Anda di halaman 1dari 48

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih kurang pendapat perhatian bagi sebagian besar masyarakatnya. Hal ini tercermin dari masih tingginya angka prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih tinggi angka kejadiannya di Indonesia adalah karies, penyakit periodontal dan maloklusi. Maloklusi adalah suatu keadaan oklusi yang abnormal. Maloklusi bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu keadaan abnormal. Berbeda halnya dengan karies dan penyakit periodontal yang memberikan keluhan rasa sakit, maloklusi tidak memberikan keluhan sakit. Hal ini menyebabkan maloklusi terkadang diabaikan oleh sebagian penderitanya. Maloklusi juga diabaikan karena bagi sebagian orang hal tersebut tidak perlu dirawat. Maloklusi dianggap sebagai variasi normal, selain itu juga perawatannya yang bagi sebagian orang tak terjangkau. Oleh karena itu suatu penilaian keadaan maloklusi akan keterkaitannya dengan kebutuhan perawatan sangat diperlukan, yaitu dengan dikembangkannya indeks-indeks maloklusi oleh beberapa ahli orthodontist. Indeks maloklusi yang dikembangkan tidak hanya untuk menilai kebutuhan akan perawatan, tetapi dapat menilai prevalensi dan evaluasi perawatan orthodontik yang dilakukan. Untuk itu mempelajari indeks maloklusi sangatlah penting ,yang mencakup jenis-jenisnya, syarat indeks yang baik, tujuan dan manfaat indeks maloklusi, mengingat fungsinya dalam memantau kejadian maloklusi di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana prevalensi maloklusi di bidang kedokteran gigi? 2. Apa saja syarat-syarat indeks maloklusi yang baik? 3. Apa saja macam-macam indeks maloklusi? 4. Bagaimana kriteria dalam pemakaian indeks maloklusi? 1.3 Tujuan 1. Mampu memahami prevalensi maloklusi di bidang kedokteran gigi. 2. Mampu memahami syarat-syarat indeks maloklusi yang baik. 3. Mampu memahami macam-macam indeks maloklusi. 4. Mampu memahami kriteria dalam pemakaian indeks maloklusi. 1.4 Mapping

Prevalensi Maloklusi

Kasus Maloklusi

Penelitian

Syarat-syarat

Indeks Maloklusi

Macam-macam

Kebutuhan Perawatan

Keberhasilan Perawatan
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Maloklusi Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar namun dapat diterima sebagai bentuk yang normal. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi maloklusi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, fungsional dan patologi (Wheeler, 2002). Ukuran bentuk gigi serta rahang sangat bervariasi pada setiap manusia. Pengukuran antropologi rahang serta ukuran gigi dari berbagai populasi adalah bervariasi pada setiap ras. Informasi ini sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis serta perawatan terhadap maloklusi tersebut (Proffit & Henry, 2000). Disebabkan meningkatnya keperluan terhadap kepentingan estetika dan penampilan dental, banyak orang yang termotivasi untuk mendapatkan perawatan ortodonti. Hal ini mendasari kebutuhan organisasi public health dan pakar epidemiologi untuk menciptakan suatu alat epidemiologi untuk menstratakan estetik dari segi dental dan tahapan kebutuhan perawatan ortodontik dalam skala nominal yang dapat diterima lingkungan sosial (Bernabe, 2006). Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab, 2010).

Maloklusi adalah

Keadaan gigi yang tidak harmonis secara

estetik

mempengaruhi penampilan seseorang

dan mengganggu keseimbangan fungsi

baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit & Fields, 2007). Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi serta ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II dan III), atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan pergeraka gigi tetangga (Thomson, 2007). 2.2 Penyebab Maloklusi Maloklusi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa faktor berbeda yang merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan. Menurut Proffit (1998) secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor yaitu : a) Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (ekstrinsik factor ) : Herediter Kelainan kongenital Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal dan postnatal Penyakitpenyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan kearah maloklusi seperti : ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolisme, penyakit-penyakit infeksi, malnutrisi. Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma. b) Faktorfaktor pada gigi (intrinsik / lokal factor) : Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih ( dens supernumerary teeth) dan tidak adanya gigi (anondontia). Anomali ukuran gigi.

Anomali bentuk gigi. Frenulum labii yang tidak normal. Kehilangan dini gigi desidui. Persistensi gigi desidui. Terlambatnya erupsi gigi permanen. Jalan erupsi yang abnormal. Ankilosis. Karies gigi. Restorasi yang tidak baik. 2.3 Akibat Maloklusi Menurut Daniel (2000), maloklusi dapat menyebabkan beberapa gangguan pada penderitanya yaitu : a) Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah. b) Masalah dengan fungsi rongga mulut termasuk kesulitan dalam menggerakkan rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi temporomandibular, gangguan pengunyahan, menelan dan berbicara. c) Kemungkinan mendapatkan trauma yang lebih mudah, masalah penyakit periodontal atau kehilangan gigi. Dibiase (2001) menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak remaja sangat berpengaruh terhadap psikolgis dan perkembangan sosial, yang disebabkan karena penindasan (bullying) yang berupa ejekan dan hinaan dari teman sekolahnya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan dapat sangat menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut akan menjadi sangat depresi. 3.1 Definisi Indeks Maloklusi Maloklusi menggambarkan sebuah spektrum penyimpangan dari keadaan normal atau ideal menjadi beberapa anomali. Dokter, pasien dan keluarga pasien

dapat memiliki perbedaan pandangan tentang apa yang harus dirawat dan apa yang dapat diterima sebagai suatu variasi yang sederhana dan tidak berbahaya. Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk mengelompokan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian klasifikasi maloklusi masih mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subyektif. Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subyektivitas penilaian suatu maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi. Indeks adalah sebuah angka atau sebuah bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terusmenerus. Indeks maloklusi merupakan suatu angka atau bilangan yang menerangkan suatu keadaan maloklusi. Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal menurut tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat (Dewi, 2008).

