Anda di halaman 1dari 81

ROMI, 20 tahun

fever & skin rash symmetric painful & swollen joint including PIPs, MCPs, wrist, knee, ankle

history of photosensitivity

keluhan utama

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 1

Inflamasi sendi

polyarticular symetris simultan termasuk PIPs, MCPs, wrists, knee, ankle

Physical Exam

moderately ill temperature 38,6C

Reumatological Finding

malar rash (+) gait : antalgic PIPs, MCPs, wrists, knee, ankle inflamasi & edema skin rashes di anterior tibia

Lab result

anemia leukopenia peningkatan ESR penurunan segmented neutrophyl ANA (+), homogenous pattern Anti dsDNA (+) Urinalysis : proteinuria

synovial fluid analysis :

30ml straw colored fluid string sign (+) leukocyte count 6000/mm3, PMN 80%

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 2

Selection Pada Thymus

PEMATANGAN LIMFOSIT, SELEKSI POSITIF DAN NEGATIF Sel B dan sel T berasal dari sel prekursor yang sama, diproduksi dalam sumsum tulang, termasuk pembentukan TCR. Sel B menjadi matang dalam sumsum tulang, sedang progenitor sel T bermigrasi ke dan menjadi matang di timus. Masing-masing sel berproliferasi atas pengaruh sitokin terutama IL-12 yang meningkatkan jumlah sel imatur.

Pematangan limfosit terjadi melalui proses seleksi. Seleksi pematangan primer terjadi dalam organ limfoid primer. Sel di seleksi melalui interaksi dengan molekul MHC. Seleksi sel negatif: Akan terjadi bila limfosit terpajan dengan self-antigen yang dipresentasikan sel dendritik sebagai APC. Akan mendapat sinyal apoptosis, mati dan akan hancur bila terpajan dengan antigen sendiri. 90% timosit yang gagal memperoleh reseptor yang diperlukan untuk berfungsi akan dihancurkan. Seleksi sel positif: Akan masuk ke jaringan limfoid perifer (sekunder) untuk selanjutnya berproliferasi dan menjadi matang, memberikan respons terhadap antigen asing dan tidak memberikan respon terhadap antigen sendiri (self tolerance). Hanya akan berinteraksi dengan afiditas rendah terhadap antigen sendiri, menimbulkan klon sel yang matang yang tidak responsif terhadap antigen sendiri yang ada dalam organ.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 3

Seleksi positif dan negatif tersebut akan menhsilkan sel-sel yang spesifik. Prinsip seleksi sama antara sel B dan sel T. Determinasi sel menjadi CD4+ (T helper) dan CD8+ (T sitotoksik) juga terjadi dalam timus. Prekursor sel T berasal dari sumsum tulang bermigrasi melalui darah ke korteks kelenjar timus. Dalam korteks, sel progenitor mengexpresikan TCR- dan koreseptor CD4 dan CD8. proses seleksi akan menyingkirkan timosit yang self-reaktif dan meningkatkan masa hidup timosit yang TCR nya mengikat molekul MHC sendiri dengan afinitas rendah. Diferensiasi fungsi dan fenotip menjadi CD4+ CD8- atau CD4-Cd8+ terjadi dalam medula. Sel T yang matang dilepas ke sirkulasi. Sel T yang mengexpresikan TCR- juga berasal dari prekursor di sumsum tulang dan menjadi matang dalam timus melalui jalur lain. TCR- merupakan bentuk TCR terumum yang di expresikan baik oleh CD4+ maupun CD8+ dan mengenal antigen peptida yang diikat molekul MHC.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 4

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 5

MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX

Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan genomic region yang besar atau gene family yang ditemukan di seluruh vertebrata dan mempunyai peranan yang penting dalam system imun, autoimunitas dan proses reproduksi, pada manusia disebut sebagai HLA ( Human leucocyte antigen ) karena molekul tersebut ditemukan di leukosit. Yang termasuk : HLA-A, HLA-B, HLA-C, HLA-DPA1, HLADPB1, HLA-DQA1, HLA-DQB1, HLA-DRA, dan HLA-DRB1. Terdiri dari 3 kelas : MHC tipe 1, terdapat di semua permukaan sel dengan nukleus.

MHC tipe 2, hanya ditemukan di permukaan sel khusus seperti APC, sel dendritik, makrofag, sel B, sel endotel dan sel epitel timus.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 6

MHC tipe 3, pembentukan komponen beberapa sitokin dan molekul lain ditentukan oleh molekul MHC-III. Sejumlah protein yang ekspresinya ditentukan molekul MHC-III antara lain adalah komponen komplemen (C2, C4), faktor B properdin atau Bf, TNF dan LT, beberapa jenis enzim, heat shock protein tertentu dan molekul pembawa yang diperlukan dalam proses antigen. Sitokin dapat memodulasi ekspresi MHC-I dan MHC-II.

Nama

Fungsi

Expression Semua sel bernukleat. Protein MHC kelas I

MHC class I

Mengkode heterodimeric peptide-binding proteins, disebut juga antigen-processing molecules seperti TAP dan Tapasin.

berisi sebuah rantai berat & 2-microglobulin. Mereka mempresentasikan bagian antigen ke cytotoxic T-cells dan akan

berikatan dengan CD8 pada cytotoxic T-cells. Mengkode heterodimeric peptide-binding proteins dan proteins yang memodulasi MHC class II pengangkatan peptide ke protein MHC kelas II di dalam kompartemen lysosomal seperti MHC II DM, MHC II DQ, MHC II DR, dan MHC II DP.

Pada antigen-presenting cells protein MHC kelas II berisi rantai & dan mereka mempresentasikan bagian antigen ke T-helper cells dengan berikatan pada reseptor pada T-helper cells. CD4

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 7

MHC class III region

Mengkode component untuk imun lainnya, seperti complement components (e.g., C2, C4, factor B) dan beberapa mengkode juga cytokines (e.g., TNF-) dan juga hsp.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 8

Respon Protein MHC berperan sebagai signpost yang menampilkan bagian kecil dari antigen pada permukaan sel inang. Antigen ini bisa self atau nonself, apabila termasuk nonself yaitu dari luar akan terdapat dua jalur dimana protein asing akan diproses dan dikenali : Apabila sel inangnya di leukosit, seperti monosit dan neutrofil, yang akan menelan partikel seperti (bakteri, virus, sel kanker) dan akan memecahnya menggunakan lysozymes dan menampilkan bagiannya oleh MHC class II protein.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 9

SITOKIN

Sitokin merupakan protein sistem imun yang mengatur interaksi antarsel dan memacu reaktifitas imun, baik immunitas nonspesifik maupun spesifik.

Sitokin diikat oleh reseptor pada permukaan sel memberikan sinyal transduksi intraselular dan jalur messenger kedua.

Efeknya : autokrin, parakrin, atau jarang endokrin.

Sifat Umum Sitokin Dapat memberikan efek langsung dan tidak langsung Langsung : Lebih dari 1 efek terhadap berbagai jenis sel (pleitropi) Autoregulasi( fungsi autokrin) Terhadap sel yang letaknya tidak jauh (parakrin)

Tidak langsung : Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokin lain dalam merangsang sel (sinergisme). Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sintokin(antagonisma). Cth : IL-10.

Ciri-ciri : Polipeptida yang diproduksi sebagai respon yang berperan sebagai mediaotr reaksi imun dan inflamasi. Sekresi cepat dan hanya sebentar Sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang lain. Efek dapat lokal atau sistemik. Sinyal luar mengatur ekspresi reseptor. Efek terjadi melalui ikatan dengan reseptor Respon selular kebanyakan terdiri atas perubahan ekspresi gen.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 10

Fungsi Sitokin Pada hematopoiesis. Cthnya : CSF, GM-CSF Pada Imunitas nonspesifik. Cthnya : TNF, IL-1, dll Pada Imunitas Nonspesifik. Cthnya : Il-2, IL-4,dll

Kemokin Ialah sitokin yang berperan dalam kemotaksis sel-sel leukosit ke tempat infeksi atau kerusakan jaringan sehingga mempermudah reaksi antarsel. Sekitar 50 sitokin yang berperan dalam kemokin. Terutama diproduksi oleh monosit atau makrofag dan sel-sel lain seperti sel endotel, trombosit, neutrofil, sel T, keratinosit, fibroblas sebagai respon terhadap infeksi atau kerusakan fisik. Kemokin dibagi dalam 4 golongan, atas dasar keunikan urutan asam amino dan sistein :

1. CXC () (IL-8, NAR2,MR1) 2. CC (MCP-1, Rantes) 3. C (limfotaktin) 4. CXXXC atau CX3C (fraktalkin) CXC seperti IL-8 ialah kemotaktik untuk neutrofil, menginduksi untuk meninggalkan pembuluh darah dan bermigrasi ke jaringan. MCP-1 berperan pada kemoktasis monosit dan menginduksinya untuk bermigrasi ke jaringan dan menjadi makrofag. Reseptornya hanya ditemukan pada populasi sel-sel tertentu, sehingga berbagai kemokin memiliki spesifisitas sendiri.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 11

TNF

- Sitokin utama pada respon inflamasi akut. - Sumber : fagosit mononuklear dan sel T, sel NK dan sel mast. - Terbagi 3 : * Kadar rendah bekerja terhadap leukosit,endotel,menginduksi inflamasi akut. * Kadar Sedang berperan dalam inflamasi akut * Kadar Tinggi menimbulkan kelainan patologik syok septik. - Efek: * Pengerahan neutrofil dan monosit * memacu ekspresi molekul adhesi sel endotel terhadap leukosit. * Merangsang makrofag mensekresi kemokin. * Merangsang fagosit mononuklear untuk mensekresi IL-1 * Menginduksi apoptosis * Merangsang hipotalamus IL-1 Fungsi utama ialah TNF, yaitu mediator inflamasi yang merupakan respon terhadap infeksi dan rangsangan lain. Bersama TNF bekerjasama dalam nonspesifik imunitas Sumber fagosit mononuklear yang diaktifkan. Efek sama seperti TNF tergantung dari jumlah yang diaktifkan.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 12

Proses Inflamasi

Bersifat nonspesifik, merupakan respon pertahanan tubuh terhadap jaringan yang rusak. Keadaan yang meyababkan inflamasi, seperti pathogen, abrasi, chemical irritations, distorsi atau mengganggu sel , dan temperature yang ekstrim. Karakteristik signs and symtomp dari inflamasi yaitu kemerahan, nyeri, panas, dan bengkak. Inflamasi dapat juga menyebabkan kehilangan fungsi pada daerah yang luka. Pada setiap kasus, respon inflamasi memiliki tiga tahap dasar, yaitu (1) vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (2) emigrasi (perpindahan) fagosit dari darah ke cairan interstisial dan (3) perbaikan jaringan.

Substansi yang berkontribusi terhadap vasodiltasi, peningkatan permeabilitas, dan aspek lain dari respon inflamasi, yaitu: 1) Histamin Pada respon luka, sel mast di jaringan penyambung dan basofil dan platelet di darah mengeluarkan histamine. Neutrofil dan makrofag menyebabkan daerah yang rusak mengeluarkan histamine dimana mengakibatakan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. 2) Kinin Merupakan polipeptida, dibentuk di darah dari precursor yang inaktif yang disebut kininogen, mempengaruhi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dan agent kemotaksis untuk fagosit. 3) Prostaglandin (PGs) Suatu lipid, terutama seri E, dimana dihasilkan oleh sel yang rusak dan menyababkan efek histamine dan kinin. PGs juga mendtimulasi emiograsi fagosit untuk meninggalkan darah. 4) Leukotrien (LTs) Diproduksi oleh basofil dan sel mast melalui sintesis membran fosfolipid. LTs menyababkan peningktan permeabilitas; juga berfungsi pada penempelan fagosit ke patogen dan sebagai kemotaksis untuk mendukug fagositosis.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 13

5) Complement Menstimulasi pengeluaran histamine, menarik neutrofil oleh kemotaksis, dan mendukung fagositosis; beberapa komponen dapat juga menghacurkan bakteri.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 14

MAC

3 Major Pathway Complement Activation 1. Classical Complement Pathway diawali oleh complex antigen-antibodi 2. Alternative Complement Pathway 3. Mannan Birding Lectin Pathway Ke tiga pathway ini menjalankan fungsinya melalui interaksi protein yang disebut component / factor.

