Anda di halaman 1dari 5

LTM Infeksi dan Imunologi I Komponen Sistem Imun Shela Putri Sundawa, 0806324500 =========================================================================================== Tempat infeksi dan

jenis organisme patogen ataupun antigen yang menyerang, juga sifatnya yang berupa patogen atau non patogen akan menentukan jenis imun respons yang aktif. Berikut akan dibahas komponen-komponen yang berperan dalam sistem imun. ORGAN SISTEM IMUN Merupakan jaringan yang memproduksi, menyimpan dan memproses 1 limfosit. Organ limfoid primer adalah organ tempat asal dari sel limfosit (timus, sumsum tulang belakang). Sedangkan organ limfosit sekunder adalah 2 tempat dimana limfosit yang telah terbentuk kemudian bermigrasi. Terdiri dari: kelenjar limfe, limpa, tonsil, adenoid, appendiks, dan agregat jaingan limfoid di saluran cerna (GALT= gut-associated lymphoid tissue/ Plak Peyer) 1,2 . SEL SISTEM IMUN A. Sistem Imun Non-Spesifik Sel sistem imun berasal dari sel induk yang pleuripoten dalam sumsum tulang yang berdiferensiasi menjadi sel premioloid (sel limfosit T dab B) serta pre-monosit (monosit,makrofag). Sel utama yang berperan dalam pertahanan non-spesifik adalah sel mononuklear 1,3 (monosit,makrofag), sel polimorfonuklaer atau granulosit. 3 1. Fagosit Mononuklear a. Monosit : merupakan fagosit yang didistribusikan secara luas di organ limfoid dan organ lainnya. Berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC),mengenal, menyerang mikroba dan sel kanker, memproduksi sitokin, dan remodeling jaringan. b. Makrofag : merupakan monosit yang hidup di dalam jaringan. Dinamakan sesuai dengan lokasi jaringan. Usus (makrofag intenstinal), kulit (Sel dendrtitik, sel langerhans), hati (sel Kuppfer), dan otak (mikroglia). Berfungsi menangkap dan memakan antigen eksogen yang dapat dipacu oleh sitokin yang dilepas sel Th dan oleh mediator respons inflamasi.Setelah terjadi pengikatan dan memakan partikel antigen, makrofag mempresentasikanya ke sel T. 1,3 2. Fagosit Polimorfonuklaer Dibentuk dalam sumsum tulang. Granulosit merupakan sebagian besar leukosit yang keluar dari pembuluh darah. Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologi. a. Neutrofil : merupakan sel pertama yang dikerahkan ketika bakteri masuk dan merupakan sebagian besar leukosit dalam sirkulasi. Mempunyai reseptor untuk IgG dan komplemen. Neutrofil menghancurkan mikroba melalui jalur oksigen independen (lisozim, laktoferin, ROI, enzim proteolitik) dan oksigen dependen. b. Eosinofil : merupakan 2-5 % leukosit orang sehat tanpa alergi. Berfungsi sebagai fagosit. Dapat merangsang degranulasi dari sel mast dan basofil. Mengandung berbagai granul (MBP,ECP,EDN,EPO) yang bersifat toksik sehingga mengancurkan sel sasaran. 1 3. Basofil dan Sel Mast Jumlah sel basofil hanya <0,5% dalam sirkulasi darah dari keseluruhan leukosit dan diduga berfungsi sebagai fagosit. Sel mast serupa dengan basofil, tetapi yang membedakan adalah sel mast hanya ditemukan dalam jaringan yang berhubungan dengan pembuluh darah. Basofil dan sel mast melepaskan granul-granul yang mengandung histamin, heparin, leukotrin. Degranulasi ini dipicu dengan adanya penempelan IgE dengan antigen. Basofil dan sel mast juga melepas berbagai sitokin. Sel mast terdiri dari 2 macam, yaitu sel mast jaringan (disekitar pembuluh darah) dan sel mast mukosa (saluran cerna dan saluran napas). 1 4. Sel NK Merupakan sel yang dapat membunuh berbagai sel tanpa bantuan tambahan untuk aktivitasnya. Bila diaktifkan akan menjadi sel limfosit dengan granul besar. Sel NK merupakan sumber IFN- yang mengaktifkan makrofag dan berfungsi dalam imunitas non-spesifik terhadap virus dan sel tumor.Sel NK dapat mengenali sel sendiri dan hanya membunuh sel yang terinfeksi atau sel yang menunjukkan tranformasi ganas. Sel NK juga merangasang pematangan sel dendritik. 1,2 5. Sel Dendritik (SD) SD merupakan APC yang berperan dalam awal pengenalan protein asing, mengawali respons imunitas seluler dan humoral yang mengaktifkan sel T naif.Terdapat dua jenis SD, yaitu : SD-1 (mengaktifkan Th-1) dan SD-2 (mengaktifkan Th-2). Prekursor SD dapat menjadi SD-1 bila di lingkungan kaya IL-12, sedangkan menjadi SD-2 bila di lingkungan kaya PG dan PGE2. SD berfungsi dalam pengenalan antigen, mengikat antigen, mengolah, dan mempresentasikan antigen ke sel T atau sel B.

