Anda di halaman 1dari 10

Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau

dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.

Seks bebas sangat tidak layak dilakukan mengingat resiko yang sangat besar. Pada remaja biasanya akan mengalami kehamilan diluar nikah yang memicu terjadinya aborsi. Ingat aborsi itu sangatlah berbahaya dan beresiko kemandulan bahkan kematian. Selain itu tentu saja para pelaku seks bebas sangat beresiko terinfeksi virus HIV yang menyebabkan AIDS, ataupun penyakit menular seksual lainnya.

Pada orang yang telah menikah, seks bebas dilakukan karena mereka mungkin hanya sekedar having fun. Biasanya mereka melakukan perselingkuhan denga orang lain yang bukan pasangan resminya, bahkan ada juga pasangan suami istri yang mencari orang ketiga sebagai variasi seks mereka. Ada juga yang bertukar pasangan. Semua kelakuan diatas dapat dikategorikan seks bebas dan para pelakunya sangat berisiko terinfeksi virus HIV.

Seks bebas, sudah menjadi hal biasa di kalangan pelajar apalagi mahasiswa. Baik atas dasar cinta ataupun motif ekonomi. Mengenai hal ini, dalam beberapa kesempatan saya sering ngobrol dengan teman atau warga terutama yang dekat dengan fenomena ini, terutamanya lagi yang terjadi di kalangan pelajar (siswa SMA dan setingkatnya).

Menurut penuturan beberapa kawan, ada beberapa siswa yang di DO (drop out) atau dikeluarkan dari sekolahnya karena hamil diluar nikah atau ada juga yang bahkan terbukti melacurkan diri ke om-om atau lelaki hidung belang (untuk di daerah wow tarifnya ternyata luar biasa tinggi loh..)

Mari kita luruskan dulu sejenak, di tulisan curahan dari Pojok Redaksi ini saya tidak akan membahas mengenai tarif dan bagaimana perilaku seks dikalangan remaja ataupun pelajar. Namun, disini saya secara pribadi ingin sedikit mengkritisi tentang nasib mereka (para pelajar) yang sudah ketahuan.

Ya, rata-rata ketika pelajar ketahuan berbuat asusila baik itu terbukti hamil di luar nikah, terbukti melakukan seks diluar nikah melalui foto atau video amatir, atau bahkan beberapa ada yang dijebak oleh gurunya sendiri sehingga mengakui perbuatannya- (si guru pura-pura menjadi pelanggannya) dll. Maka, tindakan umum yang selama ini dilakukan khususnya oleh pihak sekolah adalah menghukum

siswi atau siswa yang bersangkutan dengan mengeluarkannya atau men D.O nya dari sekolah. Melanggar aturan sekolah dan mencemarkan nama baik sekolah, kira-kira seperti itu alasannya.

Pertanyaan yang kemudian saya ajukan adalah : Bagaimana ya nasib sang siswa/siswi itu setelah dikeluarkan dari sekolah?? Apakah dengan mengeluarkan si siswa/i itu adalah sebuah solusi untuk masa depan yang bersangkutan?

Dalam kacamata kepentingan pihak sekolah, mungkin itu sebuah solusi. Setidaknya dengan mengeluarkan siswa ybs, sekolah dinilai tegas dan tidak mentolerir siswanya yang berbuat demikian dan ini sacara tidak langsung menjadi peringatan bagi siswa-siswi lainnya. Namun, bagaimana jika memakai kacamata pendidikan dan pengajaran? Apakah masa depan siswa ybs akan menjadi lebih baik pasca dikeluarkan?

Beberapa hasil diskusi saya dengan teman-teman di lapangan justru memandang sebaliknya. Pasca dikeluarkan dari sekolah atau disisihkan dari lingkungan pendidikan, ditambah dengan hukuman yang tentunya datang juga dari keluarganya, yang bersangkutan cenderung akan lebih liar. Umumnya, disinilah peluang dia untuk lebih tidak terkontrol dan sangat memungkinkan untuk menjadi pelacur dan sejenisnya.