Classical Complement Pathway 1) Diawali oleh pengikatan antibody-antigen 2) Single molekul IgM ada pada permukaan antigen (dapat mengikat dan mengaktivasi C1, OR, 2 molekul IgG berikatan (bersebelahan) doublet 3) C1 makromolekul complex yang terdiri dari 3 protein berbeda (C1q, C1r, C1s) yang dipegang dan disatukan oleh ion Ca2+. Setiap C1 terdiri dari 1 C1q, 2 C1r, 2 C1s rantai. C1r dan C1s punya potensi enzimatik membentuk serine protease. 4) Pengikatan antibody di mediasi oleh C1q yang berikatan dengan Fe pada Ig C1q dapat berikatan dengan IgM, IgG1, IgG2 atau IgG3 C1q tidak bisa berikatan dengan IgG4, IgE, IgA atau IgD 5) C1q terdiri dari 3 subunit identik, masing-masing mengandung 1 copy dari setiap 3 rantai polipeptida yang berbeda. 6) Pengikatan C1 dengan Ab menghasilkan aktivasi aktivitas enzim proteolitik oleh C1r & C1s Setiap polipeptida ini diaktifkan pada pembelahan menjadi 2 fragmen yang mempunyai aktivitas protease. Fungsi enzim C1s yang diaktifkan ( ) adalah untuk membelah C1s membangun aktivitas enzimatik. C1s kemudian membelah menjadi component berikutnya pada pathway, C4.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 15

C4 dan C2 a) C4 merupakan 3 rantai molekul. merupakan rantai paling besar. C1s membelah dengan melepaskan small peptide, C4a. Peptide yang lebih besar, C4b, menambah sebagian besar rantai , , dan pada C4, berikatan dengan sel target untuk melanjutkan Complement Cascade. b) Dengan adanya ion Mg2+, C4b pada sel target bisa berinteraksi dengan dan berikatan dengan komponen selanjutnya, single-hain molekul C2 c) C2 berikatan dengan C4b dan adanya C15, dibelah. d) Fragmen pembelahan C2 yang besar C2a yang menambah enzimatik site, sisa pada complex dengan C4b untuk melanjutkan Complement Cascade. e) Komplex C4b dan C2a mengembangkan aktivasi baru kemampuan untuk berikatan dan membelah menjadi komponen selanjutnya, C3. Karena alasan ini disebut Classical Pathway C3 Convertase.

C3 1) C3 convertase pada classical pathway berikatan dan mengaktivasi C3 (, ), glikoprotein dengan konsentrasi 1,2 g/L dalam plasma. 2) Ketika C3 diaktivasi oleh convertase, peptide C3a (BM9000) dibelah dari rantai menjadi a dan b. 3) C3b berikatan secara kovalen dengan fragmen C4b dan C2a pada permukaan target membentuk complex yang dapat melanjutkan complement cascade. 4) Adanya ikatan C3b tadi dapat kuat mengepsonisasi partikel target, meningkatkan fagositosis oleh selsel yang membawa reseptor C3b. 5) C3b mempunyai kecenderungan yang kuat untuk berinteraksi dengan molekul IgG terdekat, dan diner yang dibentuk oleh C3b dan IgG lebih berpotensial untuk opsonin daripada C3b saja. 6) Regulasi & degradasi ikatan C3b tergantung interaksi dengan sirkulasi factor H dan I. Dengan adanya factor tersebut, C3b dibelah menjadi iC3b, yang melanjutkan untuk beraksi sebagai opsonin melalui complement reseptor 3 (CR3) iC3b mengalami pembelahan lebih lanjut dengan adanya CR1 & factor I to C3 dengan C3dg & C3d, produk degradasi final, berinteraksi dengan CR2.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 16

Classical Pathway C5 Convertase Complex pada permukaan target menambah C4b, C2a, C3b (C4b2a3b) mengekspresikan aktivitas enzimatik. C5 C5a : lebih kecil C5b : Dihubungkan dengan complex dan bisa berinteraksi dengan later component. C5b mengawali segmen complement cascade yang mengarah pada membrane attack.

Alternative Complement Pathway C3 komponen dari alternative complement pathway penting untuk imun spesifik. C3 disirkulasi plasma menyebabkan hidrolisis ikatan thloester secara spontan untuk membentuk C3 (H2O). Dengan adanya ion Mg2+, C3b bisa berikatan dengan C2-like protein, factor B & interaksi dengan C1like protein, factor D untuk membentuk alternative component pathway convertase yang membelah C3 menjadi C3a dan C3b. Faktor B bisa beraksi dengan factor D complex (C3bBb), alternative pathaway convertase. C3 convertase dapat berikatan dan membelah C3 menjadi complex yang lebih besar (C3bBb C3b) yang mempunyai C5 convertase activity.

Mannan Binding Lectin Pathway Yang menginisiasi MBL pathway MBL MBL disusun oleh chains ending in pad like structure MBL aktif menjadi MASP-1 dan MASP-2 yang keduanya homolog dengan C15 dan C15. Aktivasi MASP-2 membelah C4 C3 convertase, C4b2a Aktivasi MASP-1 membelah C3 & bisa mengaktifkan alternative pathway secara langsung.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 17

Late Components C5 9 & MAC C5 berikatan dan membelah menjadi C5a dan C5b melalui Classic, Alternatif dan MBL. C5a dilepaskan dan memproduksi efek biologis C5b melanjutkan lytic sequence tidak membentuk ikatan kovalen dengan permukaaan target. C5b akan diinaktifkan secara cepat, kecuali jika distabilkan dengan pengikatan dengan komponen selanjutnya pada cascade, C6. C5b6 complex dan mengikat C7, protein ke3 yang termasuk kedalam MAC C5b67 complex Hidropobik dan berinteraksi dengan membrane lipid terdekat. Bisa disisipkan kedalam lipid bilayer pada membrane sel. Pada lokasi ini, 1 C5b67 complex bisa menerima 1 molekul C8 dan multiple C9, sehingga membentuk silindrical transmembrane channel, C5b678(9)n yang disebut MAC. Strukturnya hidropobik di permukaaan luar, yang dihubungkan dengan membrane lipid bilayer, dan hidropic core dimana ion-ion kecil dan air bisa lewat. Cairan extrasel berkomunikasi dengan cairan didalam sel, sehingga complex ini disisipkan di membrane, sehingga sel tidak dapat dipertahankan keseimbangan osmotic dan kimia. Air memasuki sel-sel karena tekeanan osmotic internal meningkat, sel swellingz pecah/meledak.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 18

JOINT

(tempat penyatuan atau sambungan antara 2 atau lebih tulang rangka) Klasifikasi struktural sendi berdasarkan dua kriteria : 1. Ada atau tidak adanya tempat antara articulating bones, disebut synovial cavity. 2. Tipe jaringan ikat yang mengikat tulang bersama-sama.

Secara struktural, sendi diklasifikasikan : a. Fibrous joint : tidak ada synovial cavity dan tulang yang diikat bersama-sama oleh jaringan ikat fibrous yang kaya akan collagen fiber. b. Cartilaginous joint : tidak ada synovial cavity dan tulang yang diikat oleh cartilage. c. Synovial cavity : tulang yang membentuk sendi mempunyai synovial cavity dan disatukan oleh jaringan ikat padat irregular pada articular capsule, dan sering oleh assesory ligament.

Secara fungsi oral, diklasifikasikan : (berhubungan dengan derajat pergerakan) a. Synarthosis : immovable joint. Plural -> anophiarthroses. b. Amphiarthrosis : slightly movable joint. c. Diarthosis : freely movable joint. Plural -> diarthroses. Semua diarthroses adalah synovial joint. Mempunyai bermacam-macam bentuk dan beberapa pergerakan berbeda. FIBROUS JOINT Menyediakan sedikit / tidak ada pergerakan 3 tipe fibrous joint 1. Sutures Fibrous joint yang terdapat dalam lapisan tipis jaringan ikat padat irregular; sutures hanya terjadi diantara tulang tengkorak. (ex : coronal suture : antara tulang parietal dan frontal). The irregular, tepi yang mempersatukan suture satu sama lain memberikan tambahan klekuatan dan menurunkan kemungkinan untuk fraktur. Karena suture immovable -> synarthosis

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 19

2. Syndesmoses Fibrous joint yang mempunyai jarak yang baik antara articulating bones dan lebih banyak jaringan ikat fibrousnya daripada suture. Jaringan ikat fibrous tersusun sebagai bundle (ligament) atau sheet (interosseas membrane). (ex : distal tibiofibular joint dimana anterior tbiofibular joint menghubungkan tibia dan fibula, interosseas membrane diantara batas parallel tibia dan fibula). Menyebabkan bisa bergerak kecil / sedikit -> amphiarthrosis. 3. Gomphoses or dentoalveolar joint. Tipe fibrous joint yang berbentuk kerucut pada socket (sendi) satu-satunya. Ex : artikulasi akar gigi dengan soket alveoli pada alveolar process pada maxila dan mandibula. Jaringan ikat padat fibrous diantara gigi dan soketnya dalah periodontal ligament. Immovable joint -> Synarthrosis CARTILAGINOUS JOINT Articulating bones dihubungkan dengan erat oleh hyaline cartilage dan fibrocartilage. 2 tipe cartilaginous joint : 1. Synchondroses Cartilaginous joint yang mana material perhubungan -> hyaline cartilage Ex : epiphyseal plate yang menghubungkan epiphysis dan diaphysis dari tulang yang bertumbuh. Synarthrosis Ex lain : sendi antara rib pertama dan monobnum sternum yang mengalami penulangan dalam adult life dan jadi immovable synastosis. 2. Symphyses Cartiliginous joint yang ujung articulating bonesnya ditutupi dengan hyaline cartilage tapi flat disc of fibrocartilage menghubungkan tulang. Semua symphyses terjadi di midline tubuh. Ex : symphysis pubic diantara permukaan anterior hip bone Junction pada manubrium and body of sternum Intervetebral joint diantara body vertebre

Amphiarthroses

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 20

SYNOVIAL JOINT Structure of synovial joint Ciri unik synovial joint adalah adanya space yang disebut synovial joint cavity diantara articulating bones. Synovial cavity ini yang membuat sedi freely movable -> diarthroses. Tulang pada synovial joint ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang disebut articular cartilage. Cartilage menutupi permukaan articulating tulang dengan smooth, slippery surface, tetapi tidak mengikat. Articular cartilage mengurangi friction (pergeseran) tulang dalam sendi selama pergerakan dan membantu adsorb shock. a. Articular capsule Articular capsule sleevelike (seperti krah baju) mengelilingi synovial joint, menutupi synovial cavity dan menyatukan articulating bones. Articular capsule terdiri dari 2 lapisan yaitu outer fibrous capsule dan inner synovial membrane. Fibrous capsule terdiri dari jaringan ikat padat irregular (moitly collagen fiber) yang menempel pada periosteum pada articulating bones. Flexibilitas fibrous capsule membuat pergerakan sendi, daya rentang (resistence to stretching) membantu mencegah dislokasi tulang. Fiber dari fibrous capsule tersusun dari parallel bundles dari jaringan padat irregular yang mudah beradaptasi terhadap pertahanan regangan. Kekuatan fiber bundle ini disebut ligament, merupakan salah satu factor mekanik prinsip yang mendekatkan tulang bersama-sama dengan synovial joint. Lapisan dalam dari articular capsul, synovial membrane, terdiri dari jaringan ikat areolar dengan elastic fiber. Pada synovial joint, synovial membrane terdiri dari akumulasi jaringan adipose, disebut articular fat pads. Ex : infra patellar fat pad pada knee.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 21