B. Sistem Imun Spesifik Limfosit B dan T Pembagian limfosit menjadi beberapa kelas didasarkan pada tempat diferensiasi dan adanya reseptor khusus pada membrannya. Limfosit B memiliki reseptor yang dikenal sebagai imunoglobulin, sedangkan sel T memiliki reseptor yang disebut sebagai reseptor sel T (T cell receptor/TCR). Limfosit B terbentuk dan matang dalam sumsum tulang dan dibawa ke struktur limfoid sekunder, tempat sel tinggal, berproliferasi bila aktif, dan berdiferensiasi menjadi sel plama pensekresi antibodi. Sel B merupakan 5-10% limfosit darah yang beredar, masing-masing ditutupi 150.000 molekul IgM yang merupakan reseptor untuk antigen khusus. Beberapa sel B yang aktif tidak berubah menjadi sel plasama, melainkan sel B memori. Sel ini akan 2 berekasi cepat pada paparan kedua terhadap antigen yang sama. Sel T menyusun 65-75% limfosit darah. Sel ini berasal dari sumsum tulang dan bermigrasi ke timus, tempat sel T berproliferasi dan dibawa darah ke jaringan limfoid lain. Terdapat 3 subpopulasi sel T, sel penolong (helper), sel sitotoksik, dan sel memori. Sel penolong merangsang diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Sel sitotoksik bekerja terhadap sel asing atau sel terinfeksi virus melalui 2 mekanisme. Pertama, sel sitotoksik menghasilkan protein yang disebut perforin yang melubangi membran sel sehingga akan terjadi lisis sel. Kedua, sel sitotoksi membunuh sel dengan mengaktifkan gen tertentu yang menginduksi kematian sel secara terprogram (apoptosis). Sedangkan sel T memori bereaksi secara cepat terhadpa pengenalan ulang antigen (patogen) dan 1,2 merangsang produksi sel T sitotoksik. Sel B dan T tidak tersebar secara merata di dalam sistem limfoid. Kedua jenis sel ini menempati daerah0daerah khusus dalam struktur-struktur di luar timus. Sel B dan T dapat dibedakan dengan imunositokimia. Selain sel B dan sel T terdapat limfosit pembunuh alami (natural killer/NK) yang tidak memiliki karakteristik penanda dari sel B dan sel T. Dalam peredaran darah 10-15% sel limfosit adalah sel NK. Sel ini disebut sebagai pembunuh alami karena akan 2 menyrang sel yang terinfeksi virus dan sel kanker tanpa dirangsang terlebih dahulu. Kompleks Histokompatibilitas Mayor (Major histocaompability complex/MHC) Di permukaan sistem imun terdapat molekul yang disebut sebagai MHC. Pada manusia, MHC juga disebut sebagai HLA (human leucocyte antigen) karena molekul tersebut ditemukan di leukosit. MHC memiliki 2 kelas, yaitu MHC I dan MHC II. MHC I terdapat di semua sel, sedangkan MHC II hanya ditemukan di sel (antigen presenting cell). Adanya MHC akan membuat antigen yang datang dan menempel pada MHC yang nantinya akan mengundang sel T. Molekul MHC adalah ekspresi gen yang memiliki struktur unik untuk setiap individu. Oleh sebab itu, cangkokan jaringan atau organ sering mengalami reaksi penolakan apabila tidak berasal dari kembar identik, yang memiliki molekul-molekul yang identik termasuk MHC. Protein MHC I dan MHC II disintesis oleh poliribosom dan dimasukkan ke dalam retikulum endoplasma kasar. Bila rantai protein tersebut selesai dibuat, rantai tersebut akan terjulur ke dalam sisterna retikulum endoplasma kasar