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Prevalensi Maloklusi Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi adalah dengan memisahkan maloklusi menurut morfologi yang ada. 1. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Pra-remaja Semenjak ada beberapa bukti tentang validitas TPI dan kalsifikasi Angel dalam meperkirakan masalah ortodontik yang berhuungan dengan estetik muka, sebagian dari kebutuhan akan perawatan pada kelompok anak-akan muda berdasarkan atas pertimbangan estetik atau kecantikan yang dinilai menggunakan indeks. Indeks yang utama untuk perawatan ortodontik pada masa gigi geligi bercampuran adalah insisvus yang sangat berjejal yang memerlukan perawatan dengan pencabutan gigi secara awal, dan kelainan jarak gigit yang besar yang merupakan indikasi pemakian alat fungsional atau headgear untuk mengkoreksi hubungan antar rahang. Pengaruh estetik dari kelainan jarak gigit sudah terlihat pada pasien anak-anak pra-remaja. Masalah-masalah gigi lain yang kemungkinan

memerlukan perawatan dalam kelompok umur ini adalah tumpang gigit yang sangat dalam atau gigitan palatal yang menyebabkan trauma pada jaringan gingiva di belakang gigi anterior atas, dan gigitan anterior dan posterior. 2. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Remaja Persentase yang tinggi dari anak-anak yang memiliki maoklusi yang nyata, makin meningkat pada masa remaja. Prevalensi maloklusi yang tinggi pada remaja masihtinggi mulai dari tahun 1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%. Prevalensi gigi berjejal meningkat meskipun susunan gigi-gigi insisivus menjadi lebih baik, hal ini agaknya Karena letak gigi caninus yang menyimpang sehingga memberi ruang agak banyak bagi gigi-gigi insisivus. Kelainan kelas 2 cendrung lebih parah serta lebih mencolok, pada kelas III lebih jelas kelihatan pada remaja. Hampir 70-75% remaja dipastikan memiliki maloklusi dalam beberapa tingkat keparahan. Perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan kesehatan gigi belum optimal. Akibat yang ditimbulkan maloklusi bukan hanya mengganggu rasa sakit fisik saja bahkan perkembangan psikologis dan sosial yang secara keseluruhannya mengganggu terhadap kualitas hidup remaja. 3. Prevalensi Maloklusi pada Orang Dewasa Maloklusi itu sendiri bukan satu-satunya alasan untuk perawatan ortodontik pada orang dewasa, hal ini mungkin dibutuhkan sehubungan dengan perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasein-pasien yang mempunyai kerusakan jaringan peridontal dan/atau gigi-gigi yang tanggal yang memerlukan gigi palsu. Meskipun perawatan orthodotik deperlukan oleh sejumlah besar pasien orang dewasa, tetapi tidak ada data tentang komponen kebutuhan bagi orang dewasa.

3.2

Syarat-syarat Indeks Maloklusi

Syarat indeks menurut Jamison H.D dan Mc Millan R.S : a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru (dapat diulang.) b. Indeks harus objektif dalam pengukuran dan menghasilkan data kuantitatif sehingga dapat dianalisi dengan metode statistik tertentu (pada saat itu) c. Indeks harus di design untuk membedakan maloklusi yang merugikan dan tidak merugikan (yang memerlukan perawatan dan yang tidak memerlukan) d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh pemeriksa walaupun tanpa instruksi khusus dalam diagnosis ortodonti (Dapat dilakukan untuk menilai maloklusi dengan cepat, meskipun oleh petugas yang tidak diberi instruksi khusus mengenai diagnosis orthodonti) e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data epidemiologi tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan keparahan, contohnya frekuensi malposisi dari masing- masing gigi (Dapat memodifikasi untuk koneksi data epidemiologi maloklusi yang berbeda dengan prevalensi, insidensi dan keparahan maloklusi seperti frekuensi malposisi gigi individual) f. g. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan malklusi tanpa

mengelompokkan atau mengklasifikasikan maloklusi. (Agusni, 1998) Menurut WHO (1996) syarat utama sebuah indeks maloklusi ialah: 1. Dapat dipercaya (reliable) artinya bila orang lain menggunakan indeks tersebut akan mendapatkan hasil yang sama.

2. 3.

Sahih (valid) artinya indeks tersebut harus merupakan alat ukur yang sesuai dengan apa yang akan diukur. Valid sepanjang waktu (validity during time) artinya indeks tersebut mempertimbangkan perkembangan normal dari oklusi.

Syarat suatu indeks maloklusi adalah sebagai berikut: 1. 2. Valid artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur Dapat dipercaya (reliable) artinya indeks dapat mengukur secara konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi yang bermacam-macam, serta pengguna yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada yang menyebut reliable sebagai reproducible 3. 4. Mudah digunakan Diterima oleh kelompok pengguna indeks (Rahardjo, 2009).

