Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL BLOK NEOPLASMA SKENARIO II BENJOLAN DI PAYUDARA

Kelompok A7 : Alifa Rizka A Amirul Zakiya Bravery Dea Saufika Najmi Drajat Fauzan Nardian Fila Apriliawati Gisti Respati R Pertiwi Ramadhany R A Sitha Anisa P. Stefanus Bramantyo W Yusiska Wahyu Indrayani Riyan Angga Putra (G0011011) (G0011019) (G0011063) (G0011065) (G0011093) (G0011101) (G0011157) (G0011161) (G0011201) (G0011215) (G0011179)

Tutor : Novan Adi S, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Neoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan , tidak terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus. Sel neoplasma mengalami transformasi , oleh karena mereka terusmenerus membelah. Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus meskipun rangsang yang memulainya telah hilang. Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini

adalah jenis kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat terserang kanker meskipun kemungkinannya jauh lebih rendah. Pada wanita kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker mulut rahim. Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2:

Seorang wanita 45 tahun, seorang pekerja di perusahaan batik, dirujuk ke dokter ahli bedah dengan benjolan di payudara kirinya. Benjolan ini baru dirasakan 6 bulan terakhir, makin bertambah besar dan kadang-kadang disertai nyeri. Saat penderita di SMA pernah mengalami operasi tumor

payudara kanan yang dinyatakan jinak. Setelah operasi penderita disarankan oleh dokter untuk melakukan SADARI secara rutin. Terdapat riwayat keluarga, Ibu dan kakak penderita meninggal dengan tumor payudara. Suami penderita adalah perokok berat. Pemeriksaan dokter didapati: benjolan pada mammae sinistra kuadran lateral atas terdapat perubahan gambaran sebagian kulit seperti kulit jeruk, retraksi puting susu dan teraba benjolan berdiameter lebih kurang 1,5 cm, solid, terfiksir dan tidak berbatas jelas dengan jaringan

sekitarnya. Bekas operasi pada mammae kanan tidak tampak jelas. Pada pemeriksaan aksila kiri dan kanan tidak didapati adanya kelainan.. Dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang sebelum

tindakan mastektomi kiri. Selanjutnya jaringan hasil operasi dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan histopatologi dan immunohistokimia untuk mendapat diagnosa pasti.

Hipotesis: Pasien tersebut menderita karsinoma mammae.

B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi neoplasma? Bagaimana perbandingannya dengan

pertumbuhan normal? 2. Bagaimana patofisiologis dan patogenesis neoplasma? 3. Apa perbedaan neoplasma jinak dan ganas? 4. Apa saja faktor risiko dan kausa neoplasma? 5. Bagaimana proses metastase neoplasma? 6. Bagaimana gejala-gejala neoplasma secara umum? 7. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk screening neoplasma? 8. Bagaimana cara mendiagnosis neoplasma? 9. Bagaimana cara pencegahan neoplasma? 10. Bagaimana cara penatalaksanaan neoplasma? 11. Bagaimana mekanisme proses perbaikan jaringan?

C. Tujuan 1. Mengetahui definisi neoplasma dan perbandingannya dengan pertumbuhan normal. 2. 3. 4. 5. 6. Mengetahui patofisiologis dan patogenesis neoplasma. Mengetahui perbedaan neoplasma jinak dan ganas. Mengetahui faktor risiko dan kausa neoplasma. Mengetahui proses metastase neoplasma. Mengetahui gejala-gejala neoplasma secara umum.

7. 8. 9.

Mengetahuipemeriksaan yang dapat dilakukan untuk screening neoplasma. Mengetahuicara mendiagnosis neoplasma. Mengetahui cara pencegahan neoplasma.

10. Mengetahuicara penatalaksanaan neoplasma. 11. Mengetahui mekanisme proses perbaikan jaringan.

D. Manfaat Pembelajaran / Learning Objective (LO) Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan definisi dan epidemiologi neoplasma 2. Menjelaskan macam faktor dan risiko penyebab neoplasma 3. Menjelaskan gejala dan tanda (local symptom, systemic symptom, and metastatic symptom) 4. Menjelaskan macam-macam proses dan diagnosis neoplasma. 5. Menjelaskan macam-macam treatment pada neoplasma. 6. Menjelaskan upaya pencegahan yang bisa dilakukan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Neoplasma dan Perbedaannya dengan Pertumbuhan Normal Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru, adalah masa abnormal dari sel sel yang mengalami proliferasi (Price, 2005). Sel sel Neoplama berasal dari sel sel yag sebelumnya adalah sel sel normal, namun selama mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak berkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya (Price, 2005). Pertumbuhan sel neoplastik biasanya bersifat progresif dan tidak melakukan tujuan yang bersifat adaptasi yang menguntungkan hospes, tetapi lebih sering membahayakan, walaupun rangsangan yang menyebabkan neoplasma telah dihilangkan neoplasma tetap tumbuh dengan progresif (Price, 2005).

B. Neoplasma Jinak dan Ganas Neoplasma dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu neoplasma jinak dan ganas. Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma sering disebut tumor. Suatu tumor dikatakan jinak (benigna) apabila gambaran makroskopik dan mikroskopiknya mengisyaratkan bahwa tumor tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal. Sedangkan suatu tumor dikatakan ganas (maligna) jika menunjukkan bahwa lesi dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis), serta dapat menyebabkan kematian. Tumor ganas secara kolektif disebut kanker (Robbins, 2007).