dengan ujung karboksilnya yang tetap tertahan pada membran retikulum endoplasma kasar. Setalah itu kedua protein MHC ini akan mencapai permukaan sel dengan cara yang berbeda. Perbedaan utamanya adalah bahwa protein MHC I tidak melalui sistem lisosom-endosom vesikel, sedang MHC II melalui jalur tersebut, dan dapat membentuk kompleks dengan antigen yang sudah diproses. Sel Penyaji Antigen (antigen presenting cell/APC) Sel APC ditemukan di sebagian besar jaringan. Berasal dari sumsum tulang yang berbentuk sebagai sel dendritik, sel makrofag, sel Langerhans kulit, dan limfosit B. Pada proses yang disebut pemrosesan antigen, protein direduksi menjadi peptida kecil dan melekat pada molekul MHC. Ekspresi MHC kelas II menandai APC. Pemrosesan antigen yang tidak terbatas pada APC adalah langkah awal yang penting bagi aktivasi sel T karena sel-sel ini tidak mengenal protein asli dan protein lain. Sel T hanya mengenali peptida terkait molekul MHC, sementara sel B langsung mengenali dan bereaksi terhadap protein, peptida, lipid, 2,3 polisakarida, dan banyak molekul kecil. Protein eksogen yang diendositosis dicerna dalam lisosom-endosom, dan peptida kecil yang dihasilkan membentuk kompleks dengan molekul MHC II. Protein yang berasal dari patogen (virus, beberapa bakteri, dan beberapa protozoa) yang hidup di dalam sel pejamu yang terinfeksi, dicerna oleh proteasom (protease multikatalitik) menjadi peptida kecil yang diangkut ke sisterna retikulum endoplasma, tempat petida tersebut membentuk kompleks dengan molekul MHC I. Kompleks kelas I dan II kemudian diangkut ke membran sel, tempat kedua kompleks diinspeksi oleh limfosti T. sel T CD 4+ berinteraksi dengan kompleks peptida dengan molekul MHC II, sedangkan sel T CD 8+ berinteraksi dengan kompleks peptida dengan molekul MHC I. CD4 dan CD8 2 adalah molekul protein permukaan yang terdapat pada beberapa sel T, yang digunakan sebagai penanda dari jenis sel T ini . Mediator Humoral yang Berperan dalam Sistem Imun Imunoglobulin 4 Imunoglobulin merupakan komponen molekul protein yang ikut berperan dalam imunitas humoral. Imunoglobulin atau yang sering juga disebut sebagai antibodi dihasilkan oleh sel limfosit B yang teraktivasi (sel plasma). Pada kenyataannya zat ini merupakan bentuk terlarut dari antigen reseptor sel B. Antibodi terbentuk sebagai respon dari antigen. Pada umumnya setiap antibodi hanya dapat mengikat satu jenis antigen spesifik. Oleh karena jumlah antigen di alam yang sangat banyak berbagai macam jenis antibodi akan terbentuk. Namun demikian, berbagai ragam antibodi ini dapat dikelompokkan menjadi 5 golongan besar berdasarkan region konstantanya pada rantai berat, yaitu IgM, IgA, IgD, IgG, dan IgE. Antibodi-antibodi ini memiliki struktur dasar yang sama, hanya saja terdapat perbedaan pada tempat pengikatan antigen. Molekul imunoglobulin terdiri atas bagian yang mengikat antigen (Fab) dan bagian yang beinteraksi dengan elemen sistem imun seperti limfosit atau molekul komplemen (Fc). Segmen Fab memiliki rangkaian asam amino yang bervariasi sehingga bertanggung jawab atas spesifisitas respon imunitas yang sangat hebat. Sel-sel seperti neutrofil, makrofag, dan fagosit
2