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 22

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 23

Table 28-16 -- Reference Intervals for Synovial Fluid Constituents Constituent Total protein Albumin Synovial fluid Plasma 13 g/dL 5570% 68 g/Dl 5065% 35% 713% 814% 1222%

Alpha-1-globulin 68% Alpha-2-globulin 57% Beta-globulin 810%

Gamma-globulin 1014% Hyaluronic acid Glucose Uric acid Lactate 0.30.4 g/dL

70110 mg/dL 70110 mg/dL 28 mg/dL 929 mg/dL 28 mg/dL 929 mg/dL

Modified from Kjeldsberg CR, Knight JA: Body Fluids: Laboratory Examination of Amniotic, Cerebrospinal, Seminal, Serous and Synovial Fluids, 3rd ed. Copyright American Society for Clinical Pathology, Chicago, IL, 1993, with permission.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 24

Table 28-14 -- Synovial Fluid Findings by Disease Category Category Finding Normal Group I Noninflammatory Clarity Color Transparent Clear to pale yellow WBCs/mL PMNs (%) RBCs Glucose (blood/SF difference mg/dL) Modified from Kjeldsberg CR, Knight JA: Body Fluids: Laboratory Examination of Amniotic, Cerebrospinal, Seminal, Serous and Synovial Fluids, 3rd ed. Copyright American Society for Clinical Pathology, Chicago, 1993, with permission. WBCs = white blood cells; PMNs = polymorphonuclear cells, neutrophils; RBCs = red blood cells; SF = synovial fluid. 0150 < 25 No 010 (00.56 mmol/L) < 3000 < 30 No 010 (00.56 mmol/L) Transparent Xanthochromic Transparent/opaque Xanthochromic to white/bloody 300075 000 > 50 No 040 (02.2 mmol/L) Group II Inflammatory Group III Infectious Opaque White Group IV Hemorrhagic Opaque Red-brown or xanthochromic 50 000200 000 5010 000 > 90 Yes 20100 (1.11 5.5 mmol/L) < 50 Yes 020 (01.11 mmol/L)

b. Synovial fluid Synovial membrane mensekret synovial fluid, viscous, clear or pale yellow fluid disebut itu karena sama seperti penampakannya dan konsistensi seperti telur setengah matang putihnya. Synovial fluid terdiri dari hyaluranid acid yang disekresi oleh sel seperti fibroblast dalam synovial membrane dan cairan interstisial yang di filter dari plasma darah. Itu membentuk thin film diatas permukaan dalam articulating capsul. Fungsi : Mengurangi friction (pergeseran) dengan lubrikasi sendi. Absorbing shock Menyuplai oksigen dan nutrisi dan membuang karbondioksida dan sampah metabolic dari kondrosit dalam articular cartilage. (Ingat bahwa cartilage jaringan avaskular, sehingga tidak mempunyai pembuluh darah). HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 25

Synovial fluid juga mengandung sel-sel fagosit yang menghilangkan mikroba dan debris yang dihasilkan dari normal wear & tear in the joint. Ketika synovial joint immovable untuk beberapa waktu, cairan menjadi quite viscouse (seperti gel), tetapi pergerakan sendi meningkat, cairan menjadi kurang viscous. 1 keuntungan warming up sebelum exercise yang menstimulasi produksi dan sekresi cairan synovial, semakin banyak cairan akan mengurangi stress pada sendi selama exercise. Ketika sendi dengarkan ada bunyi gemeretak atau meletup.

c. Accesory Ligament and Articular Discs Synovial joint mengandung assesory ligament yang disebut extracapsular ligament & intracapsular ligament. Extracapsular ligament memanjang di luar articular capsul (ex : fibular dan tibial collateral ligament of knee joint). Intracapsular ligament terjadai dalam articular capsul tapi dikeluarkan dari synovial cavity dengan lipatan synovial membrane (ex : ante & poste crociate ligament of knee joint). Didalam synovial joint, seperti knee, bantal (pad) fibrocartilage memanjang diantara permukaan articular tulang Hg & menempel dengan fibrous capsul. Pads (bantalan) ini disebut articular disc or menisci. Disc ini membagi synovial cavity menjadi 2 space, membiarkan pemisahan pergerakan terjadi dalam masing-masing space. Ex : pada Tempora manibula joint. Dengan modifikasi bentuk permukaan sendi articulating bones, articular disc membiarkan 2 tulang dengan bentuk beda untuk menyatu lebih erat. Articular disc juga membantu memelihara stabilitas sendi dan aliran langsung synovial fluid terhadap area yang kemungkinan besar untuk bergeser.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 26

NERVE AND BLOOD SUPLY Saraf yang menyerupai sendi = skeletal muscle yang menggerakan sendi. Synovial oint mengandung banyak nerve ending yang didistribusikan ke articular capsul dan ligament yang berhubungan. Beberapa nerve ending membawa informasi sakit dri sendi ke spinal cord dan otak untuk diproses. Beberapa nerve ending merespon dengan pergerakan dan peregangan sendi. Walaupun komponen synovial joint avascular, artery disekitar mengirimkan sejumlah cabang yang menembus ligament dan articular capsul untuk mengantar O2 dan nutrisi. Vena mengeluarkan CO2 dan sampah dari sendi. Cabang arterial dari beberapa arteri berbeda bergabung berkeliling sendi sebelum masuk ke articular capsul. Kondrosit articular cartilage dan synovial joint menerima oksigen dan nutrisi dari synovial fluid derivate dari darah semua jaringan sendi disuplai secara langsung oleh arteri. CO2 dan sampah melewati kondrosit articular cartilage ke dalam synovial fluid dan ke vena; CO2 dan sampah dari semua struktur sendi lain melalui langsung kedalam vena.

TIPE PERGERAKAN SYNOVIAL JOINT Gliding, adalah gerakan sederhana, dimana permukaan flat bone bergerak back dan forth, dan dari side-to-side. Tidak ada perubahan signifikan dari sudut antara tulang, gliding terjadi pada planar joint. Gerakan angular, adanya kenaikan atau penurunan pada sudut antara articulating bones, gerakan berupa fleksi, ekstensi, lateral ekstensi, hyperekstensi, abduksi, aduksi, sirkumduksi. Gerakan khusus: o Elevation, adalah gerakan upward dari bagian tubuh, seperti menutup mulut pada temporomandibular joint untuk menaikkan(elevate) mandibula. o Depression, gerakan downward dari bagian tubuh, seperti membuka mulut untuk menekan mandibula atau returning shrugged bahu pada acromioclavicular joint untuk mengangkat scapula. o Protraction, adalah gerakan dari bagian tubuh secara anterior pada transverse plane, memposisikan klavikula pada acromioklavikular dan sternoklavikular position. o Retraction, adalah gerakan dari protracted dari bagian tubuh ke posisi anantomi HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 27

o Inversion, gerakan dari telapak kaki ke arah medial pada intertarsal joint(antara tarsal). o Eversion, adalah gerakan dari telapak kaki ke arah lateral pada intertarsal joint. o Dorso fleksi, adalah pembengkokan kaki pada ankle atau talocrural joint (antara tibia, fibula,dan talus). o Plantar flexion, adalah gerakan pembengkokan kaki pada ankle joint secara langsung dari plantar atau permukaan inferior, ketika berdiri dengan menggunakan jari-jari kaki. o Supination, adalah gerakan dari lengan bawah pada proksimal dan distal radioulnar joint kertika telapak tangan mengarah secara anterior dan superior. o Pronation, adalah gerakan lengan bawah pada proksimal dan distal radioulnar joint pada ujung distal dari crosses over ujung distal tulang ulna, telapak tangan mengarah secara posterior dan inferior. o Oppositional, adalah gerakan dari ibu jari pada carpometacarpal joint (antara tulang trapezium dan metacarpal thumb), in which the thumb moves across the palm to touch the tips of the finger on thesane hand.

TYPE SYNOVIAL JOINT

1. Planar joint
Artikulasi permukaaan tulang pada planar joint -> flat or slightly curved. Fungsi : non axial diarthrosis ; glidingmotion. Example : intercapral.j (tulang carpal dan wrist) Intertarsal.j (tulang tarsal pada ankle) Sternocalvicular.j (manubrium sternum dan davicula) Acromioclavicular.j (acromion scapula dan clavicula) Sternocostal joint (sternum dan ujung costal cartilage) Vertebrocostal.j (head & tubercle, ribs & transvers process of thorosic vertebra)

2. Hinge joint
Permukaan convex 1 tulang bersatu kedalam permukaan carvace tulang lain. Fungsi : monaxid (uni axial) diarthrosis, flexi & extensi. Ex : knee, elbow, ankle, interphalangeal joint

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 28

3. Pivot joint
Permukaan bulat atau poin dari 1 tulang yang berartikulasi dengan ring yang dibentuk sebagian oleh tulang lain dan sebagian oleh ligament. Fungsi : monoaxial diarthrosis; rotasi Ex : atlanto axial .j Radioulnar. j 4. Condyloid joint = ellipsoidal joint Oval-shaped projection fits into an oval shaped depression Fungsi : biaxial diarthrosis; flexi, extensi, abduxi, aduxi, sirkumduxi Ex : wrist Metacarpopalangeal

5. Saddle joint
Articular surface of one bone is saddle shaped & the articular surface of the other bone sits in the saddle Fungsi : biaxial diarthrosis; flexi, extensi, abduxi, aduxi, sirkumduxi Ex : carpometacarpal.j diantara trapesium & thumb

6. Ball and socket joint


Permukaan seperti bola yang bergabung kedalam cuplike depression Fungsi : multiaxial diarthrosis; flexi, extensi, abduxi, aduxi, sirkumduxi, rotasi Ex : Shoulder & hip .j

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 29

ROM = Range, pengukuran dalam derajat lingkaran/putaran, melalui tulang pada sendi yang dapat
diputar. 1. Struktur / bentuk articulating bones Menentukan seberapa dekat dapat menyatukan tulang tersebut. 2. Kekuatan & Tension (tautness) dari joint Ligament Komponen fibrous capsul yang berada adalah tense / taut hanya saat sendi pada posisi bagus. Tense ligament tidak hanya restrict ROM tapi pergerakan langsung Articulating bone dengan respek ke yang lain. 3. Susunan & Tension otot Muscle tension memperkuat pengekangan yang ditempatkan pada sendi oleh ligamennya, dan membatasi pergerakan. Ex : hip joint 4. Contact of soft parts Permukaan tubuh kontak dengan yang lain -> membatasi pergerakan Pergerakan sendi dibatasi dengan adanya jaringan adipose. 5. Hormones Relaxin -> meningkatkan flexibilitas fibrocartilage pada symphysis pubic & loosens the ligament diantara sacrum, hip bone, coccyx pada akhir kehamilan 6. Disuse Pergerakan sendi jadi terbatas jika jarang digunakan Bisa menjadi muscular atrophy

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 30

Hypersensitivitas Type 3

Disebut juga reaksi kompleks immune, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi / dinding pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen.

ETIOLOGI Obat, aspergillus fumigates, thermophilic actinomycetes, vaksin, serum.

MEKANISME Mekanisme hipersensitivitas tipe ini diakibatkan oleh antigen-antibody/immune complex yang terbentuk di sirkulasi (dari soluble antigen) kemudian terdeposit di dinding pembuluh darah atau jaringan ekstravaskular. Free antigen + free antibody&complement (complement fragmen=chemotactic neutrophil)

Deposit di jaringan

Immune complex deposition Akan mengaktifkan sejumlah komponen system immune. Antibodi yang berperan IgM / IgG.

