Anda di halaman 1dari 28

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

(SMKP) HACCP

Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan


minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu,
organisasi, persyaratan dasar operasi, persyaratan dasar produk, penerapan prinsip
HACCP dan penanganan konsumen. Hasil penilaian penerapan sistem keamanan
pangan HACCP dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP


Unsur-unsur HACCP PKS PMG Cap
Rambutan Sendok
1. Kebijakan mutu X √
2. Organisasi
2.1. Tim HACCP - √
2.2. Struktur organisasi - √
2.3. Bidang kegiatan √ √
2.4. Personil dan pelatihan X X
3. Deskripsi produk :
Nama produk, komposisi, cara penyiapan dan
penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, √ √
cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara
distribusi, dll
4. Persyaratan Dasar
4.1. GMP X X
4.2. SSOP X X
5. Bagan Alir Proses √ √
6. Prinsip HACCP
5.1. Analisa bahaya X √
5.2. Penetapan CCP (jumlah CCP) X √
5.3. Penetapan batas kritis (metode, dan √ √
penetapannya)
5.4. Penetapan sistem monitoring √ √
5.5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan √ √
5.6. Penetapan verifikasi √ √
5.7. Catatan dan dokumentasi √ √
7. Sistem Penyimpanan Catatan √ √
8. Prosedur Verifikasi √ √
9. Prosedur Pengaduan konsumen √ √
10. Prosedur recall √ √
11. Perubahan Dokumen/Revisi/Amandemen √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

95
KEBIJAKAN MUTU
Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang
menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara
sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi
dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999)
mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah
menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen
pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang
dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan
hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya
karena membaca jurnal/buku.
Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang
sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam
menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini :
a. Ditemukannya bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima
yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan
tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang
menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar.
b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP.
c. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan mengembangkan dan menerapkan
HACCP, terutama produk daging dan perikanan.
d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan
persyaratan HACCP.

Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor


pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari
dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes
(1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi
teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan
komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisis bahaya dan
mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan.

96
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan memiliki kebijakan mutu yang hanya memenuhi sebagian
dari yang dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh
PKS Rambutan belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap
keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang
ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan
faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti GMP dan SSOP.
b) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok memiliki kebijakan mutu yang telah memenuhi materi
yang dipersyaratkan oleh HACCP. Aspek keamanan pangan sudah tercantum
dalam kebijakan mutunya.

ORGANISASI
Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang
sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang
bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini,
manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil
yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa
pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program
HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP,
struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan.
a) PKS Rambutan
Manajemen puncak PKS Rambutan telah menetapkan uraian tentang
sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur
organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi
yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak
memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan
namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP.
b) PMG Cap Sendok
Sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personalia di dalam
struktur organisasi dan deskripsi kerja di PMG Cap Sendok telah terurai
dengan baik. Tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta

97
personalia untuk sistem HACCP sudah terbentuk, namun untuk pelatihannya
masih belum terlaksana sepenuhnya kepada semua pekerja.

DESKRIPSI PRODUK
Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk
dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan
spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi
produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara
penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain.
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memproduksi
CPO tanpa merek dan tanpa kemasan karena dijual langsung ke konsumen
yaitu industrial buyer dengan memakai truk tangki CPO, sedangkan CPO
yang akan diekspor ditimbun pada tangki timbun bersama di Belawan melalui
Kereta Api. Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dari pemasok disortasi
sehingga mutu TBS sesuai dengan standar fraksi kriteria matang TBS yaitu
fraksi 1 sampai 5 dan brondolan. TBS tersebut kemudian direbus, dipress,
dilakukan pemurnian, lalu disimpan pada tangki timbun untuk menghasilkan
Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan proses pengolahan kernel dimulai setelah
tahap pengempaan, dimana ampas pressan berupa biji TBS dan serabut.
Selanjutnya, biji dan serabut dipisah, lalu biji dipecah, dikeringkan, diperam,
kemudian ditimbun di gudang penimbunan.
CPO merupakan produk yang tidak langsung dikonsumsi manusia, tapi
merupakan bahan baku dalam pembuatan olein, stearin, glycerin, sabun, dan
sebagainya, oleh karena itu perlu adanya pengolahan lebih lanjut baru bisa
dikonsumsi manusia. Kernel juga merupakan produk yang tidak dapat
langsung dikonsumsi manusia, tetapi merupakan bahan baku dalam
pembuatan minyak inti sawit, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut
untuk dapat dikonsumsi manusia.
CPO tidak dikemas dalam bahan pengemas, tapi disimpan dalam storage
tank pada suhu 50-60 oC. Kernel tidak boleh terkena air atau bebas dari
kelembaban O2. Sasaran pengguna/konsumen CPO dan kernel adalah industri-