3.3

Macam-macam Indeks Maloklusi 1. Occlusal Feature Index (OFI) Indeks ini telah dikembangkan oleh National Institute Of Dental Research pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh Paulton dan Aaronson (1960) dalam penelitiannya. Ciri-ciri maloklusi yang dinilai dengan metode ini ialah letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Kriteria penilaian denngan member skor sebagai berikut : OFI (1) gigi berjejal depan bawah : 0 = susunan letak gigi rapi 1 = letak gigi berjejal sama dengan setengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah
10

2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah 3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus satu kanan bawah OFI (2) interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar dan molar sebelah kanan dari arah bukal dalam keadaan oklusi. 0 = hubungan tonjol lawan lekuk 1 = hubungan antara tonjol dan lekuk 2 = hubungan antara tonjol lawan tonjol OFI (3) tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah yang tertutup gigi insisivus atas pada keadaan oklusi 0 = sepertiga bagian insisal gigi insisiv bawah 1 = duapertiga bagian insisal gigi insisivus bawah 2 = sepertiga bagian gingival gigi insisivus bawah

OFI (4) jarak gigit, jarak dari tepi labio insisal gigi insisivus atas ke permukaan labial gigi insisivus bawah pada keadaan oklusi. 0 = 0 1,5mm 1 = 1,5 3mm 2 = 3mm atau lebih Skor total didapatkan dengan menjumlahkan skor keempat macam

ciri utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar antara 0 9 (OFI (1)) = 3, OFI (2,3 dan 4) masing masing= 2)

11

Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam mulut. Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-11/2 menit bagi setiap individu. Keuntungan metode ini adalah sederhana dan obyektif serta tidak memerlukan peralatan diagnostic yang rumit seperti model gnalthostik. Dan alat sefalometri. Selain itu apabila peneliti hanya memerlukan waktu penilaian yang singkat. Kerugiannya adalah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja\, sebelah kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah memerlukan latihan terlebih dahulu karena untuk menentukan besanya skor membutuhkan waktu untuk mengukur lebar mesio distal gigi gigi anterior bawah dan mengukur panjang lengkung gigi depan bawah. Paulton adan aronson (1960) telah mengevaaluasi metode ini dan dari hasil penelitiannya terbukti bahwa penilaian keparahan maloklusi oleh ahli ortodontio secara subyektif dan penilaian oleh dokter ahli kesehatan masyarakat memakai OFI hasilnya mendekati (hampir sama). Kriteria penilaian maloklusi oleh ahli ortodonti sebagai berikut, skornya sebagai berikut : 01 13 45 69 = maloklusi ringan sekali (slight) tidak memerlukan perawatan ortodonti = maloklusi ringan (mild) ada sedikit variasi dari oklusi ideal yang tidak perlu dirawat. = maloklusi sedang (moderate) indikasi perawatan ortodonti = maloklusi berat/parah (severe) sangat memerlukan perawatan ortodonti Penilaian ini yang berdasarkan atas perlunya perawatan tidak dapat diterapkan pada populasi yang lebih besar, tetapi meskipun demikian ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.

12

2.

Malalignment Index (Mal I) Index ini diajukan oleh Van Kirk dan Pennell pada tahun 1959.

Ciri-ciri maloklusi yang dinilai ialah letak gigi yang tidak teratur (Malalignment teeth). Kriteria penilaian dengan member skor sebagai berikut: Skor 0 = Ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal Skor 1 = Minor alignment = letak gigi tak teratur ringan Terdiri dari 2 tipe, yaitu: 1. rotasi <45 2. penyimpangan (displacement) <1.5 mm Skor 2 = Major malalignment = letak gigi tak teratur berat Ini ada 2 tipe yaitu: 1. rotasi 45 2. penyimpangan 1,5mm Pada metode penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen yaitu: segmen depan atas, kanan atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri bawah. Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi dan skor Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi untuk 32 gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya sedikit individu yang skornya 0 dan diatas 18. Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan ukuran 1x4 inci, ujung penggaris miring 45, dan diatas ujung yang lain diberi tanda garis mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris. Penilaian dapat dilakukan di model gigi atau langsung di mulut. Bagi yang sudah terlatih, penilaian maloklusi dengan Mal I hanya memerlukan waktu 1 menit. Metode ini sederhana, objektif dan praktis untuk program lapangan sangat cocok. Indeks ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat untuk mengelompokkan tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.

13

Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang dilakukan oleh seorang ahliu Orthodontia tau dokter gigi umum lainnya. Metode penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang lain seperti gigi yang lain seperti sonde, pinset dan lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat penggaris plastic kecil dan penerangan alam. Van Kirk dan Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan ketidak teraturan letak gigi karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan cirri ini erat hubungannya dengan ciri-ciri maloklusi yang lain.

3.

Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA Index) Penilaian maloklusi pada metode ini dengan mengunakan HMAR

(Handicapping Maloklusin Assesment record) yaitu suatu lembar isian yang dirancang oleh salzman dan digunakan untuk melenkapi cara menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapt dilihat paa besarnya skor yang tercatat pada lembar isian tersebut. Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor sebagai berikut : A. Kelainan gigi dalam satu rahang 1. Segmen Anterior Untuk setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat skornya 2, sedang setiap gigi anterior rahang bawah skornya 1 a. Gigi absen : jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak terdapat dalam rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasik absen b. Gigi berjejal : ialah gigi yang brjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur perlu menggeser gigi lain dalam rahang c. Gigi rotasi : gigi yang letaknya terputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya dala lengkung rahang. d. Gigi renggang :

14

1. Renggang terbuka yaitu celah yang terdapat di antar gigi sehingga terlihat papl interdental yang tampak, bukan giginya 2. Renggang tertutup ialah penuupan uang sebagian sehingga tidak memungkinkangigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser gigi lainnyadalam lengng rahag yang sama. Yang diskor giginya. 2. Semen posterior Utuk setiap gigi yang teribat diskor 1 a. Gigi absen : jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak terdapat dalam rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasik absen b. Gigi berjejal : ialah gigi yang brjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur perlu menggeser gigi lain dalam rahang c. Gigi rotasi : gigi yang letaknya terputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya dala lengkung rahang. d. Gigi renggang : 1. Renggang terbuka yaitu celah interproksimal yang menampakkan papillae disebelah mesial dan distal disebuah gigi. Yang diskor giginya bukan celahnya. 2. Renggang tertutup ialah penuupan uang sebagian sehingga tidak memungkinkangigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama. Yang diskor giginya. B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi 1. Segmen Anterior Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2 a. Jarak gigit : penilaian jarak gigit aialah bila gigi insisiv atas labioversi sehingga gigi insisiv bawah pada waktu oklusi mengenai mukosa palatum. Apabila gigi insisiv atas tidak labioversi maka keadaan itu hanya diskor sebagai kelainan tumpang gigit.

