Anda di halaman 1dari 6

ARAH JARUM JAM Tidak lazim, aneh, konslet dan kata-kata yang lain tidak hanya berdasarkan ketidaktahuan,

termasuk mayoritas islam, ketika diperkenalkan kepada mereka Jam Islam/Jam Hijriah/Jam Fitrah. bagaimana tidak arah jarum jam berputar kekiri berlawanan dengan jam masehi. - Arah perputaran jarum jam Hijriah juga sesuai dengan perputaran thawaf ketika manusia melakukan ibadah haji. - Juga sesuai dengan Sunnah Rasul agar umatnya mendahulukan yang kanan daripada yang kiri (kecuali hendak memasuki tempat-tempat tertentu dimana anda harus mendahulukan kaki kiri) - Rotasi arah perputaran bumi dan bulan pada porosnya. PENETAPAN HARI Dalam jam Hijriah, awal hari (pukul 00:00:00) ditetapkan pada petang hari bukan tengah malam atau maju enam jam jika dibandingkan dengan jam Masehi. dasar ilmiahnya adalah awal bulan yang merupakan awal hari pertama ditetapkan berdasarkan ru'yat dan hisab terhadap hilal (munculnya bulan sabit atau bulan baru) PANGKAL PERHITUNGAN WAKTU Dalam konsep perumusan ulang sistem waktu Islam yang didasarkan pada konsep Ka'bah Meridian Sistem dan Ka'bah Universal Time menetapkan ka'bah sebagai pangkal perhitungan waktu atau merediean pangkal yang kemudian disebut Meridian Nol ka'bah. Dengan penetapan pangkal waktu seperti ini, maka bumi tidak lagi di bagi menjadi Bujur Timur dan Bujur barat melainkan hanya ada satu istilah meridian, yakni Bujur ka'bah dengan titik pangkal tepat melintas di bidang dasar ka'bah kira-kira meridian 40' Bujur Timur menurut perhitungan meredien greenwich. Garis pangkal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai garis pangkal perhitungan hari, awal hari atau awal tanggal baru bagi seluruh muka bui yang dimulai dari Meridien Nol Kabah. Adapun pembagian wilayah waktu disebut Wilayah Waktu Ka'bah (WWK) dengan wilayah pangal terletak antara 352.5' BK - 7.5 Bujur Ka'bah (BK) dan menempatkan Ka'bah pada posisi 0' (nol derajat) sebagai waktu Ka'bah pertama

Diskusi Buku "Kabah Pusat Dunia": Penerapan Jam Hijriah Perlu Dikaji
Dari penelitiannya, Dr Husain Kamaluddin, ilmuwan asal Mesir menyatakan, Makkah AlMukarramah merupakan pusat daratan bumi. Dengan begitu, waktu dunia seharusnya tidak lagi berpusat di Greenwich. Namun, meski sudah digulirkan sejak 1997, bukti ilmiah ini tidak serta merta membuat jam Hijriah dijadikan rujukan penentu waktu.

PUSAT DUNIA - Iwan Nurdaya Djafar (kiri) penerjemah buku Kabah Pusat Dunia dan Prof Dr MA Achlami HAS (kanan) saat diskusi di Wisma Dahlia Unila, Jumat (29/4). (TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/MARZULIA)

Aneka pendapat mengemuka dalam acara bedah buku "Kabah Pusat Dunia, Sebuah Mukjizat Ilmiah", yang digelar Yayasan Wakaf Lampung Peduli, di Wisma Dahlia Universitas Lampung, Jumat (29/4/2011). Sejumlah akademisi, tokoh masyarakat, dan agamawan, silih berganti urun komentar atas buku karangan Saad Muhamad Al- Marsafy yang diterjemahkan dari versi Inggris-nya oleh budayawan Lampung, Iwan Nurdaya Djafar. Husain Kamaluddin mendasarkan teorinya dengan pendekatan matematika dan kaidah yang disebut spherical triangle. Dengan perkiraan itu, maka kedudukan Makkah berada tepat di pusat daratan bumi. Husain juga menggambarkan proyeksi peta menggunakan program komputer tentang arah kiblat, dan hasilnya menunjukkan Makkah merupakan pusat dari suatu lingkaran yang melintasi semua benua. Penelitian ini sekaligus membantah asumsi selama lebih seratus tahun bahwa Greenwich, kota kecil di pinggiran London, Inggris, berada di garis bujur nol derajat. Penasbihan Greenwich sebagai pusat dunia tercantum secara resmi pada resolusi kedua Konperensi Garis Bujur Internasional di Washington DC pada Oktober 1884. "Jika para pemegang otoritas memang meyakini Makkah sebagai pusat daratan dunia, maka mestinya ada penyesuaian waktu yang sejak 1884 sudah digunakan umat Islam di dunia," kata Iwan Nurdaya Djafar. Iwan menjelaskan, dengan kesepakatan di Washington DC, sejak itu waktu di Indonesia mundur 28 jam. Fakta ini juga memunculkan gagasan untuk membuat dan menerapkan jam Hijriah. "Kalau jam Hijriah ditetapkan, dan Makkah sebagai pusatnya berada di titik nol derajat, maka ibadah shaum Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri bisa berlangsung di hari yang sama di seluruh dunia," terus Iwan. Namun, persoalan tentu tidak sesederhana itu. Jika jam Hijriah diterapkan, maka waktuwaktu ibadah yang selama ini merujuk jam konvensional, harus disesuaikan. Mulai dari waktu salat wajib, salat Jumat, salat-salat sunah, hingga waktu puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunah seperti puasa Senin-Kamis. Selama ini, waktu Jakarta lebih cepat empat jam daripada Makkah. Dengan menempatkan Makkah di titik nol derajat, maka posisi Jakarta menjadi 19 jam 36 menit di belakang Kota Makkah.