Complemen activation Melepas anafilatoksin (C3a, C5a) yang memacu sel mast & basophil melepas histamine. Mediator lainnya & MCF (Macrophages Chemotactic Factor). (C3a, C5a, C5, C6, C7) mengerahkan polimorf yang melepaskan enzim proteolitik dan protein polikationik. Juga menimbulkan agregasi trombosit / platelet yang membentuk mikrothrombi dan melepas amin vasoaktif. Mengaktifkan makrofag yang melepas IL-1 dan produk lainnya. Bahan vasoaktif yang dibentuk sel mast dan thrombosit menimbulkan vasodilatasi & peningkatan permeabilitas vascular & inflamasi. HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 31

Generation of chemotactic factors for neutrophils (neutrophil ditarik dan mengeliminasi kompleks)

Attempt to ingest the immune complexes (phagocytosis)

Unsuccessful because the complexes bound to large area of tissue Neutrophil terkepung dalam jaringan sehingga akan sulit memakan immune complexes dan akan melepas granulnya angry cell.

Large quantities of lysosome enzymes released (instead of phagolysosome)

Tissue damage Menimbulkan lebih banyak kerusakan jaringan, makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut melepas berbagai mediator antara lain enzyme-enzime yang dapat merusak jaringan sekitar.

Catatan: Makrofag yang diaktifkan terkadang belum dapat menyingkirkan kompleks immune, sehingga mekrofag dirangsang terus-menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 32

Kompleks immune dan hypersensitivity type III Kompleks imun

Trombosit

Komplemen

Makrofag

Mikrotrombi

Amin vasoaktif

Anafilatoksin lisis

Mastosit

Menarik neutrofil

Aktifasi dan penglepasan IL-1 dan oksigen reaktif

Amin vasoaktif Melepas granul

Meningkatkan permeabilitas vascular vasodilatasi HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 33

Keadaan yang sering muncul berkaitan dengan hipersensitivitas tipe III antara lain: Hypocomplementemic: disebabkan karena kompleks imun mengikat banyak komplemen sehingga terjadi penurunan komplemen. Hal ini tidak terjadi pada hipersensitivitas tipe lainnya. Selain itu, banyaknya kompleks imun dapat menimbulkan fenomena remisi/muncul kembali diakibatkan masih tersisanya kompleks imun yang belum terdeposit pada jaringan.

1. Complex Immune Menetap Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi di ikat dan di angkut eritrosit ke hati, limfa, dan di sana dimunsnahkan oleh sel fagosit mononuclear, terutama di hati, limfa, paru tanpa bantuan komplemen. Meskipun kompleks imun berada dalam sirkulasi dalam jangka waktu lama biasanya tidak berbahaya, permasalahannya akan timbul bila komplemen imun mengendap di jaringan. Compleks imun yan terdeposit di jaringan (akan berbahaya apabila rasio antigen-antibodi = 2:1), dan dapat menimbulkan severe pathologic. Contohnya: glomerulonephritis, vasculitis, or arthritis.

2. Complex Immune Mengendap Di Jaringan Hal yang mungkin terjadinya pengendapan kompleks imun di jaringan ialah ukuran kompleks imun yang kecil & permeabilitas vascular yang meningkat, antara lain karena histamine yang di lepas mast cell.

3. Bentuk Reaksi Reaksi hypersnsitivity tipe III mempunyai 2 bentuk, yaitu; a) Reaksi Arthus (Bentuk Lokal) Dengan cara menyuntikkan serum kuda ke dalam kelinci intradermal yang berulang kali menemukan reaksi yang makin hebat pada tempat suntikan. Mula-mula erythema ringan & edema dalam 2-4 jam, setelah suntikan reaksi hilang esok harinya. Suntikan kemudian edema yang lebih besar. Suntikan yang ke 5-6 menimbulkan perdarahan & nekrosis yang sulit menyambuh. Hal tersebut disebut fenomena arthus yang merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 34

Keterangan gambar: 1) Suntikan obat dapat memicu pembentukan kompleks imun. 2) Mengaktifkan komplemen kalur klasik. 3) Komplemen di ikat sel mast. 4) Menimbulkan degranulasi dan oleh neutrofil yang memacu kemotaksis. 5) Melepas enzymes lytic.

Reaksi Arthus biasanya memerlukan antibody & antigen dalam jumlah besar. Antigen yang disuntikkan akan membentuk kompleks imun yang tidak larut dan masuk ke dalam sirkulasi atau mengendap dalam pembuluh darah. Bila agregat menjadi besar, komplemen mulai diaktifkan, C3a & C5a (anafilatoksin) yang terbentuk dapat meningkatkan permeabilitas vascular dan terjadi edema, dan juga berfungsi

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 35

sebagai kemotactic. Neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan di tempat reaksi dan menimbulkan statis & obstruksi total aliran darah. Neutrofil yang diaktifkan akan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan akan melepas berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi perdarahan yang disertai dengan necrosis jaringan setempat. Dengan tahnik immunoflouresen: antigen-antibody, komplemen ditemukan di pembuluh darah yang rusak. Klinic reaksi arthus dapat berupa vasculitis. b) Reaksi Serum Sickness (Bentuk Sistemik) Reaksi bentuk ke-2. Istilah tersebut berasal dari Pirquet & Schick. Sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri & tetanus dengan antiserum asal kuda. Kerusakan pathologist pada infeksi korinebakterium dan klostridium disebabkan esotoksin yang di lepas, sedangkan kumannya sendiri tidak invasive dan tidak berarti. Sekitas 1-2 minggu setelah serum kuda diberikan, timbul panas & gatal, bengkak, kemerahan, rasa sakit di beberapa bagian badan, sendi & kelenjar getah bening.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 36

AUTOIMMUNITY

Autoimmunity: keadaan yang ditandai dengan respon imun selular/humoral spesifik terhadap konstituen-konstituen tubuh sendiri (self antigen/autoantigen). (dorlan) Autoimunitas : suatu reaksi imun terhadap antigen diri sendiri

Autoimmun disease : gangguan yang disebabkan oleh respon imun yang ditujukan terhadap antigen sendiri. (dorlan) Penamaan suatu penyakit sebagai penyakit autoimmun, harus didasarkan pada : Adanya bukti suatu reaksi autoimmun Penilaian bahwa temuan secara imunologis bukan merupakan penemuan sekunder belaka Tidak adanya kemungkinan penyebab lain yang diketahui untuk kelainan tersebut.

Penyakit autoimmun berkisar dari (tdd): Kelainan type organ tunggal/kelainan type sel tunggal Yang melibatkan reaksi imun spesifik terhadap satu organ/type sel tertentu. Sistemik/Multi system Ditandai oleh kerusakan di berbagai organ, biasanya ada hubungannya dengan perkembangbiakan antibody/reaksi diperantai sel atau keduanya. Potensi untuk autoimunitas ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak self-antigen (lihat Bab Toleransi Imun). Autoimunitas terjadi karena selfantigen yang dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efekt6r yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit autoimun. Dalam populasi, sekitar 3,5% orang menderita penyakit autoimun. 94% dari jumlah tersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes melitus tipe I, anemia pernisiosa, artritis reumatoid,

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 37

tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan LES. Penyakit ditemukan lebih banyak pada wanita (2,7 x dibanding pria), diduga karena peran hormon. LES mengenai wanita 10 kali lebih sering dibanding pria. Autoantibodi ditemukan dalam masyarakat umurnnya. Serum dianggap positif untuk antibodi tiroid bila bereaksi dengan larutan 1/10 dalam tanned redcell test atau tes irnunofluoresensi dan positif untuk antibodi antinuklear bila bereaksi dengan larutan 1/4 pada imunofluoresensi (Gambar 151).

Antigen disebut autoantigen, sedang antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi. Sel autoreaktif adalah lirnfosit yang mempunyai reseptor untuk autoantigen. Bila sel tersebut mernberikan respons autoirnun, disebut SLR. Pada orang nQrmal, meskipun SLR terpajan dengan autoantigen, tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang mengontrol reaksi autoimun. Pada sebagian orang, autoantibodi dapat ditemukan tanpa menimbulkan akibat atau penyakit.

I. FAKTOR YANG BERPERAN PADA AUTOIMUNIT AS Berbagai faktor berperan pada penyakit autoimun. A. Infeksi dan kemiripan molekular Banyak infeksi menunjukkan hubungan dengan penyakit autoimun tertentu.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 38

Beberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan antigen sel sendiri. Respons imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat bermula pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang pula sel B untuk membentuk autoantibodi (Gambar 152).

Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya eksaserbasi autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak dapat ditemukan. Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab mikroba, tetapi merupakanakibat respons imun terhadap jaringan pejamu yang rusak. Contoh penyakit yang ditimbulkan kemiripan dengan antigen sendiri adalah demam reuma pasca infeksi streptokok, disebabkan antibodi terhadap streptokok yang diikat jantung dan menimbulkan miokarditis. Homologi juga ditemukan antara antigen protein jantung dan antigen Klamidia dan Tripanosoma cruzi. Keduanya berhubungan dengan miokarditis (Tabel 46 dan Gambar 153).

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 39

Tabel 46. Kemiripan molekul homolog antara mikroba dan komponen tubuh yang dianggap menimbulkan reaksi silang

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 40

B. Sequestered antigen Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak anatorninya, tidak terpajan dengan sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered antigen tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia atau trauma), dapat memajankan sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein intraokular dan sperma. Uveitis pasca trauma dan orchitis pasca vasektomi diduga disebabkan respons autoimun terhadap sequestered antigen. Inflamasi jaringan dapat pula menimbulkan perubahan struktur pada self antigen dan pembentukan determinan baru yang dapat memacu reaksi autoimun (Gambar 154).

C. Kegagalan autoregulasi Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis. Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons MHC, kadar sitokin yang rendah (misalriya TGF-~) dan gangguan respons terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts at au Tr, maka sel Th dapat dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.

D. Aktivasi sel B poliklonal Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus (EBV), LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri atas berbagai autoantibodi (Gambar 155).

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 41

E. Obat-obatan Antigen asing dapat diikat olch permukaan sel dan menimbulkan reaksi kimia dengan antigen permukaan sel tersebut yang dapat mengubah imunogenisitasnya. Trombositopenia dan anemia merupakan contoh-contoh umum dari penyakit autoimun yang dicetuskan obat. HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 42

Mekanisme terjadinya reaksi autoimun pada umumnya belum diketahui dengan jelas. Pada seseorang yang mendapat prokainamid dapat ditemukan antibodi antinuklear dan timbul sindrom serupa LES. Antibodi menghilang bila obat dihentikan. F. Faktor keturunan Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetik. Mcskipun sudah diketahui adanya kecenderungan terjadinya pcnyakit pada kcluarga, tctapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah kompleks d,an diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti yang ada hanya menunjukkan hubungan antara penyakit dan H LA dan defek. dalam gen Ir. Haplotipc HLA merupakan risiko relatif untuk penyakit autoimun tertentu (Gambar 156 dan TabeI 47).

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 43

II. PEMBAGIAN PENYAKIT AUTOIMUN Penyakit autoimun dapat dibagi ::nenjadi 2 golongan, menurut mekanisme yaitu melalui antibodi/humoral, kompleks imun, selular, selular dan humoral atau menurut organ yaitu organ spesifik dan nonorgan spesifik atau sistemik. A. Autoimun menurut mekanisme 1. Penyakit autoimun yang terjadi melalui autoantibodi Berbagai autoantibodi dapat menimbulkan kerusakan langsung. Penyakitpenyakit yang ditimbulkannya serta autoantigennya terlihat pada Tabel 48.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 44

2. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T Pada banyak penyakit autoimun, kerusakan dapat ditimbulkan oleh antibodi (humoral) serta sel T (Tabel 49).

Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi menimbulkan penyakit sistemik seperti LES. Sebaliknya, autoantibodi atau respons sel T terhadap self antigen menimbulkan penyakit dengan distribusi jaringan yang terbatas, organ spesifik seperti miastenia gravis, diabetes melitus tipe I dan sklerosis multipel.

3. Penyakit autoimun yang terjadi melalui kompleks antigen-antibodi Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi menimbulkan penyakit sistemik seperti LES. Sebaliknya, autoantibodi atau respons sel T terhadap self antigen menimbulkan penyakit dengan distribusi jaringan yang terbatas, organ spesifik seperti miastenia gravis, diabetes melitus tipe I dan sklerosis multipel. Penyakit autoimun yang terjadi melalui kompleks antigen-antibodi dibahas di bagian lain dalam Bab ini.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 45

4. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen Oleh sebab yang belum jelas, defisiensi komplemen dapat menimbulkan penyakit autoimun scperti LES. Oi samping itu beberapa alotipe dari komplemen memudahkan timbulnya autoimunitas. Oiduga bahwa kompleks imun yang mungkin timbul dalam tubuh tidak dapat disingkirkan oleh sistcm imun yang komplemen dependcn. Penyakit autoimun yang terjadi mclalui komplcmen banyak dibahas di bagian lain dalam Bab ini.

B. Penyakit autoimun menurut sistem organ Contoh alat tubuh yang menjadi sasaran penyakit autoimun adalah darah, saluran cerna, jantung, paru, ginjal, susunan saraf, cndokrin, kulit, otot, alat reproduksi, telinga-tcnggorok dan mata. Pada penyakit-penyakit autoimun organ spesiftk, dibentuk antibodi terhadap antigen jaringan sel alat tubuh sendiri. Hal yang menarik perhatian pada penyakit autoimun organ spesiftk ialah adanya antibodi yang tumpang tindih (overlapping), misalnya antibodi terhadap kelenjar tiroid dan antibodi terhadap lambung sering ditemukan pada satu penderita. Kedua antibodi tersebut jarang ditemukan bersamaan dengan antibodi yang nonorgan spesiftk atau sistemik seperti antibodi terhadap komponen nukleus dan nukleoprotein (Gambar 157). Spektruni penyakit autoimuh yang organ spesiftk dan nonorgan spesiftk (sistemik) terlihat pada tabel 50.

Tabel.50 Spektrum penyakit autoimun

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 46

Antibodi yang tumpang tindih ditemukan pula pada golongan penyakit autoimun di kedua ujung spektrum misalnya anti-DNA dapat ditemukan pada golongan penyakit reumatoid seperti artritis reumatoid dan LES. Di samping itu sering pula ditemukan gejala klinis yang sama pada kedua penyakit tersebut. Di ujung lain dari spektrum, penderita dengan anemia pemisiosa sering mengandung autoantibodi terhadap tiroid. Perbedaan dan kesamaan antara penyakit autoimun organ spesifik dan nonorgan spesifik sistemik terlihat pada tabel 51.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 47

Penyakit-penyakit autoimmune Organ tunggal/type sel Sistemik

Probable: - Tiroiditis Hashimoto - Anemia hemolitik autoimun - Anemia pernisiosa - Ensefalomielitis autoimun - Orkitis autoimun - Sindrom goodpasture - Trombositopenia autoimun - DM type 1 - Miastenia grafis - Penyakit graves

Probable: - lupus eritematosus sistemik (SLE) - Artritis rematoid - Sindrom sjogren - Sindrom reiter

Possible: - polimiositis- dermatomiositis - Sklerosis sistemik (scleroderma) - Poliartritis nodosa

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 48

Possible: - sirosis bilier primer - Hepatitis kronis aktif - Colitis ulserosa - Glomerulonefritis membranosa

Gejala-gejala pada penyakit autoimun Hashimoto's thyroiditis


tiredness depresi sensitivitas ke dingin weight gain kelemahan otot dan keram rambut kering kulit keras sembelit kadang-kadang tidak ada gejala

Lupus eritematosus sistemik (SLE)


pembengkakan dan kerusakan pada sendi, kulit, ginjal, jantung, paru-paru, dan otak demam "Butterfly" ruam di hidung dan pipi rashes pada bagian lain dari tubuh sakit dan bengkak sendi sensitivitas ke matahari

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 49

Multiple/sistemik sclerosis

perubahan kulit fenomena raynoud kolagenisasi progresif pada kulit menyebabkan atropi tangan, dengan meningkatnya kekakuan dan akhirnya akan melumpuhkan keseluruhan sendi.

kelemahan dan kesulitan dengan koordinasi, keseimbangan, berbicara, dan berjalan kaki kelumpuhan tremors rasa dan perasaan geli di tangan, kaki, tangan dan kaki

Rheumatoid arthritis

pada dasarnya sebuah arthritis poliartikular yang simetris radang dimulai di jaringan lapisan sendi dan kemudian menyebar ke seluruh sendi (sendi tangan adalah situs yang paling umum, namun dapat mempengaruhi banyak sendi di tubuh)

sendi yang terlibat mungkin ada hubungannya dengan gejala konstitusi (kelemahan, perasaan yang tidak enak, demam yang tidak begitu tinggi)

nyeri otot kelemahan kelelahan hilangnya nafsu makan meninggalkan tempat tidur menjadi parah dalam kasus

Polimiositis (dermatomiositis) kelemahan otot simetris (mulai dari bagian proksimal bahu dan pelvis) Demam Dapat lumpuh Ruam kulit Fenomena raynaud Page 50

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Sindrom sjogren Meningkat pada wanita dengan usia lebih dari 40thn Pengurangan kelembapan dan perubahan sekunder di dalam mata dan rongga mulut Radang sendi ringan, neuropati, Fenomena raynaud

Poliarteritis Nodosa Meningkat pada laki-laki (2:1) Fase akut: tidak enak badan, demam, kelemahan, penurunan berat badan, gangguan ginjal, BP meningkat

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 51

Systemic Lupus Erythematous

Lupus
Kerusakan kulit destruksi setempat atau degenerasi kulit yang disebabkan oleh berbagai penyakit kulit. (Dorland) Suatu kondisi yang di karakteristikan untuk peradangan kronik dari jaringan-jaringan tubuh yang disebabkan oleh penyakit autoimun. Klasifikasi Penyakit lupus dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam: Discoid lupus Systemic lupus erythematosus Lupus yang di induksi oleh obat

Systemic Lupus Erythematosus


Major immunologic feature Terdapat autoantibody terhadap bermacam-macam antigen nuclear, termasuk double stranded DNA. Terdapat banyak autoantibody lainnya. Depression complement level serum terjadi saat penyakit active. Immunoglobulin dan komplemen dapat terdeposit di ginjal dan pada dermal-epidermal junction Factor resiko genetic termasuk defisiensi komponen awal dari tingkatan komplemen klasik.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 52

General concideration SLE adalah penyakit kronik sistemik inflammatory yang diikuti perjalanan eksaserbasi atau remisi yang berbeda-beda meliputi multiple system organ yang terjadi selama periode dari aktivitas penyakit. SLE adalah penyakit yang penyebabnya tidak diketahui, terjadi kerusakan jaringan dan sel oleh autoantibody dan kompleks imun pathogenic. Penyebab SLE tidak diketahui Penyakit ini predominan pada wanita (4:1 over male) Lebih banyak terkena orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih.

Clinical feature A. symptom and sign onset dari SLE bisa acute atau kronik gejala constitutional termasuk demam, kehilangan berat badan, malaise dan lethargy. Bisa meliputi setiap organ 1. joints and muscles polyarhalgia atau arthritis merupakan manifestasi yang terdapat pada SLE. Arthritis symmetric dan meliputi beberapa organ. 2. kulit Terdapat banyak lesi kulit seperti erythematous rash meliputi area dari tubuh yang secara chronically tersekspos sinar UV. Pada beberapa pasien, SLE berkembang classic butterfly rash. Ruam malar butterfly adalah ruam eritematosa persisten, datar atau meninggi, di pipi atau pangkal hidung, sering meluas ke dagu dan telinga, ruam ini bersifat fotosensitif. Ruam makulopapula yang lebih difus, terutama di bagian tubuh terpajan matahari juga sering ditemukan dan biasanya mengisyaratkan munculnya penyakit Lesi kulit SLE yang lebih jarang adalah urticaria, bula, eritema multforme.LED terjadi pada sekitar 20% pasien SLE dan dapat menyebabkan kecacatan, karena lesi memperlihatkan atropy dan jaringan parut di bagian tubuh nya dan hilangnya apendiks kulit secara menetap HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 53

3. Ginjal Kelainan pada ginjal sering terjadi dan merupakan gejala SLE yang serius. 75% pasien pada otopsi menunjukkan adanya nefritis. penelitian jaringan ginjal dengan mikroskop cahaya, imnufluoresens dan elektron menunjukkan 5 lesi histologi yang berbeda, masing2 berhubungan dengan gambaran klinis yang berbeda: 1. manifestasi mesangial glomerulonefritis sebagai hiperselularitas dan deposisI imun pada mesangium, bentuk lupus nefritis yang jinak 2. pada glomerulonefritis focal, proliferasi segmental terjadi pada kurang dari 50% gromeruli. kompleks imun terlihat pada mesangium dan pada subendotelium dari kapiler gromerular. gromerulonefritis fokal seringkali adalah proses jinak, tetapi dapat berubah menjadi lesi proliferatif difus 3. gromerulonefritis proliferatif difus bercirikan proliferasi selular yang luas pada lebih dari 50% gromeruli. imunofluoresens menunjukkan deposit kompleks imun pada subenditelial, proses ini seringkali menyebabkan gagal ginjal 4. pada gromerulonefritis membranosa, selularitas gromerular normal, tetapi kapilaritas membrana basalis menebal 5. gromerulonefritis sklerosing didefinisikan dengan peningkatan matriks mesangial. glomerulosklerosis, adesi kapsular, fibrosis bulan sabit, fibrosis interstitial dengan atrofi tubular dan sklerosis vaskular lesi ini memiliki prognosis yang buruk dan tidak merespon obat. Hipertensi sistemik seering ditemukan pada lupus nefritis akut atau kronik dan dapat menyebabkan disfungsi renal 4. paru- paru Nyeri dada pleuritik terjadi pada sekitar 50% pasien dengan SLE. Efusi pleura jarang terjadi, biasanya unilateral dan hilang dengan cepat bila diterapi Lupus pneumonitis yang tampak secara klinis jarang terjadi, bila infiltrat paru2 terjadi pada pasien dengan sle, terutama yang diterapi dengan kortikosteroid atau obat imunosupresif, infeksi adalah pertimbangan diagnostik yang pertama kompleks