mononuklear memiliki reseptor Fc pada permukaannya. Jika Antibodi terikat pada suatu patogenik maka ikatannya melalui bagian Fc. Antibodi akan bersifat sebagai opsonin dan merangsang terjadinya fagositosis untuk memakan dan menghancurkannya. Meskipun fagosit dapat mengenali antigen tanpa antibodi, 2 namun kerjanya akan lebih efektif jika kedua komponen ini ada. IgA, IgD, dan IgG memiliki bentuk monomer. Sedangkan IgE dan IgM secara 3 berturut-turut memiliki bentuk dimer dan pentamer. IgG merupakan kelas dengan jumlah terbanyak. IgG juga merupakan satu-satunya yang dapat melalui sawar plasenta dan masuk ke dalam sistem sirkulasi fetus, yang akan melindungi 2 neonatus dari infeksi. IgA ditemukan dalam jumlah kecil dalam darah. Imunoglobulin ini merupakan antibodi utama dalam air mata, kolostrum, liur, sekret hidung, cairan vagina, dan prostat. Di dalam darah terdapat 10% IgM. Bersama dengan IgD, IgM adalah imunoglobulin utama yang ditemukan dalam permukaan limfosit B. IgM dan IgD pada membran limfosit berfungsi sebagai reseptor untuk antigen spesifik. Hasil interaksi ini adalah proliferasi dan diferensiasi lanjut dari limfosit B. IgM di sirkulasi juga mengaktifkan sistem komplemen. Sedangkan IgE memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor yang terletak pada membran plasma sel mast dan basofil. Bila antigen yang merangsang produksi IgE dijumpai lagi, kompleks antigen-antibodi yang dibentuk pada permukaan sel mast atau basofil akan memicu degranulasi sel mast dan basofil. Fungsi utama antibodi adalah meningkatkan respon imun nonspesifik yang telah diaktifkan oleh invasi antigen luar, mengaktivasi sistem komplemen, berperan sebagai opsonin untuk meningkatkan daya fagositosis dan merangsang aktifitas sel K (Killer cell). Komplemen Komplemen merupakan suatu jenis protein serum yang berfungsi mengontrol inflamasi. Komponen berinteraksi satu sama lain dan dengan elemen lain dari sistem imun. Aktivasi komplemen merupakan reaksi yang bertingkat. Sistem komplemen terdiri atas sekitar 20 protein yang terutama dihasilkan oleh hati, dan masing2 masing diberi huruf C yang diikuti dengan nomer. Sistem komplemen dapat diaktifkan dengan 2 jalur yaitu jalur alternatif 2,3 dan jalur klasik. Sedangkan menurut sumber lain. aktivasi komplemen melalui 3 jalur, yaitu : 1. Jalur klasik : kompleks antigen-antibodi mencetuskan C1 melibatkan 9 komplemen C1-C9 (diaktifkan secara berurutan) permukaan patogen yang tidak memiliki inhibior komplemen akan diserang 2. Jalur alternatif : jalur ini tidak memerlukan komples antigenantobodi. Pada jalur ini dimulai dari C3 (molekul yang tidak stabil dan terus menerus ada dalam aktivasi spontan derajat rendah). Aktivasi C3 diduga terjadi pada permukaan sel. Pengaktifan komplemen jalur alternativ dapat dipicu oleh endoktoksin, jamur, virus,dan agregat IgA. 3. Jalur Lektin : lektin merupakan protein larut yang dapat mengenali dan mengikat residu mannosa dari hidrat arang yang merupakan bagian dari dinding del mikroba. Ikatan polisakarida mikroba-lektin mengaktifkan kompleks enzim C1r-C1S (mannose binding protein associated-serine esterase) sama dengan jalur lektin melalui C4. Pengaktifan jalur klasik terjadi melalui pengkatifan C3 oleh C1, C4, C2 yang berinteraksi dengan kompleks antigen-antibodi. Sedangkan, jalur alternatif terjadi melalui pengaktifan C3 melalui interaksi antara faktor B, D, dan P dengan dinding polisakarida sel bakteri atau jamur. C3 yang teraktivasi kemudian akan mengaktofkan C3a, C3b, C5b, 3 C5a, C6, C7, C8, C9. Aktivasi sistem kompemen ini menimbulkan beberapa efek yaitu : 1. Opsonisasi, dilakukan oleh C3b 2. Menimbulkan inflamasi, oleh C3a terdiri atas proses: Perangsangan pelepasan histamin, meningkatkan aliran darah ke tempat aktivasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap molekul-molekul plasama, meigrais fagosit ke tempat infeksi (kemotaksis). 3. Merusak membran plasma sel bakteri gram negatif, pembungkus virus, dan organisme lain dan melisiskan sel atau virus, oleh C5b-C9/MAC (membrane attacak complex) Sitokin Sitokin merupakan sekelompok peptida atau glikoprotein dengan berat molekul rendah (8-80 kdDa) dan terikat pada molekul 3 glukosa yang berperan dalam signaling antara sel selama respons imun. Sitokin memengaruhi mekanisme selular dan humoral. Sitokin bekerja pada banyak sel yang memiliki reseptor untuk sitokin tersebut. Sel ini bukan hanya sel yang berasal dari sistem