98
industri oleopangan, oleokimia, farmasi, yang menggunakan CPO sebagai
bahan bakunya. CPO dijual secara ekspor dan lokal, dimana ekspor melalui
Kantor Penjualan Bersama (KPB), sedangkan kernel hanya dijual di lokal saja.
b) PMG Cap Sendok
PT. Astra Agro Lestari, Tbk memproduksi minyak goreng (olein) dengan
merek Cap Sendok, Palmeco dan minyak goreng curah (bulking). Minyak
goreng Cap Sendok dan Palmeco sebenarnya memiliki proses produksi dan
standar mutu yang sama. Yang membedakan keduanya adalah tujuan
pemasarannya. Minyak goreng Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri,
sedangkan merek Palmeco dipasarkan ke luar negeri (ekspor).
Minyak goreng Cap Sendok diproses dari minyak kelapa sawit murni
(CPO) dengan standar produk yang ingin dicapai adalah iodine value (60,00
meq min), cloud point (7,0 oC maks), stability (9–15 jam), FFA (0,06–0,08
%), dan visual (bening dan tidak ada benda asing). Minyak goreng Cap
Sendok dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan
primer berupa botol plastik jenis PET dan kemasan sekunder berupa kardus
serta disimpan pada suhu ruangan. Minyak goreng yang dikemas tersebut
didistribusikan menggunakan container barang ke toko dan supermarket.

PERSYARATAN DASAR
Persyaratan dasar (Prerequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus
dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi
dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi
dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar
prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar
tersebut adalah sistem sanitasi/ sanitation standard operating procedures (SSOP)
dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good
Manufacturing Practice).

99
Good Manufacturing Practice (GMP)
Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No 23/MEN/SK/I/1978 mengenai
pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan,
produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut
ini dijelaskan penerapan GMP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.
PKS Rambutan sebagai bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III,
walaupun sudah memiliki sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dan
Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 namun belum memenuhi sebagian
persyaratan GMP sebagai persyaratan dasar HACCP. Prinsip-prinsip GMP belum
dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi
dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan.
PMG Cap Sendok belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu ISO
9001:2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO 14000. Demikian pula halnya
untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar
unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki
sertifikasi HACCP. Sebagaimana halnya dengan PKS Rambutan, prinsip-prinsip
GMP sebagai prasyarat sistem HACCP di PMG Cap Sendok masih belum
sepenuhnya sesuai dengan standar yang ada.
1) Lokasi
a) PKS Rambutan
Lokasi PKS Rambutan, berada di jalur trans Medan - Siantar yang
sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. PKS berada di
kawasan areal perkebunan kelapa sawit yang jauh dari sumber pencemaran
seperti areal persawahan, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk.
Lokasi bangunan juga dilengkapi oleh sarana penunjang seperti, sarana
penyediaan air bersih dan sarana pembuangan limbah yang dikelola
dengan baik oleh perusahaan sendiri.
b) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok berada di jalur trans Medan – Siantar yang tidak
jauh dari jalan raya. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan standar GMP,
dimana pabrik ini berada di daerah perumahan padat penduduk dan

100
disekitar jalan masuk pabrik banyak terdapat sampah-sampah yang berasal
dari pembuangan limbah rumah tangga. Jalan masuk menuju pabrik sudah
rusak, dimana banyak jalan yang berlubang sehingga tergenang air pada
saat hujan dan saat hari panas banyak debu dan terlihat kotor. Disamping
pabrik minyak goreng terdapat pabrik pengolahan kopi menjadi minuman
kopi instan, dimana sangat jelas terlihat bahwa arah pembuangan asap
pembakarannya mengarah ke pabrik minyak goreng. Dampaknya sangat
tidak baik karena dikhawatirkan PAH (polyaromatic hydrocarbon) yang
dari pembakaran pabrik kopi menjadi kontaminan untuk pabrik minyak
goreng.
Di dalam pabrik minyak goreng Cap Sendok sendiri terdapat
pekarangan yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu terdapat rumah-
rumah kecil yang sudah tidak layak huni yang menjadikannya terlihat
kotor.
2) Bangunan
Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu
kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang
perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langit-
langit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu.
a) PKS Rambutan
Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor
yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi CPO dan tidak
mengakibatkan pencemaran CPO. Susunan ruangan proses produksi diatur
sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu
lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran
terhadap CPO. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang,
laboratorium, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga
kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas masing-masing ruang
pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas
produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja.
Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan

101
terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata
dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki
kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di
unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978.
Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam,
dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin
namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan PKS serta memiliki
kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air.
Bangunan unit pengolahan tidak memiliki dinding karena merupakan
bangunan semi terbuka, dimana atasnya memiliki atap dan disetiap sisi
samping tidak memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar ruangan
unit pengolahan memiliki penerangan dan udara yang cukup sehingga para
pekerja nyaman untuk bekerja. Dinding kamar mandi merupakan bagian
yang perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki karena sudah
mengelupas dan terlihat sangat kotor.
Atap di unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air,
namun ada beberapa bagian seng yang terlihat bocor sehingga
memungkinkan air untuk masuk ke ruangan unit pengolahan. Untuk
bangunan pelengkap, kamar mandi merupakan bagian yang perlu untuk
mendapat renovasi, baik bagian dinding, lantai, atap dan langit-langit,
pintu serta ventilasi, mengingat kamar mandi sudah banyak bagian-
bagiannya yang rusak.
Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PKS
Rambutan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana
bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan
mudah dipelihara. Perawatan dan pemeliharaan untuk bangunan juga
tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja.
b) PMG Cap Sendok
Lokasi pabrik minyak goreng di PMG Cap Sendok memiliki
bangunan dengan ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang masing-
masing terpisah letaknya. Ruangan pelengkap merupakan ruangan

102
pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk akhir, sedangkan ruang
pelengkap merupakan ruangan lain yang mendukung proses pengolahan
seperti kantor, bengkel, gudang, toilet, laboratorium, dan lain-lain.
Tata letak susunan ruangan unit pengolahan dan ruang pelengkap
diatur sedemikian rupa dan berdasarkan urutan proses produksi sehingga
tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak
mengakibatkan kontaminasi silang (cross contaminant). Luas masing-
masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan
jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Hanya pada
ruangan bengkel, pekerja merasa ruangan tersebut terlalu sempit sehingga
sering kali para pekerja memperbaiki peralatan hingga keluar batas
ruangan bengkel, padahal itu merupakan jalan yang sering dilalui oleh
pekerja lainnya.
Lantai pada ruangan unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air,
garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus,
tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan dan memiliki kelandaian yang
cukup kearah saluran pembuangan air, demikian juga halnya dengan
ruangan pelengkap.
Dinding pada ruangan pengolahan terdiri dari tiga bagian yang
bersusun keatas, dimana bagian pertama terbuat dari beton dengan tinggi
lebih dari 20 cm diatas permukaan lantai yang rapat air. Susunan kedua
dan ketiga terbuat dari seng yang semi tertutup karena ada celah terbuka
antara dinding susunan pertama dengan kedua dan ketiga.
Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap
air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau
kebocoran. Tinggi dari lantai lebih dari 3 meter sesuai persyaratan GMP.
Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan
tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah
dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan
unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut
merupakan bangunan semi tertutup.

103
Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan
yang kurang penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan
terlihat agak gelap. Indikator ini ditunjukkan dengan agak sulitnya
membedakan jenis warna di beberapa ruang dalam stasiun pengolahan.
3) Fasilitas sanitasi
a) PKS Rambutan
Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana
pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PKS
Rambutan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan
sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses
pengolahan. Kamar mandi (toilet) juga sangat tidak memadai, dimana bak
air sudah pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga
tidak memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah
bekerja. Hal ini merupakan persoalan yang menjadi keluhan karyawan
karena ketidaknyamanan bagi karyawan untuk membersihkan diri di
kamar mandi.
b) PMG Cap Sendok
Di PMG Cap Sendok fasilitas sanitasi sudah dikelola dengan cukup
baik. Sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana
toilet, dan sarana cuci tangan sudah tersedia dengan SOP yang tertera di
masing-masing tempat. Jumlah karyawan dengan fasilitas sanitasi yang
ada telah sesuai sehingga karyawan tidak perlu mengantri dalam
menggunakan fasilitas tersebut. Di dalam ruang ganti pakaian terdapat
loker untuk menyimpan barang-barang karyawan dan tempat untuk
menyimpan pakaian ganti.
4) Peralatan produksi
a) PKS Rambutan
Peralatan yang dipergunakan di PKS Rambutan sudah memadai,
dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi
untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan
persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Standar prosedur
untuk pembersihan dan perawatan peralatan secara berkala juga sudah