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 54

Perdarahan alveolar juga merupakan komplikasi sle yang dapat dikenali dengan mudah terutama pada pasien dengan antibodi Anti sm. kelaian jaringan interstitial paru restriktif adalah bentuk kelaian parenkim yang terjadi. dapat terjadi tanpa gejala dan hanya terdeteksi dengan tes fungsi paru. rontgen paru biasanya normal tetapi mungkin menunjukkan atelektasis seperti piring atau fibrosis interstitial dengan gambaran sarang tawon. manifestasi pulmonar lainnya termasuk hipertensi pulmonar, pneumotoraks, hemotoraks, vaskulitis 5.Jantung Miokarditis yang terlihat secara klinis jarang terjadi tetapi bila ada menyebabkan aritmia atau gagal jantung kongestif 6. Mata kelainan pada okular terjadi pada 20-25% pasien. karakteristik penemuan pada retinal (pada badan sitoid) adalah lesi eksudatif putih yang lembek yang disebabkan oleh degenerasi fokal pada lapisan serabut saraf pada retina sekunder karena vaskulitis retinal 7.Sistem vaskular vaskutilis pembuluh darah kecil sering terjadi pada SLE aktif, manifestasi klinis pada kelainan pembuluh darah kecil termasuk perdarahan splinter, oklusi periungual (disekitar kuku) infark jari ulkus atopik. vaskulitis pembuluh darah kecil juga dapat menyebabkan neuropathy stoking gloce, arteritis pembyluh darah sedang pada arteri dengan diameter 0,5-1mm juga terjadi pada sle. ): manifestasi dapat berupa infark usus hingga multipel mononueritis hingga kelainan serebrovaskuler Hiperkoagulasi menyebabkan kelainan sumbatah arterial dan vena dapat terlihat pada pasien dengan antibodi antifosfolipid 8.Nervous system Setiap bagian otak dapat terkena oleh SLE, seperti juga meningen, korda spinalis, saraf cranial atau perifer. gangguan mental dan tingkah laku menyimpang seperti psycosis, depresi merupakan manifestasi yang termasuk dalam central nervous system.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 55

9. Hematologik anemia akibat penyakit kronik terjadi pada sebagian besar pasien saat lupusnya aktif. Pada sebgian kecil pasien yang uji coombs positif, terjadi hemolisis. 10. GI tract Mual, diare, rasa tidak nyaman , gejala dapat terjadi akibat peritonitis usus. Vaskulitis pada usus merupakan manifestasi yang paling berbahaya, muncul sebagai nyeri perut kram akut, muntah, diare. 11. Drug induced lupus like syndrome Beberapa obat dapat menyebabkan gambaran seperti lupus pada individu tertentu obat yang paling sering disangkakan adalah hidralazin dan prokainamid tetapi minosiklin, kuinidin juga diketahui dapat menyebabkan sindroma ini. kelainan biasanya hilang bila oabt tersebut dihentikan.

B. Etiologi dan Patogenesis Mekanisme pathogenic dari SLE diilustrasikan pada gambar 1. Interaksi antara faktor gen predisposisi dan lingkungan akan menghasilkan respon imun yang abnormal. Respon ini termasuk (1) aktivasi dari imunitas innate (sel dendrit) oleh CpG DNA, DNA pada kompleks imun, dan RNA dalam RNA/protein self-antigen ; (2) Ambang aktivasi sel imun adaptif yang menurun (Limfosit antigenspecific T dan Limfosit B); (3) Regularitas dan inhibisi Sel T CD4+ dan CD8+ dan (4) berkurangnyatic klirens sel apoptotic dan kompleks imun. Self-antigen (protein/DNA nukleosomal; RNA/protein pada Sm, Ro, dan La; fosfolipid) dapat ditemukan oleh sistem imun pada gelembung permukaan sel apoptotic; sehingga antige, autoantibody, dan kompleks imun tersebut dapat bertahan untuk beberapa jangka waktu yang panjang, menyebabkan inflamasi dan penyakit berkembang. Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti dengan peningkatan sekresi proinflammatorik tumor necrosis factor (TNF) dan interferon tipe 1 dan 2 (IFNs), dan sitokin pengendali sel B, B lymphocyte stimulator (BLyS) serta Interleukin (IL) 10. Peningkatan regulasi gen yang dipicu oleh interferon merupakan suatu petanda genetik SLE. Namun, sel lupus T dan natural killer (NK) gagal menghasilkan IL2 dan transforming growth factor (TGF) yang cukup untuk memicu CD4+ dan inhibisi CD8+. Akibatnya adalah produksi autoantibody yang terus menerus dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan berikatan dengan jaringan target, disertai dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 56

menemukan sel darah yang berikatan dengan Ig. Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan pelepasan kemotaksin, sitokin, chemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Pada keadaan inflamasi kronis, akumulasi growth factors dan sel imun akan memicu pelepasan keomtaxin, sitokin, chemokin, peptide vasoaktif, dan enzim perusak. Pada peradangan yang kronis, akumulasi dari growth factor dan produk oksidase kronis berperan terhadap kerusakan jaringan ireversibel pada glomerulus, arteri, paruparu, dan jaringan lainnya. Pathogenesis dari SLE terdiri dari multifactorial, terdii dari genetic factor, environment factor, dan imunnologic factor. 1. Genetic factor SLE dipengaruhi oleh gangguan dari MHC gene dan multiple non-MHC gene. Adanya riwayat keluarga yang mengalami SLE. SLE meningkat >20 % pada monozygotic twin dibandingkan dengan dyzygotic twins. Adanya kelainan pada MHC gene (Allels pada HLA-DQ locus gene) yang menyebabkan gangguan regulasi kerja MHC dalam interpretasi self-antigen sehinnga dapat terbentuk autoantibody. Pada beberapa pasien SLE ditemukan adanya inherited deficiency dari early component complement seperi C2, C4, C1q. kurangnya domponent ini menyebabkan gangguan /penurunan clearance dari kerja mononuclear phagocyte system, sehingga adanya deposit complement pada jaringan tubuh. Adanya pengaruh dari beberapa non-MHC susceptibility loci yang teridentifikasi.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 57

Gambar 1. Patogenesis SLE. Interaksi gen-lingkungan menghasilkan respon imun abnormal yang menghasilkan autoantibody pathogen dan deposisi kompleks imun pada jaringan, komplemen aktif, menyebabkan inflamasi dan lama kelamaan mengakibatkan kerusakan organ irreversible.Ag, antigen; C1q, complement system; C3, complement component; CNS, central nervous system; DC, dendritic cell; EBV, Epstein-Barr virus; HLA, human leukocyte antigen; FcR, immunoglobulin Fc-binding receptor; IL, interleukin; MBL, mannose-binding ligand; MCP, monocyte chemotactic protein; PTPN, phosphotyrosine phosphatase; UV, ultraviolet SLE merupakan penyakit yang melibatkan banyak gen. Pada individu yang memiliki predisposisi genetik, allel normal dari beberapa gen normal masing-masing berkontribusi terhadap respon imun abnormal yang kecil; jika beberapa variasi jumlah berakumulasi , penyakit akan terjadi. Defisiensi homozigot pada komponen awal dari komplemen (C1q,r,s; C2; C4) mengakibatkan predisposisi yang kuat terhadap kejadian SLE, namun defisiensi ini jarang terjadi. Tiap gen meningkatkan resiko SLE sebanyak 1,5 hingga 3 kali lipat. Beberaa allel gen kemungkinan berperan dalam mempengaruhi klirens sel apoptotic (C1q,MBL) atau kompleks imun (FcR 2A dan 3A), kemunculan antigen (HLA-DR2,3,8), Maturasi sel B (IL-10), aktivasi sel T (PTPN22) atau kemotaksis (MCP-1). Tidak satupun hipotesis ini telah terbukti. Sebagai penambahan terhadap predisposisi penyakit pada etnis tertentu, beberapa gen berpengaruh terhadap manifestasi klinis penyakit ini (misal, FcR2A/3A, MBL, PDCD1 untuk nephritis; MCP-1 untuk arthritis dan vasculitis). Suatu daerah pada kromosom 16 mengandung gen yang merupakan predisposisi SLE, rheumatoid arthritis, psoriasis, dan Penyakit Chrons, Terdapat pula HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 58

beberapa allel gen yang berfungsi sebagai proteksi. Semua kombinasi gen ini mempengaruhi respon imun terhadap lingkungan eksternal dan internal; jika respon tersebut terlalu tinggi atau berkepanjangan, penyakit autoimun akan terjadi. Jenis kelamin wanita sering terkena SLE; betina dari semua spesies mamalia memang memiliki respon antibody yang lebih kuat daripada pejantan. Wanita yang terpapar kontraseptif oral yang mengandung estrogen atau terapi sulih hormone memiliki peningkatan resiko SLE (1,2 hingga 2 kali lipat). Estradiol berikatan dengan reseptor pada limfosit T dan B, kemudian akan meningkatkan aktivasi dan daya tahan dari sel ini, sehingga menunjang respon imun yang memanjang. Beberapa rangsangan lingkungan dapat mempengaruhi kemunculan SLE (Gambar 1). Paparan terhadap cahaya ultraviolet akan menyebabkan serangan SLE pada sekitar 70% pasien, kemungkinan dengan peningkatan apoptosis pada sel kulit atau dengan mengubah DNA dan protein intraseluler dan membuatnya menjadi antigenic. Sepertinya beberapa infeksi memicu respon imun yang normal dan mengandung beberapa sel T dan B yang mengenal self-antigen; pada SLE, sel-sel tersebut tidak beregulasi dengan baik dan produksi autobodi kemudian terjadi. Kebanyakan pasien SLE mempunyai autoantibody hingga 3 tahun bahkan lebih sebelum gejala pertama penyakit ini, menandakan bahwa regulasi mengendalikan derajat autoimun untuk beberapa tahun sebelum kualitas dan kuantitas dari autoantibody dan sel B dan T yang pathogen cukup untuk menyebabkan gejala klinis. Virus Eipsten Barr mungkin merupakan agen infeksi yang dapat memicu SLE pada seseorang yang memiliki predisposisi genetic. Anak dan orang dewasa dengan SLE cenderung terinfeksi EBV dibandingkan kelompok kendali umur, jenis kelamin, dan etnis. EBV mengaktivasi dan menginfeksi limfosit B dan bertahan pada sel tersebut dalam beberapa decade; Ia juga mengandung sekuens asam amino yang mirip dengan sekuens pada spilceosome manusia (RNA/antigen protein yang dikenali oleh autoantibody pada seseorang dengan SLE). Sehingga, interaksi antara predisposisi genetic, lingkungan, jenis kelamin, dan respon imun abnormal akan mengakibatkan autoimunitas. C. Laboratorium findings Anemia merupakan kelainan hematologic yang paling sering terdapat pada SLE Beberapa dapat memperlihatkan anemia hemolitik positif coombs test Terdapat leucopenia dan trombositopenia

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 59

Urinalysis menunjukan hematuria, proteinuria, eritrosit dan leukosit. Kriteria untuk klasifikasi lupus erithematosus sistemik
No 1 Gejala Malar rash) 2 Discoid rash Rash (Butterfly Pengertian Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar) Bercak eritematous berelevasi sirkuler disertai dengan sisik keratotik adherent. Jaringan parut atropi dapat terjadi 3 Fotosensitivitas Paparan terhadap sinar UV yang dapat menimbulkan bercak-bercak 4 5 Ulkus oral Arthritis Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi 6 Serositis Pleurits atau pericarditis yang ditemukan melalui ECG atau bukti adanya efusi pleura 7 8 9 Gangguan Ginjal Gangguan neurologik Gangguan hematologik Proteinuria >0,5 g/hari atau 3+, atas serpihan seluler Psikosis atau kejang tanpa penyebab yang jelas Anemia atau leucopenia hemolytic (<4000/l)>

10 11

Gangguan Imunologis Antibodi Antinuklear

Anti-dsDNA, anti-Sm, dan/atau anti-phospholipid Jumlah ANA yang abnormal atau ditemukan dengan jika

immunofluoroscence ANA sebelumnya.

pemeriksaan

serupa

diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu

Bila empat dari kriteria diatas terdapat pada suatu saat selama perjalanan penyakit, maka diagnosis lupus eritematosus sistemik dapat ditegakan dengan spesifitas 98% dan sensitivitas 97%

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 60

Diagnosis Banding Diagnosis SLE pada pasien dengan keterlibatan multiple system dan ANA positif tidak sulit Poliarthritis pada SLE sering menyerupai pada infeksi virus, endokarditis, rematoid arthritis, demam rematik DLE (discoid lupus erythematosus): leucopenia, trombositopenia, hipergamaglobunemia, ANA positif Penyakit yang dapat mirip dengan SLE adalah RA, berbagai bentuk dermatitis, penyakit neurologic dan hematologic.