imun, tapi juga sel yang dari sistem saraf dan sistem endokrin. Sitokin terutama dihasilkan oleh sel sistem imun, terutama makrofag dan leukosit, selain dihasilkan pula oleh sel endotel dan fibroblas. Sitokin yang berinteraksi dengan leukosit disebut interleukin (IL). Interleukin mengaktifkan leukosit dan merangsang pembelahan dan perkembangannya. Sitokin ini terutama diproduksi oleh sel T, sebagian kecil oleh monosit, dan sel jaringan. IL memiliki fungsi untuk pembelahan dan diferensiasi sel. Sitokin yang dihasilkan monosit atau makrofag disebut monokin. Sedangkan limfokin adalah sitokin yang dihasilkan oleh limfosit. Kemokin atau kemotaksin adalah sitokin yang menginduksi penarikan leukosit ke tempat radang. Interferon adalah sitokin glikoprotein yang dihasilkan setiap sel yang terinfeksi virus. Interferon bereaksi dengan makrofag, fibroblas, dan limfosit di dekatnya, yang akan menginduksi sel-sel tersebut untuk membuat substansi yang menghambat produksi virus. Sitokin lain yang disebut sebagai faktor nekrosis tumor (tumour necrozing factor) memiliki berbagai pengaruh lokal dan umum. Jadi, faktor nekrosis tumor merangsang molekul adhesi dan sekresi kemokin oleh makrofag, memudahkan apoptosis sel sasaran, dan mempunyai efek sistemik, seperti timbulnya demam. Sitokin tidak hanya mengatur sel imun setempat dan sistemik, tapi juga respon radang, penyembuhan luka, hematopoiesis, dan proses biologik lain. Sitokin dapat bekerja pada sel yang menghasilkannya (autokrin), pada sel berjarak dekat (parakrin), atau sel yang berjarak jauh (endokrin). Sitokin Sel penghasil Sel target Fungsi GM-CSF Sel Th Sel-sel progenator Pertumbuhan dan differensiasi monosit dan DC IL-1 Monosit Sel sel Th co-stimulasi IL-1 Makrofag Sel sel B DC Sel sel B Maturasi dan proliferasi Sel sel NK Aktivasi bervariasi Inflamasi, fase respon akut, demam IL-2 Sel-sel Th1 Pengaktifan sel T dan B, Pertumbuhan, sel-sel NK proliferasi,aktivasi IL-3 Sel-sel Th Sel pokok Pertumbuhan dan Sel-sel NK differensiasi Sel mast Pertumbuhan dan pelepasan histamin IL-4 Sel-sel Th2 Pengaktifan Sel B Proliferasi dan differensiasi lgG1 dan sintesis Ig E