Tumor jinak hanya bersifat ekspansif atau mendesak karena masih memiliki kapsul. Sedangkan pada tumor ganas, sel-selnya dapat melepaskan diri dari kelompoknya. Sel-sel tersebut dapat mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan protein atau matriks di sekitarnya. Kemudian sel-sel tersebut bergerak secara amuboid dan menginvasi jaringan sekitarnya. Setelah itu selsel tersebut menerobos jaringan sekitarnya itu, menempel di pembuluh darah atau limfe, menembus dinding pembuluh, dan masuk ke aliran darah atau limfe untuk selanjutnya hinggap di jaringan lain (metastase) (Robbins, 2007). Secara mikroskopis, neoplasma jinak ditandai dengan sel yang berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan padanannya yang normal. Lipoma terdiri atas sel lemak matur yang dipenuhi oleh vakuola lemak di dalam sitoplasmanya, dan kondroma terbentuk dari sel tulang rawan matur yang menyintesis matriks tulang rawan normal, yang merupakan bukti terjadinya diferensiasi morfologik dan fungsional. Pada tumor jinak yang berdiferensiasi baik, mitosis sangat jarang ditemukan dan konfigurasinya normal (Robbins, 2007). Sedangkan neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel yang tidak

berdiferensiasi dikatakan besifat anaplastik. Sel anaplastik memperlihatkan pleomorfisme (yaitu variasi yang nyata dalam bentuk dan ukuran). Umumnya inti sel sangat hiperkromatik dan besar. Ukuran dan bentuk inti selnya pun sangat beragam. Yang lebih penting, mitosis banyak ditemukan dan jelas atipikal (Robbins, 2007). Jadi, secara garis besar, ada tiga hal yang dapat digunakan untuk membedakan neoplasma jinak dan ganas, yaitu size (ukuran sel), staining (pengecatan), shape (bentuk), dan mitosis patologis.

C. Patogenesis dan Patofosiologi neoplasma dan karsinogenesis C.

(Widjono, 2011) Terdapat enam perubahan fisiologik yang mendasar yang secara bersama sama memungkinkan tumbuh dan berkembangnya sel sel ganas : 1. Mandiri dalam hal hal sinyal pertumbuhan 2. Tidak sensitif terhadap sinyal sinyal penghambat pertumbuhan 3. Mampu menghindar dari apoptosis 4. Berkemampuan replikasi yag tidak terbatas 5. Kemampuan angiogenesis yang berkesinambunagn 6. Mampu menyusup ke jaringan lain dan bermetastasis (Karsono, 2006)

Neoplasma mempengaruhi hospes melalui berbagai cara. karena neoplasma jinak tidak melakukan invasi atau metastase, maka kesuliatan yang timbul bersifat lokal berkisar dari ringan sampai fatal (price, 2005). Masalah lokal yag disebabkan oleh neoplasma jinak dapat menyebabkan penyumbatan berbagai bagian tubuh. Sebuah vena atau bagian dari saluran pencernaan dapat tersumbat oleh neoplasma jinak yang tumbuh didalamnya. Neoplasma jinak dapat menjadi tukak dan infeksi, dan dapat menimbulkan perdarahan yang berarti (price, 2005). Neoplasma ganas dapat melakukan apapun yang dilakukan oleh neoplasma jinak, tetapi biasanya jauh lebih agresif dan destruktif oleh karena laju pertumbuhan neoplasma ganas yang umumnya lebih cepat, kemampuannya menginvasi dan merusak jaringan jaringan lokal, dan menyebar untuk membentuk metastasis yang lebih jauh. Pasien dengan kanker stadium lanjut sering tampak seperti menderita malnutrisi berat, keadaan ini disebut kakeksia tumor. Kumpulan keadaan ini mungkin akibat efek sitokinin yang dihasilkan tumor atau sebagai bagian respons tumor. Biasanya seorang pasien dengan kanker stadium lanjut yang sudah lemah ini akhirnya meninggal akibat pneumonia atau sepsis sistemik (Price, 2005) Karsinogenesis adalah proses banyak tahap pada tingkat genotipe dan fenotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metatasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatau fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetik yang mempermudah tumor progression melibatkan tidak saja gen pengendali pertumbuhan, tetapi juga gen yang mengendalikan angiogenesis, invasi dan metatasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaaan normal yang membatasi pebelahan sel (price, 2005).

Penyakit kanker pada dasrnya merupakan penyimpangan gen yang menimbulkan proliferasi berlebihan, progresif dan irreversibel.Knudson

menyatakan bahwa karsinogenesis memerlukan dua hit. Proses pertama menyangkut inisiasi dan karsinogen penyebab disebut inisiator. Proses kedua, yang menyangkut pertumbuhan neoplastik adalah promosi dan agennya disebut promoter. Sekarang dipercaya bahwa sebenarnya terjadi hit multipel (lima atau lebih) dan berbagai faktor dapat menyebabkan hit ini. setiap hit menghasilkan perubahan pada genom dari sel terpapar yang ditransmisikan kepada progeninya (sel turunannya yang disebut sebagai klon neoplastik). Periode antara hit pertama dan berkembangannya kanker klinis disebut sebagai lag periode (Kumar, 2003). Mula-mula sel normal mengalami kerusakan DNA karena paparan zat perusak DNA didapat (lingkungan) baik berupa kimiawi, radiasi, maupun virus. Selanjutnya terjadi mutasi pada genom sel somatik berupa : pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan, perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan, dan penonaktifan gen supresor kanker. Kemudian terjadi ekspresi produk gen yang mengalami perubahan dan hilangnya produk gen regulatorik. Melalui ekspansi klonal, mutasi tambahan (progresi) dan heterogeneitas maka terbentuklah neoplasma ganas (Kumar, 2003). Proses transformasi sel kanker terjadi melalui pengaturan proliferasi oleh bebrapa jenis gen yaitu: 1. Protonkogen dan onkogen Protoonkogen berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi sel normal. Rangsangan faktor petumbuhan ekstraselular diterima oleh faktor pertumbuhan (gen ras) di permukaan membran (aktivasi tyrosine kinase) dan diteruskan melalui transmembran sel (guanine nucleotide binding protein) ke dalam sitoplasma dan ke dalam inti sel. Bila kemudian terjadi hit oleh karsinogen maka akan terjadi proliferasi sel abnormal yang berlebihan dan tak terkendali, dimana protoonkogen berubah menjadi onkogen.