Treatment Efikasi obat yang digunakan untuk terapi SLE sulit di evaluasi karena remisi spontan sering terjadi Penanganan SLE tergantung derajat keparahan nya, dibagi dalam 3 bagian: 1. no treatment 2. minimal treatment dengan pemberian NSAID, antimalaria 3. intensive treatment dengan pemberian kortikosteroid, cytotoxic drug Jika symptom utamanya arthritis, diberikan aspirin dosis tinggi atau fast acting NSAID untuk menurunkan gejalanya. Jika yang dominant terlibat kulit, diberikan antimalaria (hydroxychloroquine atau chloroquine) dan kortikosteroid topical. Antimalaria diduga memiliki fungsi dalam supresi aktivitas sel limfosit T (T helper). SLE yang parah diberikan sistemik kortikosteroid yang kemungkinan berperan dalam agen imunosupresif dan antiinflamasi. Penggunaan nya harus dimonitor berdasarkan respon klinis, follow up dan immunologic parameter. Terapi imunosupresif diberikan jika pasien tidak emmbaik setelah pemberian kortikosteroid, obat yang digunakan adalah: Agen sitotoksik (cyclophosphamide), azathioprine, atau metrotexate. Pada pasien fotosensitivitis menghindari paparan sinar matahari berulang, menggunakan lotion pelindung kulit ketika berada di luar ruangan, lesi kulit akan berespon kortikosteroid topical. pada pemberian

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 61

Sebagian manifestasi

SLE tidak berespon terhadap imunosupresi, termasuk gangguan

pembekuan darah. Antikoagulasi seperti walfarin merupakan terapi pilihan untuk mencegah pembekuan darah Tidak ada pengobatan yang dapat meneymbuhkan SLE, pasien dan dokter harus merencanakan: Untuk mengontrol kekambuhan penyakit yang akut dan parah Menciptakan startegi pemeliharaan dengan menekan gejala sampai tingkat yang dapat diterima, biasanya menimbulkan adanya efek samping obat.

Komplikasi dan Prognosis Perjalanan penyakit SLE dapat berlangsung sangat ringan terbatas pada satu atau beberapa organ atau dapat memberikan kelainan fulminan yang fatal. Gagal ginjal dan lupus CNS penyebab kematian Survival rate: 2 tahun: 90-95% 5 tahun: 82-90% 10 tahun: 71-80% 20 tahun: 63-75% Prognosis buruk (kurang lebih meninggal setelah 10 tahun) berhubungan dengan Peningkatan serum kreatinin, hipertensi, syndrome nefritik Penyebab kematian pada decade pertama penyakit: 1. Aktivitas penyakit sistemik 2. Kerusakan ginjal 3. Infeksi

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 62

Patogenesis Environmental dan Immunologic factors Factor lingkungan (unknown)

infeksi,other Memicu respon imun yang normal dan Mengandung beberapa Sel T dan sel B Yang mengenal self-antigen Pada SLE, sel-sel tersebut tidak beregulasi Dengan baik dan produksi autoantibody Terjadi Immune complex dan autoantibody mediated Tissue injury ; clinical manifestation paparan terhadap cahaya UV peningkatan apoptosis pada sel kulit mengubah DNA dan protein intraselular dan membuatnya menjadi antigenic respon imun abnormal

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 63

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 64

ARTHRITIS

Ialah peradangan pada sendi. Terbagi 2 : Oligoarticular (< 5 sendi) Polyarticular ( Sendi yang terlibat berjumlah 5 atau lebih)

Osteoarthritis Disebut juga degenerative joint disease. Meruapakn penyakit arthritis yang paling sering muncul. Etiology : Aging dan mechanical effect. Genetic

Kalsifikasi : Primary (Aging phenomena / idiopathic) Secondary yang dikarenakan : macro/ repeating microtraumatic, sistemic disease, congenital development of joint.

Banyak pada orangtua pada anak-anak sejumlah 5% yang terkena. Patogenesis : Age/genetic/trauma (etiology) Apoptosis dan chondrocyte yang tidak berfungsi Functional condrocyte menurun Peningkatan air dan penurunan konsentrasi proteoglycan Terjadi perubahan komposisi dan mechanical properti juga

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 65

Collagen network berubah Kelainan fungsi sendi Osteoarthritis

Sign and sypmtom :

= Oligoarthritis = Pada wanita biasnya yang terkena knee and hand = Pada lak-laki biasnaya yang terkena hips = Asymptomatic = Deep achy pain (meningkat pada saat digunakan) = Morning stiffness = Limitasi pada ROM = Jika terkena apda cervical dan lumbar, maka akan terjadi muscle spasm, muscle atrophy, neurologic deficit. = Yang terlibat hanya sedikit atau 1 joint.

Rheumatoid Arthritis
Chronic sistemic inflammatory disorder yang mungkin mempengaruhi banyak jaringan dan organ (kulit, pembuluh darah, heart, lungs, dan muscle) tapi pada dasarnya menyerang sendi, memproduksi nonsuppurative proliferative dan inflammatory synouitis yang sering berprogress menjadi destruksi dari articular cartilago dan ankylosis dari joint. Etiologi : Unknown Page 66

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Beberapa mengatakan autoimmune

Epidemiology : 1% dari seluruh populasi mengalami RA Pada wanita 2/3 lebih banyak dari pria. Paling sering di usia 40-70 tahun.

Morphology

# Pada Joint: Synovium edema, menebal dan hperplastic Infiltrasi synovial stroma oleh sel-sel inflamasi Peningkatan vascularity Aggregasi dari organizing fibrin Akumulasi neutrofil pada cairan synovial Osteoclastic act pada lapisan tulang yang lebih dalam. Pannus formation (Massa pada synovium dan synovial stroma yang mengandung sel-sel inflamatory, granulation tissue, dan fibroblast, dimana akan tumbuh melebihi cartilage dan menyebabkan erosi. # Pada kulit : Terdapat rheumatoid nodule yang apabila dilihat secara mikroskop ialah central zone of fibrinoid necrosis dikelilingi prominent rim dari epitheloid histiocyte dan sejumlah lymfosit dan sel plasma. # Pada Blood Vessel : Dapat terjadi vasculitic syndrome = complication yaitu radang pembuluh darah.

Sign and Symptom : Variable dan slowly Malaise, fatigue, dan generalized muscoskeletal pain. Polyarticular, terkena pada small joint yang kemudian akan menyebar pada large joint. Pada joint : swollen, warm, painfull.

Pada criteria diagnostic terdapat 7point :

1. Morning stiffness 2. Arthritis pada 3 joint atau lebih HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 67

3. Arthritis typicalhand joint 4. Symetric 5. Rheumatoid nodule 6. Serum rheumatoid factor 7. Typical radiographic changes Pathogenesis :

Antigen

CD4+T cell

Cytokines

B-cell activation

Macrofag activation

Endothelial activation

Formation of rheumatoid factor

Cytokines Fibroblasts chondrocytes synovial cells Release of collagen,PG,dll

Expresi of adhesi molecul

Immune complex formation and deposition

Accumulasi of inflamatory cell

Joint Injury

Pannus formation,destruction of bone,cartilage,fibrosis,ankylosis.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 68

Juvenille RA Epidemiology : 30.000 terkena RA dari 50.000 anak di USA.

Terbagi 2 : Oligoarticular Polyarticular

Dimulai sebelum umur 16 tahun Harus ada arthritis minimal 6 minggu Perbandingan perempuan dan laki-laki : 2:1 Ciri-ciri :

1. Lebih sering oligoarthritis 2. Systemic onset 3. large joint 4. Rheumatoid nodule and rheumatoid factor (-) 5. Antinuclear antibody seropositivity Yang biasa kena =lutut, wrist, elbow, ankle. Warm dan swollen biasanya symetris Etiology : genetic infecti abnormal immunoregulasi

Revised American College of Rheumatology Criteria for Rehumatoid Arthritis a. Morning stiffness sekitar 6 minggu

b. Nyeri pada saat gerak/tenderness pada salah satu joint sekitar 6 minggu c. Swelling pada satu joint sekitar 6 minggu d. Swelling pada joint yang lainnya sekitar 6 minggu e. Swelling joint yang simetris bersamaan f. Subcutaneous nodule

g. Perubahan x-ray termasuk bony decalcification Harus disertai 4 gejala.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 69

Seronegative Spondyloarthopathies Spondyloatrthopathies terdiri dari : ankylosing spondilitis, reiter syndrome, psoriatic arthritis, arthritis of inflammatory bowel disease. Dikatakan seronegative karena tidak adanya factor rheumatoid. Berhubungan dengan HLA-B27.

A. Ankylosing spondilitis Disebut juga rheumatoid spondilitis dan marie strumpell disease. Ankylosing spondilitis merupakan chronic inflamatory joint, biasanya menyerang sacroilliac joint, spine, large pheriperal joint ( hip,knee,shoulders) 90 % terjadi pada laki-laki, biasanya pada decade ke 2 dan 3 kehidupan Penyakit ini dimulai dengan low back pain, stiffness, dan biasanya makin parah pada pagi hari. Penyebab belum diketahui, tetapi diduga ada hubungan dengan factor genetic, karena 90 % penderitanya positif HLA-B27 Patogenesisnya poorly understood Menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan ligament paravertebral. Gejala ringan dan tidak progresif, sehingga banyak pasien tidak terdiagnosis. Treatment : anti inflammatory agent untuk menurunkan acute inflamasi dan physical theraphy untuk maintain muscle stenght dan flexibility. B. Reiter Syndrome Triad symptoms : arthritis, uretritis, conjunctivitis. Merupakan penyebab utama arthritis pada pria muda Syndrome ini jarang pada wanita,anak-anak dan orang tua. Arthritis cenderung asimetri dan oligoarticular, menyerang terutama joint dari lower extremitas. Manifestasi pada reiter syndrome akan terlihat lebih parah pada pasien AIDS Kebanyakan pasien memiliki mild leukocytosis dan uretral discharge tetapi pada smear dan cultur menunjukan negatif pada gonorrhoeae 80 % pasien ini memiliki HLA-B27 positif.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 70

Hampir 50 % pasien mengalami reccurent arthritis, tendinitis, fasciitis, lumbosakral back pain, biasanya menyebabkan functional disabality.

C. Psoriatic arthritis Chronic, reccurent, asymetris,polyartritis yang terjadi pada 25 % pasien dengan psoriasis. Caracteristic involve : distal interphalange jointdari jari-jari tangan dan kaki, hip, sacroilliac joint dan spine. Etiology belum diketahui , diduga ada hubungan dengan faktor genetik. 45 % pasien memiliki positif HLA-B27 Treatment untuk kulit diberikan topical corticosteroid, coal tar dan UV

light,immunosupressive drug, dan untuk arthritis sama dengan treatment RA.

Infectious Arthritis Berpotensi untuk menjadi serius, karena dapat menyebabkan destruksi yang cepat dari joint dan menyebabkan deformitas permanen. A. Suppurative arthritis Bacterial infection hampir selalu menyebabkan penyakit ini. The most common organism : gonococcus, staphylococcus, streptococcus, haemophilus influenza, gram negative bacilli. Classic presentation : pain, hot, swollen joint. Systemic finding : fever, leukocytosis, elevated sedimentation rate.