Tokoh Nahdatul Ulama (NU) Arief Mahya mengatakan, penerapan jam Hijriah sebaiknya jangan terlalu tergesa-gesa. Selain cukup sensitif, hal ini juga dapat membingungkan umat muslim di dunia, terutama terkait penyesuaian waktu ibadah. "Saya juga kurang setuju ada kata mukjizat dalam judul buku tersebut. Karena yang menerima mukjizat hanya lah nabi dan rasul-Nya," ujarnya. Anshori Djausal, akademisi dari Univeristas Lampung, menuturkan, penerapan jam Hijriah memerlukan pengkajian lebih lanjut dan harus berhati-hati. Menurut dia, selama ini Indonesia sudah tidak asing dengan penanggalan Hijriah, di samping sistem Masehi. "Makkah sebagai pusat bumi, tidak mesti hanya bermakna fisik. Hati dan pikiran kita yang dipusatkan ke Makkah," terang Anshori. Pemimpin Umum Lampung Post Bambang Eka Wijaya mengatakan, umat Islam seharusnya bisa menerima keberadaan jam Hijriah, karena selama ini pun bisa menerima kalender atau penanggalan Hijriah. "Saatnya umat Islam memiliki jam Hijriah. Namun hal ini memang perlu dikaji kembali karena menyangkut pelaksanaan ibadah," imbuh wartawan senior yang menjadi salah satu pembicara diskusi yang dimoderatori Koordinator Liputan Tribun Lampung Juwendra Asdiansyah ini. Pembicara lainnya, Dekan Fakultas Dakwah IAIN Lampung Prof Dr MA Achlami berpendapat serupa. Menurutnya, yang terpenting adalah memulai mewacanakan kepada masyarakat tentang keberadaan Makkah sebagai pusat dunia. "Kalau bisa diterima masyarakat dengan baik, tidak masalah," katanya. Untuk pembuatan jam Hijriah ini, Kepala Bank Syariah Mandiri cabang Lampung Yulius Agung memberi tawaran konkrit. Ia menyatakan kesanggupan untuk menfasilitasi pendanaan pembuatan jam yang arah putaran jamnya dari kanan ke kiri tersebut. Menurut Iwan Nurdaya, jam konvensional dan jam Hijriah memang tidak bisa disamakan, karena acuan titik bujur yang berbeda jauh. "Ini memang perlu pengkajian lebih dalam, karena menyangkut unsur keyakinan seseorang," tukasnya.(tika rochmawatie) Sumber: Tribun Lampung, Sabtu, 30 April 2011

Jam Raksasa Makkah, Mungkinkah Gantikan GMT?


Published Friday, August 13, 2010 By admin. Under News Tags: Mecca Time

nabimuhammad.info _ Arab Saudi kini punya proyek prestisius, yakni membangun sebuah jam yang 5 kali lebih besar dibanding Big Ben Bell di London. Arab Saudi juga berkeinginan keras agar jam ini menjadi acuan valid bagi waktu di seluruh dunia, mengingat Mekah adalah wilayah tanpa kekuatan magnetik.

Jakarta Hasrat pemerintah Arab Saudi untuk memindahkan pusat waktu dunia ke Makkah mendapatkan reaksi positif dari tokoh muslim Indonesia. Wakil Ketua Umum MUI yang sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut positif proyek tersebut. Saya kira itu ide baik, boleh-boleh saja kalau mau dibuat seperti itu, kata Din di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/8/2010). Namun Din menegaskan, perlu ada kesepakatan dari sejumlah pihak tentang pergeseran pusat waktu dunia ini. Termasuk negara di belahan dunia lain yang mengikuti acuan GMT. Sementara untuk sikap pemerintah Indonesia, perlu ada pertemuan khusus untuk membicarakan hal ini. Nanti bersama pemerintah dibicarakan lagi, tutupnya. Kemenag Siap Diskusikan Sementara itu, Kementerian Agama berjanji akan mendiskusikannya terlebih dulu dengan pihak terkait. Ini memang tema menarik. Nanti kita akan saya usulkan ke Sekjen agar dibuat semacam seminar tentang hal tersebut, kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Rohadi, Jumat (13/8/2010). Bagi Rohadi, pembangunan menara jam raksasa tersebut cukup positif bagi Islam. Terutama untuk membangun soliditas kaum muslimin seluruh dunia. Saya kalau melihat syiarnya memang penting. Secara emosional akan muncul kebanggan tersendiri ada uniform, lanjutnya. Jadikan Acuan Jam Hijriah Sementara pakar astronomi ITB Moedji Raharto, menyarankan untuk waktu dekat dijadikan jam hijriah. Usaha pemerintah Arab Saudi untuk menggeser pusat waktu dunia ke Makkah memang bukan perkara mudah. Hal yang bisa dilakukan sekarang adalah dengan menjadikan jam raksasa tersebut sebagai acuan waktu hijriah. Sekarang kan baru ada penanggalan hijriah, kenapa tidak dibuat saja semacam penyatuan waktu untuk jam hijriah, kata astronom ITB Moedji Raharto Barangkali itu bisa lebih pada penyatuan umat muslim dan sebagai simbol selain haji. Begitu kita lihat jam itu, kita bisa melihat Makkah bagaimana, jelasnya. Namun demikian, mantan kepala Observatorium Bosscha ini menegaskan, pemerintah Arab Saudi harus mengajukan konsep yang jelas terlebih dulu soal penyeragaman waktu hijriah ini. Termasuk kaitannya dengan penggunaan waktu berdasarkan matahari. Kalau ada terus bagaimana set up-nya. Saya sendiri belum tahu apa yang ditawarkan konsepnya oleh Makkah. Selama ini kan sudah ada penggunaan waktu matahari, paparnya. Dukunganpun Muncul di Facebook

Dukungan penggantian Greenwich Mean Time (GMT) dengan Makkah Mean Time (MMT) juga muncul di jejaring sosial Facebook. Pergantian titik nol dari Greenwich ke Makkah ini setidaknya akan mengurangi masalah penentuan tanggal 1 Ramadan atau Syawal di Indonesia dan negara lainnya. Si pembuat grup DUKUNG GMT DIGANTI DENGAN MEKKAH MEAN TIME (MMT), Elfizon Anwar, berharap, ambisi Makkah tersebut bisa menjadi kenyataan. Dengan adanya waktu dan sistem kalender sendiri, masalah-masalah yang biasanya terjadi pada penentuan waktu seperti 1 Ramadan atau 1 Syawal, tidak akan terjadi lagi. Dengan adanya perubahan permulaan titik nol-nya ini, Insya Allah umat Islam akan mempunyai waktunya tersendiri dan melengkapi almanak hijriah umat Islam itu sendiri, Lima Kali Lebih Besar Menara jam tersebut lima kali lebih besar dibandingkan Big Ben di London. Meski bangunannya belum sepenuhnya rampung, jam raksasa yang terletak di puncak menara Abraj Al-Bait itu sudah mulai berdetak. Menara jam ini berbentuk kubus empat sisi. Diameter jam mencapai 40 meter, mengalahkan jam terbesar sebelumnya yang menjadi atap Cevahir Mall di Turki dengan diameter 35 meter. Waktu yang digunakan oleh jam tersebut adalah Arabia Standard Time, tiga jam lebih dulu jika dibandingkan dengan GMT. Sejak 125 tahun lalu, GMT telah disepakati sebagai wilayah yang dijadikan ukuran awal waktu dunia karena dilalui titik nol derajat. Penentuan titik ini penting untuk mempermudah ukuran waktu perjalanan dan komunikasi antar-negara. Bagi Arab Saudi, Makkah dianggap lebih tepat sebagai episentrum dunia. Kota suci umat muslim tersebut diklaim sebagai wilayah tanpa kekuatan magnetik oleh peneliti Mesir seperti Abdel-Baset al-Sayyed. Artinya, jarum kompas tidak bergerak saat di Makkah. Itulah mengapa ketika seseorang berpergian ke Makkah atau tinggal di sana, mereka tinggal lebih lama dan lebih sehat karena hidupnya lebih sedikit dipengaruhi oleh gravitasi, jelas alSayyed.~~
Share and Enjoy:

Anda mungkin juga menyukai