15

b. Tumpang gigit : penilaianan tumpang gigit ialah apabila pada watu oklusi, gigi insisiv atas mengenai mukosa gingival insisiv bawah, sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum. Jika gigi insisiv atas labioversi maka selain kelainan tumpang gigit juga jarak gigit. c. Gigitan silang : yaitu apabila gigi insisiv atas pada waktu oklusi di sebelah lingual gigi insisiv bawah. d. Gigitan terbuka : yaitu apabila pada waktu oklusi gigi depan atas dan bawah tidak bertemu atau kontak. Gigitan terbuka dapat pula disertai dengan adanya kelainan jarak gigitbila tepi insisal gigi insisiv bawah pada waktu gigi posterior oklusi. 2. Segmen posterior Untuk setiap gigi yang terlibat diskor 1 a. Kelaian anterio-posterior : yaitu kelainan klusi dimana pada waktu oklusi, gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua serta gigi molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjolatau lebih dari gigi-gi molar, premolar dan kaninus berokusi didaerah interproksimal lebih kemesial atau ke distaldari posisi normal. b. Gigitan silang : yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada segmen bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar kontak oklusi terhadap gigi antagonisnya. c. Gigitan terbuka : yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara gigi posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak termasuk gigitan terbuka. Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi skor 8. Ciri-ciri tersebut adalah : 1. Celah bibir dan celah mulut 2. Bibir bawah terletak dipalatal insisiv atas

16

3. Gangguan oklusal 4. Ganguan fungsi rahang 5. Asimetri muka atau wajah 6. Gangguan bicara Kelebihan HMA : Kelebihan dari HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua tingkatan malolusi. Untuk penilaian maloklusi tidak memerlukan alat khusus. Kalau dibandingankan dengan indeks yang lain penilaian subyektif tidak begitu kritis kerana hanya mencatat perbedaan full cusp. Kalau ada eror tidak serius sebab system penilaianya hanya dibagian anterior dan lebih ke arah penilaian estetik. Keuntungan lain ialah adanya penilaian renggang dan absen gigi posterior yang dicatat, sedang pada lain-lain metode hal tersebut diabaikan. Keuntungan yang terbesar ialah bahwa sekali metode tersebut dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor keparahan maloklusi dapat dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi dengan HMAR lebh menyerupai penilaian status kesehatan gigi dengan indek DMF. Kekurangan HMA: Kerugian metode ini ialah memerlukan latihan untuk memberi pelajaran kepada para petugas pelayanan kesehatan gigi agar memahami bagaimana mengunakan HMAR tersebut. Tetapi sekali mereka mempelajari dan memahami, kemunkinan membuat kesalahan tidak sebanyak metode-metode yang lain dan setiap orang yang mempelajari cara ini menjadi berpegalaman dalam melihat oklusi (Gray dan Arto Demirgian, 1977). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR untuk menilai maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah: a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang sebaiknya tidak diberi skor.

17

b. Renggang antara gigi insisiv lateral dan gigi kaninus atau yang disertai renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang terbuka anterior. c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisiv bawah tertutup oleh gigi insisiv atas pada keadaan oklusi. d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuh, sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior. 4. Occlusal Index (OI) Indeks ini telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh WHO, 3 persyaratan utama indeks maloklusi adalah dapat dipercaya (reliable), sahih(valid) dan sahih sepanjang waktu (valid during time). Indeks ini didapatkan dengan cara penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkanatau memperhatikan perkembangan normal dari maloklusi. Dapat digunakan pada masa gigi susu, gigi bercampur dan gigi permanent. Selain itu OI mempunyai korelasi yang tinggi dengan standar klinik. Tetapi karena rumitnya penilaian sehingga kurang praktis. Cara memberi skor 9 pada cirri khas maloklusi untuk menentukan OI sebagai cara berikut: 1. Umur gigi (dental age) Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan oklusi, perbedaan umur kronologis, jenis kelamin dan urutan erupsi gigi dapat diatasi. a) Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya (mahkota klinis terlihat sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini ditandai dengan erupsinya gigi sulung. b) Umur gigi I ditandai dengan pekembangan gigi geligi sulung. c) Umur gigi II ditandai dengan lengkapnya gigi sulung. d) ditandai dengan tahap pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih tepat disebut periode gigi geligi bercampur tahap awal (early mixed dentition)

18

e) Umur gigi IV ditandai dengan periode tidur atau periode istirahat (dormant period) yaitu saat tidak ada gigi permanent satupun yang erupsi, disebut peride gigi geligi bercampur tahap pertengahan. f) Umur gigi V ditandai dengan tahap terakhir dari gigi geligi bercampur tahap akhir (late mixed dentition). g) Umur gigi VI mulai, bila semua gigi kaninus permanent dan gigi premolar dalam keadaan oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan lengkapnya gigi geligi permanent. Sesuai dengan syarat sebuah indeks malklusi bahwa harus sahih sepanjang waktu, maka indeks ini ternyata memperhatikan tahap-tahap perkembangan gigi. a. Umur gigi I dan II : tahap gigi geligi sulung b. Umur gigi III, IV dan V : tahap gigi geligi bercampur c. Umur gigi VI : tahap gigi geligi permanen 2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relation) Pemberian skor hubungan molar sebagai berikut : a) Menentukan cut off point b) Tidak ada klasifikasi ke dalam kelas menurut kelas I. II dan III menurut Angle. c) Relasi gigi molar sulung kedua (E) dan gigi molar permanen pertama (6) pada kedua sisi rahang diperhatikan. A. Gigi sulung a. Mesial : tonjol mesio-bukal gigi E atas beroklusi dengan tonjol disto bukal gigi E bawah b. Distal: tonjol mesio bukal gigi E atas beroklusi dengan tonjol mesio bukal gigi 6 bawah. B. Gigi permanen a. Mesial : tonjol mesio bukal gigi 6 atas beroklusi dengan tonjol disto bukal gigi 6 bawah

19

b. Distal : tonjol mesio bukal gigi 6 atas beroklusi dengan tonjol mesio bukal gigi 6 bawah 3. Tumpang gigit : tumpang gigit di skor sebagai jarak vertical dari tepi insisal gigi insisivus sentral atas ke tepi insisal gigi insisivus sentral bawah bila rahang dalam oklusi sentrik. 4. Jarak gigit : jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan labial gigi insisivus atas ke permukaan labial gigi insisivus sentral bawah dalam millimeter. 5. Gigitan silang posterior a. Dental cross bite (gigitan posterior tipe dental) b. Functional cross bite (gigitan silang posterior tipe muscular) c. skeletal cross bite atau osseous cross bite ( gigitan sialng tipe skeletal) 6. Gigitan terbuka posterior (posterior open bite) adalah tidak adanya kontak occlusal anatara gigi posterior atas dan bawah pada oklusi sentrik. 7. Penyimpangan letak. a. gigi geligi sulung dan permanen meliputi dua macam derajat penyimpangan yaitu : penyimpanag sebesar 1,5-2,0 mm atau rotasi sebesar 35-45 derajat diskor 1 dan penyimpangan sebesar lebih dari 2mm atau rotasi lebih dari 45 derajat diskor 2. b. gigi geligi bercampur penyimpangan letak gigi yang tidak disertai dengan kekurangan tempat/ruang. penyimpangan letak gigi disertai kekurangan tempat. 8. Hubungan garis tengah (midline relation) Diastema : celah yang terdapat diantara kedua gigi insisivus sentral sulung maupun permanen dalam keadaan oklusi. 9. Gigi permanen yang absen (missing permanen teeth) Yang diberi skor hanya gigi insisivus atas yang absen dan tidak diganti dengan gigi palsu. Divisi I dan II (hubungan molar atau distal) Syndrome A jarak gigit dan gigitan terbuka
20

Syndrome B Hubungan molar distal, tumpang gigit, gigitan silang posterior, diastema sentral dan penyimpangan garis tengah Syndrome C Gigi insisivus absen Syndrome D Penyimpangan letak gigi berat hingga ringan Syndrome E Gigitan terbuka posterior Divisi III (hubungan molar mesial) Syndrome E Hubungan molar mesial, tumpang gigit, gigitan silang posterior, diastema sentral dan penyimpangan garis tengah 5. Metode Survei Dasar dari WHO Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam

menentukan kelainan handicap, dan karena tidak adanya standar untuk menilai anomali dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971 WHO revision Committee memberikan rekomendasi, bahwa untuk survey dasar hanya anomali dentofasial yang berat yang dikembangkan, yaitu : a. Anomali yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement) b. Anomali yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi pengunyahan atau pernafasan Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab anomali juga dicatat, yaitu : a. Mesio-oklusi yang berat b. Disto-oklusi yang berat c. Celah bibir atau celah langit-langit d. Lain-lain anomali termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam, gigi sangat berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya dirinci secara lengkap. Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini menjelaskan macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomali dentofasial, tetapi hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan bentuk yang perlu dicatat sebagai anomali dentofasial.

21

Mesio-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi kaninus permanen bawah beroklusi lebih kemesial daripada kedudukannya dalam neutron-oklusi. Hal ini bisa unilateral atau bilateral. Disto-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi kaninus permanen bawah berada lebih ke distal dari posisinya dalam neutron-oklusi. Ini juga bisa unilateral atau bilateral. Penilaian pada gigi geligi susu dilakukan dengan mengamati kedudukan gigi kaninus sulung dan gigi molar sulung kedua. Cara melaporkan data sebagai berikut : persentase orang-orang dengan anomali dentofasial dilaporkan menurut kelompok umur yaitu kelompok umur 2-12 tahun dan kelompok umur 15-19 tahun. Distribusi menurut besarnya penyebab yang mempengaruhi juga harus dilaporkan untuk kelompok umur yang sama. 6. Metode Penilaian menurut FDI Untuk mengukur atau menilai cirri-ciri maloklusi, pada tahun 1959 sebuah komisi yang menangani klasifkasi dan statistic kondisi mulut dari FDI (FDI Commission on Classification and Statistic for Oral Conditions = COCSTOC) telah mengusulkan Method of measuring Occlusal Traits yang telah diterima secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972. Pengukuran menurut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in situ dari gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang (intra-arch), dan hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch). Tidak ada penilaian umum tentang jaringan lunak (misalnya profil jaringan lunak) sebab penilaian semacam itu sangat subjektif. System pengukuran ini merupakan langkah peryama yang pasti ke arah metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifatsifat atau ciri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang. Jika data yang diperoleh cukup, diharapkan dapat menentukan cut-off point bagi sifat-sifat individu yang bias membedakan orang-orang yang membutuhkan perawatan dan yang tidak.

22

7.

Dental Aesthetics Index (DAI) Dental Aesthetics Index (DAI), dikembangkan di Amerika Serikat

dan diintegrasikan ke dalam Studi Kolaborasi Internasional Oral Health oleh Organisasi Kesehatan Dunia. DAI dapat membantu untuk menentukan apakah pasien perlu untuk dirujuk ke dokter spesialis, hal ini dapat mengurangi jumlah pasien yang melakukan konsultasi awal ke dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al., 2009). DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun tentang bagaimana maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi kesejahteraan subjektif dan harian (Paula, 2009). Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu overjet, negatif overjet, kehilangan gigi, diastema, anterior open bite, crowding anterior, diastema anterior, lebar penyimpangan anterior (mandibula dan maksila) dan hubungan anteriorposterior. DAI memiliki empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu skor yang lebih rendah dari atau sama dengan 25 (kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit), skor antara 26 dan 30 (perawatan elektif), skor antara 31 dan 35 (sangat menginginkan perawatan) dan skor lebih besar dari 36 (wajib melakukan perawatan) (Cardoso, etal., 2011). Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan kalangan definisi masyarakat standar dan sosial juga yang sebagai berguna alat dalam survey untuk epidemiologi untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di screening mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti (Jenny & Cons, 1996). Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI). Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu: 1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi yang hilang tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari

23

premolar kedua kanan sampai premolar kedua kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi. Gigi hilangdihitung per gigi, misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang hilang 2 gigi diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus dicatat sebagai gigi hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah menutup, masih ada gigi sulung, ada gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa. 2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan gigi yang terletak tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada berdesakan maka diberi skor 0; bila pada salah satu rahang ada berdesakan diberi skor 1; bila pada kedua rahang ada berdesakan diberi skor 2

3.

Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari kaninus kanan sampai kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau setiap gigi kontak dengan baik diberi skor 0; jika dalam satu rahang ada ruang antar gigi diberi skor 1; jika pada kedua rahang ada ruang antar gigi diberi skor 2.

4.

Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang atas dan diukur dengan ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang ada (mm). Jika tidak ada diastema sentral diberi skor 0.

5.

Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan

24

menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan atau rotasi diberi skor0; 6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan diberi skor 0;

Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong

7.

Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini dilakukan pada posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada bagian yang jarak gigitnya besar (lebih dari normal (> 2mm)). Jika semua gigi insisif bawah hilang dan terdapat gigitan terbalik, tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal diberi skor 0 (Jarak gigit normal= 2mm);

25

Jarak gigit anterior pada maksila

8.

Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula) (Gambar 4). Dicatat jika ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada gigitan terbalik satu gigi karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat;

Jarak gigit anterior pada mandibula

9.

Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya gigitan terbuka terbesar dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan terbuka diberi skor 0;

Gigitan terbuka vertikal anterior

10.

Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal baik kanan maupun kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen atas dan bawah. Nilai 0 untuk relasi molar yang normal, nilai 1 jika molar pertama bawah kanan atau kiri

26

setengah tonjol distal atau mesial dari molar pertama atas dan nilai 2 jika molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol penuh atau lebih atau distal dari molar pertama atas (Azman, et al. 2010).

Skor dari jumlah komponen yang

DAI diciptakan total


Relasi molar anteroposterior (Mulyana, telah dikalikan dengan 2010) bobot masing-masing

sepuluh kemudian

hasil penilaian ditambahn dengan konstanta (13) (Azman, et al. 2010).

Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan maloklusinya. Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI: < 25 maloklusi ringan

27

8.

26 - 30 maloklusi sedang 31 - 35 maloklusi parah > 36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need) merupakan suatu

teknik yang sangat berguna untuk orang yang berminat dalam penelitian dibidang kesehatan gigi masyarakat dan epidemiologi maloklusi, tetapi teknik ini lebih sering digunakan spesialis. Pasien dengan IOTN yang rendah akan memperlihatkan perubahan yang besar walaupun telah diberikan perawatan yang terbaik. Kebutuhan terhadap perawatan ortodonti dapat dibedakan menjadi kebutuhan terhadap kesehatan gigi (dental health) serta kebutuhan terhadap estetik (aesthetic need), maka dalam IOTN terdapat dua komponen yaitu: 1. Dental Health Component (DHC) 2. Aesthetic Component (AC) DHC dari IOTN memiliki lima kategori yang tersusun dari 1 (tidak memerlukan perawatan) sampai 5 (sangat memerlukan perawatan) yang dapat diaplikasikan secara klinis atau pada studi kasus pasien. Pada pasien grade 5 termasuk pasien dengan cleft lip dan cleft palate, beberapa gigi yang hilang atau maloklusi destruktif, dan juga termasuk didalamnya beberapa gigi yang terjadi perpindahan tempat. Dental Health Component menggunakan aturan yang simpel serta menggunakan istilah MOCDO untuk membimbing peneliti dalam meneliti maloklusi. MOCDO mewakili Missing Teeth atau kehilangan gigi, Overjet, Crossbite, Displacement of Contact Points atau perpindahan titik kontak, dan Overbite. Pada pasien dengan gigi insisivus yang impaksi dikategorikan menjadi grade 5. Pada pasien dimana tidak memiliki anomali jumlah gigi atau posisi, maka aturan dapat digunakan untuk mengukur overjet. Pada kasus overjet 6 sampai 9 milimeter akan dikategorikan dalam grade 4.

28

Aesthetic Component (AC) dari IOTN terdiri dari 10 jenis foto berwarna yang disusun berdasarkan tingkat foto dengan susunan gigi yang paling baik sampai susunan gigi yang paling buruk. Grade 1 merupakan foto dengan susunan gigi yang paling baik dan grade 10 merupakan tingkat susunan gigi yang paling buruk.

Grade 1 4 = tidak membutuhkan perawatan Grade 5 7 = membutuhkan perawatan Grade 8 10 = sangat membutuhkan perawatan (Trasti, 2007). 9. The Peer Assesment Rating Index (PAR Index)

29

The Peer Assement Rating Index (PAR Index) dikembangkan oleh Richmond dkk. (1992), digunakan untuk membandingkan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan dalam menentukan evaluasi standar kualitas hasil perawatan. Indeks PAR dikembangkan khusus untuk model studi. Cara pengukuran dilakukan dengan dua cara, yaitu menghitung pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah perawatan dan menghitung persentase pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah perawatan. Pengukuran pada model sebelum dan sesudah perawatan dilakukan dengan penggaris khusus indeks PAR. Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan menggunakan Indeks PAR memiliki 11 komponen, masing-masing komponen memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan keparahannya. Dari 11 komponen, beberapa komponen individual tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodonti. Segmen bukal (berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah satu komponen yang dikeluarkan dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan yang mungkin dijelaskan adalah titik kontak antara gigi bukal sangat bervariasi. Jika perubahan letak (displacement) gigi parah, akan menghasilkan oklusi crossbite dan skornya dicatat pada oklusi bukal kanan atau kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak). Adanya premolar impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR. Selain karena prevalensinya sangat sedikit, pencabutan premolar juga sering dilakukan pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan. Tabel berikut merupakan komponen-komponen indeks PAR.

30

Komponen - Komponen Indeks PAR

Dari 11 komponen pada tabel di atas, terdapat 5 komponen utama dalam pemeriksaannya, Lima komponen utama yang diperiksa beserta bobotnya adalah 1. Penilaian skor segmen anterior, bobotnya 1 Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi kaninus kiri ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan (Gambar 1). Penilaian skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak (spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth). Gigi kaninus yang impaksi dicatat pada segmen anterior rahang atas dan rahang bawah.

31

Penilaian skor pergeseran Titik Kontak

2. Penilaian skor oklusi bukal, bobotnya 1 Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir (Gambar 2), dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu, anteroposterior, vertikal dan transversal.

32

3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6

33

Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3). Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat dilihat.

4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2

34

Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah (Gambar 4), dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka. Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisivus.

35

5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4 Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas terhadap lengkung gigi bawah (Gambar 5). Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua gigi insisivus bawah. Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut penilaian skor garis median tidak dicatat.

36

Selain mengukur keberhasilan perawatan ortodonti, indeks PAR juga dapat digunakan untuk mengukur keparahan maloklusi. Keparahan maloklusi diukur berdasarkan jumlah skor akhir yang ditentukan menurut kriteria dibawah ini : 1. Skor 0 kriteria oklusi ideal 2. Skor 1-16 kriteria maloklusi ringan 3. Skor 17-32 kriteria maloklusi sedang 4. Skor 33-48 kriteria maloklusi parah 5. Skor > 48 kriteria maloklusi sangat parah. Keberhasilan perawatan diukur berdasarkan selisih jumlah skor akhir antara sebelum perawatan dan sesudah perawatan yang ditentukan menurut kriteria dibawah ini:
Pengurangan persentase skor <30% menunjukkan perawatan tidak mengalami perbaikan/ lebih buruk. Pengurangan skor <22 dan persentase skor 30% 70% menunjukkan perawatan mengalami perubahan. Pengurangan skor >22 dan persentase skor >70% menunjukkan perawatan mengalami perubahan sangat banyak.

37

Suatu kasus yang termasuk sangat parah dianggap bertambah baik apabila terdapat perubahan sebanyak 22 angka dari sebelum dan sesudah perawatan pada penilaian dengan indeks PAR dan sangat baik apabila skor pengurangannya lebih dari 22 skor pengurangan dan lebih dari 70%. Sedikitnya dibutuhkan 30% pengurangan skor pada suatu kasus untuk dapat dinyatakan cukup baik. Untuk suatu standar perawatan yang tinggi dibutuhkan 70% pengurangan skor rerata. 10. Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) terdiri dari 5 komponen, yang masing-masing memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan kepentingannya. Komponen pertama diadaptasi dari komponen estetik IOTN. Komponen lainnya termasuk berdesakan/diastema rahang atas, crossbite, openbite/overbite anterior, dan relasi anteroposterior segmen bukal. Masing-masing komponen dapat dilihat dari model studi dan model progres. Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan, kekomplekan dan derajat perubahan sebagai hasil dari perawatan. Pada pemeriksaan dengan meletakkan model studi dan model progres pada meja, kemudian masing-masing diamati kelima komponen Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) untuk dicatat skornya masing-masing komponen. 1. Komponen Estetik Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan, kemudian dibandingkan dan dipilih yang paling mendekati dengan keadaan gigi-geligi yang ada pada foto hitam putih. Lalu diberi skor sesuai dengan skor yang ada pada foto tersebut. Skala tersebut antara 1, untuk estetik yang baik, sampai 10, untuk komponen estetik yang terburuk.

38

Gambar Skala estetik dari IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need) 2. Crossbite Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan, kemudian dilihat ada tidaknya crossbite. Skor yang diberikan bila dijumpai adanya crossbite adalah 1 dan 0 bila tidak.

Tabel skor penilaian crossbite Keterangan :

39

- Pada segmen posterior, relasi transversal menunjukkan adanya gigitan tonjol pada segmen bukal atau gigitan terbalik - Pada segmen anterior, crossbite didefinisikan dengan gigi insisivus atau kaninus rahang atas pada saat oklusi dalam keadaan edge to edge atau linguoversi 3. Relasi Vertikal Anterior Disini yang dilihat adalah adanya gigitan terbuka (open bite) dan gigitan dalam (deep bite).

4. Diastema/Berdesakan Rahang Atas Komponen ini didapat dengan mengukur diskrepansi jumlah lebar mesiodistal gigi dengan lengkung geligi.

40

Tabel skor penilaian diastema/berdesakan rahang atas

5. Relasi Anteroposterior Segmen Bukal Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan dan dilihat bagaimana relasi anteroposterior pada sisi kanan dan kiri, kemudian skor kedua sisi tersebut dijumlahkan.

Tabel penilaian relasi anteroposterior segmen bukal

41

Tabel

bobot

masing-masing

komponen

Index

of

Complexity, Outcome and Need (ICON) Pada model studi, angka yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kebutuhan perawatan dan juga tingkat keparahan maloklusi.

Tabel kategori kebutuhan perawatan

Tabel tingkat keparahan maloklusi Pada model progres, angka yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan. Cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan adalah dengan mengurangi skor yang diperoleh

42

dari penghitungan pada model studi dengan empat (4) kali skor yang didapatkan dari penghitungan pada model progres.

Tabel tingkat keberhasilan perawatan Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji deskriptif, meliputi nilai frekuensi dan prosentase. Disamping dilakukan uji deskriptif, juga dilakukan uji perbedaan antara model studi dan model progress dengan menggunakan angka index. Angka index ini berskala ordinal sehingga uji yang digunakan adalah non parametrik yaitu uji Wilcoxon sign rank test dengan tingkat kemaknaan sebesar 0.05. Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) ini memiliki beberapa kelemahan antara lain pemberian bobot yang besar pada Aesthetic Component IOTN. Selain itu, indeks ini tidak menilai overjet, hanya over bite. Sedangkan kelebihan dari indeks ini adalah mudah untuk digunakan dan juga dapat digunakan pada pasien maupun model studi.

3.4

Tujuan dan Manfaat Indeks Maloklusi Maloklusi menggambarkan sebuah spektrum penyimpangan dari keadaan normal atau ideal menjadi beberapa anomali. Dokter, pasien dan

43

keluarga pasien dapat memiliki perbedaan pandangan tentang apa yang harus dirawat dan apa yang dapat diterima sebagai suatu variasi yang sederhana dan tidak berbahaya. Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk mengelompokan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian klasifikasi maloklusi masih mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subyektif. Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subyektivitas penilaian suatu maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi. Oleh karena itu , indeks maloklusi sangat penting dalam menilai suatu keparahan maloklusi. Indeks maloklusi telah banyak ditemukan dan indeks itu dibuat untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan inilah yang membedakan indeks yang satu dengan yang lain, diantaranya: 1. Untuk menentukan klasifikasi maloklusi menggunakan klasifikasi Angle. 2. Keperluan epidemiologi yaitu Epidemiological Registration of Malocclusion, Indeks oleh WHO. 3. Mengukur kebutuhan perawatan yaitu, Treatment Priority Index, Handicapping labio-lingual deviations (HLD) index, Handicapping Malocclusion Assesment Record (HMAR), dan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN). 4. Estetik dento-fasial yaitu Photographic Index dan Dental Aesthetic Index (DAI), SCAN Index. 5. Menentukan keberhasilan perawatan yaitu Occlusal Index, Peer Assesment Rating (PAR Index) dan ABOs Objective Grading System (OGS).

44

6. Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan yaitu Index of Complexity, Outcome and Need (ICON).

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

45

Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya. Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan adalah klasifikasi Angle yang berguna untuk mengelompokan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat gambaran maloklusi tersebut. Namun, klasifikasi maloklusi Angle masih mempunyai kekurangan., yaitu keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subyektif. Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subyektivitas penilaian suatu maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi. Indeks maloklusi mempunyai syarat-syarat tertentu yang dijadikan standar suatu indeks maloklusi yang baik. Selain itu, indeks maloklusi mempunyai tujuan dan manfaat diantaranya untuk menentukan klasifikasi
maloklusi menggunakan klasifikasi Angle, keperluan epidemiologi, mengukur kebutuhan perawatan, estetik dento-fasial serta menentukan keberhasilan perawatan. Terdapat berbagai jenis indeks maloklusi yang penggunannya disesuaikan dengan tujuan perhitungan indeks maloklusi. Jenis-jenis indeks yang dapat digunakan, yaitu :

1. Occlusal Feature Index (OFI) 2. Malalignment Index (Mal I) 3. Handicapping Labio-Lingual Deviation Index (HLD Index) 4. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA Index) 5. Treatment Priority Index (TPI) 6. Occlusal Index (OI) 7. Metode Survei Dasar dari WHO 8. Metode Penilaian menurut FDI

46

9. Dental Aesthetics Index (DAI) 10. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) 11. The Peer Assesment Rating Index (PAR Index) 12. Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON)

DAFTAR PUSTAKA

47

Agusni T. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk mengukur kebutuhan perawatan ortodonti pada anak Indonesia di Surabaya. Maj Ked Gigi 1998; 31:119-23

Agusni, T. Beberapa indeks maloklusi. Maj Ked Gigi 2001;.34: 3-17. Bernabe E. Flores Mir C. 2006. Orthodontic Treatment Need In Peruvian Young Adults Evaluated Thorugh Dental Aesthetic Index. The Angle Orthodontist; 76:3:417

Daniels CP, Richmond S. The development of The Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). J Orthod. 2000;27:14962. Dewanto, Harkati. 2004. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and Dental Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2 Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar Dasar Ortodonti Perkembangan dan Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15. Paula, Delcides F. 2009. Psychosocial Impact of Dental Esthetics on Quality of Life in Adolescents. Vol. 79, No. 6, pp. 1188-1193 Rahardjo P. Ortodonti dasar. Airlangga University Press. 2009; p.35. Sony S. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tuntutan perawatan ortodonti. Ceril XVII 2005; 8: 90-5. Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC

48

Anda mungkin juga menyukai