Anda di halaman 1dari 20

M.

SANG GUMILAR
Pengabdian kepada negeri dengan berbagi

Geoteknik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Secara umum ada jenis lereng berdasarkan proses terjadinya yaitu lereng alami dan lereng buatan.
Lereng alami adalah lereng yang terbentuk secara alami melalui proses geologi misalnya lereng
perbukitan dan tebing sungai. Sedangkan lereng buatan adalah lereng yang dibuat manusia untuk
keperluan tertentu, misalnya tanggul sungai, urugan untuk jalan raya, dan lereng bendungan.
2.2 Definisi Analisis Stabilitas Lereng
Pada permukaan tanah yang tidak datar atau mempunyai sudut kemiringan maka akan cenderung
menggerakan massa tanah ke arah permukaan yang lebih rendah. Analisis yang menjelaskan tentang
kejadian tersebut dikenal dengan analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng banyak
digunakan dalam perencanaan konstruksi, seperti : timbunan untuk jalan raya, galian lereng untuk
jalan raya serta konstruksi tubuh bendung. Maksud dari analisis ini adalah menentukan faktor
keamanan (safety factor) dari bidang potensial longsor. Faktor keamanan didefinisikan sebagai
perbandingan antara gaya yang menahan dengan gaya yang menggerakkan, atau :
FK
= .(2.1)
Dimana :
FK = Faktor Keamanan
= Tahanan geser tanah (Kuat geser yang tersedia)

d
= Tegangan geser tanah (Tegangan geser yang terjadi)
Stabilitas lereng (slope stability) sangat erat kaitannya dengan kelongsoran tanah. Kelongsoran tanah
(landslides) merupakan proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah. Hal ini terjadi karena tanah kehilangan kesetimbangan daya dukungnya dan
akan terhenti jika telah mencapai kesetimbangan baru (Yulvi Zaika,2011). Analisis stabilitas lereng
tidaklah mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perhitungannya.
4
Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis (limit plastic
equilibrium). Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor keamanan dari bidang
longsor potensial (Hardiyatmo,2006). Hardiyatmo menjelaskan dalam analisis stabilitas lereng,
terdapat beberapa asumsi :
1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap
sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
3. Tahanan geser dari massa tanah, di sembarang titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari
orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.
4. Faktor keamanan didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang
longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser
tanah mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor keamanan
hasil perhitungan lebih besar satu.
Tabel 2.2. Hubungan faktor keamanan dan kejadian longsor
Umumnya , faktor keamanan stabilitas lereng atau faktor aman terhadap kuat geser tanah diambil
lebih besar atau sama dengan 1,2-1,5. Menurut Bowles (1989) nilai dari faktor keamanan
berdasarkan intensitas kelongsorannya seperti tabel 2.2 dibawah ini :
Nilai faktor keamanan Kejadian atau intensitas kelongsoran
FK kurang dari 1,07FK antara 1,07 sampai
1,25
FK diatas 1,25

Longsor terjadi biasa/sering (lereng
labil)Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
2.3 Lereng Tak Terhingga
Hardiyatmo (2006) menjelaskan bahwa lereng tak hingga adalah lereng yang panjangnya (L) sangat
lebih besar dibandingkan dengan kedalamannya (H) yang terletak pada lapisan batuan yang
kemiringan permukaannya sama. Ada dua kondisi yang terjadi pada lereng ini yaitu kondisi dengan
rembesan air dan tanpa rembesan air.
2.3.1 Kondisi tanpa rembesan
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.1 Lereng tak hingga
Berat massa tanah PQTS adalah :
W = bH ..(2.2)
Gaya berat tanah W dapat diuraikan menjadi :
N
a
= W cos = bH cos ..(2.3)
T
a
= W sin = bH sin (2.4)
Tegangan normal () dan tegangan geser () pada bidang AB per satuan lebar adalah :
(2.5)
= .. (2.6)
Reaksi akibat gaya berat W adalah gaya P yang besarnya sama dengan W, dengan arah yang
berlawanan. Uraian gaya P memberikan
N
r
= P cos = W cos = bH cos (2.7)
T
r
= P cos = W cos = bH sin .(2.8)
Dalam kondisi seimbang , tegangan yang bekerja pada bidang AB adalah :

d
= = .(2.9)
Tegangan geser yang terjadi ini dapat dituliskna dalam persamaan

d
= c
d
+ tg
d
.(2.10)
Subtitusi persamaan (2.5) dan (2.9) ke (2.10) diperoleh :
= Cd + . (2.11)

Persamaan (2.12) dapat disusun dalam bentuk :
Cd/ = ..(2.12)
Dari persamaan 2.11, bila faktor aman diberikan pada masing-masin komponen gesekan dan kohesi,
= .(2.13)
c
d
= (2.14)
Subbtitusi persamaan (2.13) dan (2.14) ke dalam persamaan maka akan didapat
F = + ..(2.15)
Dimana :
F = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m3)
= Sudut geser tanah ()
= Sudut kemiringan lereng ()
= berat volume tanah (kN/m
3
)
Untuk tanah yang mempunyai dan c , ketebalan tanah pada kondisi kritis (H
c
) terjadi bila F = 1,
yaitu :
H
c
= ..(2.16)
Dengan H
c
adalah ketebalan maksimum, dimana lereng dalam kondisi kritis akan longsor.
Untuk tanah granuler (c = 0) , pada kondisri kritis, persamaan (2.15) menjadi :
F = (2.1
7)
Persamaan (2.17) memberikan pengertian bahwa pada lereng tak terhingga, untuk tanah granuler,
selama < , maka lereng masih dalam kondisi stabil karena faktor keamanan F > 1.
Untuk tanah kohesif dengan = 0 (lempung jenuh) persamaan (2.15) menjadi :
F = ..(2.18)
Pada kondisi kritis , F= 1 maka tanah untuk tanah kohesif dengan = 0 dapat diperoleh persamaan :
F = .(2.19)
Parameter c / disebut Angka Stabilitas (stability number), yaitu parameter yang menyatakan rasio
komponen kohesi dari tahanan geser terhadap yang dibutuhkan guna memelihara stabilitas atau
keseimbangan pada faktor F = 1.
2.3.2 Kondisi dengan rembesan
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.2 Lereng tak terhingga yang dipengaruhi aliran rembesan
Gambar diatas merupakan suatu lereng dengan kemiringan dengan muka air tanah dianggap
terdapat pada permukaan tanah. Dengan adanya pengaruh air tanah maka kuat geser tanah dapat
ditulis sebagai berikut :