2. Antionkogen Terjadinya kanker tidak semata disebabkan oleh aktivasi onkogen tapi dapat disebabkan juga karena inaktivasi anti onkogen (growth supressor gen). Pada sel normal terdapat keseimbangan antara onkogen dan antionkogen. Anti onkogen yang sudah dikenal secara umum adalah tp 53. Apabila tp 53 gagal mengikat DNA, maka kemampuan mengontrol proliferasi menjadi hilang dan proliferasi sel berjalan terus menerus dan tidak terkendali. Inaktivasi tp 53 dapat terjadi oleh translokasi atau delesi. Gen tp 53 ini merupakan tumor suppressor gen yang paling sering mengalami mutasi dalam kanker. Dalam sel sel nonstressed ia mempunyai waktu paruh yang singkat hanya 20 menit. Tp 53 bekerja dengan menginduksi gen penginduksi apoptosis yaitu gen BAX. 3. Gen repair DNA Dalam keadaan normal, kerusakan gen akibat faktor faktor endogen maupun eksogen dapat diperbaiki oleh mekanisme excission repair DNA lession. Kegagalan mekanisme ini menimbulkan DNA yang cacat dan diturunkan pada keturunan berikutnya sebagai mutasi permanen yang potensial menjadi kanker. Gen lain yang iktu berpengaruh secara tidak langsung adalah sandi protein check point (contoh ATM) yang berfungsi mencegah perkembangan sel yang berasal dari sel cacat. 4. Gen anti apotosis Pada berbagai sel organ tubuh terdapat kematian sel secara terprogram yang disebut apoptosis. Seperti misalnya protein ABL yang terdapat dalam nukleus. Ia berperan untuk memulai proses apoptosis sel yang menderita kerusakan pada DNA. Sel nekrosis tanpa reaksi radang dibasorbsi oleh makrofag. 5. Gen anti metastasis Para pakar telah mengidentifikasi gen nmE1 dan nmE2 sebagai anti metastasis. Pada bebrapa kasus insiden metastase tinggi, hilangnya fungsi gen tertentu tampaknya berpotensi sebagai pertanda agresvitas tumor.

6. Imunitas Peran imunitas ikut berpengaruh dalam prose pertumbuha kanker baik imunitas humoral maupun selular. Bukti bukti menunjukkan bahwa adanya keterlibatan proses imun dalam neoplasia dengan insiden tinggi terutama pada pasien dengan imunodefisiensi dan pasien pasca transplantasi yang diberi obat imunosupresif. (Kumar, 2003)

D. Faktor Resiko dan penyebab neoplasma Faktor resiko pada neoplasma secara umum adalah : 1. Umur Makin tua maka akan mudah terpengaruh oleh karsinogen 2. Diet Perbedaan geografis menunjukkan pula perbedaan diet Konsumsi alkohol meningkatkan resiko karsinogenesis 3. Lingkungan Polusi Aktivitas seksual 4. Perubahan Genetik (Totok, 2009) Faktor resiko pada Kanker Payudara : 1. Umur > 30 thn 2. Melahirkan anak pertama pada usia > 35 3. Tidak kawin dan nulipara 4. Usia menars < 12 5. Usia menopause > 55 thn 6. Pernah mengalami infeksi trauma atau operasi tumor jinak payudara 7. Terapi hormonal lama 8. Mempunyai kanker payudara kontralateral

9. Pernah menjalani operasi ginekologis misalnya tumor ovarium 10. Pernah mengalami radiasi di daerah dada 11. Ada riwayat keluarga 12. Kontrasepsi oral pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan fibrositik yang ganas (Mansjoer et al, 2000) Kemungkinan mutasi dapat ditingkatkan berkali kali lipat bila seseorang terpapar dengan faktor kimia, fisik atau biologis tertentu. Beberapa diantaranya: 1. Radiasi Ionisasi 2. Bahan kimia 3. Bahan iritan fisik 4. herediter 5. virus (Guyton, 1997)

Juga ada yang disebut dengan karsinogen. Karsinogen adalah substansi yang dikenal menyebabkan kanker atau setidaknya menghasilkan peningkatan insiden kanker pada hewan atau populasi manusia. 1. Onkogen kemikal Onkogen kemikal contohnya adalah hidrokarbon polisiklik. Tembakau, aflatoksin, nitrosamine, agen kemoterapi, asbestos, metal berat, vinyl chloride dll 2. Onkogen radiasi Contohnya adalah radiasi oleh ultraviolet, X ray, radioisotope dan bom nuklir 3. Onkogen viral

Contohnya adalah onkogen oleh virus RNA (retrovirus) seperti HIV, dan onkogen oleh virus RNA (seperti papilloma virus, Molluscum contangiosum, herpes simpleks, EBV, Avian, hepatitis B, CMV dsb) 4. Onkogen hormonal Contohnya: estrogen, diethylstilbestrol (DES), steroid 5. Onkogen genetik (Kumar, 2003) E. Gejala Neoplasma Neoplasma dapat menimbulkan gejala, baik lokal, metastasis, maupun sistemik. Gejala lokal merupakan gejala pada organ tempat neoplasma itu muncul. Beberapa gejala yang sifatnya lokal antara lain: Gejala utama, dapat berbentukplaque, nodus atau tumor, erosi atau ulkus, bentuk campuran, atau tanpa bentuk tertentu (hanya pada leukemia). Gejala infiltrasi, dapat berbentuk retraksi jaringan atau organ; perlekatan dengan jaringan atau organ sekitarnya; peau dorange yaitu oedema kulit karena inflitrasi kanker; satelit nodul, berupa plaque atau nodul di sekitar tumor; nyeri karena kanker berasal dari, atau inflitrasi ke, saraf atau tulang. Gejala tambahan, dapat berupa hipervaskularisasi, hiperemia di daerah tumor, hipertermia, deformitas organ. Gejala komplikasi, seperti ulserasi (ulkus pada kanker yang terletak di permukaan, merupakan gejala utama tetapi untuk kanker termasuk komplikasi); obstruksi saluran tubuh; nekros tumor; infeksi; fraktur pada kanker tulang. Umumnya pada kanker dini tidak terdapat banyak gejala, hanya terdapat lesi yang dapat berupa plaque, erosi, atau tumor lokal saja. Oleh karena itu, sebelum menunjukkan gejala komplikasi atau inflitrasi, kanker dapat terlihat sebagai tumor jinak (Sukardja, 2000). Berbeda dengan tumor jinak yang tidak memiliki kemampuan untuk menginfiltrasi, menginvasi, atau menyebar ke tempat jauh, tumor ganas tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, dan penetrasi progresif ke

