Anda di halaman 1dari 92

2

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM SANITASI INDUSTRI PANGAN

Oleh:
KELOMPOK I

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2014
3

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini merupakan salah satu syarat telah menyelesaikan mata


kuliah Sanitasi Industri Pangan pada Semester Gasal Tahun 2014/2015 di
Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Mataram, 5 Desember 2014


Mengetahui,
Co-Asisten Praktikum Sanitasi Praktikan,
Industri Pangan
Noviana Susilawati
C1C 010 030

Chairul Anam Afgani Ardinati


C1C 011 020 J1A 012 008

Haryati
J1A 012 045
Nabila Shufiandani
C1C 011 062 Qorriyanti Insyiroh
J1A 012 109

Putri Ayu Lismirawan Siti Hawa


C1C 011 068 J1A 012 125

Tasha Putri Saridewi


J1A 012 135
Siti Desy Mardiah
C1C 011 080 Titi Sulastri
J1A 012 137

Saharudin
J1A 012 147

Menyetujui,

Koordinator Praktikum I Koordinator Praktikum II

Novia Rahayu, S.TP., M.Si. Diah Ajeng Setiawati, ST., M. Eng.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

Laporan Tetap Praktikum Sanitasi Industri Pangan ini sebagaimana mestinya.

Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Coord. dan Co. Ass. Praktikum Sanitasi Industri Pangan yang dengan sabar,

tulus dan tidak kenal lelah dalam membimbing dan mengajari kami demi

lancarnya praktikum yang kami laksanakan.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, kami sampaikan

terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan

laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi diri

kami khususnya dan bagi kita semua pada umumnya. Dan semoga Allah SWT

senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin Ya Rabbal Alamin.

Mataram, 5 Desember 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................ ii
KATA PENGANTAR.......................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................vi
ACARA I UJI SANITASI PEKERJA PENGOLAHAN
PANGAN.........................................................................1
Pendahuluan...................................................................1
Tinjauan pustaka.............................................................2
Pelaksanaan praktikum...................................................7
Hasil pengamatan dan perhitungan................................9
Pembahasan..................................................................10
Kesimpulan....................................................................14

ACARA II UJI SANITASI WADAH DAN ALAT


PENGOLAHAN PANGAN ............................................15
Pendahuluan..................................................................15
Tinjauan pustaka............................................................16
Pelaksanaan praktikum..................................................19
Hasil pengamatan dan perhitungan...............................21
Pembahasan..................................................................26
Kesimpulan....................................................................31

ACARA III UJI SANITASI RUANGAN PENGOLAHAN


PANGAN........................................................................32
Pendahuluan..................................................................32
Tinjauan pustaka............................................................33
Pelaksanaan praktikum..................................................37
Hasil pengamatan dan perhitungan...............................39
Pembahasan..................................................................44
Kesimpulan....................................................................47

ACARA IV UJI SANITASI BAHAN DASAR DALAM


PENGOLAHAN PANGAN..............................................48
Pendahuluan..................................................................48
Tinjauan pustaka............................................................49
Pelaksanaan praktikum..................................................51
Hasil pengamatan dan perhitungan...............................53
Pembahasan..................................................................55
Kesimpulan....................................................................57

ACARA V UJI SANITASI AIR UNTUK PENGOLAHAN


PANGAN........................................................................58
Pendahuluan..................................................................58
Tinjauan pustaka............................................................59
Pelaksanaan praktikum..................................................62
Hasil pengamatan dan perhitungan...............................64
Pembahasan..................................................................66
Kesimpulan....................................................................69

ACARA VI UJI SANITASI MAKANAN JAJANAN DI


SEKITAR KAMPUS.......................................................70
Pendahuluan..................................................................70
Tinjauan pustaka............................................................71
Pelaksanaan praktikum..................................................74
Hasil pengamatan dan perhitungan...............................76
Pembahasan..................................................................79
Kesimpulan....................................................................82

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................83
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Uji Kebersihan Tangan..........................9

Tabel 1.2. Hasil Pengamatan Uji Daya Antiseptik Sabun.....................9

Tabel 1.3. Hasil Pengamatan Uji Kontaminasi Rambut........................9

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Wadah (Metode Bilas).......21

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Alat (Metode Swab)...........21

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Uji Kontaminasi Udara..........................39

Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Lantai dan Meja


(Metode RODAC)...............................................................39

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Tepung...............................53

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba...................................64

Tabel 5.2. Hasil Pengamatan Uji Penduga Koliform............................64

Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Uji Total Jamur Media PDA...................76

Tabel 6.2. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media PCA................76

Tabel 5.2. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media NA..................76


ACARA I
UJI SANITASI PEKERJA PENGOLAHAN PANGAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, dengan

makanan manusia dapat bertahan hidup dan berkembang. Makanan juga

berfungsi sebagai sumber energi dan nutrisi. Salah satu ciri makanan yang baik

dan sehat adalah makanan yang tidak mengandung cemaran, baik cemaran

biologi, kimia, fisik maupun cemaran mikrobiologis. Untuk mendapatkan

makanan yang baik dan sehat, kita harus menerapkan berbagai jenis sanitasi.

Salah satunya adalah sanitasi pekerja pengolahan pangan. Pekerja pengolahan

pangan merupakan orang yang memiliki kontak langsung dengan bahan pangan

mentah atau setengah jadi sebelum dikonsumsi oleh konsumen sebagai

makanan jadi atau siap untuk dikonsumsi. Sanitasi pekerja sangat penting

diterapkan, karena merupakan salah satu penentu kualitas atau mutu suatu

produk. Oleh karena itu, perlunya dilakukan praktikum uji sanitasi pekerja

pengolahan pangan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi

pekerja yang melakukan pengolahan pangan.


TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan produk pangan pada dasarnya rentan terhadap kemungkinan

terjadinya pencemaran baik pencemaran fisik, kimia, biologis maupun

pencemaran mikrobiologis. Kasus-kasus keracunan makanan pada umumnya,

akibat dari pencemaran mikroba patogen atau pembentuk racun. Sumber

kontaminasi atau cemaran produk pangan yang paling utama berasal dari

peralatan, pekerja, sampah, serangga, tikus dan faktor lingkungan seperti udara

dan air. Dari seluruh sumber kontaminasi, pekerja adalah yang paling besar

pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan pekerja mempunyai

pengaruh besar pada mutu produk yang dihasilkan. Sebanyak 2,5% penyebaran

penyakit melalui makanan diakibatkan oleh pekerja yang menderita penyakit

infeksi dan higiene perorangan yang buruk. Beberapa mikroba berbahaya seperti

Staphylococcus aureus, Salmonella, Clostridium perfringens dan Streptococcus

dapat ditularkan melalui kulit, hidung, mulut dan tenggorokan serta dapat dengan

mudah berpindah ke makanan (Ananda, dkk., 2010).

Salah satu cara untuk mencegah pencemaran pangan adalah dengan

menerapkan sanitasi yang baik dan pengontrolan higiene perorangan. Sanitasi

adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud

mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan

berbahaya lainnya. Sanitasi memegang peranan penting dalam industri pangan,

karena merupakan usaha atau tindakan yang diterapkan untuk mencegah

terjadinya perpindahan penyakit pada makanan. Dengan menerapkan sanitasi

yang tepat dan baik, maka keamanan pangan yang diproduksi akan terjamin

aman untuk dikonsumsi. Higiene berarti kondisi atau tindakan untuk

meningkatkan kesehatan atau ilmu yang berkaitan dengan pemeliharaan


kesehatan. Higiene mencakup semua usaha perawatan kesehatan diri akibat

pekerjaan (Hanif, dkk., 2012).

Ada beberapa jenis bahaya dalam pangan, yang dapat dikelompokkan

menjadi tiga macam yaitu bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya biologis.

Bahaya fisik adalah bahaya karena adanya cemaran-cemaran fisik seperti

benda-benda asing yang dapat membahayakan tubuh jika tertelan, seperti

pecahan kaca, pecahan lampu, logam potongan kayu, kawat, stapler dan benda-

benda asing lainnya. Bahaya kimia adalah bahaya berupa cemaran bahan-bahan

kimia beracun yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit jika tertelan,

seperti residu pestisida, logam berbahaya, racun yang secara alami terdapat

dalam bahan pangan dan cemaran bahan kimia lainnya. Bahaya biologis adalah

bahaya berupa cemaran mikroba penyebab penyakit (patogen), virus, parasit

dan binatang yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit jika tertelan

oleh manusia. Cemaran mikroba ini dapat berasal dari udara, tanah, air dan

tempat-tempat yang kotor (Suhirman, 2011).

Manusia merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme untuk tumbuh, hal

ini dikarenakan suhu tubuh manusia yang disukai oleh mikroorganisme.

Beberapa tempat pada tubuh manusia yang banyak terdapat mikroorganisme

diantaranya adalah tangan, rambut, kulit, kuku dan saluran pernapasan.

Kebiasaan tangan (hand habits) dari pekerja pengolahan pangan mempunyai

andil yang besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari

manusia ke makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-

pergerakan tangan yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, menggosok

hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain

yang serupa. Kulit manusia tidak pernah bebas dari bakteri, bahkan kulit yang
bersihpun masih membawa bakteri. Flora bakteri yang umum terdapat pada kulit

manusia antara lain Staphylococcus epidermidis (non patogenik) dan

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus dapat berkembang dalam

makanan dan membentuk toksin yang dapat menimbulkan keracunan makanan

(intoksikasi). Diduga separuh dari populasi manusia normal dan sehat membawa

Staphylococci virulen atau virulen kuat. Staphylococci umumnya terdapat pada

bisul, jerawat, luka dan kulit yang memar (Anonim a, 2012).

Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor

1098/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan adalah orang yang secara

langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap

persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.

Syarat utama pengolah makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu

pekerja disarankan melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan

pemotretan rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru serta saluran

pernapasan. Tes kesehatan sebaiknya dilakukan 6 bulan sekali, terutama

pengolah makanan di dapur. Terdapat kelompok penderita penyakit yang tidak

boleh dilibatkan dalam penanganan pangan, yaitu penderita penyakit infeksi

saluran pernapasan, pencernaan dan penyakit kulit. Ketiga jenis penyakit ini

dapat dipindahkan ke orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan

penderita (Anonim, 2013).

Pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk

mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang

penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan

dan kesehatan diri. Pencucian tangan merupakan kegiatan ringan yang sering

disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada


makanan. Pekerja yang bekerja dibagian pengolahan dan pemasakan makanan

harus mengenakan pakaian kerja dan tutup kepala yang bersih. Tiga hal berikut

ini yang mengharuskan pekerja memakai pakaian bersih yaitu, pakaian yang

bersih akan menjamin sanitasi dan higiene pengolah makanan, tidak terdapat

debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat

menyebabkan pencemaran makanan. Pakaian yang bersih akan lebih

menyadarkan para pekerja akan pentingnya menjaga higiene dan sanitasi dalam

pengolahan pangan. Jika pekerja mengenakan pakaian bersih, maka pelanggan

akan yakin bahwa makanan yang mereka pesan aman untuk dikonsumsi

(Anonim, 2013).

Untuk menumbuhkan bakteri, diperlukan media yang sesuai untuk

pertumbuhan bakteri tersebut. Beberapa contoh media pertumbuhan adalah

Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), Nutrient Agar (NA) dan

Violet Red Bile Agar (VRBA). Plate Count Agar (PCA) digunakan sebagai media

untuk pertumbuhan mikroba aerobik dengan inokulasi diatas permukaan. Plate

Count Agar (PCA) baik untuk pertumbuhan total mikroba. Potato Dextrose Agar

(PDA) digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi khamir dan kapang,

dapat juga digunakan untuk enumerasi khamir dan kapang dalam suatu sampel

atau produk pangan (Zaif, 2009).

Nutrient Agar (NA) adalah media umum untuk pertumbuhan mayoritas

mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof.

Violet Red Bile Agar (VRBA) dapat digunakan untuk perhitungan kelompok

bakteri Enterobactericeae. Agar VRBA mengandung violet kristal yang bersifat

basa, sedangkan sel mikroba bersifat asam. Bila kondisi terlalu basa maka sel
akan mati. Dengan VRBA dapat dihitung jumlah bakteri Eschericia coli (Sani,

dkk., 2010).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 9 Oktober 2014 di

Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri,

baskom, korek, lampu bunsen, gunting, pinset, label, tissue, karet, botol dan

plastik.

b. Bahan-bahan praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tangan,

rambut, air, alkohol, sabun LUX, sabun LIFEBOY, handsanitizer DETTOL, media

Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), Nutrient Agar (NA) dan

Violet Red Bile Agar (VRBA).

Prosedur Kerja

a. Uji Sanitasi Tangan


1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dituangkan media PCA dan VRBA masing-masing tiga cawan petri.
3. Ditempelkan kedua jari telunjuk yang telah diberi perlakuan (tanpa dicuci,

dicuci dengan air mengalir dan dicuci dengan air dalam baskom) pada

media PCA dan VRBA.


4. Diinkubasi selama tiga hari pada suhu 30C.
5. Diamati dan dihitung jumlah mikroba yang tumbuh.
b. Uji Daya Antiseptik Sabun
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dituangkan media PCA dan VRBA masing-masing dua cawan petri.
3. Ditempelkan kedua jari telunjuk yang telah diberi perlakuan (tanpa dicuci,

dicuci dengan sabun LUX, dicuci dengan sabun LIFEBOY dan dibasuh

dengan handsanitizer DETTOL) pada media PCA dan VRBA.