B. Tuberculosis arthritis Chronic progresifmonoarticular disease yang terjadi pada semua kel umur, khususnya dewasa. Biasanya merupakan komplikasi dari osteomyelitis, or after hematogenous

dissemination. Gejala systemic bisa ada atau tidak. Joint yang sering diserang: knee, hip, ankle

C. Lyme arthritis Disebabkan oleh infeksi dengan spirochete borrelia burgdorferi ditransmisikan oleh ticks dari ixodes ricinus complex. HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 71

Infeksi awal pada kulit, setelah beberapa hari atau minggu akan ke tempat lain, terutama joint ( knee, shoulder, elbow,ankle )

D. Viral arthritis Viral infection yang dapat menyebabkan arthritis : parpovirus B19, rubella, hepatitis C virus. Manifestasinya bermacam-macam dari acute sampai subacute. Masih belum jelas apakah gejala joint disebabkan oleh infeksi virus langsung pada joint, atau apakah virus infeksi yang menyebabkan reaksi autoimune.

GOUTY ARTHRITIS Gout adalah sindrom yang disebabkan oleh respon inflamasi terhadap produksi atau ekresi asam urat yang dihasilkan pada saat level asam urat tinggi pada darah (hyperuricemia)dan pada cairan tubuh lainnya termasuk cairan synovial. Walaupun hyperuricemia penting untuk perkembangan gout, tapi terdapat factor lain yang mempengaruhi termasuk usia (jarang sebelum 20-30tahun), predisposisi genetic (perubahan Xlinked dari enzim hypoxanthine guanine phosphoriebosyl transferase [HGPRT]), komsumsi alcohol yang berlebihan, obesitas, obat obat tertentu terutama thiazides, dan keracunan timah. Saat asam urat mencapai konsentrasi tertentu dalam cairan dia akan mengkristal membentuk presivitat yang tidak larut yang dideposit pada jaringan ikat di seluruh tubuh. Kristalisasi pada cairan synovial menyebabkan inflamasi akut dan nyeri pada sendi yang disebut gouty arthritis. Deposisi kristal pada jaringan subkutan menyebabkan pembentukan nodul putih dan kecil atau tophi yang terlihat diseluruh kulit Agregasi kristal yang terdeposit di ginjal dapat membentuk urate renal stones dan dapat menyebabkan gagal ginjal. Sintesis dan eliminasi purine

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 72

Makanan dan RNA sel

PURINE

Purine nucleotides

hasil pemecahannya

Nucleic acid, ATP, cAMP, GMP

asam urat

Diionisasi pada pH normal tubuh

Urate ion

monosodium urate (uric acid salt)

Patogenesis dan patomekanisme Orang dengan gout

penggantian nucleic acid HGPRT

pemecahan purine nucleotides

defisiensi

Kecepatan sintesis purine nucleotides

Sintesis purine

Produksi asam urat

1. Hipersaturasi urate 2. Suhu cairan synovial lebih rendah dibanding suhu tubuh menurunkan kelarutan monosodium urate 3. Penurunan level glycosaminoglycan atau albumin menurunkan kelarutan monosodium urate 4. Perubahan konsentrasi ion dan penurunan pH memperkuat deposisi urate HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 73

5. Trauma presipitasi kristal urate

Kristal berkembang pada synovium dan joint cartilage

Kristal dikeluarkan ke dalam cairan synovial

Respon inflamasi akut - Dibungkus oleh IgG Bersifat chemotaksis terhadap limfosit aktivasi komplemen

Fagositosis

Neutrofil menghasilkan lysosomal enzyme, LTB4, PG, radikal bebas - Makrofag menghasilkan TNF, IL-1, IL-6, IL-8, protease

Tissue injury dan inflamasi

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 74

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan systemic rheumatic disease SLE (Systemic Lupus Erythematous) biasanya normochromic, normocytic anemia coombs (+) hemolysis anemia (sebagian terjadi) urinalysis mungkin terdapat hematuria, proteinuria. ESR meningkat Biasanya muncul lymphocytic pleocytosis Rheumatoid factor biasanya normal/meningkat ANA test (+) Biasanya Hb menurun

Rheumatoid Arthritis Normochromic, normocytic anemia & thrombocytosis ESR meningkat Leukocyte bervariasi antara 5.000-20.000, predominan neutrophil RF factor meningkat

Schobers Test 1. Indikasi: untuk mengevaluasi pergerakan lumbar spine 2. Teknik: a. Pasien berdiri dengan postur normal b. Identifikasi level posterosuperior iliac spine Tandai midline pada 5 cm di bawah iliac spine Tandai midline pada 10 cm d atas iliac spine

c. Pasien membungkuk d. Ukur jarak antara kedua garis 3. Interpretasi: HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 75

a. Normal: jarak antara 2 garis > 20 cm b. Abnormal: jarak antara kedua garis < 20 cm Terjadi penurunan lumbar spine range of motion Dapat menandakan ankylosing spondylitis.

ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) Merupakan teknik biokimia yang digunakan dalam immunology untuk mendeteksi adanya antibody atau antigen pada sample. Teknik: Antibody atau antigen di fiksasi di permukaan microtiter atau plastic bead. Dimasukan serum pasien Akan terbentuk ikatan antigen-antibody Di cuci (antigen yg punya ikatan lemah akan lepas) Diberikan anti-antibody yang telah diberi label enzyme Terjadi ikatan Substrat produk Menghasilkan intensitas warna ELISA yang sering digunakan: Sandwich ELISA Antybody capture ELISA Biotin/avidin enchanced ELISA

Aplikasi: Mengetahui konsentrasi antibody pada serum Food allergens, seperti susu, kacang, almond telur,dll. Toxicology. Page 76

HEMATOIMMUNE SYSTEM

IFA (Immunofluorescence Assay) Merupakan immunoassay yang menggunakan antibody / anti-antibody yang telah diberi label fluorokrom. Terbagi menjadi dua: direct IFA dan indirect IFA Direct IFA Sel atau jaringan pasien (yang berisi antigen) Ditempelkan antibody yang sudah dilabeli dengan fluorescence Terbentuk reaksi antigen-antibody (berpendar-pendar karena fluorescence) Diliat di mikroskop fluorescence Indirect IFA Sel atau jaringan pasien (yang berisi antigen) Di beri serum pasien (mengandung antibody) Reaksi antigen-antibody Diberi anti-antibody yang sudah dilabeli dengan fluorescence Terbentuk reaksi antigen-antibody-antiantibody (berpendar-pendar karena fluorescence) Diliat di mikroskop fluorescence HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 77

COOMBS test (antiglobulin test) Coombs test digunakan untuk melihat antibody yang mungkin berikatan dengan sel darah merah dan dapat menyebabkan destruksi RBC (hemolysis). Terbagi menjadi dua: direct coombs dan indirect coombs

Direct coombs Digunakan untuk mendeteksi antibody atau protein komplemen yang berikatan pada permukaan RBC. Banyak penyakit dan obat (quinidine, methyldopa, and procainamide) dapat menyebabkan antibodi ini. Antibodi ini seringkali menghancurkan RBC dan menyebabkan anemia. Test ini biasanya digunakan untuk diagnosis penyebab anemia atau jaundice. Teknik: sample darah diambil dan RBC di cuci (dihilangkan plasmanya) kemudian di inkubasi dengan antihuman globulin. Jika menghasilkan aglutinasi pada RBC, direct coombs (+), mengindikasikan bahwa antibody berikatan dengan permukaan RBC.

Indirect coombs Indirect coombs digunakan untuk melihat unbound antibody yang bersirkulasi di darah dan dapat melawan RBC. Indirect coombs ini jarang digunakan untuk diagnosis kondisi medis. Biasanya digunakan untuk orang yang kemungkinan memiliki reaksi pada transfuse darah.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 78

Hasil Normal COOMBS test Normal: Tidak terdapat aglutinasi, mengindikasikan bahwa tidak ada antibody yang menempel pada RBC.

Hasil abnormal COOMBS test (COOMBS test +) Dapat menandakan:


Autoimmune hemolytic anemia, tanpa penyebab lain. Chronic lymphocytic leukemia or other lymphoproliferative disorder Drug-induced hemolytic anemia (many drugs have been associated with this complication) Erythroblastosis fetalis (hemolytic disease of the newborn) Infectious mononucleosis Mycoplasmal infection Syphilis Systemic lupus erythematosus or another rheumatologic condition Autoimmune or drug-induced hemolytic anemia Erythroblastosis fetalis hemolytic disease Incompatible blood match (when used in blood banks)

ANA (Antinuclear Antibodies) ANA biasanya dideteksi dengan Indirect Immunofluorescence Microscopy (IIFM) walaupun ELISA untuk mengidentifikasi antibody spesifik sudah popular di laboratorium klinis. Prosedur IIFM : Siapkan dilusi dari sera pasien atau dilusi serial dan control yang tepat dalam phosphate buffered saline (PBS) Gunakan moisture chamber untuk menginkubasi diluted sera selama 20-30 menit dan mengontrol layered over crystotat tissue section of the substrate pada multiwall glass slide. Jangan biarkan slide mongering. Ambil slide dari moisture chamber. Segera tapi hati-hati bersihkan seluruh slide dua sampai tiga kali menggunakan PBS pada suhu ruangan. Lalu bersihkan slide dalam PBS selama 15 menit. HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 79

Ambil slide dari PBS. Keringkan slide dengan kertas serap dan letakan pada moisture chamber.

Berikan diluted fluorescein-labeled conjugate pada tiap slide. Inkubasi slide pada suhu ruangan selama 20 menit. Jangan biarkan slide mongering. Bersihkan slide selama 10 menit dalam PBS yang mengandung Evans blue counterstain. Letakan coverslip Lihat slide di bawah mikroskop fluorescence Simpan slide pada tempat yang gelap dengan suhu 4oC

Prinsipnya : Dilusi sera pasien diinkubasi dalam sel atau jaringan yang telah diinfeksi oleh pathogen. Antibodi yang tidak berikatan akan hilang dengan pencucian dan antibody yang berikatan secara spesifik akan terlihat dengan fluorescently labeled anti-Ig antisera. Deteksi reactive antibodies pada sera pasien menggunakan secondary labe;ed anti-Ig disebut indirect IFA contohnya adalah ANA. Pada ANA dilution of pasien sera diinkubasi dalam tissue culture cell ( yang digunakan adalah human cell line yang disebut HepG2) dan secara spesifik antibody yang berikatan (bisa IgM atau IgG isotypes) dideteksi dengan labeled secondary antibodies.

Terdapat enam pola morfologis pada pewarnaan immunofluorescent dan ada lima pola yang memiliki signifikansi klinis. a. Homogenous /Diffuse/Solid pattern Merupakan ekspresi morfologis dari antihistone antibodies dan terjadi pada pasien dengan systemic atau drug induced lupus erythomatosus. Pada pola ini nukleus memperlihatkan diffuse uniform staining.

b. Peripheral/Shaggy/Outline pattern Menandai adanya anti-ds-DNA antibodies. Terlihat dengan baik saat human leukocyte digunakan sebagai substrate. Karakteristik SLE aktif

c. Speckled pattern Merefleksikan adanya antibody yang secara langsung melawan non-DNA nuclear constituents. Anti-ENA (extractable nuclear antigen) assay mendeteksi antibody melawan dua saline extractable nuclear antigens yaitu Sm (Smith) antigen dan RNP (ribonucleoprotein) antigen. HEMATOIMMUNE SYSTEM Page 80

d. Nucleolar pattern Disebabkan oleh homogenous staining of the nucleolus. Ini dapat menunjukan bahwa antigen ini mungkin merupakan ribosomal precursor of ribonucleoprotein. Pola ini jarang pada SLE dan sering berhubungan dengan scleroderma atau polymyositisdermatomyositis. e. Centromere pattern Disebabkan oleh anticentromere antibodies dan terlihat pada pasien dengan limited scleroderma.

HEMATOIMMUNE SYSTEM

Page 81

Anda mungkin juga menyukai