jaringan sekitar karena tidak membentuk kapsul yang jelas. Hal inilah yang menyebabkan tumor ganas dapat bermetastasis ke jaringan lain. Istilah metastasis menunjukkan terbentuknya implan sekunder yang terpisah dari tumor primer, mungkin di jaringan yang jauh. Tidak semua tumor ganas memiliki kemapuan metastasis yang setara. Semakin anaplastik dan besar neoplasma primernya, semakin besar kemungkinan metastasis; namun banyak terdapat pengecualian. Kanker yang sangat kecil diketahui dapat bermestastasis dan, sebaliknya, sebagian kanker yang besar mungkin belum menyebar saat ditemukan (Sukardja, 2000). Neoplasma ganas menyebar melalui salah satu dari tiga jalur: Limfatik: Khas untuk karsinoma (neoplasma jaringan epitel). Contoh: Karsinoma payudara di kuadran luar atas menyebar ke aksila. Hematogen: Khas pada sarcoma (neoplasma jaringan mesenkhimal). Vena mengalami invasi, sel kanker masuk ke darah mengikuti aliran vena. Rongga tubuh: Neoplasma menginvasi rongga alami tubuh. Contoh: Karsinoma kolon menembus dinding usus dan mengalami reimplantasi ditempat jauh dari peritoneum (Sukardja, 2000). Gejala yang dapat timbul karena neoplasma yang bermetastasis dapat bermacam-macam tergantung dari organ yang terkena metastase dan adanya komplikasi. Beberapa contoh gejalanya antara lain: Paru: Batuk, efusi pleura, pneumonitic spread, atelektase. Hati: Nodul multiple, hepatomegali, ikterus, asites. Otak: Sefalgia, kehilangan penglihatan, neuropelgia, koma. Tulang: Nyeri tulang, destruksi tulang, patah tulang, paraplegia. Kulit: Nodus kutan, nodus subkutan. Sumsum tulang: Anemia, trombositopenia, leucopenia. Usus: Dispepsi, asites, tumor abdomen. Kelenjar limfe: Pembesaran kelenjar limfe, odem lengan atau tungkai (Sukardja, 2000). Gejala sistemik merupakan gejala yang dirasakan di seluruh tubuh. Gejala sistemik dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti:

Sekresi hormon, enzim atau protein ektopik oleh sel tumor yang mengacaukan sistem kendali tubuh. Zat toksin dari metabolisme sel kanker atau dari adanya nekros dalam tumor. Monopoli nutrisi oleh sel kanker. Komplikasi kanker (Sukardja, 2000).

F. Pemeriksaan Screening Neoplasma Untuk mendeteksi dini adanya neoplasma atau kanker, dapat melalui beberapa cara, seperti tumor markers dan pemeriksaan screening. Tumor Markers Suatu molekul atau proses atau substansi yang dapat diukur dengan suatu pemeriksaan (assay) baik secara kualitatif dan kuantitatif pada kondisi kanker dan prakanker. Cara mendeteksinya dengan mengetahui perubahan kadar. Perubahan kadar tersebut diakibatkan oleh tumor maupun jaringan normal sebagai respon terhadap tumor. Tumor marker dapat berupa DNA, mRNA, protein bagian dari protein (seperti proses proliferasi, angiogenesis, apoptosis) di dalam darah urin, jaringan, air liur, cairan tubuh, dan sel sendiri. Berdasarkan aspek kliniknya tumor marker diklasifikasikan menjadi empat screening marker, prognosis marker, predictive marker, dan monitoring marker. Screening marker merupakan bagian dari penanda

diagnosis. Hal yang penting diperhatikan pada penanda ini adalah sensitivitasdan spesifitas dari tumor marker dalam menunjang diagnosis. Prognosis marker memberikan informasi mengenai hasil pengobatan dan tingkat keganasan dari tumornya. Predictive marker memprediksi respon terapi sedangkan prognosis marker memprediksi terjadinya kekambuhan atau progresi dari penyakit. Monitoring marker dipakai untuk memonitor manfaat atau respon terapi yang diberikan. Berdasarkan spesifitasnya maka tumor marker dapat dibedakan menjadi: tumor specific, non-specific dan cell specific protein overexpressed