4. Diinkubasi selama tiga hari pada suhu 30C.
5. Diamati dan dihitung jumlah mikroba yang tumbuh.
c. Uji Kontaminasi Rambut
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dituangkan media PDA dan NA pada cawan petri yang berbeda.
3. Dipotong dua helai rambut dengan panjang 2 cm.
4. Diletakkan dua helai rambut pada media PDA dan NA dalam cawan petri.
5. Diinkubasi selama tiga hari pada suhu 30C.
6. Diamati dan dihitung jumlah mikroba yang tumbuh.
HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Tangan


Media
Perlakuan
PCA VRBA
Tanpa dicuci >250x10 cfu/gr 1
Dicuci dengan air mengalir >250x10 cfu/gr 1
Dicuci dengan air dalam baskom >250x10 cfu/gr >250x10 cfu/gr

Tabel 1.2 Hasil Pengamatn Uji Daya Antiseptik Sabun


Media
Klp. Perlakuan
PCA VRBA
Tanpa dicuci >250x10 cfu/gr 1
1
Dicuci dengan air biasa >250x10 cfu/gr 0
2 Dicuci dengan sabun LUX 12 0
3 Dicuci dengan sabun LIFEBOY 43 0
Dibasuh dengan handsanitizer
4 17 67
DETTOL

Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Uji Kontaminasi Rambut


Jumlah Mikroba
PDA NA
0 0
PEMBAHASAN

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting.

Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan

yang akan dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi pangan bukan lagi

sekadar untuk mengatasi rasa lapar, tetapi semakin kompleks. Konsumen

semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan

zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin untuk

menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, dewasa ini konsumen juga lebih selektif

dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Salah satu

pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan adalah faktor keamanan

makanan. Seiring dengan kemajuan zaman, banyak orang yang tidak sempat

menyiapkan sendiri makanan yang akan dikonsumsi. Dengan demikian, mereka

tergantung pada pelayanan jasa boga untuk memenuhi kebutuhan makannya

(Purnawijayanti, 2001).

Salah satu faktor penting yang mendukung keamanan pangan adalah

sanitasi. Sanitasi mencakup cara kerja yang bersih dan aseptik dalam berbagai

bidang, meliputi persiapan, pengolahan, penyiapan maupun transport makanan,

kebersihan dan sanitasi ruangan, alat-alat pengolahan pangan serta kebersihan

dan kesehatan pekerja di bidang pengolahan dan penyajian. Proses pengolahan

pada makanan sangat rentan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme.

Kontaminasi ini berasal dari udara, peralatan pengolahan dan dari pekerja yang

menangani pengolahan makanan. Kontaminasi pekerja terjadi karena kondisi

kurangnya kebersihan pekerja. Pekerja yang terlihat bersihpun belum tentu tidak

terkontaminasi bakteri. Kontaminasi pada tangan terjadi dari benda-benda yang


terkontaminasi, sehingga tangan juga terkontaminasi oleh bakteri, kapang, jamur

maupun virus (Irianto, 2006).

Berdasarkan hasil pengamatan uji sanitasi tangan dengan perlakuan

tanpa dicuci menggunakan media PCA menghasilkan mikroba sebanyak

>250x10 cfu/gr (TBUD). Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya cemaran pada

tangan praktikan belum terlalu tinggi. Bakteri koliform merupakan bakteri

indikator bakteri lainnya. Dengan perlakuan dicuci dengan air mengalir

menghasilkan mikroba >250 CFU/gr (TBUD) untuk media PCA dan 1 koloni

bakteri koliform pada media VRBA. Hal ini menunjukkan bahwa mencuci tangan

dengan air mengalir saja tidak cukup karena air mengalir juga dapat tercemar

oleh bakteri pada tanah, pipa ledeng dan lain sebagainya.

Dengan perlakuan dicuci dengan air dalam baskom menghasilkan

mikroorganisme sebanyak >250 CFU/gr (TBUD) baik pada media PCA maupun

VRBA. Hal ini menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan air dalam baskom

sangat tidak efektif dan sangat tidak dianjurkan karena tingkat cemaran pada

tangan akan semakin tinggi karena air dalam baskom tergenang dan

kemungkinan terdapat cemaran yang tinggi pada baskom. Dari ketiga perlakuan

tersebut yang paling baik dan dianjurkan adalah mencuci tangan dengan air

mengalir, karena mencuci tangan dengan air mengalir dapat meminimalkan

tingkat cemaran mikroorganisme pada tangan.

Bakteri koliform adalah bakteri golongan intestinal, yaitu hidup pada

saluran pencernaan manusia dan hewan. Penentuan koliform menjadi indikator

pencemaran dikarenakan jumlah koloninya bersifat korelatif positif dengan

keberadaan bakteri patogenik. Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi dua

yaitu bakteri koliform fekal yang biasa terdapat pada saluran pencernaan
manusia dan hewan. Serta koliform non fekal yang terdapat pada hewan dan

tumbuhan mati (Nengsih, 2010).

Hasil untuk daya antiseptik sabun didapatkan mikroba sebanyak >250

CFU/gr (TBUD) pada media PCA dengan perlakuan tanpa dicuci. Hal ini

menunjukkan adanya kemungkinan cemaran mikroba yang sangat tinggi pada

tangan praktikan yang disebabkan oleh benda-benda yang secara sengaja atau

tidak sengaja disentuh oleh tangan praktikan. Sedangkan pada media VRBA

menghasilakan satu koloni bakteri koliform yang menunjukkan rendahnya tingkat

kebersihan praktikan dan tingginya tingkat cemaran pada tangan praktikan.

Perlakuan dicuci dengan air biasa menghasilkan >250 CFU/gr (TBUD)

pada media PCA dan nol bakteri pada media VRBA. Hal ini menunjukkan

mencuci tangan dengan air biasa saja tidak cukup karena kurang efektif dalam

membunuh kuman penyakit pada tangan. Didapatkan jumlah koloni mikroba

pada medium PCA dengan perlakuan tangan dicuci menggunakan sabun merk

LUX adalah sebanyak 12 CFU/gr dan pada medium VRBA adalah <1,0 CFU/gr.

Jumlah mikroba untuk perlakuan tangan dicuci menggunakan sabun

LIFEBUOY pada medium PCA adalah 43 cfu/gr, sedangkan dengan

handsanitizer DETTOL pada medium PCA dalah sebanyak 17 cfu/gr dan pada

medium VRBA adalah 67 cfu/gr. Sementara untuk perlakuan tanpa sabun,

jumlah mikroba adalah >250 cfu/gr.

Hasil yang didapatkan berbeda dengan teori yang ada. Seharusnya,

tangan yang dicuci dengan sabun mengandung mikroba yang lebih sedikit

dibandingkan dengan tangan tanpa dicuci. Namun, kemungkinan hal ini dapat

terjadi akibat sebelum pengujian praktikan membersihkan tangan dengan


handsanityzer atau praktikan sangat menjaga kebersihan. Bertambahnya jumlah

mikroba setelah pencucian dengan sabun dapat disebabkan oleh sabun yang

digunakan tidak mempunyai daya antiseptik atau air yang digunakan tidak bersih.

Cuci tangan sebelum makan dan mengolah makanan merupakan kegiatan

sanitasi yang sederhana untuk mencegah atau mengurangi adanya cemaran

pada tangan. Mencuci tangan akan lebih efektif untuk meminimalkan cemaran

jika saat mencuci tangan juga ditambahkan sabun antiseptik yang tepat.

Berdasarkan uji kontaminasi rambut diketahui bahwa rambut praktikan

bersih dari cemaran karena baik pada media PCA maupun pada media

pertumbuhan kapang dan khamir maupun media VRBA yang merupakan media

pertumbuhan bakteri, sama-sama menghasilkan nol mikroorganisme. Hal ini

dapat terjadi karena kemungkinan praktikan mengerti akan pentingnya

kebersihan diri. Tangan dan rambut sangat rentan terkena bakteri dan kapang

karena udara kotor mudah menempel pada tangan dan rambut. Oleh karena itu

higiene praktikan sangat penting untuk diperhatikan. Praktikan merupakan

sumber kontaminan potensial terhadap bahan pangan, karena banyak mikroba

yang hidup pada tubuh manusia (Adam and Moss, 2008)


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan antara lain:

1. Pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh makanan dan mengolah

makanan.
2. Tangan dan rambut sangat rentan terkena bakteri dan kapang karena

keduanya berhubungan langsung dengan udara bebas.


3. Pada uji kebersihan tangan dengan berbagai perlakuan pada media PCA

menghasikan >250 CFU/gr (TBUD) dan pada media VRBA menghasilkan

satu koloni bakteri koliform dengan perlakuan tanpa dicuci dan dicuci dengan

air mengalir serta >250 CFU/gr (TBUD) dengan perlakuan dicuci dengan air

dalam baskom.
4. Pada uji daya antiseptik sabun didapatkan jumlah koloni mikroba pada

medium PCA dengan perlakuan tangan dicuci menggunakan sabun merek

LUX adalah sebanyak 12 CFU/gr dan pada medium VRBA adalah <1,0

CFU/gr.
5. Praktikan merupakan sumber kontaminan potensial terbesar pada

pengolahan bahan pangan.


ACARA II
UJI SANITASI WADAH DAN ALAT PENGOLAHAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, dengan

makanan manusia dapat bertahan hidup dan berkembang. Makanan juga

berfungsi sebagai sumber energi dan nutrisi. Salah satu ciri makanan yang baik

dan sehat adalah makanan yang tidak mengandung cemaran, baik itu cemaran

kimia, fisik maupun cemaran biologi. Untuk mendapatkan makanan yang baik

dan sehat kita harus menerapkan berbagai jenis sanitasi, salah satunya adalah

sanitasi wadah dan alat pengolahan pangan. Wadah dan alat pengolahan

pangan merupakan salah satu sumber kontaminan potensial setelah pekerja.

Oleh karena itu, perlu dilakukan uji sanitasi wadah dan alat pengolahan.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat

kebersihan wadah dan alat pengolahan pangan.


TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan produk pangan pada dasarnya rentan terhadap kemungkinan

terjadinya pencemaran, baik pencemaran fisik, kimia, biologis maupun

mikrobiologis. Kasus-kasus keracunan makanan pada umumnya akibat dari

pencemaran mikroba patogen atau pembentuk racun. Sumber utama cemaran

produk pangan adalah peralatan, pekerja, sampah, serangga, tikus dan faktor

lingkungan seperti udara dan air (Ananda, dkk., 2010). Kontaminasi oleh

mikroorganisme dapat terjadi setiap saat menyentuh permukaan tangan atau

alat. Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal

dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung

mikroba dalam jumlah yang cukup tinggi. Pencucian wadah dan alat pengolahan

dengan menggunakan air yang kotor dapat menyebabkan mikroba yang berasal

dari air pencuci menempel pada wadah atau alat pengolahan. Demikian juga

sisa-sisa makanan yang masih menempel pada wadah atau alat dapat

menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang cukup tinggi. Mikroba yang

mungkin tumbuh antara lain kapang, khamir atau bakteri. Mutu makanan yang

baik akan menurun nilainya apabila ditempatkan pada wadah yang kurang bersih

(Priyanti, dkk., 2012).

Proses sanitasi alat dan wadah ditujukan untuk membunuh sebagian

besar atau semua mikroorganisme yang berada pada permukaan wadah dan

alat. Sanitizer yang digunakan misalnya air panas, halogen (khlorin, iodine),

turunan halogen dan komponen amonium quarternair (Gobel, 2008). Sanitasi

yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk

menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi

dengan menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air, biasanya


menggunakan detergen untuk membantu proses pembersihan. Penggunaan

detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan

air, mengemulsikan lemak, melarutkan mineral dan melarutkan komponen larut

lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan untuk mencuci wadah dan

alat pengolahan tidak boleh menyebabkan korosif dan mudah dicuci dari

permukaan wadah (Weslie, 2008).

Untuk menumbuhkan bakteri, dibutuhkan media yang sesuai untuk

pertumbuhan bakteri tersebut. Beberapa contoh media pertumbuhan adalah

Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA) dan Skim Milk Agar (SMA).

Nutrient Agar (NA) adalah media umum untuk pertumbuhan mayoritas

mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof

(Sani, dkk., 2010). Skim Milk Agar (SMA) merupakan media yang terdiri dari

Plate Count Agar (PCA) steril dan susu skim. Susu skim digunakan sebagai

sumber substrat. Susu skim merupakan susu yang mengandung protein tinggi

sekitar 3,7% dan lemak sekitar 0,1%. Susu skim mengandung kasein yang dapat

dipecah oleh mikroorganisme proteolitik menjadi senyawa nitrogen terlarut

sehingga pada koloni dikelilingi area bening yang menunjukkan adanya aktivitas

mikroorganisme proteolitik (Pertiwi, 2013).

Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease

ekstraseluler, enzim protease ini diproduksi didalam sel kemudian dilepaskan

keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease didalam sel, tetapi

tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler (Anonim a, 2014). Salah

satu cara untuk mencegah pencemaran bakteri patogen pada pangan adalah

dengan menerapkan sanitasi yang baik dan tepat. Sanitasi adalah perilaku yang

disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia


bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya.

Sanitasi memegang peranan penting dalam industri pangan karena merupakan

usaha atau tindakan yang diterapkan untuk mencegah terjadinya perpindahan

penyakit pada makanan. Dengan menerapkan sanitasi yang baik dan tepat,

maka keamanan pangan yang diproduksi akan terjamin aman untuk dikonsumsi

(Hanif, dkk., 2012).

Salah satu faktor penting yang mendukung keamanan pangan adalah

sanitasi. Sanitasi mencakup cara kerja yang bersih dan aseptik dalam berbagai

bidang, meliputi persiapan, pengolahan, penyiapan maupun transport makanan,

kebersihan dan sanitasi ruangan, alat-alat pengolahan pangan, serta kebersihan

dan kesehatan para pekerja dibidang pengolahan dan penyajian pangan.

Peralatan yang bersih pun belum tentu tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen.

Kontaminasi pada peralatan dapat terjadi karena penyimpanan wadah dan alat

yang terbuka atau kontak langsung dengan udara (Irianto, 2006).

Peralatan dalam industri pengolahan pangan merupakan alat yang

bersentuhan langsung dengan bahan. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi

pada makanan maka peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan

makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan

higieni dan sanitasi. Peralatan harus segera dibersihkan dan disanitasi atau

didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap

persiapan, pengolahan dan penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan

seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), bak-bak pencucian atau

penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak merupakan sumber

kontaminasi potensial bagi pangan (Prayudha, 2010).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 16 Oktober 2014 di

Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-Alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri,

lampu bunsen, korek api, botol, label, swab, talenan kayu, talenan plastik, pipet

mikro, blue tip, yellow tip dan water bath.

b. Bahan-Bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air,

larutan buffer fosfat, SUNLIGHT, media Nutrient Agar (NA) dan media Skim Milk

Agar (SMA).