104
tersedia dan tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja yang
terdokumentasi dan terstandarisasi.
b) PMG Cap Sendok
Di PMG Cap Sendok, peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan
jenis produksi yang jumlahnya juga mencukupi. Kendala pada peralatan
adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya
menjadi berkurang. Prosedur kerja dan pemeliharaan mesin dan peralatan
tersebut sudah terdokumentasi dengan baik.
5) Bahan
a) PKS Rambutan
Bahan baku dan bahan pelengkap telah mengalami proses
pemeriksaan oleh pihak laboratorium dan sortasi. Bahan baku yang berupa
TBS telah disortasi dan dianalisa mutunya sehingga yang diterima sesuai
dengan kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen
yang sudah ditetapkan perusahaan yang terdokumentasi dan
terstandarisasi.
b) PMG Cap Sendok
Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan telah memenuhi
standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen karena
telah terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisika dan kimia.
Bahan-bahan tersebut juga harus memiliki CoA (Certificate of Analysis)
dan sertifikat halal dari pemasok sehingga bahan baku dan bahan penolong
benar-benar terjamin dengan baik.
6) Proses Pengolahan
a) PKS Rambutan
Proses pengolahan dilaksanakan sesuai standar prosedur yang
didokumentasikan dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK
bagian teknik. Pada IK bagian teknologi ini, instruksi kerja proses
pengolahan terdiri dari Penerimaan TBS di Pabrik Kelapa Sawit, Sortasi
TBS Kelapa Sawit, Analisa TBS, Pengolahan Kelapa Sawit, Pengendalian
Proses dan Mutu Produksi PKS, Serah Terima Jaga Pabrik, Analisa
Kehilangan Minyak dan Inti Sawit, Standar Mutu Minyak Sawit dan Inti

105
Sawit, Penyimpanan Produksi, Pengolahan Air Kebutuhan Pabrik, dan
Pembelian dan Pengolahan TBS Kelapa Sawit Pihak Ketiga. Pada IK
bagian teknik instruksi kerja yang terkait dengan proses pengolahan terdiri
dari Perencanaan dan Pelaksanaan kegiatan teknik, pengawasan
pengendalian pekerjaan, kapasitas pabrik, penertiban inventaris, evaluasi
kinerja peralatan pabrik, pemakaian kWh dan BBM, pemeliharaan mesin
dan instalasi PKS, instalasi listrik, menjalankan dan memberhentikan
mesin PKS, pengoperasian / inspeksi / pengawetan ketel uap,
pengoperasian turbin uap dan genset, tera ulang timbangan, pengoperasian
dan pemeliharaan alat angkut, road grader, traktor, excavator, trailer,
mesin-mesin, gergaji, dan kalibrasi.
Masing-masing tahapan proses pengolahan memiliki formula dasar
yang menyebutkan jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku dan
bahan penolong serta persyaratan mutunya. Untuk setiap satuan
pengolahan memiliki instruksi kerja tertulis yang menyebutkan jumlah
bahan dan alat yang digunakan, tahap-tahap rincian kerja, langkah-langkah
yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu,
kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan
kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal
emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang
dianggap perlu. Setiap proses pengolahan selalu dipantau dan diperiksa
oleh petugas pengolahan di bagian produksi, dimana hasil pemantauan
didokumentasikan dalam laporan kerja manual book.
b) PMG Cap Sendok
Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga memiliki
instruksi kerja yang menguraikan tahap-tahap rincian kerja, langkah-
langkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat
faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak
mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat
pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama
pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Instruksi kerja yang ada di

106
PMG Cap Sendok ini belum sepenuhnya lengkap seperti pada PKS
Rambutan yang sudah terdokumentasi dan tersertifikasi dengan baik.
7) Produk akhir
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan menetapkan standar mutu produk akhir CPO yang
dihasilkan, dan standar mutu untuk produk CPO dan kernel dapat dilihat
pada lampiran 10. Standar mutu ini terdokumentasi pada prosedur mutu
dan IK (instruksi kerja) yang sudah terstandarisasi.
CPO dan kernel yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan
pengujian fisik dan kimia di laboratorium internal dan eksternal sehingga
produk CPO yang akan dipasarkan diketahui mutunya. Pengujian mutu di
laboratorium internal terdiri dari kadar air, kadar kotoran dan FFA,
sedangkan jika diperlukan analisa parameter mutu yang lain seperti DOBI,
PV, IV, dan lain-lain maka pengujiannya dilakukan di laboratorium
eksternal atau lembaga pemeriksa mutu di luar laboratorium PKS
Rambutan.
b) PMG Cap Sendok
Produk akhir yang berupa minyak goreng merek Cap Sendok
memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai
dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia (SNI). Produk akhir dan
produk samping yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat
terlebih dahulu mengalami pemeriksaan baik fisik, kimia maupun
mikrobiologi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Standar mutu minyak
goreng cap Sendok yang dihasilkan PMG Cap Sendok dapat dilihat pada
Lampiran 11.
8) Laboratorium
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan memiliki laboratorium yang terdiri dari tiga ruangan,
masing-masing adalah ruang inventaris laboratorium, ruang analisis
minyak dan ruang analisis limbah dan air. Laboratoriumnya sudah
memadai untuk skala PKS. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini
terdiri dari analisa kadar air, kadar kotoran, FFA (baik TBS maupun CPO),