in malignant cell. Tumor specific proteins yaitu tumor marker spesifik hanya diekspresikan oleh sel tumor tertentu. Non-specific protein mempunyai contoh protein onkofetal yang tidak terlalu spesifikakan tetapi cukup berguna. Cell specific protein overexpressed in malignant cell berarti bahwa beberapa jenis protein diekspresikan secara berlebihan oleh sel kanker tertentuyang sebenarnya merupakan ekspresi dari sel yang mengalami diferensiasi normal sehingga kadarnya dalam serum relatif lebih tinggi pada pasien dengan kanker. Terdapat banyak jenis tumor marker seperti Alfa Fetoprotein, Human Chorionic Gonadotropin, Carcino Embryionic Antigen, Cancer Antigen 153, Cancer Antigen 125, Cancer Antigen 19-9, Prostate Specific Antigen, Beta 2-Microgobulin, Bladder Tumor Antigen, Cancer Antigen 27.29, HER2/neu, Lipid Associated Sialic Acid in Plasma, NMP22, Neuron Spesific Enolase, Thyroglobulin, S-100, Cancer Antigen 72-4, dan Squamous Cell Carcinoma Antigen. Alfa Fetoprotein pada kondisi normal biasa terdapat di fetus,bayi, dan ibu hamil.Kadar normal 15ng/mL. Apabila terjadi kelainan hati dan keganasan maka kadar Alfa Fetoprotein (AFP) meningkat. AFP meningkat pula pada hepatitis akut dan kronis, kanker testis tertentu, kanker sel germinal, kanker kolon, kanker lambung, kanker pankreas, dan kanker paru. Beta 2-Microgobulin merupakan unit terkecil dari MHC kelas 1 dan diperlukan u7ntuk transpor rantai berat kelas 1 dari Retikulum Endoplasma ke permukaan sel. Kadar Beta 2-Microgobulin (B2M) akan meningkat pada multiple myeloma, hronic lymphocytic leukimia (CLL) dan beberapa limfoma. Cancer Antigen 19-9 pada awalnya dikembangkan untuk deteksi kanker colorectal. Tapi lebih sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar normalnya kurang dari 37 U/mL. Kadar yang tinggi pada awal diagnosis menunjukkan stadium lanjut dari kanker. Carcino Embryionic Antigen (CEA) dalam keadaan normal terdapat pada bayi. CEA untuk memonitoring pasien dengan kanker colorectal selama/setelah terapi, tapi tidak bisa dipakai utnuk screening atau diagnosis. Kadar CEA lebih dari 5ng/mL dikatakan abnormal. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada keadaan

normal banyak terdapat pada plasenta. Dalam tubuh orang dewasa normal hanya berkisar antara 1-5 ng/mL dan sedikit meningkat pasca menopause sampai 10 ng/mL. Kadar HCG meningkat pada adenokarsinoma pankreas, tumor sel islet, kanker usus halus dan besar, hepatoma, lambung, paru, ovarium, payudara, dan kanker ginjal. Prostate Specific Antigen adalah tumor marker untuk kanker prostat, satu-satunya marker untuk skreening kanker jenis umum. Kadar PSA bukan kanker kurang dari 4ng/mL, kadar lebih dari 10 ng/mL diindikasi kanker, sedang kadar antara 4-10 ng/mL merupakan daerah abu-abu (grey zone). (Suega, 2009) Tumor marker adalah substansi (biasanya protein) yang dihasilkan oleh tubuh (non tumor cell) dalam merespon pertumbuhan kanker, atau dihasilkan oleh jaringan kanker itu sendiri. Substansi ini kemudian masuk ke dalam sirkulasi, sehingga bisa dideteksi di dalam darah, urin, atau jaringan (Harris et al, 2007; Kumar et al, 2006; Hanash et al, 2008). Penemuan dan deteksi tumor marker bisa dijadikan diagnosis awal sehingga meningkatkan keberhasilan intervensi terapi, karena jumlah tumor marker dapat menunjukkan tahapan dari suatu pertumbuhan kanker (Danasekaran et al, 2001). Seiring berjalannya perkembangan teknologi, banyak sekali tumor marker yang telah ditemukan untuk jenis kanker yang berbeda (Horton et al, 2001; Lilja et al, 2008) Sejumlah serum tumor marker telah ditentukan untuk kanker payudara, termasuk keluarga MUC-1 dari glikoprotein musin (CA 15.3, BR 27.29, MCA, CA 549), antigen karsinoembrionik (CEA), onkoprotein (HER-2/cerbB-2), dan sitokeratin (antigen polipeptid jataringan (TPA), antigen polipeptid jaringan spesifik (TPS). TesScreeningNeoplasma Pada beberapa keadaan, tes darah tertentu dapat memberikan bukti tambahan tentang adanya neoplasma tertentu. Yang juga penting, massa desak ruang harus dibuktikan dan digambarkan, apakah dengan radiografi, ultrasonografi, pemayaran radionuklida, atau dengan salah satu dari

berbagai macam tindakan endoskopi agar dapat melihat secara langsung struktur di bagian dalam tubuh. (Price, 2006). Mamografi yaitu radiogram jaringan lunak, merupakan pemeriksaan payudara klinis tambahan yang penting. Mamografi dapat memberikan informasi selama penelitian yang intensif untuk mendiagnosiskelainan. Mamografi dapat mendeteksi massa yang terlalu kecil untuk dapat teraba dan pada banyak keadaan dapat memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang teraba.

G. Diagnosis Neoplasma Cara untuk melakukan diagnosis pada pasien dengan tersangka neoplasma adalahsebagai berikut : Dilihat dari gambaran klinis Adanya penyusutan progresif lemak dan massa tubuh non lemak, melemahnya tubuh, anoreksia dan anemia. Dari anemia juga didapatkan riwayat terdahulu atau riwayat keluarga terkena kanker. Diagnosis laboratorium a. Metode morfologik Metode potong beku Aspirasi jarum halus Apusan sitologi Immunohistokimia Flow cytometry b. Biokimiawi Yaitu dengan penilaian kadar hormon, enzim atau penanda terkait neoplasma. Contoh tumor marker: alfa fetoprotein untuk kanker hepar, CEA untuk jar. embrionik, beta 2 microglobulin untuk CCL, Ca 15-3 untuk kanker mammae, Ca 125 untuk kanker ovarium, Ca 72-4 untuk kanker pankreas, Neuron Specific Enolase (NSE) untuk kanker paru dan Ca 19-9 untuk Kanker Colorectal dan Laktat Dehidrogenase (LDH). c. Molekular