Prosedur Kerja

a. Uji Sanitasi Wadah Botol (Metode Bilas)


1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dibilas botol yang telah diberi perlakuan (tanpa perlakuan, dibilas dengan

air biasa (mengalir), dibilas dengan SUNLIGHT dan dibilas dengan air

hangat) dengan larutan buffer fosfat 20 mL.


3. Dipipet 1 mL larutan hasil bilasan untuk media SMA dan 0,1 mL larutan

hasil bilasan untuk media NA.


4. Dituangkan media pada cawan petri yang telah berisi larutan hasil

bilasan.
5. Dipanaskan larutan hasil bilasan pada water bath dengan suhu 80C

selama 10 menit.
6. Diulangi prosedur kerja nomor 3 dan 4.
7. Diinkubasi pada suhu 30C selama 3 hari.
8. Diamati dan dihitung jumlah koloni yang terbentuk.
b. Uji Sanitasi Alat (Metode Swab)
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dicelupkan swab pada larutan buffer fosfat 5 mL.
3. Dioleskan swab secara searah pada alat pengolahan pangan (talenan

kayu dan talenan plastik).


4. Diperas swab pada botol yang berisi larutan buffer fosfat.
5. Dipipet 1 mL larutan buffer fosfat untuk media SMA dan 0,1 mL untuk

media NA.
6. Dipanaskan larutan buffer fosfat pada water bath dengan suhu 80C

selama 10 menit.
7. Diulangi prosedur kerja nomor 5 dan dituangkan media pada cawan petri

yang berisi larutan buffer fosfat.


8. Diinkubasi pada suhu 30C selama 3 hari.
9. Diamati dan dihitung jumlah koloni yang terbentuk.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Wadah Botol (Metode Bilas)
Total
NA (0,1 mL) Total SMA (1 mL) Koloni
Perlakuan Koloni (CFU/mL)
(CFU/mL)
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Tanpa dibilas 6 4 >250 >250 >250 >250
Dibilas air biasa
50 3 >250 8 4 120
(mengalir)
Dibilas SUNLIGHT 113 28 >250 >250 43 >250
Dibilas air hangat 26 >250 >250 30 12 >250

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Alat (Metode Oles/Swab)


NA (0,1 mL) Total SMA (1 mL) Total
Koloni
Sampel Koloni
Sebelum Sesudah (CFU/mL Sebelum Sesudah (CFU/mL)
)
Talenan Plastik 8 5 6,5 >250 >250 >250
Talenan Kayu 3 1 2 115 1 5,8
Talenan Plastik 56 11 33,5 >250 51 >250
Talenan Kayu 7 >250 >250 8 4 0,6

Hasil Perhitungan

1. Hasil Perhitungan Uji Sanitasi Wadah (Metode Bilas)


1. Tanpa dibilas
Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 20 mL
- Sebelum pemanasan = 6 x 10 x 20 = 1200
- Sesudah pemanasan = 4 x 10 x 20 = 800
1200+ 800
- Koloni = 2
2000
= 2
= 1000 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 1 mL x 20 mL
- Sebelum pemanasan = >250 x 20 = >250
- Sesudah pemanasan = >250 x 20 = >250
( 250 )+( 250)
- Koloni = 2
= >250 CFU/mL

2. Dibilas air biasa (mengalir)


Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 20 mL
- Sebelum pemanasan = 50 x 10 x 20 = 10000
- Sesudah pemanasan = 3 x 10 x 20 = 600
10000+600
- Koloni = 2
10600
= 2
= 5300 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 1 mL x 20 mL
- Sebelum pemanasan = 8 x 20 = 160
- Sesudah pemanasan = 4 x 20 = 80
160+ 80
- Koloni = 2
240
= 2
= 120 CFU/mL

3. Dibilas dengan SUNLIGHT


Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 20 mL
- Sebelum pemanasan = 113 x 10 x 20 = 22600
- Sesudah pemanasan = 28 x 10 x 20 = 5600
22600+ 5600
- Koloni = 2
28200
= 2
= 14100 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 1 mL x 20 mL
- Sebelum pemanasan = >250 x 20 = >250
- Sesudah pemanasan = >250 x 20 = >250
( 250 )+( 250)
- Koloni = 2
= >250 CFU/mL

4. Dibilas air hangat


Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 20 mL
- Sebelum pemanasan = >250 x 10 x 20 = >250
- Sesudah pemanasan = >250 x 10 x 20 = >250
( 250 )+( 250)
- Koloni = 2
= >250 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


Jumlah koloni/wadah botol = Jumlah koloni dalam 1 mL x 20 mL
- Sebelum pemanasan = 30 x 20 = 600
- Sesudah pemanasan = 12 x 20 = 240
600+ 240
- Koloni = 2
840
= 2
= 420 CFU/mL

2. Hasil Perhitungan Uji Sanitasi Alat (Metode Swab)


1. Talenan Plastik
Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 5 x
1
50
1
- Sebelum pemanasan = 8 x 10 x 5 x 50 = 8
1
- Sesudah pemanasan = 5 x 10 x 5 x 50 = 5
8+5
- Koloni = 2
13
= 2
= 6,5 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


1
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 1 mL x 5 x 50
1
- Sebelum pemanasan = >250 x 5 x 50 = >250
1
- Sesudah pemanasan = >250 x 5 x 50 = >250
- Koloni = >250 CFU/mL

2. Talenan Kayu
Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 5 x
1
50
1
- Sebelum pemanasan = 3 x 10 x 5 x 50 = 3
1
- Sesudah pemanasan = 1 x 10 x 5 x 50 = 1
3+ 1
- Koloni = 2
4
= 2
= 2 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


1
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 1 mL x 5 x 50
1
- Sebelum pemanasan = 115 x 5 x 50 = 11,5
1
- Sesudah pemanasan =1x5x 50 = 0,1
11,5 +0,1
- Koloni = 2
11,6
= 2
= 5,8 CFU/mL

3. Talenan Plastik
Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 5 x
1
50
1
- Sebelum pemanasan = 56 x 10 x 5 x 50 = 56
1
- Sesudah pemanasan = 11 x 10 x 5 x 50 = 11
56+11
- Koloni = 2
67
= 2
= 33,5 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


1
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 1 mL x 5 x 50
1
- Sebelum pemanasan = >250 x 5 x 50 = >250
1
- Sesudah pemanasan = 51 x 5 x 50 = 5,1

( 250)+ 5,1
- Koloni = 2
= >250 CFU/mL

4. Talenan Kayu
Media Nutrient Agar (NA)
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 0,1 mL x 10 x 5 x
1
50
1
- Sebelum pemanasan = 7 x 10 x 5 x 50 = 7
1
- Sesudah pemanasan = >250 x 10 x 5 x 50 = >250

7 +( 250)
- Koloni = 2
= >250 CFU/mL

Media Skim Milk Agar (SMA)


1
Jumlah koloni/permukaan alat = Jumlah koloni dalam 1 mL x 5 x 50
1
- Sebelum pemanasan =8x5x 50 = 0,8
1
- Sesudah pemanasan =4x5x 50 = 0,4
0,8+0,4
- Koloni = 2
0,12
= 2
= 0,6 CFU/mL
PEMBAHASAN

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat

penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas

pangan yang akan dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan

bukan lagi sekedar untuk mengatasi rasa lapar, tetapi semakin kompleks.

Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan

zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk

menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, dewasa ini konsumen juga lebih selektif

dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Salah satu

pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan adalah faktor keamanan

pangan. Seiring dengan kemajuan zaman, banyak orang yang tidak sempat

menyiapkan makanannya sendiri, dengan demikian mereka tergantung pada

pelayanan jasa boga untuk memenuhi kebutuhan makannya (Purnawijayanti,

2001).

Proses pengolahan pangan sangat rentan terjadinya kontaminasi oleh

mikroorganisme, kontaminasi ini dapat berasal dari udara, pekerja dan peralatan

pengolahan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan dan

menyajikan makanan merupakan sumber kontaminasi potensial karena peralatan

pengolahan bersentuhan langsung dengan makanan. Peralatan atau fasilitas

pengolahan tidak cukup hanya dicuci dengan sabun atau detergen, tetapi juga

harus dibilas dengan air panas. Selain untuk mematikan mikroorganisme, air

panas juga akan melarutkan sisa-sisa makanan yang tidak terlihat atau masih

melekat pada peralatan terlebih lagi pada peralatan yang memiliki lekukan-

lekukan atau yang sudah penyok atau rusak. Betapapun kecilnya sisa makanan
tersebut tetap merupakan tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya

mikroorganisme (Sujatmiko, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji sanitasi wadah

dengan metode bilas, diketahui bahwa total koloni pada media NA dan SMA

adalah >250x101 CFU/mL (TBUD), keduanya diberi perlakuan tanpa dibilas.

Perlakuan dibilas dengan air biasa (mengalir) menghasilkan total koloni >250x101

CFU/mL untuk media NA dan 120 CFU/mL untuk media SMA. Hal ini

menunjukkan bahwa pencucian dengan air biasa dapat meningkatkan cemaran

pada botol, hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan air yang digunakan

juga mengandung cemaran.

Botol tanpa dibilas memiliki jumlah koloni yang lebih rendah dibandingkan

dengan botol yang dibilas air biasa, hal ini karena cemaran pada botol berasal

dari dari botol itu sendiri, sedangkan botol yang dibilas dengan air kemungkinan

memiliki cemaran dari botol dan air. Perlakuan dibilas dengan SUNLIGHT

menghasilkan total koloni >250x101 CFU/mL untuk media NA dan SMA. Hal ini

menunjukkan bahwa pencucian dengan SUNLIGHT belum tentu bersih,

kemungkinan karena tingkat cemaran yang sangat tinggi, konsentrasi yang

rendah dan lamanya SUNLIGHT kontak dengan udara bebas serta kebersihan

spon atau sikat yang digunakan untuk mencuci. Perlakuan dibilas dengan air

hangat memiliki total koloni >250x101 CFU/mL untuk media NA dan SMA. Hal ini

menunjukkan tingkat keefektifan air hangat dalam membunuh mikroorganisme

sangat rendah.

Dari keempat perlakuan yang diuji, juga terdapat perlakuan tambahan

yaitu dipanaskan dan tidak dipanaskan. Berdasarkan hasil pengamatan, hampir

semua dari perlakuan yang diuji mengalami penurunan total koloni setelah
dipanaskan, contohnya pada perlakuan dibilas dengan SUNLIGHT jumlah koloni

sebelum dipanaskan yaitu sebanyak 113 CFU/mL, namun setelah dipanaskan

jumlah koloni menurun menjadi 28 CFU/mL. Hal ini menunjukkan bahwa suhu

yang tinggi dapat membunuh mikroorganisme, namun ada pula mikroorganisme

yang dapat bertahan pada suhu tinggi (eksoterm).

Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan mikroorganisme pada

perlakuan dibilas air hangat dengan menggunakan media NA. Jumlah

mikroorganisme sebelum dipanaskan yaitu sebanyak 26 CFU/mL dan setelah

dipanaskan jumlah mikroorganisme meningkat menjadi >250x101 CFU/mL. Hal

ini juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan botol yang berbeda-beda untuk

setiap jenis perlakuan dan merata atau tidaknya pembilasan yang dilakukan.

Cara yang paling efektif dalam sanitasi wadah adalah pencucian peralatan

dengan sabun atau detergen kemudian dibilas dengan air panas.

Berdasarkan hasil pengamatan uji sanitasi alat dengan metode swab,

talenan plastik kelompok 1 menghasilkan total koloni sebanyak 6,5 CFU/mL

untuk media NA dan >250x101 CFU/mL untuk media SMA. Talenan plastik

kelompok 3 menghasilkan 33,5 CFU/mL untuk media NA dan >250x10 1 CFU/mL

pada media SMA. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan penggunaan

talenan plastik yang diuji, bahan pangan yang menempel dan tempat

penyimpanan talenan yang beragam.

Talenan kayu kelompok 2 menghasilkan total koloni sebanyak 2 CFU/mL

untuk media NA dan 5,8 CFU/mL untuk media SMA. Sedangkan talenan kayu

kelompok 4 menghasilkan total koloni sebanyak >250x101 CFU/mL untuk media

NA dan 0,6 CFU/mL untuk media SMA. Jika pada media SMA banyak

menghasilkan total koloni, maka koloni tersebut merupakan koloni bakteri


proteolitik yaitu bakteri yang memiliki enzim protease yang dapat memecah

protein kompleks menjadi protein sederhana pada susu skim yang terdapat pada

media SMA dan bahan pangan yang menempel pada talenan.

Dilihat dari total cemaran mikroorganismenya, talenan kayu lebih baik

digunakan untuk alat pengolahan pangan dibandingkan dengan talenan plastik.

Hal ini karena talenan plastik dapat membuat mikroorganisme tetap hidup

dipermukaannya (karena sifat plastik yang keras dan tak berpori) dan dapat

menggandakan diri dalam semalam, sehingga mikroorganisme tetap berada

dipermukaan saat dilakukan swab. Talenan kayu umumnya berpori, sehingga

membuat bakteri mudah terserap kedalamnya. Namun, ahli mikrobiologi dari

Food Research Institute di University of Wisconsin mendapati bahwa kayu

memiliki sifat alami pembunuh bakteri yang menyebabkan bakteri mengering dan

mati dalam 3 menit (Anonim, 2011).

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode bilas dan

metode swab (oles). Kelebihan dari metode bilas adalah proses yang lebih cepat,

sehingga waktu lebih efisien, sangat mudah dilakukan, jangkauan permukaan

lebih luas dan tidak merusak struktur sampel yang akan diuji. Kekurangannya

adalah kurang efektif, larutan yang digunakan terbatas dan tidak cocok untuk

peralatan kompleks yang ada komponen listriknya (Humaira, 2014). Kelebihan

metode swab adalah dapat digunakan untuk bahan yang kering dan dapat

digunakan pada peralatan kompleks yang ada komponen listriknya. Kekurangan

metode swab adalah hasil yang diperoleh bervariasi karena tempat pengambilan

sampel relatif kecil, adanya perbedaan tekanan swab, pelarut yang digunakan

juga dapat mempengaruhi residu (Anonim b, 2012).