d
= c+ ( - u )
tg ..(2.20)
atau

d
= c+
tg ..(2.21)
Dimana :
= Tegangan normal (kN/m
2
)
= Tegangan normal efektif (kN/m
2
)
u = Tekanan air pori (kN/m
2
)
Ditinjau dari elemen PQTS. Gaya-gaya yang bekerja pada permukaan-permukaan PS dan QT besarnya
sama , jadi saling meniadakan. Selanjutnya, akan dievaluasi faktor aman terhadap kemungkinan
longsor di sepanjang bidang AB yang terletak pada kedalaman H, dibawah permukaan tanah.
Berat tanah pada elemen PQTS adalah :
W =

sat
bH(1) ..(2.22
)
Gaya berat tanah W dapat diuraikan menjadi :
N
a
= W cos = bH cos ..(2.23)
T
a
= W sin = bH sin (2.24)
Reaksi akibat gaya berat W adalah P dengan arah yang berlawanan dengan gaya W. Gaya P dapat
diuraikan menjadi 2 komponen, yaitu :
N
a
= P cos = W cos =
sat
bH cos ..(2.23)
T
a
= P sin = W sin =
sa
tbH sin ..(2.24)
Tegangan normal () dan tegangan geser () pada bidang AB per satuan lebar adalah :
(2.25)

d
= .. (2.26)
Tegangan geser yang terjadi atau tegangan geser yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan
pada bidang AB :

d
= c
d
+ tg
d
.(2.27)
dengan u adalah tekanan air pori yang besarnya =
Subtitusi persamaan (2.25) ke dalam persamaan (2.27) maka diperoleh :

d
= c
d
+ tg
d.
.(2.28)
= c
d
+ Hcos
2
tg
d
(2.29)
Subtitusi persamaan (2.26) ke persamaan (2.29) diperoleh :
= c
d
+ Hcos
2
tg
d
..(2.30)
diselesaikan :
= cos
2
(2.31)
Dengan memberikan faktor aman pada masin-masing komponen kuat geser :

= dan c
d
=
maka dapat diperoleh persamaan faktor keamanan sebagai berikut :
F = (2.32)
Dimana :

sat
= berat volume jenuh tanah (kN/m
3
)
= berat volume efektif tanah (kN/m
3
)
Dari persamaan (2.32), untuk tanah granuler dengan c = 0 , maka faktor keamanannya :
F = ..(2.33)
Sedangkan untuk tanah kohesif dengan = 0,
F = (2.34)
2.4 Lereng Terbatas

(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.1 Lereng terbatas
Berat massa tanah timbunan yang akan longsor
W = 0,5 H CB (1)
= 0,5 H ( H/tan H/tg ) ..(2.35)
= 0,5 H
2
..(2.36)
Dimana :
W = Berat tanah di atas bidang longsor (kN)
= Sudut bidang longsor terhadap horizontal ()
= Sudut lereng timbunan baru ()
= Berat volume tanah (kN/m3)
Tegangan normal () dan tegangan geser () yang terjadi akibat berat tanah ABC pada
bidang AB adalah :
= = .(2.37)

d
= = .(2.38)
Tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan tanah pada bidang AB adalah :

d
= c+ tg ..(2.39)
Tegangan geser yang terjadi pada bidang AB :

d
= c
d
+ tg
d
(2.40)
Pada saat keseimbangan batas tercapai (F=1), =
d
. Subtitusi persamaan (2.37) dan (2.38) ke
persamaan (2.39) maka diperoleh :
= c
d
+ tg
d
...(2.41)
atau
c
d
= .(2.42)
Dari persamaan (2.42) terlihat bahwa c
d
adalh fungsi dari sudut , karena nilai-nilai
,, H, dan
d
adalah konstan.
Dengan mengambil = = 0(2.43)
Diperoleh nilai sudut kritis (
c
) sebesar

c
= /2.(2.42)
subtitusi persamaan =
c
ke persamaan (2.42)
c
d
= (2.43)
saat kondisi kritis F=1. Dari subttitusi c
d
= c dan

= ke persamaan (2.43) diperoleh persamaan
tinggi H kritis :
H
c
= ..(2.44)
Dimana :
Hc = tinggi kritis lereng (m)
= Sudut bidang longsor terhadap horizontal ()
= Sudut lereng timbunan baru ()
= Berat volume tanah (kN/m3)
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Lereng
Secara umum faktor yang menyebabkan keidakstabilan lereng ada dua (2) yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari tubuh lereng seperti material tanah
pembentuk lereng, muka air tanah, kemiringan lereng, retakan pada lereng, pelapukan tanah, dan
aktivitas geologi dari lereng untuk lereng alami. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari luar seperti infiltrasi air hujan, aktivitas manusia, keberadaan vegetasi, rayapan lereng,
dan gempa.
2.5.1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor pereduksi kuat geser tanah dan berasal dari tubuh lereng sendiri
yang menyebabkan kelongsoran. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Material pembentuk lereng
Material pembentuk lereng sangat mempengaruhi stabilitas lereng. Diantara material pembentuk
lereng adalah tanah granuler dan tanah kohesif. Tanah granuler meliputi pasir, kerikil, batuan dan
campurannya. Kelemahan tanah granuler adalah jenis tanah ini mempunyai sifat meloloskan air. Jadi,
lereng yang material pembentuknya tanah granuler akan mudah terjadinya longsor ketika musim
hujan, karena material pembentuk akan ikut terbawa aliran air permukaan. Selain itu, jika terjadi
getaran dengan frekuensi tinggi dan beban yang besar, penurunan besar akan terjadi terutama jika
kondisi butiran tanah tidak padat. Keunggulan tanah granuler adalah mempunyai kuat geser yang
baik. Semakin kasar permukaan butirannya maka akan semakin besar kuat gesernya. Sedangkan
tanah kohesif meliputi tanah lempung, lempung berlanau, dan lempung pasiran. Kelemahan tanah
kohesif adalah sifat kembang-susutnya, dan kuat geser rendah. Sifat kembang susut dari tanah
kohesif pembentuk lereng sangat berpengaruh pada stabilitas lereng. Jika tanah jenuh air, maka tanah
akan mengembang yang akan mereduksi kuat geser dari lereng. Sebaliknya jika kondisi kering maka
tanah akan susut, kedua kondisi akan mempengaruhi stabilitas lereng. Tanah kohesif mempunyai
kuat geser yang rendah, hal ini terjadi jika susunan tanahnya terganggu akibat perubahan kadar air
pada tubuh lereng. Keunggulan tanah kohesif adalah sifat yang tidak mudah lolos air. Lereng yang
material pembentuknya tanah kohesif akan sulit untuk terjadinya infiltrasi air hujan.
b. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng juga memberikan pengaruh terhadap bahaya kelongsoran. Secara visual lereng
terjang akan sangat mudah untuk terjadinya kelongsoran tanah. Yulvi zaika (2011) menyimpulkan
bahwa semakin besar derajat kemiringan lereng maka akan semakin menurunkan angka keamanan
lereng, yang artinya lereng tersebut berpotensi untuk terjadinya longsor.
c. Muka air tanah
Keberadaan air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi stabilitas lereng. Kondisi
ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan
kadar air tanah, derajat kejenuhan,dan muka air tanah. Keberadaan air tanah akan menurunkan sifat
fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori yang berarti
memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka
air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan
(piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang di
hanyutkan, sehingga ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Zakaria).
d. Struktur geologi lereng
Struktur geologi material pembentuk sangat menentukan stabilitas lereng, sebagai contoh, rangkaian,
tebal dan letak bidang dasar batuan berpengaruh secara langsung terhadap potensi perkembangan dan
pembentukan lereng, pembentukan lembah, punggung bukit, tebing curam dan pembentukan tanah
redusial, talus dan endapan. Ketidakmenerusan (discontinuity) seperti : patahan (faults), lipatan (folds)
dan kekar (joints) harus dipelajari dengan cermat dan dipetakan. Dalam memprediksi stabilitas lereng
secara akurat, penting untuk memperhatikan urutan bidang lemah dan kuat, permukaan runtuhan
yang telah lalu, zona patahan, dan pengaruh hidrogeologi (Hardiyatmo,2006).
e. Pelapukan tanah
Terdapat dua macam pelapukan, yaitu pelapukan secara kimiawi dan secara mekanis. Kecepatan
pelapukan secara kimiawi berkisar diantara beberapa hari sampai tahunan dan mempengaruhi
stabilitas jangka pendek dan jangka panjang lereng (Blyth dan Freitas dalam Hardiyatmo,2006).
Sebaliknya, pelapukan secara mekanis dapat berlangsung sebelum pelapukan secara kimiawi (yang
berakibat buruk pada lereng). Pelapukan secara kimiawi berupa pecahnya mineral ke dalam
komponen yang baru oleh akibat reaksi kimia dengan asam di dalam udara, hujan dan air sungai.
Pelapukan secara mekanik adalah proses hancurnya batuan ke dalam fragmen-fragmen lebih kecil
disebabkan oleh proses fisik, seperti siklus beku-cair es dan perubahan temperatur. Ketika air
membeku dalam retakan batuan, energi yang besar dapat memecah batuan.
2.5.2 Faktor eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang menambah gaya-gaya penyebab longsor (kausatif). Faktor-faktor
tersebut antara lain :
a. Infiltrasi air hujan
Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang tidak kedap air dapat bergerak ke dalam tanah
akibat gaya gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi. Infiltrasi adalah proses
masuknya air ke permukaan tanah sedangkan air yang telah ada di dalam tanah kemudian bergerak
ke bawah oleh gravitasi disebut perkolasi. Kelongsoran lereng pada musim hujan, disebabkan
terutama olehinfiltrasi air hujan ke dalam tanah yang menyebabkan tanah menjadi jenuh disertai
perubahan pada karakteristik tanah terutama kekuatannya (Wardana, 2011). Kenaikan muka air tanah
meningkatkan tekanan air pori yang memperkecil ketahanan geser dari tanah.
b. Keberadaan vegetasi
Vegetasi atau tanaman juga berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Akar tanaman akan menyerap air
hujan yang berinfiltrasike dalam tanah melalui proses evapotranspirasioleh tanaman yang dapat
meningkatkan tegangan pori negatif dan membatasi timbulnya tegangan pori positif. Pengaruh ini
menyebabkan perubahan pada kedua parameter (tegangan air pori dan tegangan udara pori) yang
memberikan pengaruh terhadap tegangan geser serta volume tanah. (Santiawan,dkk,2007). Namun
demikian, keberadaan tanaman secara hidrologi maupun mekanis tidak hanya memberikan
keuntungan tetapi juga dapat memberikan kerugian, seperti yang dijelaskan Greenway dalam
Hardiyatmo (2006 ) pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pengaruh hidromekanik tumbuhan terhadap lereng
No. Mekanisme secara Hidrologi Pengaruh
1.
Daun-daun memotong hujan
menyebabkan hilangnya absorpsi dan
transpirasi yang mereduksi hujan untuk
berinfiltrasi. Menguntungkan
2.
Akar dan batang menambah kekasaran
permukaan dan permeabilitasnya
sehingga menambah kapasitas infiltrasi. Merugikan
3.
Akar menyerap air dari tanah, air yang
hilang ke udara oleh transpirasi,
menyebabkan tekanan air pori
berkurang. Menguntungkan
4.
Pengurangan kelembaban tanah akibat
penyerapan akar dapat menyebabkan
tanah retak, sehingga menambah
kapasitas infiltrasi. Merugikan

Mekanisme secara Mekanis Pengaruh
5.
Akar memperkuat tanah, menambah
kuat geser . Menguntungkan
6.
Akar pohon menembus sampai ke
lapisan kuat, memberikan dukungan
pada tanah bagian atas karena berfungsi
sebagai penyangga (buttressing) dan
memberi efek lengkung (arching). Menguntungkan
7.
Berat pohon membebani lereng ,
menambah komponen gaya normal dan
gaya ke bawah lereng. Menguntungkan/Merugikan
8.
Tumbuh-tumbuhann menimbulkan gaya
dinamik ke lereng akibat angin. Merugikan
9.
Akar mengikat partikel tanah
dipermukaan dan menambah kekasaran
permukaan, sehingga mengurangi
kemudahan tererosi. Menguntungkan
c. Kegempaan
Gempa bumi adalah peristiwa goncangan bumi karena penjalaran gelombang seismik dari suatu
sumber gelombang kejut (shock wave) yang diakibatkan oleh pelepasan akumulasi tekanan di bawah
permukaan bumi secara tiba-tiba. Sumber gempa yang paling umum ada dua, yaitu pergerakan (slip)
pada zona patahan aktif yang disebut sebagai gempa tektonik dan pergerakan magmapada aktivitas
gunung api yang disebut sebagai gempa vulkanik (Karim, 2011). Indonesia sangat rawan dengan
bencana gempa bumi karena terletak pada zona batas empat lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia,
Lempeng India, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik.








(Sumber:PMB ITB,2007)
Gambar 2.1. Peta pertemuan lempeng di Indonesia
Hardiyatmo (2006) menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh gempa bumi terhadap lereng antara
lain :
1. Liquefaction, yaitu kondisi dimana tekanan air pori sama dengan tekanan overburden sehingga sifat
tanah seperti zat cair.
2. Perubahan tekanan air pori dan tegangan efektif dalam massa tanah.
3. Timbulnya retak-retak (cracks) yang dapat mereduksi kuat geser tanah.
d. Rayapan (creep)
Rayapan atau rangkak didefinisikan sebagai gerakan tanah atau batuan pembentuk lereng yang
kurang lebih kontinyu dalam arah tertentu. Rayapan ini bisa terjadi pada tanah permukaan maupun
pada kedalaman tertentu. Proses terjadinya rayapan sering digambarkan sebagai peristiwa geser
kental (viscos shear) yang menyebabkan terjadinya deformasi permanen tetapi tidak ada keruntuhan
seperti longsoran (Hardiyatmo,2006).






(Sumber: Materi kuliah,2012)
Gambar 2.2. Rayapan (Creep)
e. Aktivitas manusia
Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikutsertakan peranan aktivitas manusia.
Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan
membuat perumahan (real-estate) atau villa di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit
merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut menyebabkan
berubahnya kesetimbangan tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak
lereng, maka keamanan lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak
menurunkan faktor keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin besar pula
penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga lereng makin labil atau makin rawan longsor.
Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya
oleh aktivitas penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan
serta erosi (Hirnawan dalam Zakaria ).

2.6 Jenis-jenis Gerakan Tanah
Gerakan massa tanah (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar disepanjang
bidang longsor kritisnya. Menurut Cruden dan Varnes dalam Hardiyatmo (2006) karakteristik
gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam :
1. Jatuhan (falls)
2. Robohan (topples)
3. Longsoran (slides)
4. Sebaran (spreads)
5. Aliran (flows)
2.3.1. Jatuhan (falls)
Jatuhan merupakan jenis gerakan tanah lempung yang terjadi bila air hujan mengisi retakan di
puncak sebuah lereng yang terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dalam umumnya
runtuh miring ke belakang, sedangkan untuk retakan yang dangkal rutuhanya ke depan. Jatuhan
batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi karena pelapukan, perubahan
tempetatur, tekanan air atau penggalian bagian bawah lereng. Jatuhan terjadi di sepanjang kekar,
bidang dasar atau zona patahan lokal. Sampai saat ini tidak ada metoda yang cocok untuk
menganalisis stabilitas lereng dengan tipe jatuhan. Menurut Zakaria, Jatuhan adalah jatuhan atau
massa batuan bergerak melalui udara,termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan
bongkah batu dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain. Termasuk
jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu,bahan rombakan maupun tanah.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.3. Jatuhan (falls)
2.3.2. Robohan (topples)
Robohan adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan yang sangat terjal
sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang relatif vertikal. Tipe gerakan
ini hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan longsor adalah mengguling hingga roboh,
yang berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan,
adalah seperti halnya kejadian jatuhan batuan, yaitu air yang mengisi retakan.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.4. Robohan (topples)
2.3.3.Longsoran (slides)
Longsoran adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan
geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau
terpecah-pecah. Longsoran juga terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah longsor rotasi,
longsor translasi, dan kelongsoran blok.




(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.5. Jenis-jenis longsoran (slides)
2.3.4.Sebaran (spreads)
Sebaran merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan dan
terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.6. Sebaran (spreads)
2.3.5.Aliran (flows)
Aliran adalah gerakan dari material yang telah hancur ke bawah lereng dan mengalir seperti cairan
kental. Alirannya sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang terbawa oleh aliran
biasanya terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu besar), kayu, ranting,dan
lain-lain. Adapun jenis-jenis dari aliran,adalah :
1. Aliran tanah (earth flow)
Adalah aliran yang terjadi pada tanah lempung dan lanau sehabis hujan lebat.
1. Aliran lumpur (mud flow)
Adalah aliran yang biasanya terjadi pada kemiringan 5 sampai 15 derajat pada tanah lempung yang
padat dan retak-retak di antara lapisan-lapisan pasir yang bertekanan air pori tinggi.
1. Aliran debris (debris flow)
Merupakan aliran yang biasa terjadi pada material berbutir kasar misalnya pada lereng yang kering
dimana tidak ditumbuhi pepohonan.
1. Aliran Longsoran (flow slide)
Gerakan material pembentuk lereng akibat likuifasi pada lapisan pasor halus atau lanau yang tidak
padat dan umumnya terjadi pada lereng bagian bawah.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.6. Jenis-jenis aliran (flows)
2.4 Metode perhitungan faktor keamanan lereng
a. Metode Fellinius


(Sumber: Zakaria)
Gambar 2.7. Sketsa lereng dan gaya yang bekerja
Analisis stabilitas lereng dengan metode Fellinius (1936) menganggap gaya-gaya yang bekerja pada
sisi kanan-kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsor.
Dengan anggapan ini, keseimbangna arah vertikal dan gaya-gaya yang bekerja dengan
memperhatikan tekanan air pori adalah :
N
i
+ U
i
= W
i
Cos
i
(3)
Atau
N
i
= W
i
Cos
i
U
i


= W
i
Cos
i
u
i
a
i
(4)
Faktor keamanan didefinisikan sebagai :
FK = Jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor
Jumlah momen dari berat tanah yang longsor
= M
r
(5)
M
d

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin maka :
M
d
= R (6)
Dimana :
R = Jari-jari lingkaran bidang longsor
n = Jumlah irisan
W
i
= Berat massa tanah irisan ke-i

i
= Sudut yang didefinisikan pada gambar 2.8
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah dasar longsor, adalah :
M
r
=

R (7)
Sehingga persamaan untuk faktor aman terjadi,
(8)
Bila terdapat air pada lereng, tekanan air pori pada bidang longsor tidak menambah momen akibat
tanah yang akan longsor (M
d
), karena resultan gaya akibat tekanan gaya akibat tekanan air pori lewat
titik pusat lingkaran. Subtitusi persamaan (4) ke persamaan (8).
..(9)
Dimana :
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m
3
)
= Sudut geser dalam tanah ()
a
i
= Panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
W
i
= Berat massa tanah irisan ke-i (kN)
u
i
= Tekanan air pori pada irisan ke-I (kN/m
2
)

i
= Sudut yang didefinisikan pada gambar 2.8







Gambar 2.8. Sketsa lereng dan gaya yang bekerja
Jika terdapat gaya-gaya selain berat tanah sendiri, misalnya pembebanan bangunan atau beban
lalulintas diatas lereng , maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai M
d
.
b. Perhitungan Pengaruh InfiltrasiAir Hujan Terhadap Stabilitas Lereng
Dalam penelitian ini Intensitas air hujan dihitung menggunakan persamaan yang diperoleh dari
pengamatan curah hujan terbesar dunia,WMO (World Meterologi Organization).
t = (10)
I = ..(11)
(Sumber: Sri Hartati,dkk,,2008)
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata (mm)
t = Durasi hujan (Jam)
I = Intensitas hujan (mm/Jam)
Sedangkan laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah dihitung menggunakan model infiltasi Green-Ampt
dan persamaan Darcy dengan asumsi batas kandungan air dan infiltrasi air dianggap konstan.
f = K
s
(12)
FF = Z
w
.

= K
s
.t +
.
ln (13)
(Sumber: Sri Hartati,dkk,,2008)
Dimana :
f = Laju Infiltrasi (mm/jam)
FF = kedalaman infiltrasi total (m)
t = waktu (mm/Jam)
K
s
= Konduktivitas hidrolik jenuh tanah (mm/Jam)

f
= parameter penyerapan batas pembahasan tanah Green-Ampt (mm)

i
= Beda air tanah (mm
3
/mm
3
)
Z
w
= Kedalaman bidang pembasahan (m)
Faktor keamanan dari lereng dengan parameter intensitas hujan adalah sebagai
berikut:
FK = (14)
Dimana :
FK = Faktor keamanan = Sudut geser tanah efektif ()
c = Kohesi efektif jenuh tanah (kN/m
2
) = kemiringan lereng ()

sat
= Berat jenis tanah jenuh (kN/m
3
) u
w
= Tekanan air pori (kN/m
2
)
Adapun Parameter tekstur tanah yang digunakan dalam model ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3. Properti Hidrolik dan Geomekanik tanah
Tektur
Tanah
Porositas
Efektif
(
e
)
Wilting
Point
Water
Content
(
w
)

i
=

e-

w

K
s

(mm/jam)

f

(mm)
Pasir 0,471 0.033 0,384 235,6 96,2
Pasir
Lempungan 0,401 0,055 0,346 59,8 119,6
Lempung
Pasiran 0,412 0,095 0,317 21,8 215,3
Lempung 0,434 0,117 0,317 13,2 175,0
Lempung
Liatan 0,390 0,197 0,193 2,0 408,9
Liat Pasiran 0,321 0,239 0,082 1,2 466,5
Liat
Lempungan 0,423 0,250 0,173 1,0 577,7
Liat 0,385 0,272 0,113 0,6 622,5

(Sumber: Rawls dalam Sri Hartati,dkk,,2008)
1. c. Perhitungan Pengaruh Kegempaan Terhadap Stabilitas Lereng
Untuk memperhitungkan pengaruh gravitasi akibat gempa, hal yang sering dilakukan dalam analisis
stabilitas lereng adalah dengan menggunakan konstanta numerik yang biasanya disebut koefisien
gempa (kg). Koefisien ini diberikan dalam persen dari gravitasi. Sebagai contoh, koefisien gravitasi
10% (0,1g) sering digunakan dalam hitungan. Jadi, gaya-gaya dinamis dianggap sebagai gaya statis,
yang kadang-kadang disebut pseudostatic analysis. Analisis stabilitas lereng yang paling sederhana
adalah analisis pendekatan pseudostatic, dimana efek dari gempa digantikan akselerasi horizontal atau
vertikal konstan. Bentuk yang paling umum dari analisis pseudostatic adalah dengan mengganti gaya
percepatan gempa horizontal dan vertikal menjadi gaya statis Fk dan Fv.
.(15)
..(16)
(Sumber: Wardana,2011)
Dimana :
a
k
= percepatan pseudostatik horizontal
a
v
= percepatan pseudostatik vertikal
k
k
= koefisien pseudostatik horizontal
k
v
= percepatan pseudostatik vertikal
g = koefisien gravitasi (%)
W = Berat dari tanah yang akan runtuh (kN)
Nilai faktor keamanannya :
..(17)
..(18)
(Sumber: Wardana,2011)
Dimana :
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m3)
= Sudut geser tanah ()
l
ab
= Panjang bidang keruntuhan (m)
= kemiringan lereng ()
(Sumber: Rawls dalam Sri Hartati,dkk,,2008)
Gambar 2.9. Peta zona gempa Indonesia
3. Perhitungan Pengaruh Vegetasi Terhadap Stabilitas Lereng
Tumbuh-tumbuhan mempengaruhi stabilitas lereng. Peran tumbuh-tumbuhan dalam stabilitas lereng
bergantung pada tipe tumbuh-tumbuhan dan proses degradasi lereng.
..(19)
= f (c..
n
.u) = c.(
n
u ) tan ..(20)

m
= f (.h..h.g.a) ..(21)
Bila terdapat akar tanaman maka persamaannya merubah menjadi :
= (c+ cR) + (
n
u ) tan (+ R)..(22)
Dimana :
FK = Faktor keamanan
= Kekuatan geser tanah

m
= Tegangan geser yang bekerja
= Sudut geser tanah efektif ()
R = Kontribusi akar tanaman terhadap sudut geser dalam efektif ()
l
ab
= Panjang bidang keruntuhan (m)
= kemiringan lereng ()
c = Kohesi tanah efektif (kN/m3)
c R = Kontribusi akar tanaman terhadap kohesi tanah efektif (kN/m3)

n
= Tegangan normal yang tergantung kemiringan lereng, tinggi, berat volume,
beban merata
h = Tinggi lereng (m)
= Berat volume tanah (kN/m3)
g = Beban merata (kN/m3)
a = percepatan gempa
4. Perhitungan Stabilitas Lereng menggunakan Geo-Slope
Geo-Slope adalah produk Software yang menggunakan batas kesetimbangan dalam perhitungan faktor
keamanan lereng. Untuk perhitungan dengan bantuan program Geo Slope dibutuhkan parameter
tanah sebagai berikut :
1. c = Kohesi tanah (kN/m
2
)
2. = Sudut gese tanah ()
3. = Berat jenis tanah ( kN/m
3
)
4 . = Kemiringan Lereng ()
Langkah langkah dalam melakukan perhitungan dengan Geo Slope :
1. Menentukan ukuran halaman (page) , skala (scale) dan diagram
kartesius (axes), semua perintah terdapat pada toolbar Set.
1. Menggambar lereng dengan terlebih dahulu menetapkan titik acuan
pada lereng lalu titik tersebut dihubungkan dengan garis (points and
lines command) pada toolbar KeyIn.
1. Menentukan properti properti tanah (soil properties) untuk
perhitungan, semua perintah terdapat pada toolbar KeyIn.
1. Menentukan muka air tanah (pore pressure) dengan perintah pada
toolbar KeyIn.
1. Menentukan titik pusat longsor (grid) dalam bentuk matriks dan jari
jari kelongsoran (radius) dengan perintah pada toolbar KeyIn.
1. Menentukan ketetapan ketetapan dalam melakukan analisa dengan
perintah Analysis Settings pada toolbar KeyIn.
1. Melakukan verifikasi terhadap gambar lereng dan parameter lainnya
dengan perintah verivy pada toolbar Tools.
1. Memulai perhitungan dengan perintah solve pada toolbar Tools.
2. Maka akan didapat faktor keamanan dan penampang melintang lereng.





(Sumber: Google ,2012 )
Gambar 2.10. Tampilan Software Geoslope
2.7 Pengujian Parameter tanah
1. 1. Pengujian Geolistrik
Geolistrik adalah hasil perpaduan disiplin ilmu geoteknik dan listrik. Geolistrik merupakan salah satu
metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan
tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke
dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke
dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran
arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut
maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan
tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah elektroda tegangan
M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB
diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai
dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama
dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka
diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari
AB/2 (Surdaryo,2008).
(Sumber: Google ,2012 )
Gambar 2.11. Alat dan Siklus Geolistrik
1. 2. Pengujian Sondir
Pengujian adalah pengujian lapangan guna pendugaan profil lapisan tanah terhadap kedalamannya
yang didapatkan dari pembacaan tahanan ujung dan gesekan selimut dari batangan besi yang
dimasukkan kedalam tanah. Pengujian Sondir dilakukan untuk mengetahui pelawanan tanah yang
dilakukan dengan cara menusukkan Bikonis/ Konis kedalam Tanah. Dari gesekan dan tekanan
bikonos yang terjadi di dalam tanah dihantarkan melalui Stang Sondir bagian dalam yang kemudian
dibaca pada Manometer. Dari data yang diperoleh maka dibuatlah Grafik Perlawanan Tanah dan
Hambatan Konis. Dengan adanya Grafik Sondir maka dapat diketahui Kondisi dan kedalaman tanah
untuk Perencanaan Pondasi.
(Sumber:Google,2012 )
Gambar 2.12. Alat pengujian Sondir
1. 3. Pengujian Hand-bore
Hand-bore adalah pengujian lapangan dengan memasukan batangan pipa kedalam lapisan tanah
dengan kedalaman tertentu untuk mengambil sampel tanah tak terganggu (Undisturb samples) yang
nanti akan dilakukan pengujian laboratorium.

(Sumber:Hasil analisis,2012 )
Gambar 2.13. Sketsa pengujian Hand-bore

1. 4. Pengujian Triaxial
Pengujian triaxial adalah pengujian lanjutan dari hand-bore untuk mendapatkan nilai kohesi (c) dan
sudut geser tanah () yang kemudian akan di-input kedalam persamaan untuk mendapatkan proses
perhitungan stabilitas lereng. Adapun proses pengujiannya adalah sebagai berikut :
Bentuk contoh = Silinder ; 2 1/D 2.5
Jumlah untuk sekali pengujian = 3 buah per-contoh
Nilai-nilai yang diperoleh :
1. selubung kekuatan (strength envelope = kurva intrinsik)
2. kuat geser (shear strength)
3. sudut geser dalam ( f )
4. kohesi ( c )
Proses pengujian :
1. Contoh dimasukkan ke dalam selubung kemudian dimasukkuan ke dalam cell.
2. Cell diisi oli sampai penuh, kemudian tutup
3. Letakkan cell di bawah mesin tekan, pasang dial gauge
4. Ukur perubahan panjang selama ditekan
5. Nilai s
3
disesuaikan dengan keperluan rencana
6. s
1
dinaikan secara perlahan, sampai contoh pecah
(Sumber: Google,2012 )
Gambar 2.14. Alat pengujian triaxial dan kurva hasil pengujian
1. 5. Pengujian Berat Jenis tanah
Berat jenis tanah () adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat isi air suling
pada temperatur dan volume yang sama. Pengujiannya dilakukan di laboratorium dengan contoh
tanah lolos saringan 4,75 mm (No. 4) atau saringan 2,00 mm (No. 10) . Contoh tanah yang diuji
diambil dari hasil hand-bore.

1. 6. Pengukuran Kemiringan Lereng
Pengukuran kemiringan lereng menggunakan Waterpass atau Theodolit. Langkah kerja dari
pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Tentukan BM atau titik patokan
2. Tinjau lokasi pengukuran dan tentukan titik-titik yang akan kita buat konturnya
3. Pertama-tama yang kita lakukan dilokasi pengukuran adalah menentukan arah utara dan titik BM
4. Bidik alat kearah utara lalu nol kan semua sudutnya kemudian lalu kunci
5. Bidik titik BM dari titik tersebut lalu baca rambu ukur serta sudut horizontal dan vertikal yang
terbaca dialat.
6. BM adalah titik patokan kita, mengawali kita untuk membuat kontur. BM (0.00)
7. Dari titik tersebut kita bidik titik yang memanjang lereng yang berjarak tertentu misalnya 5 m antar
tiap titiknya. Misal titik memanjang Lereng titik A1, B1, C1,..n1.
8. Lalu dari titik itu kita dapat membidik ketittik yang memanjang lereng yang berjarak masing-masing
5 m dari titik tersebut. Misal titik melintang lereng titik A2,A3,A4,..An.
9. Selanjutkan pindahkan alat ketitik B1, dan dari B1 kita bidik dulu ketititk A1 lalu kita atur sudutnya
0, lalu putar alatnya dengan sudut 180 membidik ketitik C1, kemudian putar alatnya sehingga sudut
yang terbaca adalah 270 lalu kita dapat membidik kearah B2 sampai B10.
10. Kita dapat membaca rambu ukur disetiap titik tersebut sehingga kita dapat mendapatkan beda tinggi
dari lokasi tersebut.
11. Lalu lakukan hal tersebut disetiap titik sehingga kita dapat memperoleh beda tinggi.
12. Kemudian kita dapat membuat penampang melintang dari lereng.

(Sumber:Google,,2012 )
Gambar 2.16. Sketsa penggunaan Waterpass dan Theodolit

2.8 Metode Interpretasi Data
Data-data yang telah didapat dari pengujian di lapangan dan di laboaratorium akan di in-put kedalam
persamaan-persamaan dan Software pendukung untuk memperoleh faktor keamanan lereng
berdasarkan faktor yang mempengaruhinya. Setelah diketahui angka keamanan lereng dari masing-
masing faktor, akan dilakukan analisis preventif terhadap kelongsoran. Kemudian dihitung ulang
faktor keamanan dari desain preventif tersebut hingga mencapai faktor keamanan yang diinginkan.
2.9 Upaya-upaya Preventif Kelongsoran Lereng
Sebelum memilih metode stabilisasi yang tepat, maka perlu diketahui lebih dahulu penyebab
ketidakstabilan dari lereng tersebut. Karena sering terdapat lebih dari satu faktor yang memicu
ketidakstabilan lereng. Hardiyatmo (2006) menjelaskan bahwa perbaikan stabilias lereng umunya
dilakukan untuk mereduksi gaya-gaya yang menggerakkan, menambah tahanan geser tanah atau
keduanya.
Gaya-gaya yang menggerakkan dapat direduksi dengan cara :
1. Menggali material yang berada pada zona tidak stabil
2. Mengurangi tekanan air pori dengan mengalirkan air pada zona tidak stabil.
Gaya-gaya yang menahan gerakan longsor dapat ditambah dengan cara :
1. Membuat drainase, yang menambah kuat geser tanah
2. Menghilangkan lapisan lemah atau zona berpotensi longsor yang lain
3. Membangun struktur penahan atau sejenisnya
4. Melakukan perkuatan tanah
5. Penanganan secara kimia, atau yang lain (misalnya mengeraskan tanah ) untuk menambah kuat geser
tanah.
Adapun macam-macam metoda perbaikan lereng adalah sebagai berikut :
1. Merubah geometrik lereng
2. Mengontrol drainase dan rembesan
3. Pembuatan struktur untuk stabilisasi
4. Pembongkaran dan pemindahan
5. Perlindungan permukaan lereng
6. Perbaikan dengan revegetasi
2.8.1 Perbaikan dengan Merubah Geometrik Lereng
Penggalian bagian tertentu pada lereng dimaksudkan untuk mengurangi gaya-gaya yang
menyebabkan gerakan lereng. Perbaikan stabilitas lereng dengan merubah geometri lereng meliputi :
1. Pelandaian kemiringan lereng
Membuat lereng lebih landai merupakan perbaikan lereng yang relatif murah , namun bergantung
ruang bebas yang tersedia. Jika timbunan terletak pada lereng alam yang curam, hal ini mungkin sulit
dilakukan.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.17. Pelandaian lereng
1. Pembuatan trap-trap/bangku (benching)
Penggalian berbentuk trap atau bangku cocok dilakukan pada lereng terjal, di mana perbaikan
stabilitas dengan membuat lereng lebih landai sulit dilakukan.
Struktur trap dapat mengurangi erosi dan menahan gerakan turun debris (campuran material granuler)
pada longsoran kecil. Oleh adanya trap, laju aliran permukaan yang sering diikuti dengan aliran
debris menjadi terhambat.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.18. Pembuatan trap-trap
2.5.2. Perbaikan dengan Revegetasi
Perbaikan lereng dengan melakukan penanaman tumbuhan pada permukaannya merupakan alternatif
perbaikan yang murah. Penanaman pohon-pohon pada lereng akan mengurangi besarnya aliran air
pada permukaan lereng yang dapat menyebabkan longsor karena air hujan akan dipecah sebelum
sampai ke tanah dengan adanya dedaunan. Secara mekanis akar tanaman akan memperkuat ikatan
antar partikel tanah.
(Sumber: http://www.mining-technology.com/projects/misima/misima6.html,2011)
Gambar 2.19. Perbaikan dengan revegetasi
2.5.3. Pembuatan Struktur Bangunan Penahan
Pembuatan struktur bangunan pada lereng adalah untul menambah gaya-gaya yang menahan
kelongsoran. Biasanya dilakukan dengan cara meletakakn massa tanah atau batuan atau dinding
penahan di kaki lereng. Pembuatan struktur untuk stabilisasi meliputi:
1. Struktur berm
Berm merupakan timbunan batuan atau tanah yang digunakan untuk menahan berat tanah atau bauan
pada bagian kaki lereng.Berm biasanya digunakan dalam masalah keruntuhan rotasional yang dalam,
yang biasanya terjadi pada tanah kohesif seperti lempung dan lempung berlanau.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.20. Perbaikan dengan Berm
1. Parit geser (shear trenches)
Parit geser akan menambah stabilitas dari lereng. Selain itu, parit geser dapat mendrainase air tanah
pada lereng. Parit geser dapat dikombinasikan dengan metode pelandaian lereng dan berm.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.21. Parit Geser
1. Dinding Penahan (retaining wall)
Struktur penahan yang dibangun di kaki lereng memperbesar stabilitas lereng karena dapat menahan
gerakan massa tanah yang akan longsor. Struktur penahan di kaki lereng juga melindungi kaki lereng
terhadap gerusan atau erosi. Dinding penahan dapat dibuat pada dua tempat yaitu pada kaki lereng
dan memotong kaki lereng. Dinding penahan yang dibuat dengan memotong lereng, dimaksudkan
untuk mendapatkan kelandaian lereng di atas dinding panahan, metode ini biasa dikombinasikan
dengan revegetasi dan pelandaian lereng.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.22. Dinding penahan dengan memotong lereng
Dinding penahan dengan tidak memotong lereng memiliki fungsi yang sama dengan dinding penahan
yang memotong lereng. Perbedaannya ada pada ketersediaan lahan. Jika memungkinkan maka
struktur ini dapat diterapkan.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.23. Dinding penahan dengan tidak memotong lereng
Ada banyak jenis dari dinding penahan yang biasa digunakan untuk perbaikan lereng. Metode ini
merupakan metode yang relatif mahal dan sulit dikerjakan. Jenis dinding penahan yang sering
digunakan dalam perbaikan lereng adalah sebagai berikut :
1. Struktur penyangga dari tanah atau batu
Struktur ini terdiri urugan batuan atau tanah yang digunakan untuk menahan gerakan darri lereng.
Metode ini cukup murah untuk diterapkan jika didaerah sekitar lokasi terdapat banyak material batu.
1. Dinding bronjong
Bronjong adalah kotak-kotak yang biasanya terbuat dari anyaman kawat besi dengan dimensi tertentu
yang diisi dengan batuan dengan diameter 10-20 cm atau biasa disebut batu bujang. Struktur ini
bersifat fleksibel terhadap gerakan lereng dan lolos air.
1. Dinding krib
Dinding yang terbuat dari balok-balok yang saling mengikat.Struktur ini cocok untuk perbaikan
lereng dengan tipe kelongsoran dangkal.
1. Dinding tanah bertulang
Struktur ini terdiri dari dinding-dinding yang berupa timbunan tanah yang diperkuat dengan bahan-
bahan tertentu misalnya geoteksil atau metal.
1. Dinding gravitasi
Dinding gravitasi merupakan dinding penahan mengandalkan berat sendiri dalam nenahan gerakan
lereng. Biasanya bahan penyusunya merupakan batu, beton bertulang, atau tanah bertulang dengan
perkuatan geotekstil.
1. Dinding kantilever
Dinding kantilever adalah dinding yang terbuat dari beton yang didisain untuk menahan lereng
dengan mengandalakan berat sendirinya dan berat tanah yang berada dibelakangnya atau yang berada
diatas plat dasar dari strukturnya.
1. Dinding counterfort
Dinding ini adalah dinding yang terdiri dari dinding beton bertulang yang terdapat tambahan penahan
dari beton atau skur sebagai tambahan dalam menahan gerakan tanah.
1. Dinding angker
Merupakan struktur yang terdiri dari dari dinding beton yang diangker oleh batangan besi,baja,atau
kabel prategang yang dinjeksi kedalam lapisan tanah keras yang kemudian dikakukan dengan semen
pada bagian ujung dari angker.
(Sumber: Google,2012)
Gambar 2.24. Jenis-jenis dinding penahan
1. Tiang-tiang atau kaison
Metode perbaiakan ini adalah dengan menanamkan tiang-tiang atau kaison yang terbuat beton pada
tanah secara bersusun agar terbentuk dinding penahan yang berfungsi sebagai penahan tekanan tanah
lateral yang dapat melongsorkan lereng.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.25. Perbaikan dengan tiang-tiang atau kaison
2.5.4. Pembongkaran dan Pemindahan
Proses ini digunakan untuk lereng buatan, yaitu dengan membongkar atau mengganti material
penyusun lereng dengan material yang lebih ringan. Hal ini dapat mereduksi gaya-gaya yang
menggerakkan tanah untuk longsor.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.26. Contoh pembongkaran lereng
2.5.5. Perlindungan Permukaan Lereng
Perlindungan permukaan lereng dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infiltrasi air hujan ke tubuh
lereng yang dapat mengakibatkan kelongsoran. Perlindungan permukaan lereng meliputi.
1. Shotcrete atau plester chunam
Shotcrete adalah perlindungan lereng dengan pelapisan beton pada lereng. Campuran beton harus
diuji di laboratorium untuk kesesuaian kuat tekannya. Plester Chunan adalah tanah yang dicampur
dengan semen kapur untuk memplester permukaan galian supaya terlindung dari erosi dan infiltrasi.
Namun penggunaan cara ini maksimal pada ketinggian lereng maksimum 3 meter.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.27. Shotcrete
1. Pasangan batu (masonry blocks) atau rip-rap
Konstruksi ini merupakan susunan batu disusun dipermukaan lereng untuk melindungi lereng dari
erosi dan pelapukan.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.28. Pasangan batu atau rip-rap

2.5.6. Pengontrolan Drainase dan Rembesan
Infiltrasi air hujan kedalam lereng akan membuat ketidakstabilan lereng. Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengalirkan air pada permukaan lereng dengan sistem drainase. Salah satu sistem drainase
yang digunakan untuk mengalirkan air permukaan agar tidak terjadi infiltrasi air ke tubuh lereng
adalah drainase pemotong rembesan (Cut-off drain).
(Sumber: GCO dalam Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.29. Cut-off drain

Anda mungkin juga menyukai