Makrofag Sel-sel T

MHC klas II Proliferasi

IMUNOGEN DAN ANTIGEN Benda asing yang bertemu dengan sistem imun berlaku sebagai imunogen, yakni suatu substansi yang membangkitkan respons dari pejamu. Respon yang terjadi dapat bersifat seluler, humoral, atau (paling sering) keduanya. Imunogen bisa terdapat pada sel utuh seperti bakteri atau sel tumor, bisa juga terdapat dalam makromolekul (protein, polisakarida, nukleoprotein). Antigen berasal dari bahasa Yunani yaitu anti yang berarti melawan. Secara definitif, antigen berarti imunogen yang dapat 2 bereaksi dengan sebuah antibodi, meskipun tidak dapat membangkitkan reaksi imun. Pada umumnya antigen adalah molekul besar dan komplek pada keadaan normal tidak terdapat dalam tubuh. Terdapat dua jenias antigen yaitu antigen lengkap dan hapten. Antigen lengkap memiliki 2 kemampuan yaitu kemampuan untuk merangsang proliferasi limfosit spesifik menghasilkan antibodi (immunogenicity) dan kemampuan bereaksi dengan produk yang dihasilkan sehingga mampu merangsang limfosit 3 memprodukasi antibodi (reactivity). Molekul antibodi tidak terikat pada seluruh agen infeksius. Setiap antibodi terikat terbatas pada bagian antigen yang disebut epitop. Spesifisitas respons imun humoral (sel B) ditentukan oleh epitop ini. Setiap antibodi hanya akan berikatan dengan 1 molekul diantara molekul-molekul antigen yang bertebaran di permukaan mikroorganisme tersebut. Satu antibodi hanya spesifik untuk satu epitop, tidak dengan seluruh molekul antigen walau beberapa jenis antigen tertentu memiliki epitop yang 3 berbeda. Sedangkan spesifisitas respon imun seluler (sel T) ditentukan oleh peptida kecil yang berhubungan dengan molekul 2 histokompatibilitas mayor (MHC) pada membran sel penyaji antigen. Sel penyaji antigen antara lain sel makrofag, sel B dan sel dendritik. Sebagai contoh, sel host yang terinfeksi virus akan mengekspresikan sebagian kecil fragmen protein virus tersebut 3,5 pada permukaannya sehingga sel T sitotoksik dapat mengenalinya. MHC (major histocompability complex) merupakan seperangkat gen yang mengkode molekul histokompatibilitas dan mempresentasikan antigen di APC. Dikenal ada 2 jenis sel MHC. Untuk mengenali antigen yang menempel pada MHC, sel T menggunakan reseptor antigen spesifik yang dimilikinya (TCR).

1. 2. 3. 4. 5.

Daftar Pustaka Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 2010. Edisi 9. Jakarta : FKUI ; 59-64, 76-86,98, 112-116, 158-166,179191 Carneiro J, Junqueira LC. Histologi dasar: teks & atlas. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. h251-60. Thamrin E. Sistem Pertahanan Tubuh dan Respon Imun. Diktat Kuliah Faal. FKUI. 2005. Bellanti JA. Immunology III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2000. h18-9. Sherwood L. Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Edisi 2. Jakarta ; EGC : 379-381

Anda mungkin juga menyukai