PCR Flouroscent In Situ Hibridisation (FISH) (Robbins, 2007)

H. Profilaksis Neoplasma Neoplasma merupakan salah satu penyebab tertinggi angka kesakitan dan kematian. Hal ini membuat seseorang berusaha untuk mencegah terjadinya neoplasma tersebut. Pencegahan atau yang sering kita kenal dengan istilah profilaksis, untuk neoplasma sendiri digolongkan menjadi tiga, yaitu: 1. Profilaksis Primer Profilaksis primer merupakan suatu pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya suatu penyakit. Misalnya, dengan mengubah gaya hidup yang buruk menjadi gaya hidup yang sehat, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, memilih makanan yang sehat, dan berolahraga secara rutin. 2. Profilaksis Sekunder Profilaksis sekunder merupakan cara pencegahan yang dilakukan dengan cara deteksi dini. Mungkin saja sudah terkena neoplasma lebih dulu, tetapi karena deteksi yang dilakukan sedini mungkin, maka pencegahan ini cukup efektif untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian khususnya pada kasus-kasus seprti kanker serviks, kanker payudara, dan kanker kolorektal. 3. Profilaksis Tersier Profilaksis tersier dilakukan melalui proses diagnosis dan pengobatan yang tepat. Salah satu caranya adalah terapi profilaksis, yaitu dengan melakukan pembedahan profilaktik untuk mencegah perubahan ke arah keganasan.

I. Penatalaksanaan Neoplasma Penatalaksanaan untuk neoplasma dan kanker saat ini adalah melalu terapi. Terapi saat ini yang paling utama adalah operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi lainnya. Operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi kanker yang bersifat lokal, sehingga jika terjadi residif lokal, metastasis jauh, dan diseminasi sulit mengendalikannya. Sehingga terapi operasi dan radioaktif

kurang efektif. Pada kanker stadium lanjut lokal, kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif. Operasi Operasi dalam dunia klinis banyak sekali digunakan. Berdasarkan tujuannya, operasi dibagi menjadi operasi diagnostik untuk menegakkan diagnosis, operasi kuratif untuk mengangkat tumor, operasi paliatif, dan operasi invasif minimal. Jenis operasi yang sering digunakan untuk penatalaksanaan kanker atau neoplasma adalah operasi kuratif. Operasi kuratif terhadap kanker epitelial adalah reseksi radikal. Reseksi radikal adalah organ tempat tumor berada seluruhnya atau sebagian besar berikut kelenjar limfe regionalnya diangkat en blok. Misal pada mastektomi radikal harus diangkat secara en blok kontinu seluruh kelenjar mammae, dan otot pektoralis mayor, pektoralis minor di bawahnya, serta jaringan lemak infiltratif. Operasi kuratif terhadap sarkoma adalah reseksi ekstensional. Reseksi ekstensional harus mencakup seluruh bagian jaringan tempat sarkoma berada dan jaringan lunak profunda di dekatmya diangkat en blok. Misal pada rabdomiosarkoma anggota badan harus diangkat sekaligus otot yang terkena dari origo hingga insersio bersama fasia profundanya. Pada osteosarkoma seluruh batang tulang harus diangkat untuk mencegah penyebaran tumor melalui sumsum tulang (Wan Desen, 2011). Radioterapi Radioterapi adalah media terapi kanker yang memanfaatkan energi radioaktif dan radiasi untuk terapi tumor. Berdasarkan derajat kepekaan radiasi, tumor dapat dibagi menjadi 3 jenis : a. Tumor peka radiasi : limfoma, leukemia, seminoma, nefroma, embrional, neuroblastoma b. Tumor peka sedang radiasi : karsinoma sel skuamosa di berbagai lokasi tubuh

c. Tumor tidak peka atau resisten radiasi : kebanyakan adenokarsinoma, melanoma, sarkoma jaringan lunak Karakteristik radioterapi dalam penggunaan klinis : a. Suatu cara terapi lokal, tumor peka radiasi dapat disembuhkan b. Radioterapi regular memiliki efek toksik yang membatasi dosisnya c. Indikasi luas, efektivitas jelas, luas digunakan dalam terapi

kombinasi(Wan Desen, 2011). Kemoterapi Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan penggunaan zat kimia ataupun obat-obatan sel-sel kanker yang dengan bertujuan cara untuk

membunuh/menghabisi

meracuninya.

Kemoterapi telah digunakan sebagai standard protocol pengobatan kanker sejak tahun 1950. Saat ini terdapat lebih dari 50 obat-obatan kemoterapi yang digunakan. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam tubuh melalui infuse intravena, suntikan langsung (pada otot, dibawah kulit atau pada rongga tubuh), ataupun dalam bentuk tablet.

Tergantung jenisnya, kemoterapi dapat diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali bahkan sebulan sekali. Biasanya antara satu siklus kemo dengan siklus kemo lainnya diberikan jarak/jeda bagi tubuh untuk pemulihan. Pada pengobatan kanker, kemoterapi dapat diaplikasikan dengan 3 cara, yaitu: a. Kemoterapi sebagai terapi utama (primer) yang memang ditujukan untuk memberantas sel-sel kankernya. b. Kemo sebagai terapi ajuvan (tambahan) untuk memastikan kanker sudah bersih dan tak kembali. Biasanya diberikan pada pasien yang baru diangkat tumornya melalui pembedahan ataupun radioterapi. c. Kemo sebagai terapi paliatif, yaitu hanya bersifat mengendalikan pertumbuhan tumor dan bukan untuk menyembuhkan/memberantas habis sel kankernya. Terapi ini biasanya dilakukan untuk pasien dengan