107
lossis minyak sawit, lossis inti (kernel), analisa mutu air umpan boiler, dan
analisa limbah. Hasil analisa tersebut didokumentasikan dalam log book
laporan kinerja analisa mutu. Adapun contoh laporan kinerja analisa mutu
dapat dilihat pada lampiran 12.
b) PMG Cap Sendok
Laboratorium yang dimiliki oleh PMG Cap Sendok merupakan
bagian yang dirasakan kurang oleh pihak manajemen sendiri, mengingat
ruangan laboratorium yang cukup sempit dan fasilitas yang kurang
lengkap dalam mendukung analisis hasil produk. Analisis mutu yang
dilakukan adalah analisis mutu bahan baku CPO, bahan penolong, dan
produk akhir. Menurut Asisten QA, analisis mutu yang lebih spesifik dan
beragam lebih banyak dilakukan di luar laboratorium sendiri dengan
pengeluaran dana yang cukup besar, seperti di PPKS.
9) Higiene Karyawan
a) PKS Rambutan
Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan produksi CPO
dan kernel ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya
mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju,
sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu
kerja. Tetapi di PKS Rambutan, permasalahan yang masih dan sering
ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (alat
pelindung diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal
tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang
lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para
pekerja, perlengkapan peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan,
tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan
pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi
peraturan yang sudah dibuat padahal peraturan tersebut sudah
terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja).
Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga
sangat berpengaruh pada kualitas CPO, seperti merokok, mengupil dan

108
lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga
dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang
dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi kondisi
dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian
pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun.
b) PMG Cap Sendok
Karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pengolahan
memiliki pakaian seragam yang khusus untuk karyawan bagian
pengolahan. Beberapa karyawan yang memang wajib mengenakan sarung
tangan, masker, penutup kepala, dan pelindung lainnya, mengenakannya
disaat bekerja. Khusus bagian pengemasan, karyawan harus mencuci
tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan memakai pakaian khusus saat
masuk ke ruang pengemasan.
Mengenai kesehatan karyawan, pihak perusahaan tidak
memperbolehkan karyawan yang sedang sakit untuk bekerja, namun tidak
ada check up khusus secara berkala dari pihak perusahaan untuk karyawan.
Pihak manajemen melarang karyawan untuk melakukan kebiasaan yang
buruk saat bekerja, seperti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan
minuman saat bekerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kontaminasi
terhadap produk.
10) Wadah dan Pembungkus
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan memproduksi crude palm oil, yang tidak dikemas
melainkan dipasarkan dalam bentuk cair dalam drum dan tangki yang
khusus untuk CPO.
b) PMG Cap Sendok
Minyak goreng Cap Sendok dikemas dengan botol dan jerigen.
Wadah/kemasan ini dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan
bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi
mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari
luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan

109
peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum
dikemas.
11) Label
a) PKS Rambutan
CPO tidak dikemas dengan wadah, sehingga tidak memiliki label
pada kemasannya.
b) PMG Cap Sendok
Label pada kemasan minyak goreng Cap Sendok terdiri atas nama
merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa,
kode produksi, informasi nilai gizi, sertifikat halal, kode MD, dan nama
perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang
disyaratkan oleh Menteri Kesehatan tentang pelabelan.
12) Penyimpanan
a) PKS Rambutan
Penyimpanan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), artinya
setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih
dahulu akan digunakan dan didistribusikan terlebih dahulu. Tangki dan
gudang penyimpanan dipelihara kebersihannya sesuai standar prosedur
dan instruksi kerja yang terstandarisasi.
Bahan baku berupa TBS disimpan di loading ramp, dimana loading
ramp ini dijaga kebersihannya dari tanah, pasir, sampah-sampah kebun
setiap saat selama jam kerja. Bahan penolong lain, seperti Asam sulfat
(H2SO4), Aluminium sulfat, NaOH, NALCO 724, NALCO 8173 PULV,
NALCO 7203, NALCO 2811 PULV, NALCO 214, dan lain-lain disimpan
di gudang penyimpanan masing-masing tempat secara terpisah. Bahan
yang berkaitan dengan analisis laboratorium disimpan di ruang
laboratorium tempat penyimpanan. CPO sebagai produk akhir disimpan di
storage tank dengan suhu yang harus dijaga antara 50 oC–60 oC.
b) PMG Cap Sendok
Bahan baku disimpan dalam storage tank yang khusus untuk CPO
dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang
terpisah. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga

110
menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out), artinya
setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih
dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan
disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal
penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah
pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan.
13) Pemeliharaan
a) PKS Rambutan
Kegiatan pemeliharaan di pabrik yang terdiri dari sarana pengolahan,
sarana kantor dan lain-lain sudah dilakukan dengan baik. Prosedur
pemeliharaan ini terangkum jelas dalam standar prosedur yang tertuang
dalam instruksi kerja (IK). Instruksi kerja yang berkaitan dengan
pemeliharaan adalah kebersihan pabrik, pemeliharaan PKS yang terdiri
dari pemeliharaan/perawatan mesin & instalasi PKS,
pemeliharaan/perawatan instalasi listrik, pengawetan ketel uap dan bejana
uap, pemeliharaan peralatan PKS serta alat angkut bahan baku dan produk.
Limbah ataupun buangan yang bersifat padat, cair, dan gas sudah
dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah,
tidak adanya prosedur operasi untuk pencegahan masuknya serangga,
binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta
pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan
menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.
Kebersihan lingkungan di proses pengolahan juga perlu mendapat
perhatian. Pada loading ramp terlihat kotor, dimana masih banyak terdapat
tanah dan pasir yang cukup tebal pada lantainya. Di stasiun perebusan juga
masih kotor, dimana berserakan tumpahan brondolan, sisa minyak dan air
kondensat dari lori, tanah dan pasir. Pada stasiun penebahan, salah satu
alat digester bocor yang mengakibatkan tumpahan minyak yang tercecer di
lantai stasiun penebahan. Pada stasiun pengolahan kernel, terlihat
berserakan dan berterbangan serat-serat halus mesocarp sehingga

111
mengotori lantai dan mengganggu kesehatan karyawan karena dapat
terhirup dan terkena mata.
b) PMG Cap Sendok
Bangunan dan bagian-bagiannya dipelihara secara teratur dan
berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik.
Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan
tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran
terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang
dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang
yang diangkut atau dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan
penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan
produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun
mutunya sampai ke tempat tujuan.
Limbah padat dan limbah cair dikelola dengan baik sebelum dibuang.
Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk
pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga,
binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta
pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan
menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus
digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di
pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk
proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan
pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4)
penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5)
perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak
dengan bahan pangan 6) pelabelan dan penyimpangan, 7) kontrol kesehatan
pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP
di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

112
1) Keamanan air untuk proses produksi
a) PKS Rambutan
Air yang digunakan oleh PKS Rambutan berasal dari air sungai
Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan. Air sungai ini
kemudian diolah dengan proses sedimentasi, flokulasi, koagulasi dan
filtrasi sehingga aman dan sesuai dengan syarat mutu yang dipergunakan
untuk pengolahan. Selain air dari sungai padang, sumber air yang
digunakan di PKS Rambutan adalah air dari sumur bor. Syarat mutu untuk
air yang digunakan pada pengolahan terdokumentasi dan terstandarisasi
dengan baik.
b) PMG Cap Sendok
Air yang digunakan oleh PMG Cap Sendok adalah air yang berasal
dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah
syarat air minum yang digunakan.
2) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
a) PKS Rambutan
Peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi memiliki proses
pembersihan dan perawatan yang terdokumentasi dan terjadwal dengan
baik, terutama peralatan yang kontak langsung dengan bahan. Contoh
jadwal perawatan mesin dan instalasi PKS dapat dilihat pada Lampiran 13.
Meskipun demikian, pada salah satu alat digester mengalami kebocoran
sehingga minyak tercecer keluar mengotori lantai. Hal ini perlu mendapat
penanganan secepatnya, untuk segera memperbaiki alat tersebut.
b) PMG Cap Sendok
Peralatan yang digunakan di PMG Cap Sendok termasuk sarung
tangan dan seragam produksi didesain dan terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan
peralatan–peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan
sesudah peralatan dipergunakan. Sarung tangan dan seragam yang
dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.

113
3) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter
a) PKS Rambutan
Kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter sangat
memungkinkan terjadi di PKS Rambutan, karena para pekerja yang
berhubungan langsung dengan proses produksi tidak melakukan
pencegahan sanitasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak
mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas, tidak berganti
pakaian sebelum bekerja, tidak memakai sarung tangan, topi maupun APD
(alat pelindung diri) lainnya, terutama pada unit sortasi dan pengempaan.
Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan
pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan,
kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya,
bagian-bagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan
kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan
mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan
makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan, dan
masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin,
arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di
ruang produksi (Manley,1991).
Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara
menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih
ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta
meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat
ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang
berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut
Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan
untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar
karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi makanan. Pendidikan harus dilaksanakan, bukan
hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan
pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap ini, pendidikan
harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus

114
(Winarno, 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja
masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak
menggunakan APD pada saat bekerja.
b) PMG Cap Sendok
Pencegahan kontaminasi dari objek yang tidak saniter, terdiri dari
material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan
pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan
kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan,
seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan
pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena
cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam
produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang
besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih
manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung.
4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet
a) PKS Rambutan
Perusahaan menyediakan tiga buah toilet untuk pekerja di proses
pengolahan. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang ada.
Selain itu, kebersihan toiletnya juga tidak mendukung dimana lantainya
retak-retak, berlumut dan menghitam. Seharusnya toilet sudah tidak layak
untuk dipergunakan. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi
toilet serta menambah sedikitnya dua buah toilet lagi. Selain itu, sebaiknya
dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun
yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah
tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian.
b) PMG Cap Sendok
Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh
pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Di area pengemasan sebaiknya
memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat
pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. Fasilitas toilet sudah
cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat penggantian pakaian dan
loker untuk menyimpan pakaian ganti dan barang-barang milik pekerja.

115
5) Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang
kontak dengan bahan pangan
a) PKS Rambutan
Manajemen menetapkan standar penanganan bahan berupa prosedur
tertulis yang digunakan di PKS Rambutan untuk menghindari kerusakan,
salah penanganan atau kontaminasi antar bahan atau dengan sumber
cemaran lainnya. bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir ditangani
sesuai dengan prosedur tertulis tersebut. TBS yang masuk selalu diperiksa
agar mutunya sesuai dengan standar mutu yang diinginkan perusahaan.
Selanjutnya TBS ini diletakkan di loading ramp sebelum diolah. Bahan-
bahan penolong lainnya disimpan terpisah untuk menghindari
kontaminasi.
b) PMG Cap Sendok
Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak
dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan
biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan.
Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari
kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk mencuci tangan sebelum
dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan.
6) Pelabelan dan penyimpanan
a) PKS Rambutan
Pihak manajemen menetapkan prosedur penyimpanan yang
terdokumentasi dengan baik. Untuk menjamin kebersihan loading ramp
sebagai tempat penyimpanan TBS, gudang untuk bahan penolong, dan
storage tank untuk penyimpanan CPO, maka selalu dibersihkan sesuai
jadwal yang tertulis pada prosedur yang terdokumentasi.
PKS Rambutan menggunakan sistem FIFO untuk setiap bahan yang
digunakan, dimana bahan yang lebih dahulu masuk akan juga lebih dahulu
digunakan. Pelabelan dilakukan untuk setiap bahan yang masuk agar tidak
terjadi kontaminasi silang antar bahan dan kekeliruan pada saat akan
mempergunakannya.

116
b) PMG Cap Sendok
Sama halnya dengan PKS Rambutan, PMG Cap Sendok sudah
melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan
penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan
menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu
akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih
dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah
terdeteksi. Selain itu, susunannya dibuat teratur sesuai jadwal masuknya
bahan tersebut.
7) Kontrol kesehatan pekerja
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan melakukan general check up kesehatan pekerja secara
berkala. General check up dilakukan minimal dua kali setahun. Kegiatan
tersebut dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit milik PT. Perkebunan
Nusantara III.
b) PMG Cap Sendok
Di PMG Cap Sendok, general check-up belum ditangani oleh pihak
perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat
menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan
produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal.
General check-up sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja.
8) Pencegahan hama penyakit
a) PKS Rambutan
Ruang produksi, gudang dan ruang lain di PKS Rambutan
kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan
lain-lain. Hal ini dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur
sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik.
b) PMG Cap Sendok
Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik,
seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini seharusnya mendapat
perhatian karena di PMG Cap Sendok belum memiliki prosedur
pengendalian hama.

117
BAGAN ALIR PROSES
Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahap-
tahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam
suatu proses pengolahan.
a) PKS Rambutan
Tahap-tahap pengolahan buah sawit menjadi CPO terdiri dari 10 stasiun
unit pengolahan, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi,
Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing,
Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water
Plant, dan Stasiun Fat-fit dan Effluent. Verifikasi diagram alir proses
dilakukan dan hasilnya adalah sesuai dengan diagram alir yang ada di
dokumen perusahaan. Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 4.
b) PMG Cap Sendok
Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari,
Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses
fractionation. Proses refining yang dilakukan adalah physical refining yang
terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : Pretreatment section, Degumming
section, Bleaching section, dan Deodorization section. Hasil dari physical
refining akan diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm
Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation
menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu :
tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank), tahap
pembentukan kristal (Crystalizer tank), dan tahap filtrasi (Filter press).
Setelah verifikasi terhadap diagram alir dilakukan, ternyata keterangan
pada diagram alir belum lengkap sehingga dilakukan rancangan diagram alir
yang baru dengan keterangan yang lebih lengkap. Verifikasi bagan alir ini
dapat dilihat pada Lampiran 14.

PRINSIP HACCP
Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi
persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya

118
dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP),
penetapan batas kritis, pemantauan CCP, tindakan koreksi terhadap
penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi.
1. Identifikasi bahaya dan penetapan resiko
Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang
berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk
mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan
bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Menurut Donald
Siahaan dan Luqman Erningpraja (2006), faktor resiko terbesar yang menjadi
sumber kontaminasi dan penurun mutu CPO adalah: residu pestisida dan
logam berat, cemaran pelumas dan minyak hidrolik, benda asing, penggunaan
fat trap atau fat fit, adulterasi karena alat transpor dan bahan pembersih yang
tidak tepat.
a) PKS Rambutan
Berdasarkan analisa bahaya yang diperoleh di PKS Rambutan, maka
di setiap tahapan proses pengolahan buah sawit menjadi CPO memiliki
bahaya potensial, yaitu bahaya fisik dan kimia. Hanya pada proses
penebahan yang tidak ditemukan kemungkinan bahaya potensial. Selain
itu, teridentifikasi juga bahaya yang kemungkinan merupakan kontaminasi
dari pekerja, lingkungan serta mesin dan peralatan. Tabel identifikasi
bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PKS Rambutan
dapat dilihat pada Lampiran 15.
b) PMG Cap Sendok
Analisa bahaya yang ditemukan di PMG Cap Sendok adalah
kemungkinan bahaya fisik dan kimia, dimana kemungkinan bahaya ini
bisa timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel
identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PMG
Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 18.
2. Penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP)
Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat
dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah

119
dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah,
penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan
dan lain-lain.
a) PKS Rambutan
Pada proses pengolahan buah sawit menjadi CPO di PKS Rambutan
diidentifikasi beberapa titik kendal kritis (CCP), yaitu pada lingkungan,
peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi TBS,
proses perebusan, pemurnian, dan distribusi. Tabel penetapan titik kendali
kritis (Critical control point/CCP) dapat dilihat pada Lampiran 16.
b) PMG Cap Sendok
Titik kendali kritis (CCP) pada pengolahan minyak goreng Cap
Sendok ditemukan pada tahap proses penerimaan CPO, penerimaan
bleaching earth (BE), proses deodorisasi, dan pengemasan. Tabel
penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap
Sendok dapat dilihat pada Lampiran 19.
3. Penetapan batas kritis
Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk
menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis
dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 17
untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok.
4. Pemantauan / Monitoring CCP
Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau
prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk
pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal.
Pemantauan/monitoring ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control
Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG
Cap Sendok.
5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan
Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika
hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas
kritis. Tindakan koreksi ini dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 20 pada
Lembar Kerja Control Measures.

120
6. Catatan dan dokumentasi
Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan
yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan
HACCP. Catatan dan dokumentasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja
Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20
untuk PMG Cap Sendok.
7. Penetapan verifikasi
Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur
tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan
bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi ini dapat dilihat pada Lembar
Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran
20 untuk PMG Cap Sendok.

PENANGANAN KONSUMEN
Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan
konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi
harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik
kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah
ditetapkan.

PROSEDUR RECALL
Untuk menjaga kepuasan pelanggan dan menghindari konsumen dari
mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan
untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi
alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain
dari pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi.
Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang
terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan
didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan
adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut :
a) Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak
terulang kembali.

121
b) Penanganan terhadap produk yang ditarik.
c) Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang
memenuhi persyaratan konsumen.

Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab


Manajer.

PERUBAHAN/REVISI/AMANDEMEN DOKUMEN
Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait
dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk
menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa
dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan
dilaporkan pada Tim HACCP agar dapat didokumentasikan. Kegiatan
perubahan/revisi/amandemen dokumen ini berada di bawah tanggung jawab
sekretaris Tim HACCP.

122

Anda mungkin juga menyukai