Adapun persyaratan peralatan pengolahan pangan adalah peralatan yang

kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang

melebihi ambang batas, peralatan tidak rusak, retak dan menimbulkan

pencemaran terhadap makanan, permukaan peralatan yang kontak langsung

dengan makanan tidak ada sudut mati, rata, halus dan mudah dibersihkan,

peralatan harus bersih sebelum digunakan, semua peralatan yang kontak

langsung dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih,

ruang penyimpanan tidak lembab serta terlindung dari kontaminasi dan binatang

perusak (Pohan, 2009).


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Perlakuan botol tanpa dibilas media NA menghasilkan total koloni sebanyak

>250x101 CFU/mL, botol yang dibilas dengan air biasa (mengalir) media SMA

menghasilkan total koloni sebanyak 120 CFU/mL untuk sanitasi wadah.


2. Talenan kayu media NA menghasilkan total koloni sebanyak 2 CFU/mL dan

media SMA sebanyak 5,8 CFU/mL, talenan kayu kelompok 4 media NA

menghasilkan total koloni sebanyak >250x101 CFU/mL dan media SMA

sebanyak 0,6 CFU/mL.


3. Talenan plastik kelompok 1 media NA menghasilkan total koloni sebanyak 6,5

CFU/mL dan media SMA sebanyak >250x101 CFU/mL.


4. Talenan kayu lebih baik dibandingkan dengan talenan plastik karena talenan

kayu memiliki sifat alami pembunuh bakteri dalam 3 menit.


5. Persyaratan peralatan pengolahan tidak mengeluarkan zat berbahaya, tidak

rusak, patah, tidak ada sudut mati dan tidak memiliki lekukan-lekukan.
ACARA III
UJI SANITASI RUANGAN PENGOLAHAN PANGAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ruangan pengolahan pangan merupakan tempat terjadinya proses

pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi atau siap konsumsi. Salah satu

sumber kontaminasi potensial pada ruangan pengolahan pangan adalah udara.

Udara bersih merupakan hak dasar seluruh manusia, udara tidak hanya untuk

pemenuhan kebutuhan vital (bernafas), tetapi juga sebagai udara yang

memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan lingkungan. Kualitas udara dalam

ruangan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena dapat

berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan produk pangan yang dihasilkan.

Oleh karena itu, perlunya dilakukan praktikum uji sanitasi ruangan pengolahan

pangan.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi

ruangan pengolahan pangan pada industri kerupuk kulit Seganteng, industri

tempe dan tahu Abian Tubuh.


TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan produk pangan pada dasrnya rentan terhadap kemungkinan

terjadinya pencemaran, baik pencemaran fisik, kimia, biologis maupun mikro

biologis. Kasus-kasus keracunan makanan pada umumnya akibat dari

pencemaran mikroba patogen atau pembentuk racun. Sumber utama

pencemaran produk pangan adalah peralatan, pekerja, sampah, serangga, tikus

dan faktor lingkungan seperti udara dan air (Ananda, dkk, 2010). Udara di dalam

suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi mikroba. Udara tidak

mengandung mikroflora secara alami tetapi kontaminasi dari lingkungan

disekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme yang

berasal dari debu, air, proses derasi, saluran pencernaan dan ruangan yang

digunakan untuk fermentasi. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya

melekat pada bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air

(Dwayana dan Nur, 2009).

Udara bukan merupakan habitat untuk mikroorganisme. Sel-sel

mikroorganisme dalam udara bersama dengan kontaminan, debu atau tetesan

air. Mikroorganisme yang banyak terdapat di udara adalah bakteri, kapang dan

khamir. Mikroorganisme tersebut di udara dalam bentuk vegetatif atau dalam

bentuk generatif. Mikroorganisme yang berada di atmosfer merupakan spesies

yang ada dari sumber dimana mikroorganisme tersebut sebelumnya.

Mikroorganisme yang berasal dari tanah terbawa debu, angin, demikian juga

dengan mikroorganisme yang berasal dari perairan, mikroba terbawa tetesan air

atau angin ke udara. Bakteri yang mampu hidup di lingkungan udara umumnya

bakteri gram-positif berbentuk batang, berspora dan kokus, sedangkan bakteri


dari lingkungan laut yang mampu berada di udara adalah gram-negatif berbentuk

batang, sebagian membentuk spora (Tya, 2010).

Udara yangmengandung campuran gas-gas yang sebagian besar terdiri

dari nitrogen (N) 23%, oksigen (O2) 21% dan gas lainnya 1%. Selain gas juga

terdapat debu, kapang, bakteri, khamir, virus dan lain-lain. Walaupun udara

bukan medium yang baik untuk mikroba tetapi mikroba selalu terdapat di udara.

Adanya mikroba pada udara disebabkan karena adanya pengotoran udara oleh

manusia, hewan, zat-zat organik dan debu. Jenis-jenis mikroba yang terdapat di

udara terutama jenis Bacillus subtilis dapat membentuk spora yang tahan dalam

keadaan kering. Flora mikroba diudara bersifat sementara dan beragam. Udara

bukan medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa

partikulat, debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati

mikroba. Jumlah dan tipe mikroba yang mencemari udara di tentukan oleh

sumber pencemaran didalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan

(Weslie,2008).

Salah satu cara untuk mencegah pencemaran pada pangan adalah

dengan menerapkan sanitasi yang baik dan pengontrolan higieni ruangan

pengolahan. Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup

bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan

kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya. Sanitasi memegang peranan

penting dalam industri pangan karena merupakan usaha atau tindakan yang

ditetapkan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyakit pada makanan.

Dengan menerapkan sanitasi yang baik dan tepat, maka keamanan pangan yang

diproduksi akan terjamin aman untuk dikonsumsi. Higieni berarti kondisi atau

tindakan untuk meningkatkan kesehatan atau ilmu yang berkaitan dengan


pemeliharaan kesehatan. Higiene mencakup usaha perawatan kesehatan diri

akibat pekerjaan (Hanif, dkk ., 2012).

Mikroba di alam secara umum berperan sebagai produsen, konsumen

maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan

anorganik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah

protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dari sisa-sisa jasad hidup

yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik). Sehingga di

alam terjadi siklus kimia, contoh mikroba redusen adalah bakteri dan jamur

(Maskiah, 2012).

Untuk menumbuhkan mikroorganisme, diperlukan media yang sesuai

untuk pertumbuhannya. Beberapa contoh media pertumbuhan adalah Plate

Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA) dan Nutrient Agar (NA). Plate

Count Agar (PCA) digunakan sebagai media untuk mikroba aerobik dengan

inokulasi di atas permukaan. Plate Count Agar (PCA) baik untuk pertumbuhan

total mikroba. Potato Dextrose Agar (PDA) digunakan untuk menumbuhkan atau

mengidentifikasi khamir dan kapang, dapat juga digunakan untuk enumerasi

khamir dan kapang dalam suatu sampel atau produk makanan. Nutrient Agar

(NA) adalah media umum untuk pertumbuhan mayoritas mikroorganisme yang

tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof (Sani, dkk.,2010).

Kebersihan dan kehigienisan merupakan syarat utama dalam sistem

keamanan pangan. Untuk mengetahui tingkat sanitasi dan higienitas dari suatu

industri pangan dapat dilakukan uji sanitasi seperti uji sanitasi dengan metode

RODAC dan Swab dimana hasilnya cepat diketahui. Kecepatan dalam pengujian

sangat diperlukan dalam lini produksi yang membutuhkan kecepatan dalam

memperoleh hasil uji. Metode RODAC (the Replicate Organism direct agar
contact method) merupakan metode menghitung jumlah mikroorganisme,

terutama dari suatu permukaan (peralatan, meja, lantai, dll) dalam rangka

pemantauan mikrobiologis dilingkungan industri pangan. Pemantauan bertujuan

untuk menilai kualitas sanitasi atau higiene industri pangan. Metode RODAC

menggunakan cawan petri khusus (Lukman dan Soejoedono, 2009).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 6 November 2014 di

Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram. Pengambilan sampel dilakukan pada industri kerupuk kulit

seganteng Jalan Beaq Ganggas Cakra Selatan dan industri tahu tempe Abian

Tubuh.

Alat Dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan patri

kecil (diameter 5-6 cm), cawan petri besar (diameter 10 cm), meja dan lantai.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah udara,

media Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA) dan Plate Count Agar

(PCA).

Prosedur Kerja

a. Uji kontaminasi udara


1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Disiapkan media NA dan PDA masing-masing 4 buah cawan petri.
3. Diletakkan secara terpisah masing-masing 2 buah cawan media NA dan

PDA pada ruangan pengolahan dan pengemasan.


4. Dibuka tutup cawan petri selama 5 menit, kemudian ditutup.
5. Diinkubasi pada suhu 30 selama 2-3 hari.
6. Diamati dan dihitung koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan,

dengan rumus :
2
60 menit 144
rata-rata koloni per cawan x x
5 menit luas permukaan cawan
b. Uji sanitasi lantai dan meja dengan metode RODAC
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Disiapkan cawan petri dengan diameter 5-6 cm yang diisi dengan media

PCA sampai pada permukaannya diletakkan didalam cawan petri steril

dengan diameter 10 cm.


3. Dibuka tutup cawan petri dengan posisi terbalik, cawan diletakkan selama

4 detik pada lantai dan meja ynag akan diuji.


4. Ditutup kembali cawan petri dan diinkubasi pada suhu 30 selama 2

hari dengan rumus :


100
mikroba yang tumbuh x luas cawan
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil pengamatan

Table 3.1. Hasil pengamatan uji kontaminasi udara


Media Total
Media NA Total
Industri Ruang PDA Kolon
Koloni
U1 U2 U1 U2 i
Pengolaha >25
32 48 >250 72 >250
Kerupuk kulit n 0
Seganteng Pengemas
>250 38 >250 26 37 >250
an
Pengolaha
Kerupuk kulit 56 91 >250 7 5 >250
n
Seganteng (Bunga
Pengemas
Mawar) 84 51 >250 24 31 >250
an
Pengolaha
18 64 >250 6 33 >250
n
Tempe (Abian Tubuh)
Pengemas
10 10 >250 2 51 >250
an
Pengolaha
32 44 >250 7 16 >250
n
Tahu (Abian Tubuh)
Pengemas
67 209 >250 21 20 >250
an

Table 3.2 hasil pengamatan uji sanitasi lantai dan meja dengan metode RODAC
Industri Tempat Media PCA Total koloni
Meja >250 >250
Kerupuk kulit Seganteng
Lantai >250 >250
Kerupuk kulit Seganteng Meja >250 >250
(Bunga Mawar) Lantai >250 >250
Meja 2 >250
Tempe (Abian Tubuh)
Lantai 4 >250
Meja >250 >250
Tahu (Abian Tubuh)
lantai >250 >250

Perhitungan

a. Hasil Perhitungan Uji Kontaminasi Udara


1. Kerupuk Kulit Seganteng
a. Ruang Pengolahan
Media NA = koloni percawan x
2
60 menit 144
x
5 menit luas permukaan cawan
60 144 2
= 40x x
5 1,89
= 36571,43 gr/cm2

Media PDA = koloni percawan x


60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= >250 x x
5 1,89
= >250 gr/cm2

b. Ruang Pengemasan
Media NA = koloni percawan x
2
60 menit 144
x
5 menit luas permukaan cawan
2
60 144
= >250 x x
5 1,89
= >250 gr/cm2

Media PDA = koloni percawan x


60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 31,5 x
x
5 1,89
= 28799,82 gr/cm2

2. Kerupuk Kulit Seganteng (Bunga Mawar)


a. Ruang Pengolahan
Media NA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 73,5 x x
5 1,89
= 67200,021 gr/cm2
Media PDA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
=6x x
5 1,89
= 5485,716 gr/cm2

b. Ruang Pengemasan
Media NA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan
2
60 144
= 67,5 x x
5 1,89
= 61714,305 gr/cm2

Media PDA = koloni percawan x


2
60 menit 144
x
5 menit luas permukaan cawan
2
60 144
= 27,5 x x
5 1,89
= 25142,865 gr/cm2

3. Tempe (Abian Tubuh)


a. Ruang Pengolahan
Media NA = koloni percawan x
2
60 menit 144
x
5 menit luas permukaan cawan
2
60 144
= 41x x
5 1,89
= 37485 gr/cm2
Media PDA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 19,5 x x
5 1,89
= 17828 gr/cm2
b. Ruang Pengemasan
Media NA = koloni percawan x
2
60 menit 144
x
5 menit luas permukaan cawan
2
60 144
= 10 x x
5 1,89
= 9143 gr/cm2

Media PDA = koloni percawan x


60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan
2
60 144
= 36 x x
5 1,89
= 32914 gr/cm2

4. Tahu (Abian Tubuh)


a. Ruang Pengolahan
Media NA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 38 x x
5 1,89
= 34742,857 gr/cm2

Media PDA = koloni percawan x


60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 21,5 x x
5 1,89
= 19657,143 gr/cm2

b. Ruang Pengemasan
Media NA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 138 x x
5 1,89
= 126171,429 gr/cm2
Media PDA = koloni percawan x
60 menit 144 2
x
5 menit luas permukaan cawan

60 144 2
= 20,5 x x
5 1,89
= 18742,857 gr/cm2

b. Hasil Perhitungan Uji Sanitasi Lantai Dan Meja Dengan Metode RODAC
1. Kerupuk Kulit Seganteng
100
a. Meja = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
= >250 x 301
= >250 gr/cm2
100
b. Lantai = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
= >250 x 301
= >250 gr/cm2

2. Kerupuk Kulit Seganteng (Bunga Mawar)


100
a. Meja = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
= >250 x 301
= >250 gr/cm2
100
b. Lantai = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
= >250 x 301
= >250 gr/cm2

3. Tempe (Abian Tubuh)


100
a. Meja = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
=4x 301
= 1,33 gr/cm2
100
b. Lantai = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
=2x 301
= 0,66 gr/cm2

4. Tahu (Abian Tubuh)


100
a. Meja = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
= >250 x 301
= >250 gr/cm2

100
b. Lantai = jumlah mikroba yang tumbuh x luas cawan
100
= >250 x 301
= >250 gr/cm2
PEMBAHASAN

Sanitasi dan higieni dalam industri pangan merupakan suatu tindak

kegiatan atau kreasi yang mengarah pada pemeliharaan kondisi sehat. Kondisi

yang dimaksud meliputi kondisi bukan hanya bebas kontaminan yang dapat

menyebabkan keadaan sehat, tetapi juga bebas dari berbagai faktor yang

memicu pada keadaan yang tidak bebas seperti kondisi tempat kerja yang

memicu terjadinya penyakit akibat kerja. Aplikasi higieni dan sanitasi dalam

industri pangan meliputi pengendalian terhadap lingkungan produksi, peralatan,

proses, bahan dan pekerja agar tetap dalam kondisi bersih dan sehat, sehingga

tidak memfasilitasi terciptanya produk yang berbahaya bagi kesehatan

konsumen. Selain itu, kondisi lingkungan produksi dan produk pangan yang

dihasilkan mampu memberikan nilai estetis bagi konsumen (Pratama, 2010).