stadium lanjut (4B) dimana kanker sudah menyebar ke organ-organ lain dalam tubuh. Sebelum kemoterapi dilakukan, biasanya dokter akan mengadakan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kondisi penyakit pasien, kondisi kesehatan pasien secara umum, termasuk kesehatan fungsi hati dan ginjal pasien. Obat-obatan Kemoterapi yang umum digunakan a. Kanker Payudara Pada kasus kanker payudara, obat-obatan kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk cocktail-perpaduan beberapa obat, seperti: AC: Antrasiklin & Cyclophosphamide TC: Taxanes & Cyclophosphamide AC+Taxol : Antrasilin, Cyclophosphamide dan Taxol AC biasa diberikan untuk kasus kanker payudara yang belum menyebar ke kelenjar getah bening (4 siklus) atau sudah menyebar ke getah bening (6 siklus). Biasanya diberikan dalam interval 3 minggu. TC biasanya diberikan untuk wanita yang terdeteksi kanker payudara stadium awal. Biasa diberikan dalam 4-6 siklus setiap 3 minggu. Efek sampingnya juga lebih rendah daripada AC. AC+Taxol biasa diberikan dalam bentuk 4 siklus AC yang diikuti oleh 4 siklus Taxol dan biasanya diberikan untuk kanker payudara yang sudah menyebar ke getah bening. b. Kanker Serviks Kemoterapi biasanya merupakan standard pengobatan kanker serviks yang sudah menyebar. Obat kemo yang paling sering digunakan adalah Cisplatin, yang biasanya dibarengi dengan radioterapi. Ada obat-obatan kemoterapi lainnya, seperti: - Carboplatin - Paclitaxel - Fluororacil, 5-FU - Cyclophosphamide

- Ifosfamide

c. Kanker Hati Pada kasus kanker hati stadium lanjut, biasanya penggunaan obatobatan kemoterapi terbatas manfaatnya karena kebanyakan kasus kanker hati stadium lanjut cukup resistant terhadap banyak obat kemoterapi. Namun demikian, kemoterapi dapat digunakan pada kasus kanker hati stadium awal. Berikut ini adalah obat-obatan kemoterapi yang umum digunakan di negara maju untuk mengobati kanker hati (hepatocellular carcinoma): Negara Eropa Amerika Serikat Jepang Cina d. Kanker Paru Pada kasus kanker paru stadium awal, kemoterapi dianggap cukup efektif dan biasanya dibarengi dengan pengobatan lainnya, seperti: operasi/pembedahan dan/atau radioterapi. Untuk kasus kanker paru stadium lanjut (NSCLC), kemoterapi biasanya menjadi opsi utama pengobatan untuk jenis kanker paru yang sudah menyebar ataupun ukurannya terlalu besar untuk dioperasi. Sejak tahun 2006, untuk kasus kasus kanker paru stadium lanjut, biasanya diobati dengan kombinasi obat target terapi bevacizumab (Avastin) dengan obat kemo berbasis platinum, seperti: Carboplatin ataupun Cisplatin. e. Leukemia Urutan Pertama Gemcitabine Gemcitabine Epirubicin Fluororacil Urutan Kedua Oxaliplatin Bevacizumab Gemcitabine Pirarubicin Urutan Ketiga Mitomycin Fluororacil Mitomycin Oxaliplatin

Kemoterapi biasanya merupakan terapi utama untuk mengobati leukemia, karena tidak dapat dioperasi. Untuk mengobati leukemia, diperlukan kemoterapi yang intensif dan pasien biasanya perlu rawat inap di rumah sakit. Beberapa protocol regimen yang umum digunakan untuk mengobati kasus leukemia akut adalah: - daunomycin (Cerubidine) atau idarubicin (Idamycin) - cytarabine (Cytosar) Untuk kasus leukimia akut stadium lanjut, biasanya diobati dengan transplantasi sum-sum tulang, ataupun radio-imunoterapi dan adoptive T-cell terapi.

J. Proses Perbaikan Jaringan Untuk mempertahankan jumlah sel, tubuh menggunakan mekanisme homeostasis yang dilakukan dengan 3 cara: 1. Kematian 2. Proliferasi 3. Penyelesaian tahap diferensiasi pada sel Ketika sel dalam tubuh kita ini terjejas, maka sel kita akan rusak. Ketika sel kita mengalami kerusakan, maka ada kemungkinan proses dalam tubuh kita ini untuk mati. Ketika sel ini mati, maka sel-sel lain yang ada di sekitarnya akan mengalami proliferasi, untuk menghasilkan sel-sel baru. Sel-sel yang baru ini akan berdiferensiasi menjadi sel yang matur, karena sel yang imatur akan mengganggu proses homeostasis di dalam tubuh. Setelah proses diferensiasi selesai maka jaringan sudah mampu untuk kembali melakukan fungsinya. Perlu kita tahu, bahwa proses perbaikan jaringan yang sempurna hanya mampu terjadi pada sel yang stabil dan labil, hal ini disebabkan karena fungsi dan kemampuan dari sel tersebut. - Sel stabil Sel stabil sering dianggap sebagai sel yang sedang beristirahat, dengan maksud bahwa sel ini memiliki kemampuan replikasi yang rendah. Namun,