Bahasa merekanya : Ya, sekolah gak diterima lagi, dikeluarga sudah dianggap sampah.. ngapain lagi, selain akhirnya gue nyari duit aja.. tanggunglah demikian kira-kira pembelaanya.

Pada titik tanggung itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan, kajian dan bahasan yang harus disikapi lebih lanjut khususnya bagi institusi pendidikan bernama sekolah. Bahwa, mengeluarkan siswa dari sekolah dalam kasus seperti diatas adalah bukan sebuah solusi yang tepat, tapi hanya penyikapan yang dinilai reaksioner dan sepihak. Seharusnya, baik pihak sekolah dan keluarga juga masyarakat memandang jauh kedepan akan effek jangka panjangnya terutama bagi siswa ybs.

Sederhananya, menurut saya mereka yang terbukti atau ketahuan melakukan penyimpangan seks haruslah tetap diterima di sekolah atau kampus, diperlakukan seperti siswa lainnya, yang berbeda secara khusus yang bersangkutan lebih mendapatkan pembinaan dalam bidang tertentu, misalnya mata pelajaran moral ataupun keagamaan. Selain itu, secara umum ini masalah ini sudah seharusnya menjadi evaluasi bersama antara pihak sekolah dan keluarga siswi/a yang bersangkutan : apakah ada sistem, mekanisme atau komunikasi yang salah selama ini dan sebagainya.

Artinya, dari sini kita memahami jika sekolah bukanlah tempat kerja, dimana aturan layaknya kontrak yang kaku dan cenderung sepihak, tapi sekolah adalah tempat dilangsungkannya pendidikan dan tentunya juga pengajaran dengan proyeksi jangka panjang, bukan hanya menyangkut angka (nilai raport) tapi juga moral tentunya. Adalah tanggungjawab moral pihak sekolah juga untuk menyelamatkan masa depan siswanya yang berperilaku (seks) menyimpang.

Fenomena seks bebas di kalangan remaja Bicara soal remaja tidak akan pernah lepas dari percintaan remaja. Tentu semua remaja telah mengalaminya .Hampir seluruh remaja di Dunia termasuk Indonesia mempunyai suatu budaya untuk mengekspresikan percintaan remaja itu sendiri yang biasa kita sebut sebagai Pacaran.

Pacaran, bukan hal yang lazim lagi di kalangan remaja saat ini. Mulai dari berbagai jenjang pendidikan mereka. Mulai dari Anak-anak kuliah sampai SMP (bahkan anak SD pun mulai mencoba-coba). Mulai dari tingkatan remaja awal sampai remaja akhir, rata-rata mereka sudah mempunyai pacar. Macam-macam pula remaja mengekspresikan rasa cintanya pada sang pacar; dengan berbagai cara. Mulai dari yang biasa sampai yang tidak bisa diterima secara moral karena perbuatan mereka telah melanggar ketentuan norma yang ada. Salah satu cara yang merupakan cara yang paling tidak diterima di kalangan masyarakat adalah seks bebas.

Seks bebas merupakan cara mengekspresikan cinta yang paling melanggar norma-norma masyarakat. Seks bebas juga merupakan suatu hal yang Anehnya mulai dianggap hal yang biasa bagi beberapa remaja di Indonesia. Mengapa? Hal ini tidak terlepas dari media-media massa/elektronik, westernisasi (kebarat-baratan) atau pun salah pergaulan. Mereka yang kurang pendidikan agamanya atau mereka yang kurang terdidik moral nya dan lebih sering melihat atau menonton acara-acara yang dianggap menjadi dasar dari perbuatannya, seperti sinetron atau film, tentu saja hal ini akan membentuk perilaku remaja yang cenderung tersesat dalam pergaulan nya atau lebih bisa lebih buruk lagi.

Pendidikan seks di kalangan remaja tampaknya belum terlihat realisasi nya, terbukti dengan banyaknya kasus tentang kehamilan di luar nikah atau penyakit menular seperti HIV/AIDS dan sebagainya. Memang tidak semua remaja harus diberi pengarahan tentang hal ini karena mereka seharusnya sudah dapat berpikir secara matang tentang nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakatnya. Namun, sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa remaja cenderung labil dalam emosi dan pengetahuan

serta pengalaman yang dimiliki mereka masih belum bisa membuat remaja itu menentukan tindakannya secara benar. Hal inilah yang menyebabkan seks bebas di kalangan remaja semakin memburuk. Tentu masih banyak penyebab-penyebab remaja cenderung melakukan seks bebas.

Beberapa cara yang dapat dilakukan baik pihak sekolah, lingkungan, keluarga, juga remaja itu sendiri untuk sebagai pencegahan dini dari pergaulan bebas remaja :

1. Perlunya kerja sama antara orang tua dengan pihak sekolah mengenai pendidikan moral anak mereka. Hal ini tentunya akan membuat pihak sekolah lebih ketat dalam urusan moral para siswa nya. 2. Keaktifan dari para guru BP/BK/P2S untuk mencegah dan mengajarkan moral dan etika kepada para siswa nya dan memberi peringatan yang keras kepada mereka agar tidak mengulangi nya lagi. 3. Perlu adanya kedekatan para orangtua dengan anak-anak mereka sehingga terjalin suatu hubungan yang baik di mana anak-anak mereka dapat menuruti nasihat serta perintah dan jujur dengan orangtua mereka sendiri. 4. Perlunya pengawasan atas media yang di tonton oleh para orangtua terhadap anak mereka. Hal ini sangat penting karena media saat ini merupakan acuan para remaja (anak-anak mereka) dalam mencari trend. 5. Untuk para remaja, kalian harus lebih selektif dalam mencari kelompok bermain yang baik. Bukan berarti hal ini akan membuat pergaulan kalian menjadi kaku, namun hal ini dapat membuat kalian jauh dari pergaulan yang salah. Ekspresi kan kecintaan kalian dengan sang pacar dalam hal yang positif. Bisa dalam bentuk inspirasi dalam membuat novel atau cerpen dan lagu. Hal ini akan membuat kalian lebih produktif dan itu tentu bermanfaat bagi kekreatifan kalian.

Dampak Pergaulan Bebas di Kalangan Pelajar. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya pergaulan bebas mempunyai dampak yang sangat negatif dan bahkan dapat mengancurkan masa depan remaja yang tergabung didalamnya. Untuk itu, perlu kiranya kita semua mempelajari Dampak Pergaulan Bebas Bagi Remaja.

Jika Anda belum tahu dampak apasaja yang ditimbulkan akibat pergaulan bebas, silakan baca dan pelajari baik-baik artikel ini yang akan mengupas tuntas masalah dampak negatif pergaulan bebas di kalangan pelajar atau remaja. Dan hal ini harus wajib diketahui oleh putra-putri kita agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Pesan Sponsor

Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.

Sekarang ini zaman globalisasi. Remaja harus diselamatkan dari pengaruh globalisasi. Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita.

Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja.

Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil.

Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.

Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.

Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.

Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seks secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual.

Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.

Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak

ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau koskosan tampaknya berkembang semakin serius.

Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen.

Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja.

Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan.

Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.S ekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat.

Saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri.Selain itu, sudah saatnya di kalangan

remaja diberikan suatu bekal pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas.

Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak orang tua yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Kini tak sedikit orang tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe jarum super alias jarang di rumah suka pergi; lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean dikit di sekolahin di sekolah yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama. Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin gerah, Video klip lagu dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin dek-dekan jantung para lelaki.

Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar sekwilda, alias sekitar wilayah dada; dan gambar bupati, alias buka paha tinggi-tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif.

FAKTOR-FAKTOR SEKS BEBAS DAN CARA MENGATASI Ab.Rahman Aswendi 206965 Muhammad Aminuddin Bunyamin 198071

PENGARUH BUDAYA BARAT.

Antara punca utamanya ialah pengaruh budaya barat. Remaja pada zaman ini berpendapat bahawa budaya barat adalah lebih canggih dan lebih moden. Oleh itu, pengaruh budaya barat yang berfikiran terbuka merupakan dorongan kepada remaja hari ini untuk menjalin hubungan seks bebas. Perasaan bangga terhadap kelakuan tidak bermoral ini menyebabkan mereka terbawa-bawa dengan budaya barat sehingga melupakan diri dan didikan agama. Situasi ini menyebabkan para remaja masa kini tanpa rasa takut terjebak dalam gejala seks bebas. Golongan remaja ini melakukan hubungan seks bebas dengan sesiapa sahaja tanpa memikirkan kesannya terhadap diri, keluarga, masyarakat mahupun negara.

INSTITUSI KELUARGA. Institusi keluarga juga turut mempengaruhi berlakunya gejala seks bebas dalam kalangan remaja kini. Keluarga terutamanya ibu bapa seharusnya berperanan dalam memberi didikan agama yang secukupnya kepada anak-anak mereka. Namun demikian, pada hari ini kebanyakan ibu bapa terlalu sibuk dengan kerja harian sehinggakan tidak dapat meluangkan masa bersama anak-anak mereka. Kesibukan bukan alasan sebagai penghalang ibu bapa mengambil berat hal anak-anak mereka. Yang paling penting, ibu bapa tahu akan peranan mereka dan mengamalkan masa yang berkualiti dengan anak- anak. Ibu bapa seharusnya mempunyai masa untuk berkomunikasi dan mengambil tahu perihal anak-anak mereka. Mereka seharusnya memainkan peranan penting dalam memberi didikan agama dan sosial dari kecil lagi kerana ibu bapalah yang bertanggungjawab membentuk sahsiah atau keperibadian anak-anak mereka.

PENGARUH MEDIA MASSA Media massa juga menjadi penyumbang kepada berlakunya gejala sosial seperti seks bebas dalam kalangan para remaja hari ini. Tidak semua yang dipaparkan dalam media massa itu memberikan pengajaran yang baik. Namun demikian, ada segelintir program-program dan drama-drama yang memaparkan pergaulan bebas dalam kalangan remaja, program-program realiti televisyen, serta rancangan-rancangan yang bersifat hiburan semata-mata mempengaruhi para remaja dengan perkara yang tidak baik. Umpamanya, corak pergaulan remaja yang jauh dari nilai-nilai ketimuran, cara berpakaian yang kurang sopan dan gaya hidup yang mengikut cara barat. Terdapat juga unsur-unsur lucah dan menghairahkan terdapat dengan mudah di pasaran sama ada dalam bentuk bercetak, cakera padat atau dalam bentuk lain-lain serta bahan media ini juga mudah diperolehi.

Jika kita bersedia mengambil kira faktor-faktor yang telah dihuraikan di atas, antara langkah pencegahan yang boleh diambil adalah termasuk :

1. Menghapuskan lambakan imej dan mesej yang merangsang nafsu seks dalam masyarakat.

2. Menghentikan eksploitasi wanita dan tema seks dalam amalan pengiklanan dan hiburan.

3. Mengurangkan paparan imej keganasan ditengah masyarakat.

4. Mengenakan hukuman yang lebih berat dan proses penghakiman yang lebih cepat.

5. Mengawasi dan membataskan individu yang berisiko tinggi melakukan jenayah tersebut.

6. Meningkatkan dan menyebarluaskan pendidikan dan latihan khas tentang keselamatan peribadi.

7. Menggerakkan usaha kerjasama tetangga dalam mencegah jenayah dan meniadakan lokasi-lokasi berisiko tinggi seperti sarang-sarang penagih. Menggalakkan perkahwinan dan kehidupan berkeluarga yang sihat dengan membentuk budaya dan menyediakan prasarana sosial yang sesuai.

8. Mewujudkan suasana kehidupan persekolahan yang selamat termasuk waktu persekolahan, kawasan sekolah dan pengangkutan. Menyubur dan mempopularkan mesej dan imej keTuhanan, kemanusiaan, moral dan nilai-nilai positif yang lain.

Kesediaan mengakui kesemua faktor-faktor yang terlibat serta kesediaan mengambil tindakan sewajarnya adalah jaminan terbaik membebaskan masyarakat kita daripada wabak jenayah seks ganas. Kurang didikan agama antara penyebab permasalah seks bebas.

Anda mungkin juga menyukai