Ruangan merupakan salah satu sumber kontaminasi dalam pengolahan

pangan. Jika dalam suatu ruangan terdapat debu dan air, mikroba yang

ditemukan didalamnya juga bervariasi, misalnya mikroba tanah dari tanah dan

debu, mikroba air dari semprotan air, mikroba dari makanan fermentasi (spora

tempe, oncom, dll), mikroba ternak dan sebagainya. Oleh karena itu, sanitasi

ruangan sangat perlu diperhatikan guna menjamin mutu dan keamanan pangan

(Fernando, 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan uji kontaminasi udara diketahui bahwa

semua industri yang dikunjungi memiliki tingkat kontaminan yang sangat tinggi,

hal ini terlihat dari hasil setiap media, baik media PDA maupun media NA

menghasilkan total koloni >250x10. Mikroorganisme yang banyak terdapat pada

ruang pengolahan adalah bakteri, kapang dan khamir. Tingkat pencemaran

udara didalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju
ventilasi, padat orang dan sifat serta saraf kegiatan orang-orang yang menempati

ruangan tersebut. Mikroba terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan

mulut selama bersin, batuk, bahkan bercakap-cakap. Titik-titik air terhembuskan

dari saluran pernapasan, mempunyai ukuran yang beragam dari mikrometer

sampai milileter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran mikrometer

yang rendah akan tinggal dalam udara sampai beberapa lama, tetapi yang

berukuran besar akan segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu

dari permukaan ini akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan

dalam ruangan tersebut (Busyro, 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan uji sanitasi lantai dihasilkan total koloni

>250x10 untuk semua industri pengolahan pangan yang dikunjungi. Hal ini dapat

terjadi karena kurangnya sanitasi lantai dan banyaknya bahan baku serta air

yang jatuh saat proses pengolahan sedang berlangsung. Lantai yang licin dan

konstruksi dengan tepat, mudah dibersihkan. Sedangkan lantai yang kasar dan

dapat menyerap, sulit untuk dibersihkan. Lantai yang terkena limbah cairan

misalnya dari alat pemasakan dan tidak ditiriskan dengan baik dapat menjadi

tempat perkembangbiakan mikroba dan serangga. Lantai yang konstruksinya

buruk, jauh lebih sulit untuk dibersihkan dan dijaga sanitasinya. Akan tetapi,

struktur yang licinpun dapat menjadi sumber kontaminan yang tidak diinginkan

bila tidak dibersihkan dan dipelihara secara teratur serta efektif.

Berdasarkan hasil pengamatan uji sanitasi meja dihasilkan total koloni

>250x10 untuk semua industri yang dikunjungi. Hal ini dapat terjadi karena

kurangnya kebersihan pada meja pengolahan. Salah satu syarat untuk

menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi adalah sanitasi

bangunan dan fasilitas pengolahan. Syarat-syarat suatu bangunan yang baik


adalah desain, konstruksi dan tata ruang harus sesuai dengan alur proses.

Bangunan cukup luas dapat dilakukan pembersihan secara intensif. Terpisah

antara ruang bersih dan kotor. Lantai dan dinding terbuat dari bahan kedap air,

kuat dan mudah dibersihkan. Sudut pertemuan antara dinding dan lantai serta

dinding dan langit-langit berbentuk lengkung (tidak membentuk sudut mati).

Kelengkapan ruang pengolahan, penerangan sesuai dengan spesifikasi proses.

Ventilasi udara memadai, sarana pencucian tangan dilengkapi sabun dan

pengering yang tetap terjaga kebersihannya. Gudang mudah dibersihkan terjaga

dari hama, sirkulasi udara cukup dan penyimpanan sistem FIFO (First in First

out) dilengkapi dengan pencatatan (Kirom, 2012).

Metode yang digunakan untuk uji sanitasi meja dan lantai adalah metode

RODAC. Kelemahan dari metode RODAC adalah hanya dapat digunakan pada

permukaan benda yang rata dan tidak cocok untuk alat-alat elektronik (mesin

pengolahan). Kelebihan dari metode ini adalah cepat dalam menentukan hasil

uji.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan antara lain :

1. Ruangan merupaka salah satu sumber kontaminasi dalam pengolahan

pangan karena adanya sirkulasi udara yang buruk.


2. Hasil pengamatan menunjukan baik industri kerupuk kulit, tahu maupun

tempe memiliki sanitasi yang sangat buruk.


3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi udara pada ruangan adalah

laju ventilasi, padat orang dan sifat serta saraf kegiatan orang yang ada

diruangan tersebut.
4. Syarat bangunan pengolahan pangan yang baik adalah pencahayaan yang

cukup, sirkulasi udara yang baik, konstruksi baik, tidak membentuk sudut

mati, bangunan luas dan tata ruang sesuai alur proses.


5. Kelemahan metode RODAC adalah hanya dapat digunakan pada benda

yang memiliki permukaan rata.


ACARA IV
UJI SANITASI BAHAN DASAR DALAM PENGOLAHAN PANGAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan pangan merupakan sumber gizi bagi manusia, selain itu bahan

pangan juga merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.

Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat mengakibatkan

perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga dalam bahan pangan

tidak layak dikonsumsi. Bahan pangan yang baik adalah bahan pangan yang

terdiri dari bahan dasar yang baik, pengolahan yang baik dan penyimpanan yang

baik. Bahan dasar merupakan sumber kontaminasi potensial setelah pekerja,

ruang pengolahan dan alat pengolahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

praktikum uji sanitasi bahan dasar dalam pengolahan pangan ini.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi

pada bahan dasar pengolahan pangan.


TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk

tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogen terhapap manusia. Penyakit

menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, TBC, poliamilitis

dengan mudah disebar melalui bahan pangan, hampir semua bahan pangan

tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan sekitarnya. Beberapa

jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah Staphylococcus aureus,

kapang, khamir, Bacillus dan lain-lain (Hartoko, 2007).


Beberapa contoh bahan pangan yang sering terkontaminasi adalah

tepung dan gula. Tepung dan gula banyak mengandung spora bakteri termofilik,

yang merupakan mikroorganisme prokariotik uniseluler yang hidup pada suhu

ekstrim seperti pada sumber air panas yang banyak mengandung senyawa

selenium (SE), serta dapat menyerap dan mengakumulasi senyawa selenium

(Prasetyo, 2007). Tepung memiliki banyak jenisnya, diantaranya adalah tepung

terigu dan tepung beras. Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang

berasal dari biji gandum dan digunakan sebagai bahan dasar kue, tepung terigu

mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam

air. Tepung terigu banyak mengandung protein dalam bentuk gluten. Tepung

beras adalah tepung yang berasal dari butir beras yang dihaluskan, tepung beras

banyak mengandung pati dan protein tanpa gluten (Giovanni, 2013).


Produk makanan yang banyak mengandung gula sering terkontaminasi

oleh mikroba karena kondisi pengepakan dan penyimpanan yang kurang

higienis. Mikroba yang sering tumbuh pada produk makanan bergula terdiri dari

jenis spora penyebab busuk asam (Flat sour) spora bakteri anaerob dan spora

bakteri anaerob termofilik. Spora bakteri Flat sour yang mudah tumbuh pada

makanan berasam rendah dengan ph 4-4,5 adalah Bacillus stearothermophillius,


pada makanan asam dengan pH kurang dari 4 adalah Bacillus coagulans

(Hutami, 2012).
Untuk menumbuhkan mikroorganisme, dibutuhkan media yang sesuai

dengan pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Salah satu media pertumbuhan

adalah media Skim Milk Agar (SMA), yang merupakan media yang terdiri dari

Plate Count Agar (PCA) steril dan susu skim. Susu skim digunakan sebagai

sumber substrat. Susu skim merupakan susu yang mengandung protein tinggi

sekitar 3,7 % dan lemak sekitar 0,1 %. Susu skim mengandung kasein yang

dapat dipecah oleh mikroorganisme proteolitik menjadi senyawa nitrogen terlarut

sehingga pada koloni dikelilingi area bening, yang menunjukkan adanya aktivitas

mikroba proteolitik. Penambahan NaCl pada media digunakan untuk menjaga

tekanan osmotik sel bakteri (Pertiwi, 2009).


Sanitasi dan higienis dalam industri pangan merupakan suatu tindakan

kegiatan atau kreasi yang mengarah pada pemiliharaan kondisi sehat. Kondisi

yang dimaksud meliputi kondisi bukan hanya bebas kontaminasi yang dapat

menyebabkan keadaan sehat, tetapi juga bebas dari berbagai faktor yang

memicu keadaan tidak bebas seperti kondisi tempat kerja yang memacu

terjadinya penyakit akibat kerja. Aplikasi higienis dan sanitasi dalam industri

pangan meliputi pengendalian terhadap lingkungan produksi, peralatan, proses,

bahan baku dan pekerja agar tetap dalam kondisi bersih dan sehat, sehingga

tidak memfasilitasi terciptanya produk yang berbahaya bagi kesehatan

konsumen (Pratama, 2010).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini Dilaksanakan pada hari Kamis, 13 November 2014 di

Laboratoriun Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah botol, cawan

petri, pipet mikro, blue tip, gelas ukur, vortex, timbangan analitik, sendok,

alimuniun foil dan waterbath.

b. Bahan-bahan praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tepung

terigu tanpa merek, tepung terigu merek SEGITIGA BIRU, tepung beras tanpa

merek, tepung merek ROSE BRAND, gula pasir tanpa merek, gula pasir merek

GULAKU, gula PALEM, aquades, alkohol dan media Skim Milk Agar + garam

(SMA+ NaCL).

Prosedur Kerja

a. Uji Sanitasi Bahan Dasar TepungTepungan


1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Ditimbang tepung terigu 5 gram, dimasukkan kedalam botol yang berisi 50

ml aquades dan di vortex.


3. Dipipet 10 ml dan dimasukkan kedalam botol berisi 45 ml media SMA

NaCL, di vortex.
4. Dipanaskan pada waterbath 100 0C Selama 8 menit.
5. Dituangkan hasil rebusan pada 4 cawan petri.
6. Diinkubasi selama 2 hari dan diamati pertumbuhan mikrobanya.
7. Dihitung koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan, dengan rumus:

Total Koloni = 4 x Jumlah koloni Percawan.


b. Uji Sanitasi Bahan Dasar Gula
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Ditimbang 10 gram gula dan dimaksudkan kedalam botol berisi 50 ml

aquades, kemudian di vortex.


3. Dipanaskan pada waterbath 100 0C Selama 8 menit.
4. Dipipet 1 ml suspense dan dimasukkan pada cawan petri yang berisi 1 ml

suspensi.
5. Dituang media SMA NaCL pada cawan petri yang berisi 1 ml suspensi.
6. Diinkubasi selama 2 hari.
7. Diamati dan dihitung koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil pengamatan

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Bahan Dasar PengolahanPangan


Jumlah Spora
Jumlah Koloni
Klp. Sampel Flat sour
(cfu/gr)
1 2 3 4
Gula Tanpa Merek 13 12 8 4 748
1 Tepung Terigu Tanpa TBU
TBUD TBUD 2 >250
Merek D
TBU
Gula Merek GULAKU 16 TBUD 2 >250
D
2
Tepung Terigu
2 TBUD 0 2 >250
SEGITIGA BIRU
Tepung Beras Tanpa
10 9 13 12 176
Merek
3
TBU
Gula Merah 5 5 TBUD >250
D
Tepung Beras
0 13 18 15 184
4 ROSEBRAND
Gula Palem 0 0 2 0 8

Hasil perhitungan

1. Kelompok 1
Gula tanpa merek
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
= 4 x 37
= 748 cfu/gr
Tepung tanpa merek
Jumlah spora per 5 gram = 4 x jumlah Mikroba Percawan
= > 250 cfu/gr

2. Kelompok 2
Gula Merek GULAKU
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
= > 250 cfu/gr
Tepung Terigu SEGITIGA BIRU
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
= > 250 cfu/gr

3. Kelompok 3
Tepung Beras Tanpa Merek
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
= 4 x 44
= 176 cfu/gr

Gula Merah
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
= > 250 cfu/gr

4. Kelompok 4
Tepung Beras ROSEBRAND
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
= 4 x 46
= 184 cfu/gr
Gula Palem
Jumlah spora per 5 gram = 4 x Jumlah Mikroba Percawan
=4x2
= 8 cfu/gr
PEMBAHASAN

Bahan dasar merupakan bahan yang membentuk suatu kesatuan yang

tidak terpisahkan dari produk jadi. Produk makanan yang banyak mengandung

spora bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu 40 60C atau

lebih. Spora bakteri termofilik penyebab kerusakan pada makanan pada

umumnya tergolong Bacillus dan Clostridium. Kerusakan yang disebabkan oleh

bakteri termofilik bervariasi tergantung dari spesies bakteri (Hutami,2012).

Berdasarkan hasil pengamatan uji sanitasi bahan dasar tepung, diketahui

bahwa tepung terigu tanpa merek memiliki jumlah koloni >250 cfu/gr. Hal ini

dapat terjadi karena rendahnya sanitasi saat pengepakan dan penyimpanan

serta saat pendistribusian, sehingga lebih mudah terkontaminasi oleh udara

sekitar. Tepung terigu SEGITIGA BIRU memiliki jumlah koloni >250 cfu/gr. Hal ini

dapat terjadi karena adanya kontaminasi saat praktikum jika diperhatikan tepung

terigu SEGITIGA BIRU memiliki kemasan yang baik jadi kemungkinan untuk

terjadinya kontaminasi dari lingkungan sangat rendah. Faktor penyimpanan

seperti suhu juga dapat mempengaruhi tingginya kontaminasi.

Tepung beras tanpa merek memiliki jumlah koloni yang lebih tinggi dari

tepung beras ROSEBRAND yaitu 176 cfu/gr sedangkan tepung beras

ROSEBRAND hanya 148 cfu/gr. Hal ini dapat terjadi karena tepung beras tanpa

merek memiliki tingkat sanitasi yang rendah terutama saat pendistribusian ,

tempat penyimpanannya terkadang berupa kantong bekas tempat sesuatu dan

lain hal. Sedangkan tepung beras ROSEBRAND memiliki kemasan yang baik

dan terjaga saat pendistribusian. Jumlah koloni pada tepung terigu lebih banyak

dibandingkan dengan tepung beras karena tepung terigu memiliki banyak


kandungan karbohidrat dan protein dibanding dengan tepung beras. Sehingga

kemungkinan bakteri yang tumbuh adalah bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik.

Bakteri amilolitik adalah bakteri yang dapat menguraikan amilum dengan

eksoenzim amilolitik (Sukarminah, 2010). Sedangkan bakteri proteolitik adalah

bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraselular, enzim protease ini

diproduksi didalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri

mempunyai enzim protease didalam sel. Tetapi tidak semua bakteri memiliki

enzim protease ekstraselular. Enzim protease adalah enzim untuk memecah

protein (Anonim b, 2014).

Berdasarkan hasil pengamatan uji sanitasi bahan dasar gula, diketahui

bahwa gula tanpa merek memiliki jumlah koloni 148 cfu/gr dan gula pasir

GULAKU memiliki jumlah koloni >250 cfu/gr. Hal ini dapat terjadi karena

perbedaan tempat penyimpanan walaupun GULAKU memiliki kemasan yang

baik tetapi jika ditaruh pada tempat yang tidak sesuai dapat menimbulkan

kontaminasi yang tinggi. Gula merah memiliki jumlah koloni >250 cfu/gr, hal ini

dapat terjadi karena kemasan yang tidak baik dan proses pengolahan yang

kurang higienis. Gula palem memiliki jumlah koloni terendah yaitu 6 cfu/gr, hal ini

dapat terjadi karena suhu yang tinggi saat proses pengolahan.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan antara lain :

1. Bahan dasar merupakan bahan yang membentuk satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dari produk jadi.


2. Jumlah koloni tertinggi terdapat pada tepung terigu tanpa merek dan tepung

terigu SEGITIGA BIRU yaitu >250 cfu/gr. Karena tepung terigu banyak

mengandung karbohidrat dan protein dibandingkan tepung beras.


3. Jumlah koloni tepung beras tanpa merek adalah 176 cfu/gr lebih tinggi

dibanding tepung beras ROSEBRAND yang memiliki jumlah koloni 148

cfu/gr karena kemasan dan tempat penyimpanan tepung beras tanpa merek

yang kurang baik.


4. Jumlah koloni bakteri Flat sour tertinggi terdapat pada gula pasir merek

GULAKU dan gula merah yaitu >250 cfu/gr serta yang terendah adalah gula

Palem yaitu 8 cfu/gr.


5. Faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kontaminasi pada bahan dasar

adalah jenis bahan, jenis kemasan, tempat penyimpanan, suhu, pengepakan

dan pendistribusian.
ACARA V
UJI SANITASI AIR UNTUK PENGOLAHAN PANGAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air adalah komponen penting bagi kehidupan, tanpa air makhluk hidup

tidak dapat hidup dengan semestinya. Air yang dibutuhkan oleh makhluk hidup

adalah air bersih. Air bersih juga merupakan salah satu faktor penting dalam

pengolahan pangan. Dengan adanya air bersih, proses sanitasi ruangan,

peralatan, bahan baku dan pekerja pengolahan pangan akan terlaksana dengan

baik. Mutu air untuk pengolahan pangan harus tetap terjaga, karena dengan

mutu air yang buruk maka akan menyebabkan buruknya sanitasi yang lain,

sehingga menghasilkan produk pangan yang tidak aman dan tidak berkualitas

untuk dikonsumsi. Jika hal itu terjadi, maka proses produksi pangan harus

dihentikan sampai mutu air kembali normal atau memenuhi standard. Oleh

karena itu, pentingnya dilakukan praktikum uji sanitasi air untuk pengolahan.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi

air yang digunakan pada pengolahan pangan.


TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan produk pangan pada dasarnya rentan terhadap kemungkinan

terjadinya pencemaran, baik pencemaran fisik, kimia, maupun biologis. Kasus-

kasus keracunan makanan pada umumnya akibat dari pencemaran mikroba

patogen atau pembentuk racun. Sumber kontaminasi atau cemaran produk

pangan yang paling utama berasal dari peralatan, pekerja, sampah, serangga,

tikus dan faktor lingkungan seperti udara dan air (Ananda, dkk., 2010).

Air merupakan komponen penting dalam industri pangan yaitu sebagai

bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, membuat es atau glazing, mencuci

peralatan atau sarana lain, untuk minum dan sebagainya. Karena itu harus dijaga

agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih. Sumber air

yang digunakan dalam industri pangan adalah air PAM, biasanya memenuhi

standard mutu. Air sumur, peluang kontaminasinya sangat besar, karena adanya

banjir, septic tank, air pertanian dan sebagainya. Air laut (digunakan untuk

industri perikanan) harus sesuai dengan standard air minum, kecuali kadar

garam (Susiwi, 2009).

Dalam kehidupan manusia, air dipakai untuk berbagai macam kegiatan,

peranan lain dari air dalam kehidupan manusia dimana air merupakan media

yang baik untuk penyebaran penyakit. Besarnya peranan air dalam penularan

penyakit adalah disebabkan keadaan air itu sendiri. Air dapat bertindak sebagai

tempat berkembangbiak mikrobiologis dan perantara sebelum mikrobiologis

berpindah kepada manusia. Bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya

pencemaran air adalah bakteri koliform (Anonim, 2009).

Bakteri koliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu bakteri yang

hidup pada saluran pencernaan manusia. Bakteri koliform adalah bakteri


indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Penentuan koliform menjadi

indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya bersifat berkorelasi positif

dengan keberadaan bakteri patogenik. Selain itu, mendeteksi koliform jauh lebih

murah, cepat dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Dad,

2000).

Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu bakteri

koliform fekal dan bakteri koliform non fekal. Bakteri koliform fekal adalah bakteri

koliform yang biasanya dapat ditemukan pada saluran cerna hewan atau

manusia. Bakteri koliform non fekal dapat ditemukan pada hewan atau tumbuhan

yang mati (Nengsih, 2010). Kelompok bakteri yang termasuk koliform

diantaranya adalah bakteri Enterobacter dan Eschericia coli. Enterobacter

merupakan bagian dari flora normal usus, bakteri ini ada dihampir semua habitat.

Beberapa spesies Enterobacter dapat menyebabkan berbagai penyakit. Adanya

infeksi dengan kuman mengakibatkan keracunan darah (sepsis), radang saluran

pernapasan bagian bawah, radang kulit dan jaringan dari organ, infeksi saluran

kemih, radang dari Endocardium atau radang mata. Karakteristik bakteri dari

genus Enterobacter yang merupakan keluarga dari Enterobacteriacae

merupakan kelompok gram negatif, fakultatif anaerob dan berbentuk batang

(Novia, 2012).

Bakteri Eschericia coli dikenal sebagai salah satu bakteri yang

menyebabkan gangguan pencernaan pada manusia. Bakteri ini termasuk dalam

bakteri berbentuk batang pendek dan tumbuh ideal pada suhu 20-40C.

keberadaannya pertama kali dikenali oleh Theodor Escherich pada tahun 1885.

Eschericia coli merupakan bakteri koliform fekal, yang sering digunakan sebagai

bakteri indikator adanya pencemaran pada air (Ahira, 2013).


Untuk menumbuhkan bakteri, diperlukan media yang sesuai untuk

pertumbuhan bakteri tersebut. Beberapa contoh media pertumbuhan adalah

Lactose Broth (LB), Plate Count Agar (PCA) dan Potato Dextrose Agar (PDA).

Lactose Broth (LB) digunakan sebagai media untuk mendeteksi kehadiran

bakteri koliform dalam air, makanan dan produk susu, sebagai kaldu pemerkaya

(Pre-enrichment Broth) untuk Salmonella dan dalam mempelajari fermentasi

laktosa oleh bakteri pada umumnya. Pepton dan ekstrak beef menyediakan

nutrient esensial untuk metabolisme bakteri. Laktosa menyediakan sumber

karbohidrat yang dapat difermentasi untuk bakteri koliform. Pertumbuhan dengan

pembentukan gas adalah Presumtive test untuk koliform (Anonim, 2008).

Most Probable Number (MPN) adalah suatu metode enumerasi

mikroorganisme yang menggunakan data dari hasil pertumbuhan

mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari

sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel atau

pengenceran tingkat seri tabungnya. Sehingga dihasilkan kisaran jumlah

mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satuan volume. Prinsip metode ini

adalah mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu sehingga didapatkan

konsentrasi mikroorganisme yang sesuai dan jika ditanam dalam tabung

menghasilkan frekuensi pertumbuhan tabung positif (Novia, 2012).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 November 2014 di

Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-Alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri,

botol, pipet mikro, blue tip, yellow tip, vortex, tabung reaksi, tabung durham,

lampu bunsen, korek api dan rak tabung reaksi.

b. Bahan-Bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buffer

fosfat, air isi ulang, AQUA, NARMADA, air sumur Gomong, media Plate Count

Agar (PCA), media Lactose Broth (LB) dan alkohol.

Prosedur Kerja

a. Uji Total Mikroba


1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dipipet 1 mL sampel air dan dimasukkan pada larutan buffer fosfat 10-1.
3. Dilakukan pengenceran sampai pengenceran 10-4.
4. Dipipet 0,1 mL dan dilakukan tehnik duplo pada tiga pengenceran terakhir

10-2, 10-3 dan 10-4.


5. Dituangkan media PCA pada setiap cawan petri.
6. Diinkubasi terbalik selama 2 hari pada suhu 35C.
7. Diamati jumlah total koloni mikroba yang terbentuk.
b. Uji Penduga Koliform
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2. Dipipet 5 mL sampel air dan dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi

media LB.
3. Dipipet 1 mL sampel air dan dimasukkan pada media LB.
4. Dipipet 0,1 mL sampel air dan dimasukkan pada media LB.
5. Diinkubasi pada suhu 35C.
6. Diamati pembentukan gas atau gelembung pada tabung durham.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba


Pengenceran Total
Mikroba
Klp. Sampel Air 10-2 10-3 10-4 (CFU/mL)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
>25
1 Air Isi Ulang 0 >250 9 12 1 6 >250 x 104
2 Air AQUA 3 3 3 0 3 0 1,68 x 104
3 Air NARMADA 0 0 3 0 1 0 0,65 x 104
4 Air Sumur Gomong 12 0 5 5 12 15 14,06 x 104

Tabel 5.2. Hasil Pengamatan Uji Penduga Koliform


MPN Seri 7-Tabung Total
Klp. Sampel Air Mikroba
5 @5 mL 1 @1 mL 1 @0,1 mL (CFU/mL)
1 Air Isi Ulang 0 0 0 <2,0
2 Air AQUA 0 0 0 <2,0
3 Air NARMADA 0 0 0 <2,0
4 Air Sumur Gomong 1 1 0 4,4

Hasil Perhitungan

a. Uji Total Mikroba


1. Air Isi Ulang
U 1+U 2 250+ 250
10-2 = 2 = 2 = >250 x 102 = >250 x 104

U 1+U 2 9+12
10-3 = 2 = 2 = 10,5 x 103 = 1,05 x 104

U 1+U 2 1+6
10-4 = 2 = 2 = 3,5 x 104 = 3,5 x 104

= >250 x 104 CFU/mL

2. Air AQUA
U 1+U 2 3+ 3
10-2 = 2 = 2 = 3 x 102 = 0,03 x 104

U 1+U 2 3+ 0
-3
10 = 2 = 2 = 1,5 x 103 = 0,15 x 104
U 1+U 2 3+ 0
-4
10 = 2 = 2 = 1,5 x 104 = 1,5 x 104

= 1,68 x 104 CFU/mL

3. Air NARMADA
U 1+U 2 0+0
10-2 = 2 = 2 = 0 x 102 = 0 x 104

U 1+U 2 3+ 0
10-3 = 2 = 2 = 1,5 x 103 = 0,15 x 104

U 1+U 2 1+0
10-4 = 2 = 2 = 0,5 x 104 = 0,5 x 104

= 0,65 x 104 CFU/mL

4. Air Sumur Gomong


U 1+U 2 12+0
10-2 = 2 = 2 = 6 x 102 = 0,06 x 104

U 1+U 2 5+ 5
10-3 = 2 = 2 = 5 x 103 = 0,5 x 104

U 1+U 2 12+15
10-4 = 2 = 2 = 13,5 x 104 = 13,5 x 104

=14,06 x 104 CFU/mL


PEMBAHASAN

Air selain merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, juga dapat menjadi

sarana penyebaran penyakit atau keracunan. Air bersih yang sehat harus

memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. :

416/MENKES/PER/IX/1990. Adapun persyaratan air bersih sebagai berikut,

syarat fisik: jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, temperatur tidak

melebihi suhu udara. Syarat kimia: tidak mengandung unsur kimia yang bersifat

racun dan tidak mengandung zat yang menimbulkan gangguan kesehatan,

syarat bakteriologis: tidak mengandung kuman parasit, kuman patogen, bakteri

Eschericia coli. Ketentuan bila dari pemeriksaan 100cc air terdapat kurang dari 4

bakteri E.coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan, syarat

radioaktif: tidak mengandung sinar alfa, sinar gamma (Andhayani, 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total mikroba,

diketahui bahwa air sumur Gomong memiliki total mikroba yaitu sebesar

14,06x104 CFU/mL. hal ini dapat terjadi karena air sumur Gomong tidak melalui

sterilisasi terlebih dahulu sebelum pengujian dan beberapa faktor lain seperti

sumur berada dekat parit-parit pembuangan limbah serta dekat dengan septic

tank. Air isi ulang memiliki total mikroba tertinggi yaitu >250x10 4 CFU/mL. Hal ini

dapat terjadi karena adanya kontaminasi dari galon yang digunakan, udara

sekitar pengambilan sampel serta kemungkinan adanya kecurangan pemilik

depot air isi ulang seperti peralatan sterilisasi yang digunakan telah lama atau

usang, tidak memeriksakan kelayakan depot secara berkala.

Air AQUA memiliki total mikroba lebih tinggi dibandingkan air NARMADA,

yaitu 1,68x104 CFU/mL, sedangkan air NARMADA hanya 0,65x104 CFU/mL. Hal

ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti jarak antara waktu
pendistribusian dan waktu beli atau konsumsi yang sangat lama, tempat

penyimpanan yang banyak terdapat sinar matahari, suhu ruangan yang tidak

sesuai, kerusakan kemasan sehingga terjadinya kontaminasi dari lingkungan

atau udara sekitar dan kemungkinan adanya proses sterilisasi yang kurang

sempurna. Air minum kemasan AQUA dan NARMADA masih aman untuk

dikonsumsi karena tidak melebihi ambang batas total mikroba yang ditentukan

oleh SNI No.01-3553-2006, yang menyatakan bahwa jumlah cemaran mikroba

pada angka lempeng total awal maksimal 1,0x102 koloni/mL saat dipabrik dan

angka lempeng total akhir 1,0x105 koloni/mL saat sudah dipasaran.

Mengacu pada standard World Health Organization (WHO), Kementrian

Kesehatan RI telah menetapkan kriteria kualitas air secara mikrobiologis, melalui

Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per/IV/2010, bahwa parameter

mikrobiologi untuk Eschericia coli dan total bakteri koliform kadar maksimum

yang diperbolehkan per 100 mL sampel adalah 0 (tidak boleh mengandung E.coli

dan coliform setiap 100 mL sampel). Sedangkan Badan Standarisasi Nasional

menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-3553-2006, untuk bakteri

berbentuk E.coli batas maksimalnya adalah <2 APM/100 mL dan tidak boleh

mengandung bakteri patogen yaitu Salmonella dan Pseudomonas aeruginosa

(SNI, 2006 dan Peraturan Menteri Kesehatan, 2010).

Berdasarkan hasil pengamatan uji penduga koliform diketahui bahwa air

sumur Gomong memiliki total koliform paling banyak yaitu 4,4 MPN/100 mL. hal

ini dapat terjadi karena adanya kebocoran saluran pembuangan limbah atau

letak sumur yang terlalu dekat dengan septic tank dan saluran pembuangan

limbah lainnya. Adanya bakteri koliform pada air menunjukkan bahwa air tersebut
telah tercemar oleh kotoran manusia, karena bakteri koliform merupakan bakteri

yang hidup normal pada saluran pencernaan manusia.

Air isi ulang, air AQUA dan air NARMADA memiliki total koliform <2,0

MPN/100 mL. Hal ini menunjukkan bahwa air-air tersebut lebih aman digunakan

untuk pengolahan pangan dibandingkan air sumur Gomong, karena tidak

melebihi ambang batas total koliform yang ditentukan oleh SNI No.01-3553-

2006. Penggunaan air yang baik dan terjaga kebersihannya pada pengolahan

pangan akan menghasilkan produk pangan yang baik dan aman untuk

dikonsumsi. Oleh karena itu, industri pengolahan pangan harus memiliki instalasi

air yang memadai. Instalasi air terdiri dari sumber air, pembersihan air, reservoir,

sistem penyambung (pipa-pipa). Tiap-tiap instalasi air perlu dilengkapi sistem

sanitasi. Macam-macam jenis air perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan

yaitu untuk mencuci, pengolahan, generator uap, sebagai bahan pencampur

makanan dan mungkin untuk laboratorium. Masing-masing jenis kebutuhan air

kadang-kadang perlu dipisah dan sarana khusus serta mempunyai system

penyambung dan system sanitasi yang berbeda pula.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan antara lain :

1. Air dapat menjadi sarana penyebaran penyakit atau keracunan, serta

merupakan sumber kontaminasi potensial bagi industri pengolahan pangan.


2. Uji total mikroba tertinggi terdapat pada air isi ulang, yaitu >250x10 4 CFU/mL

karena adanya kontaminasi dari udara saat pengambilan sampel dan

kurangnya proses sterilisasi.


3. Uji total mikroba pada AQUA dan NARMADA menghasilkan 1,68x10 4 CFU/mL

dan 0,65x104 CFU/mL karena lama penyimpanan, suhu, tempat penyimpanan

dan keadaan kemasan.


4. Uji total koliform tertinggi terdapat pada air sumur Gomong, yaitu 4,4

MPN/100mL karena letak sumur yang terlalu dekat dengan septic tank dan

saluran pembuangan limbah lainnya.


5. Air isi ulang, AQUA dan NARMADA memiliki total koliform <2,0 MPN/100mL,

sehingga aman untuk digunakan dalam proses pengolahan makanan.


ACARA VI
SANITASI MAKANAN JAJANAN DI SEKITAR KAMPUS

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan jajanan (Street food) sudah menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik dari perkotaan maupun pedesaan.

Keunggulan dari makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta

citarasanya yang cocok dengan kebanyakan masyarakat. Meskipun makanan

jajanan memiliki keunggulan-keunggulan tersebut, ternyata makanan jajanan

juga beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis

yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun

seperti Salmonella, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli maupun

penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan dan melebihi ambang

batas. Kontaminasi-kontaminasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kasus

keracunan makanan. Oleh karena itu, pentingnya dilakukan praktikum uji sanitasi

makanan jajanan disekitar kampus.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sanitasi

makanan jajanan disekitar kampus.


TINJAUAN PUSTAKA

Menurut definisi FAO makanan jajanan merupakan makanan dan

minuman yang disajikan dalam wadah atau sarana penjualan dipinggir jalan,

tempat umum atau tempat lainnya, yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan atau

dimasak ditempat produksi, dirumah atau ditempat berjualan. Makanan jajanan

dapat berupa minuman atau makanan dengan jenis, rasa dan warna yang

bervariasi serta memikat. Variasi rasa ,jenis dan terutama warna yang memikat

dan menarik minat pembeli untuk membeli makanan jajanan. Makanan jajanan

dapat ditemukan hampir disetiap sudut kota, biasanya terdapat di luar sekolah

atau di dalam sekolah. Makanan jajanan ditempatkan ditempat terbuka dan

terkadang dicampur bahan-bahan berbahaya. Hal ini menyebabkan makanan

jajanan menjadi tidak sehat dan berbahaya untuk dikonsumsi (Puspitasari, 2013).

Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Selain itu,

makanan juga dapat menyebabkan penularan penyakit yang ringan dan berat,

bahkan berakibat kematian, diantaranya diakibatkan karena kurang baiknya

penerapan higieni makanan dan sanitasi lingkungan. Kejadian penyakit yang

ditularkan melalui makanan di Indonesia cukup besar, terlihat dari masih

tingginya infeksi seperti tipus, kolera, disentri, TBC dan sebagainya. Lebih dari

90% kasus keracunan makanan disebabkan oleh kontaminasi mikroba (Agustina,

2009).

Mikroba yang terkandung dalam makanan bisa menyebabkan terjadinya

kerusakan mikrobiologis pada makanan, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

Untuk mengetahui layak tidaknya suatu produk pangan untuk dikonsumsi oleh

masyarakat, perlu dilakukan pengujian mikroba yang terkandung dalam makanan

tersebut, salah satu cara adalah dengan analisis kuantitatif mikrobiologi pada
bahan pangan. Cara ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan

pangan yang akan digunakan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk

mengetahui jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan. Cara-cara

tersebut dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu perhitungan jumlah sel,

perhitungan massa sel secara langsung dan perhitungan massa sel tidak dapat

secara langsung (Waluyo, 2007).

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa

makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit. Kriteria

makanan layak dikonsumsi adalah berada dalam derajat kematangan yang

dikehendaki, bebas dari pencemaran disetiap tahap produksi dan penanganan

selanjutnya, bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai

akibat dari enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. Bebas dari

mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh

makanan (Food borne illness) (Prabu, 2008).

Kasus penyakit bawaan makanan (Food born illness) dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, antara lain kebiasaan mengolah

makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan

tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2007). Dalam makanan biasanya

terdapat beberapa bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit,

diantaranya adalah Salmonella, Staphylococcus, Shigella, Escherichia coli,

Vibrio, Clostridium dan Pseudomonas cocovenenous (Ryaningsih dan Soedinoto,

2010).

Kontaminasi makanan pada pedagang kaki lima dapat terjadi karena

sanitasi dapur pengolahan makanan dan tempat penyajian makanan yang


mungkin belum memenuhi persyaratan kesehatan. Makanan jajanan umumnya

memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologis atau

mikrobiologis, kimia atau fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali

terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi

pengolahan, belum diterapkannya sanitasi dan higieni yang memadai serta

kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani makanan

jajanan (Nanuwasa, 2007).

Higieni dan sanitasi makanan yang baik perlu ditunjang oleh kondisi

lingkungan dan sarana sanitasi yang baik pula. Sarana tersebut antara lain

tersedianya air bersih yang mencukupi, baik kualitas maupun kuantitas.

Pembuangan air limbah yang tertata dengan baik agar tidak menjadi sumber

pencemaran. Tempat pembuangan sampah yang terbuat dari bahan kedap air,

mudah dibersihkan dan mempunyai tutup. Higieni sanitasi makanan dan

minuman diperlukan untuk melindungi makanan dan minuman dari kontaminasi

maupun mikroorganisme penularan penyakit. Tindakan saniter ditujukan pada

semua tingkatan pengolahan makanan dan minuman (Naria, 2007).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 November 2014 di

Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Pengolahan Fakultas Teknologi Pangan

dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung

reaksi, mortal, cawan petri, rak tabung reaksi, pipet mikro, blue tip, yellow tip,

botol, pinset, lampu bunsen, korek api, timbangan analitik dan vortex.

b. Bahan-bahan praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buffer

fosfat, cilok, batagor, risoles, es kelapa, media Plate Count Agar (PCA), Potato

Dextrose Agar (PDA), media Nutrient Agar (NA) dan alkohol.

Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan praktikum.


2. Dihaluskan sampel dan ditimbang 1 gram sampel.
3. Dimasukkan sampel pada tabung reaksi yang berisi larutan buffer fosfat.
4. Dilakukan pengenceran sampai pengenceran 105.
5. Dipipet 0,1 ml dan dilakukan teknik duplo pada semua pengenceran.
6. Dituangkan media PDA pada cawan petri yang berisi pengenceran 10 1, 102

dan 103.
7. Dituangkan media PCA atau NA pada pengenceran 103, 104 dan 105.
8. Diinkubasi pada suhu 35 selama 2 hari.
9. Diamati jumlah koloni yang terbentuk pada masing-masing cawan.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 6.1.Hasil pengamatan uji total jamur dan mikroba media PDA
Pengenceran Total Kapang
Klp. Sampel 10-1 10-2 10-3 (CFU/gr)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Cilok 10 16 4 5 2 0 1,58 x 103
2 Batagor 7 12 1 1 0 20 10,195 x 103
3 Risoles 5 0 0 0 0 >250 >250 x 103
4 Es kelapa 42 28 9 6 2 1 2,6 x 103

Tabel 6.2.Hasil pengamatan uji total jamur dan mikroba media PCA
Pengenceran
Klp. Sampel Total Khamir (CFU/gr)
10-3 10-4 10-5
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Cilok 0 1 0 3 0 4 2,155 x 105
2 Batagor 3 3 5 7 0 1 1,13 x 105

Tabel 6.2.Hasil pengamatan uji total jamur dan mikroba media NA


Pengenceran Total Khamir (CFU/gr)
-3 -4 -5
Klp. Sampel 10 10 10
U1 U2 U1 U2 U1 U2
3 Risoles 8 1 3 1 14 0 7,245 x 105
4 Es kelapa - - - - - - -

Hasil Perhitungan

a. Uji Total Jamur dan Mikroba Media PDA


1. Cilok
U 1+U 2 10+ 16
10-1 = 2 = 2 = 13 x 101 = 0,13 x 103

U 1+U 2 4+5
10-2 = 2 = 2 = 4,5 x 102 = 0,45 x 103

U 1+U 2 2+ 0
10-3 = 2 = 2 = 1 x 103 =1 x 103

= 1,58 x 103 CFU/gr


2. Batagor
U 1+U 2 7 +12
10-1 = 2 = 2 = 9,5 x 101 = 0,095 x 103

U 1+U 2 1+1
10-2 = 2 = 2 = 1 x 102 = 0,1 x 103

U 1+U 2 2+ 0
10-3 = 2 = 2 = 1 x 103 =1 x 103

= 10,195x 103 CFU/gr

3. Risoles
U 1+U 2 5+ 0
-1
10 = 2 = 2 = 2,5 x 101 = 0,025 x 103

U 1+U 2 0+0
10-2 = 2 = 2 = 0 x 102 =0 x 103

U 1+U 2 250+ 0
10-3 = 2 = 2 = >250 x 103 = >250 x 103

= >250 x 103CFU/gr

4. Es Kelapa
U 1+U 2 42+28
10-1 = 2 = 2 = 35 x 101 = 0,35 x 103

U 1+U 2 9+6
10-2 = 2 = 2 = 7,5 x 102 = 0,75 x 103

U 1+U 2 2+1
10-3 = 2 = 2 = 1,5 x 103 = 1,5 x 103

= 2,6 x 103 CFU/gr

b. Uji Total Jamur dan Mikroba Media PCA


1. Cilok
U 1+U 2 0+1
10-3 = 2 = 2 = 0,5 x 103 = 0,005 x 105

U 1+U 2 0+3
10-4 = 2 = 2 = 1,5 x 104 = 0,15 x 105

U 1+U 2 0+4
10-5 = 2 = 2 = 2 x 105 =2 x 105
= 2,155x 105 CFU/gr

2. Batagor
U 1+U 2 3+ 3
10-3 = 2 = 2 = 3 x 103 = 0,03 x 105

U 1+U 2 5+ 7
10-4 = 2 = 2 = 6 x 104 = 0,6 x 105

U 1+U 2 0+1
10-5 = 2 = 2 = 0,5 x 105 = 0,5 x 105

= 1,13x 105 CFU/gr

c. Uji Total Jamur dan Mikroba Media NA


1. Risoles
U 1+U 2 8+1
10-3 = 2 = 2 = 4,5 x 103 = 0,045 x 105

U 1+U 2 3+ 1
10-4 = 2 = 2 = 2 x 104 = 0,2 x 105

U 1+U 2 14 +0
10-5 = 2 = 2 = 7 x 105 =7 x 105

= 7,245x 105 CFU/gr

2. Es Kelapa
U 1+U 2
10-3 = 2 =-

U 1+U 2
-4
10 = 2 =-

U 1+U 2
10-5 = 2 =-
PEMBAHASAN

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan

dijual oleh pedagang kaki lima dijalanan dan ditempat-tempat keramaian umum

lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan

lebih lanjut. Istilah makanan jajanan tidak jauh dari istilah junk food, fast food dan

street food karena istilah tersebut merupakan bagian dari istilah makanan

jajanan. Makanan jajanan selain bermanfaat terhadap penganekaragaman

makanan dalam rangka peningkatan mutu gizi makanan yang dikonsumsi, juga

memiliki aspek negatif yang menyebabkan kelebihan asupan gizi dan obesitas.

Serta tingkat keamanan makanan jajanan yang kurang terjamin (Aprilia, 2011)

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan

mikroba pada media PDA, total kapang tertinggi dihasilkan oleh risoles yaitu

>250 x 103 CFU/gr. Hal ini dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh udara di

sekitarnya saat pengambilan sampel serta lamanya waktu penyimpanan risoles.

Batagor memiliki total kapang 10,195 x 103 CFU/gr. Hal ini karena adanya

kontaminasi saat pembuatan adonan, kontaminasi ulang dari tangan pekerja saat

pengemasan serta kontaminasi udara yang disebabkan karena ruang

penyimpanan yang terbuka. Es kelapa memiliki total kapang 2,6 x 10 3 CFU/gr,

hal ini dapat terjadi karena adanya kontaminasi pada wadah pengemasan,

penyimpanan dan waktu simpan yang terlalu lama. Cilok memiliki total kapang

terendah yaitu 1,58 x 103 CFU/gr, hal ini karena cilok mengalami pemanasan

secara kontinyu, kapang dapat mencemari cilok saat tutup panci terbuka dan

saat pengemasan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan

mikroba pada media PCA, diketahui bahwa cilok memiliki total khamir paling
tinggi dibandingkan dengan batagor yaitu 2,155 x 105 CFU/gr sedangkan batagor

hanya 1,13 x 105 CFU/gr. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan lama

waktu simpan, tempat penyimpanan dan kandungan nutrisi yang tersedia pada

sampel. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan

mikroba pada media NA, hanya risoles yang positif terdapat cemaran mikroba

sebanyak 7,245 x 105 CFU/gr, sedangkan es kelapa negatif mengandung

cemaran mikroba. Hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan bahan baku

yang digunakan dalam pembuatan risoles kurang bermutu dan buah kelapa yang

digunakan masih segar.

Jika dilihat dari semua hasil pengamatan dan perhitungan, semua data

yang dihasilkan menunjukkan adanya pencemaran mikroorganisme terhadap

sampel makanan jajanan yang diujikan. Hal ini membuktikan bahwa pada proses

pengolahan makanan jajanan memiliki kekurangan dalam penerapan sanitasi

higieni baik pada saat persiapan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian

maupun penyajian makanan jajanan. Kurangnya sanitasi higieni pada proses

pengolahan makanan dapat menghasilkan produk makanan yang berbahaya jika

dikonsumsi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan penerapan sanitasi higieni yang

baik serta sarana prasarana dan biaya yang memadai.

Salah satu faktor penting yang mendukung keamanan pangan adalah

sanitasi. Sanitasi mencakup cara kerja yang bersih dan aseptik dalam berbagai

bidang meliputi persiapan, pengolahan, penyiapan maupun transport makanan,

kebersihan dan sanitasi ruangan, alat-alat pengolahan pangan, serta kebersihan

dan kesehatan pekerja dibidang pengolahan dan penyajian. Proses pengolahan

pada makanan sangat rentan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme.


Kontaminasi ini berasal dari udara, peralatan pengolahan, air, ruangan dan dari

pekerja yang menangani pengolahan makanan (Irianto, 2006)

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengolahan dan penyajian

makanan jajanan adalah bahan baku yang digunakan harus baik dan bersih,

tempat pengolahan bersih, sumber air cukup dan bersih, peralatan pengolahan

baik dan bersih, pekerja sehat dan bersih, tempat penyajian dan penyimpanan

tertutup dan bersih sehingga dapat meminimalkan kontaminasi dari udara,

kemasan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku dan hindari tempat berjualan

yang merupakan sumber kontaminasi.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan antara lain :

1. Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang banyak dijajakan

oleh pedagang kaki lima ditempat keramaian umum atau di pinggir-pinggir

jalan disekitar sekolah dan kampus.


2. Uji total jamur dan mikroba media PDA, risoles menghasilkan total koloni

tertinggi yaitu >250 x 103 CFU/gr karena adanya kontaminasi udara dan

lamanya penyimpanan.
3. Uji total jamur dan mikroba media PCA, cilok memiliki total koloni tertinggi

yaitu 2,155 x 105 CFU/gr, karena tempat penyimpanan yang tidak sesuai dan

lama waktu penyimpanan.


4. Uji total jamur dan mikroba media NA, risoles memiliki total koloni tertinggi

yaitu 7,245 x 105 CFU/gr, karena bahan baku yang tidak berkualitas dan

adanya pencemaran udara dari lingkungan.


5. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengolahan dan penyajian

makanan jajanan adalah sanitasi higieni yang baik dalam pengolahan,

penyiapan dan penyajian serta tempat berjualan yang jauh dari sumber

kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, M.R. dan Moss, M.O., 2008. Food Microbiology. Combridge. RSC.
Published.

Agustina, F., 2009. Hygiene Dan Sanitasi Pada Pedagang Makanan Tradisional
Di Lingkungan Sekolah Dasar. UNSRI. Palembang.

Ahira, A., 2013. Bakteri Escherichia coli. http://anneahira.com (Diakses pada


tanggal 22 November 2014).

Ananda, A.R., Krisnawati, E. dan Safitriani, M., 2010. Uji Sanitasi Pekerja
Mikroba Tangan dan Rambut. POLTEKKES RI. Padang.

Andhayani, D., 2012. Sanitasi Air. http://defiandhayani.blogspot.com (Diakses


pada tanggal 22 November 2014).

Anonim, 2008. Media Pertumbuhan Mikroorganisme. http://duniamikro.


blogspot.com (Diakses pada tanggal 22 November 2014).

Anonim, 2009. Pengertian Air Bersih. http://nacenaarlyn.wordpress.com (Diakses


pada tanggal 22 November 2014).

Anonim, 2011. Talenan Kayu dan Talenan Plastik. http://female.kompas.com


(Diakses pada tanggal 5 November 2014).

Anonim a, 2012. Sanitasi. http://ilmuthp.wordpress.com (Diakses pada tanggal


10 Oktober 2014).

Anonim b, 2012. Validasi Pembersihan. http://jendelafarmasi.blogspot.com


(Diakses pada tanggal 5 November 2014).

Anonim, 2013. Syarat Higiene Penjamah Makanan. http://www.indonesian


publichealt.com (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014).

Anonim, 2014. Bakteri Proteolitik. http://id.wikipedia.co.id (Diakses pada tanggal


19 Oktober 2014).

Aprilia, B.P., 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan


Jajanan Pada Anak SD. UNDIP. Semarang.

Busyro, M., 2012. Laporan Praktikum Sanitasi. http://muzhoffabusyro.word


press.com (Diakses pada tanggal 9 November 2014).

Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.

Dad, 2000. Bacterial Chemistry and Physiologi. John Wiley and Sons Inc. New
York, P.426.

Dwayana, Z. dan Nur, H., 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Universitas


Hasanuddin. Makassar.

Fernando. 2012. Sanitasi Ruang, Udara dan Pekerja. IPB. Bogor.


Gobel, R. B., 2008. Mikrobiologi Umum. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Glovanni, A., 2013. Bakteri Amiolitik. http://dilsagiovanni.blogspot.com (Diakses


pada tanggal 17 November 2014).

Hanif, A. B., Dharma, A.P. dan Zaky, P. S., 2012. Sanitasi Ruang, Udara dan
Pekerja. IPB. Bogor.

Hartoko, 2007. Analisis Bahaya pada Pangan. http://hartoko waralpress.com


(Diakses pada tanggal 17 November 2014).

Humaira, V., 2014. Laporan Mikrobiologi Umum. http://velahumaira.blogspot.


com (Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014).

Hutami, F., 2012 . Uji Spora Flat Sour. http://www scribd.com (Diakses pada
tanggal 17 November 2014).

Irianto, K., 2006. Mengenal Dunia Bakteri. Pringgandani. Bandung.

Kirom, M. I., 2013. Cara Produksi Makanan yang Baik. http://berbagiasik.


blogspot.com (Diakses pada tanggal 9 November 2014).

Lukman, D.W dan R.R, Soedjono. 2009. Uji Sanitasi Dengan Metode RODAC.
Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Ternak. IPB. Bogor.

Maskiah, 2012. Uji Sanitasi Lingkungan. http://maskiahbiologi09.blogspot.com


(Diakses pada tanggal 9 November 2014).

Nanuwasa, F., 2007. Tata Laksana Hygiene Hidangan, Keracunan, Hidangan,


Jenis Bakteria. http://ihsmakassar.com (Diakses pada tanggal 22
November 2014).

Naria, E., 2007. Hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman Jajanan. USU. Medan.

Nengsih, 2010. Bakteri Koliform. http://Nengsih.blogspot.com (Diakses pada


tanggal 11 Oktober 2014).

Novia, S., 2012. Coliform Enterobacter. http://saninovia.blogspot.com (Diakses


pada tanggal 22 November 2014).

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/menkes/per/IV/2010. Tentang


Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta.

Pertiwi, T., 2009. Isolasi Bakteri Penghasil Protease. http://trimulianipertiwi.


worldpress.com (Diakses pada tanggal 19 oktober 2014).

Pohan, 2009. Pemeriksaan E.coli pada Peralatan Makan. http://repository.usu.


ac.id (Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014).

Prabu, P., 2008. Hygiene Dan Sanitasi Makanan. http://putraprabu.wordpress.


com (Diakses pada tanggal 23 November 2014).

Prasetyo ,H.,2007. Kandungan Selenium Total Dalam Bakteri Termofilik. IPB.


Bogor.
Pratama. 2010. Kontaminasi Silang Pada Makanan. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

Prayudha, E., 2010. Uji Sanitasi Wadah dan Alat Pengolahan. http://www.scribd.
com (Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014).

Priyanti, N. R., Gunawan, A., Pratiwi, I. E. dan Dina, C., 2012. Uji Sanitasi Wadah
dan Alat Pengolahan. IPB. Bogor.

Purnawijayanti, H. A., 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam


Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

Puspitasari, R.L., 2013. Kualitas Jajanan Siswa Di Sekolah Dasar. Universitas Al-
Azhar Indonesia. Jakarta.

Ryaningsih dan Soedionoto, B., 2010. Kualitas Hygiene Sanitasi Makanan


Jajanan dengan Keberadaan E.Coli pada Pedagang Kaki Lima di Pasar
Tradisional. Universitas Mulawarman. Samarinda.

Sani, F. B., Juhairiah, I., Subagyo, R., Thirani, D. dan Wiwi, N., 2010. Laporan
Praktikum Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah. Jakarta.

Standard Nasional Indonesia, 2006. No.01-3553-2006. Tentang Air Minum dalam


Kemasan. Jakarta.

Subarminah ,E., 2010. Mikrobiologi Pangan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Suhirman, 2011. Pangan dan Kesehatan Konsumen. http://sudirmanphp.


blogspot.com (Diakses pada tangal 11 Oktober 2014).

Sujatmiko, P., 2009. Rancangan Sistem Literatur. http://lib.ui.ac.id (Diakses pada


tanggal 19 Oktober 2014).

Susiwi, 2009. Sanitation Standard Operating Procedures. Universitas Pendidikan


Indonesia (UPI). Bandung.

Tya. 2010. Uji Sanitasi Lingkungan. http://tya.blogspot.com (Diakses pada


tanggal 9 November 2014).

Weslie, 2008. Laporan Praktikum Sanitasi. http://weslie.wordpress.com (Diakses


pada tanggal 19 Oktober 2014).
Weslie, R. T. 2009. Uji Kontaminasi Mikroba dan Sanitasi Lingkungan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Balai Pustaka. Jakarta.

Zaif, 2009. Nutrisi Mikroba. http://zaifbio.wordpress.com. (Diakses pada tanggal


11 Oktober 2014).

Anda mungkin juga menyukai