sel ini juga memiliki kemampuan untuk bereplikasi dengan cepat ketika terjadi cedera. Proliferasi fibroblas dan sel otot polos sangat penting dalam proses perbaikan jaringan dan penyembuhan luka. Sel ini menyusun parenkim pada jaringan kelenjar paling padat, yaitu: ginjal, hati, sel endotel, dan pankreas. - Sel labil Sel labil adalah sel yang terus-menerus mengalami pembelahan, namun juga terus mengalami kematian. Sel yang termasuk dari sel labil contohnya adalah stem sel. Stem sel memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi terhadap populasinya, sel ini mampu berproliferasi dengan kemampuan yang tidak terbatas. Stem sel memiliki 2 kemampuan, yaitu: 1. Satu sel anak mampu mempertahankan kemampuannya untuk membelah dalam fungsinya untuk memperbaharui dirinya. 2. Sel lain memiliki kemampuan menjadi sel nonmiotik, untuk melanjutkan kembali fungsi normal jaringan. Sel labil banyak terdapat pada sel hemopoiesis di sumsum tulang dan mewakili sebagian besar epitel permukaan, yaitu: pada kulit, rongga mulut, vagina dan serviks. Pada skenario disebutkan bahwa tokoh pernah dioperasi dan bekas operasi tersebut kini sudah tidak tampak jelas. Hal tersebut adalah salah satu contoh proses perbaikan jaringan yaitu penyembuhan luka. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi umumnya terjadi secara teratur. Jenis sel khusus secara beruntun pertama-tama akan membersihkan jejas, kemudian secara progresif membangun dasar (scaffolding) untuk mengisi setiap defek yang dihasilkan. Penyembuhan luka dapat dikelompokkan menjadi penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder. Salah satu contoh paling sederhana pemulihan luka adalah penyembuhan suatu insisi bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di sekitar jahitan bedah, seperti kasus pada skenario. Proses ini disebut dengan penyatuan primer, atau penyembuhan primer. Insisi tersebut hanya menyebabkan robekan fokal pada kesinambungan membran basalis epitel dan

menyebabkan kematian sel epitel dan jaringan ikat dalam jumlah relatif sedikit. Akibatnya, regenerasi epitel menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah bekuan fibrin; dehidrasi pada permukaan menghasilkan suatu keropeng yang menutupi dan melindungi tempat penyembuhan. Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi insisi, dan bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hinga 48 jam, sel epitel dari kedua tepi irisan telah mulai bermigrasi dan berproliferasi di sepanjang dermis, dan mendepositkan komponen membran basalis saat dalam perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah di bawah keropeng permukaan, menghasilkan suatu lapisan epitel yang tidak putus. Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar dan digantikan makrofag, dan jaringan granulasi secara progesif menginvais ruang insisi. Serat kolagen pada tepi insisi sekarang timbul, teteapi mengarah vertikal dan tidak menjembatani insisi. Proliferasi sel epitel berlanjut, menghasilkan suatu lapisan epidermis penutup yang menebal. Pada hari ke-5, neovaskularisasi mencapai puncaknya karena jaringan granulasi mengisi ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan mulai menjembatani insisi. Epidermis mengembalikan ketebalan normalnya karena diferensiasi sel permukaan menghasilkan arsitektur epidermis matur yang disertai dengan kreatinasi permukaan. Selama minggu kedua, penumpukan kolagen dan proliferasi fibroblas masih berlanjut. Infiltrasi leukosit, edema, dan peningkatan vaskularisasi telah amat berkurang. Proses panjang pemutihan dimulai, dilakukan melalui peningkatan disposisi kolagen di dalam jatingan parut bekas insisi dan regresi saluran pembuluh darah. Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas suatu jaringan ikat sel yang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan ditutupi olehsuatu epidermis yang sangat normal. Namun tambahan dermis

yang hancur pada garis insisi akan menghilang permanen. Kekuatan regang pada luka meningkat bersama perjalanan waktu. Jika kehilangan sel atau jaringan terjadi lebih luas, seperti pada infark, ulserasi radang, pembentukan abses, aau bahkan luka besar, proses pemulihannya menjadi lebih kompleks. Pada keadaan ini, regenerasi sel parenkim saja tidak dapat mengembalikan arsitektur asal. Akibatnya, terjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang luas ke arah dalam dari tepi luka, diikuti dengan penumpukan matriks ekstraseluler serta pembentukkan jaringan parut. Bentuk penyembuhan ini disebut sebagai penyatuan sekunder, atau penyembuhan sekunder (Robbins, 2007)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan 1. Terdapat dua jenis neoplasma yaitu neoplasma jinak (benigna) dan neoplasma ganas (maligna). 2. Terjadinya kanker membutuhkan waktu yang lama dan panjang. 3. Neoplasma dapat dicegah dengan beberapa cara. 4. Adanya gejala klinis pada neoplasma berarti sudah mencapai tahap maligna, sehingga perlu pemeriksaan dini. 5. Gold standar diagnosis neoplasma dengan pemeriksaan histopatogi. 6. Penatalaksanaan neoplasma secara gold standar adalah dengan operasi. 7. Mastektomi pada kanker payudara diperlukan untuk mencegah terjadinya mastektomi. metastase, namun terdapat indikasi khusus untuk

B. Saran 1. Sebaiknya dilakukan penyuluhan untuk masyarakat tentang kanker payudara, supaya masyarakat dapat mengenal dan mengetahui lebih dini. 2. Setiap wanita diharapkan dapat melakukan SADARI untuk mencegah terjadinya keganasan pada payudara. 3. Mengurangi zat-zat karsinogenik dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian keganasan.

DAFTAR PUSTAKA

Desen, Wan, et al. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinik. Balai Penerbit FKUI: Jakarta http://www.cancerhelps.com/kemoterapi.htm (Diakses pada tanggal 10 September 2012 pukul 19:30) Guyton. A. C. And Hall. J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC: Jakarta Karsono, Bambang. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2003. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 6. Jakarta: EGC Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Jakarta: EGC Mansjoer, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Kedua Edisi Ketiga. Media Aeusculapius FK UI: Jakarta Price, S. A. Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC Sukardja, I. D. G. 2000. Onkologi Klinik Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press Suega, Ketut, Bakta I Made. 2009. Penanda Tumor dan Aplikasi Klinik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Totok. 2009. Dasar Dasar Neoplasma. Lab Patologi FK UGM: Yogyakarta Widjono, Yekti W. 2011. Kuliah KBK 2011: Neoplasma. FK UNS: Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai