenuhi standar
mutu dan bebas dari cemaran fisik, kimia, ataupun biologis.
3.4. Dari 10 tahap proses produksi yang ada, disetiap prosesnya dilakukan
pengendalian mutu untuk mengurangi resiko bahaya terutama pada tahap
pengayakan, mixing, slitting, steaming, shaping-folding, frying, cooling dan
packing. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa titik kritis (Critical
Control Point) ada pada tahap penerimaan bahan baku, penyimpanan,
penyiapan alat sampai pada tahap packing.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan Made, 1999. Membuat mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta
Fardiaz, s. 1996. Aplikasi HACCP dalam Industri Pangan. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Jumiati, Tri. 2009. Laporan Magang di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
Semarang Jawa Tengah (Pengendalian Mutu Mi Instan). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret press.
eprints.uns.ac.id/8364/0/102901709200908141
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta.