Anda di halaman 1dari 47

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAH LUNAK

Sebagian besar deposit tanah yang ada di Indonesia merupakan tanah lunak. Tanah
jenis ini umumnya dapat ditemui di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.
Ketebalan tanah lunak pada ketiga wilayah di atas dapat mencapai lebih dari 30 m.
Selain ketiga wilayah yang telah disebutkan di atas, tanah lunak juga tersebar di
kawasan Indonesia lainnya walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.

Gambar 2.1

Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia

(Sumber: Panduan Geoteknik 1, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Tanah lunak merupakan tanah yang berkarakteristik buruk. Hal ini karena tanah
lunak memiliki sifat kompresibilitas yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang
menyebabkan tingginya tingkat kompresibilitas pada tanah lunak adalah karena
tanah jenis ini memiliki angka pori yang tinggi. Selain itu tanah jenis ini juga
memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan tanah lunak memiliki daya

2
dukung yang sangat rendah dan memiliki masalah penurunan yang besar selama
dan setelah konstruksi dibangun. Untuk menangani permasalahan yang ada pada
tanah lunak, maka sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi, terlebih dahulu perlu
dilakukan upaya perbaikan pada tanah jenis ini, diantaranya dengan menggunakan
material geosintetik untuk perkuatan pada dasar timbunan yang berada di atas
tanah lunak.

Tanah lempung jenuh air merupakan salah satu jenis tanah lunak yang umum
ditemui. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, jika tanah lunak (dalam hal ini
tanah lempung jenuh air) menerima beban, maka akan terjadi penurunan yang
relatif besar dalam suatu jangka waktu tertentu. Proses penurunan yang sebenarnya
sangat kompleks tersebut dapat disederhanakan dengan membaginya ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Penurunan segera (penurunan elastis)
Penurunan segera (penurunan elastis) terjadi pada saat beban diberikan. Pada
saat ini, beban pertama kali diterima oleh air pori sehingga timbul tegangan air
pori. Pada tanah yang berpermeabilitas rendah, untuk sementara tidak ada air
pori yang terdisipasi dan tanah disebut dalam keadaan undrained. Tanah akan
berdeformasi tanpa mengalami perubahan volume sedemikian sehingga
deformasi vertikal (penurunan) yang dialami oleh tanah diikuti dengan
pengembangan ke arah lateral. Menurut Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli (1956),
besarnya penurunan segera dapat dihitung dengan persamaan:
qB
............................................................................................ (2.1)
Si 1 0
E

Dimana:
Si

= Penurunan segera

= Koefisien (terkait perbandingan antara H dan B)

= Koefisien (terkait perbandingan antara D dan B)

= Tegangan pada bidang kontak antara beban dengan tanah dasar

= Lebar timbunan ekivalen

= Modulus Young

Besarnya nilai koefisien 1 dan 0 dapat ditentukan dengan menggunakan


grafik sebagaimana yang diberikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

Koefisien 0 dan 1 (Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli; 1956)

(Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

2. Penurunan konsolidasi (penurunan primer)


Penurunan konsolidasi terjadi bersama dengan berlalunya waktu, yaitu terjadi
bersama-sama dengan terdisipasinya tegangan air pori. Akibatnya, penurunan
yang terjadi disertai dengan perubahan volume tanah. Tegangan air pori yang
timbul akan dipindahkan ke partikel tanah dalam suatu jangka waktu tertentu
menjadi tegangan efektif tanah. Kecepatan terjadinya konsolidasi bergantung
pada kecepatan keluarnya air pori yang merupakan fungsi dari permeabilitas
tanah dan batas-batas drainase. Besarnya penurunan konsolidasi dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
a. Untuk tanah terkonsolidasi normal
Sc H 0

''
Cc
log 0
...................................................................... (2.2)
0 '
1 e 0

b. Untuk tanah terkonsolidasi berlebih


Jika (0' + ') 0', maka besarnya penurunan konsolidasi adalah:
Sc H 0

''
Cs
log 0
...................................................................... (2.3)
0 '
1 e 0

Sedangkan jika 0' < p' < (0' + '), besarnya penurunan konsolidasi
adalah sebagai berikut:
Sc H 0

''
'
Cs
C
log p H 0 c log 0
......................................... (2.4)
p'
0 '
1 e 0
1 e 0

Dimana:
Sc

= Penurunan konsolidasi

H0

= Tebal lapisan tanah

Cc

= Indeks kompresi

Cs

= Indeks swelling

e0

= Angka pori awal

0'

= Tegangan efektif awal

p'

= Tegangan prakonsolidasi efektif awal

'

= Perubahan tegangan efektif

3. Penurunan rangkak (penurunan sekunder)


Penurunan sekunder merupakan penurunan jangka panjang yang terjadi setelah
seluruh tegangan air pori terdisipasi dan tegangan efektif tanah telah konstan.
Deformasi ini terjadi akibat efek rangkak yang disebut drained creep. Besarnya
penurunan sekunder dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5).
Ss H0

C log t p t .............................................................................. (2.5)


tp
1 ep

Dimana:
Ss

= Penurunan rangkak (sekunder)

H0

= Tebal lapisan tanah

= Indeks kompresi penurunan sekunder

ep

= Angka pori pada akhir konsolidasi

tp

= Waktu ketika konsolidasi selesai

= Selang waktu terjadinya penurunan sekunder

Waktu

Penurunan segera

Penurunan konsolidasi

Penurunan sekunder
Penurunan

Gambar 2.3

Hubungan Antara Penurunan dan Waktu

(Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

Dengan demikian, maka penurunan total yang terjadi pada tanah setelah beban
kerja diberikan adalah sebagai berikut:
S Si Sc Ss ....................................................................................................
(2.6) Dimana:
S

= Penurunan total

Si

= Penurunan segera

Sc

= Penurunan konsolidasi

Ss

= Penurunan rangkak (sekunder)

Besarnya ketiga macam penurunan ini sangat bergantung kepada tipe tanah, sifatsifat kompresibilitas, riwayat tegangan (stress history), besar dan kecepatan
pembebanan, dan berkaitan juga dengan perbandingan luas bidang pembebanan
terhadap ketebalan tanah kompresif tersebut. Tanah inorganik umumnya
mengalami penurunan seketika dan penurunan sekunder yang jauh relatif lebih
kecil dibandingkan dengan penurunan konsolidasi. Karena itu penurunan
konsolidasi disebut juga penurunan primer.
P
Gaya
P
P

Pegas

Air pori
P

Waktu

Gambar 2.4

Hubungan Gaya Terhadap Waktu Penurunan Total

(Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

Berlangsungnya konsolidasi yang terjadi pada tanah lunak akibat beban kerja,
seperti timbunan, akan menurunkan tegangan air pori berlebih dan angka pori pada
tanah lunak sehingga kepadatan dan tegangan vertikal efektif tanah lunak akan
naik. Akibatnya, kuat geser tak terdrainase (undrained) tanah lunak dan faktor
keamanan akan naik. Peningkatan kuat geser pada tanah dasar merupakan fungsi
dari derajat konsolidasi, seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.7. Oleh karena itu
kecepatan penimbunan harus dikontrol supaya terjadi konsolidasi yang cukup,
sehingga kuat geser yang diinginkan dapat tercapai. Metode ini harus
dipertimbangkan bila tinggi desain timbunan melebihi tinggi kritis yang dapat
dengan aman didukung oleh tanah dasar.
a U .....................................................................................................
(2.7) Dimana:

= Perubahan kuat geser

= Koefisien

= Perubahan tegangan

= Derajat konsolidasi

Besarnya perubahan tegangan pada tanah dasar dapat diambil kira-kira sama
dengan beban timbunan. Untuk lempung yang terkonsolidasi normal, faktor a
berkisar antara 0,20 0,40. Kenaikan kuat geser penuh hanya akan terjadi tepat di
bawah areal timbunan paling tinggi dan menurun ke arah kaki timbunan. Perkiraan
yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 cukup memadai untuk keperluan analisa
stabilitas.

Lebar ekivalen

Titik tengah dari


lereng samping

Kuat geser tidak bertambah

Gambar 2.5

Kuat geser
bertambah

Kuat geser
tidak bertambah

Kenaikan Kuat Geser Tanah Dasar Akibat Konsolidasi

(Sumber: Panduan Geoteknik 4, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Peningkatan kuat geser pada tanah lunak berlangsung secara perlahan sejalan
dengan proses konsolidasi tanah lunak. Adapun waktu konsolidasi tanah dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.8).
t

Tv H dr2 .......................................................................................................... (2.8)


Cv

Dimana:
U
Untuk U < 60 %, Tv

4 100

........................................................................ (2.9)

Untuk U 60 %, Tv 1,781 0,933log100 U .............................................


(2.10)

Keterangan:
t

= Waktu konsolidasi

Tv

= Faktor waktu

Hdr

= Panjang lintasan drainase air

Cv

= Koefisien konsolidasi

= Derajat konsolidasi

Nilai koefisien konsolidasi umumnya dapat diperoleh melalui pengujian di


laboratorium. Apabila pengujian tidak dilakukan, maka koefisien konsolidasi tanah
dapat didekati dengan menggunakan persamaan (Terzaghi; 1996):
Cv

k ....................................................................................................... (2.11)
wm v

Dimana:
Cv

= Koefisien konsolidasi

= Koefisien permeabilitas

= Berat isi air

mv

= Koefisien kompresibilitas

2.2 GEOSINTETIK

Menurut Etimologi, kata GEOSINTETIK terdiri dari dua suku kata, yaitu
GEO yang berarti bumi/tanah dan

SINTETIK yang berarti bahan

sintetik/buatan. Dengan demikian, maka geosintetik dapat didefinisikan sebagai


material yang terbuat dari bahan polimer yang digunakan pada konstruksikonstruksi yang berkaitan dengan bidang Geoteknik. Secara umum, geosintetik
dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan kelompok, yaitu:
1. Geotextile
2. Geogrid
3. Geonet
4. Geomembrane
5. Geosynthetics clay liners
6. Geopipes
7. Geocomposites
8. Geofoam
9. Geo-others

Secara umum ada enam fungsi utama geosintetik yang dapat bekerja secara
mandiri ataupun berkolaborasi satu sama lain, yaitu:
1. Sebagai lapis pemisah (separation)
Geosintetik berfungsi untuk memisahkan dua jenis material yang berbeda
dalam karakteristik dan ukurannya, misalnya antara material timbunan dengan
tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan
karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

Geosintetik

Gambar 2.6

Material Geosintetik Sebagai Lapis Pemisah

2. Sebagai lapis perkuatan (reinforcement)

T
A
R
I
K
=
L
E
M
A
H
T
E
K
A
N
=
K
U
A
T

TARIK = KUAT

GEOSINTETIK

TANAH

TARIK = KUAT
TEKAN = KUAT
TANAH DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

Gambar 2.7

Material Geosintetik Sebagai Lapis Perkuatan

Penggunaan material geosintetik yang mempunyai properti kuat tarik yang baik
dapat menstabilkan suatu

konstruksi berbahan tanah.

Tanah

dikenal

mempunyai kemampuan yang baik terhadap pengaruh gaya tekan namun


lemah terhadap gaya tarik, dan geosintetik akan mengambil alih gaya tarik
yang harus dipikul oleh tanah.
3. Sebagai lapis filtrasi (filtration)
Melalui fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material
geosintetik pada arah tegak lurus dengan bidang geosintetik, namun butiranbutiran tanah akan tertahan. Oleh karena itu geosintetik harus mempunyai
ukuran bukaan pori yang cukup besar (sehingga air dapat lewat dengan mudah)
dan juga cukup kecil (sehingga butiran tanah akan tertahan).

4. Sebagai lapis drainase (drainage)


Pada fungsi drainase ini, geosintetik digunakan sebagai media untuk
mengalirkan air searah dengan bidang geosintetik. Untuk itu, geosintetik yang
digunakan harus mempunyai koefisien transmissivity (pengaliran searah
bidang) yang cukup besar.
5. Sebagai lapis kedap (impermeable liner)
Geotekstil merupakan material yang porous, namun jika dikombinasikan
dengan cairan bitumen atau semen pada geotekstil nonwoven akan didapatkan
suatu lapisan yang cukup kedap air. Alternatif lain yang lebih umum digunakan
adalah menggunakan material geomembran.
6. Sebagai lapis pelindung (protection)
Umumnya fungsi ini diperlukan untuk melindungi suatu material atau lapisan
dari kerusakan akibat pengaruh benda-benda tajam. Jenis lapisan yang
umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material
kedap air.

Stabilitas tanah disebabkan oleh adanya kuat geser tanah yang berasal dari gesekan
antara partikel tanah dan tegangan tekan pada tanah. Gaya penggerak yang
menyebabkan keruntuhan pada tanah harus dapat ditanggulangi oleh gaya
resistansi akibat kuat geser pada tanah di sepanjang bidang keruntuhan. Sebelum
terjadi kegagalan (failure) pada massa tanah, partikel-partikel tanah di sepanjang
bidang kelongsoran akan saling bergeser satu sama lain. Hal ini menyebabkan
terjadinya regangan tarik dan regangan tekan pada massa tanah di sepanjang
bidang kelongsoran yang terjadi.

Pemanfaatan material perkuatan seperti geosintetik harus memperhatikan perilaku


tanah sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya agar material perkuatan yang
digunakan dapat bekerja bersama-sama dengan massa tanah dalam mencegah
kegagalan pada tanah. Karena sifat tanah yang lemah terhadap gaya tarik, maka
material perkuatan harus diletakkan pada arah dimana terjadi regangan tarik
sehingga timbul gaya tarik pada material perkuatan akibat deformasi yang terjadi
pada tanah. Gaya tarik yang timbul pada material perkuatan akan meningkatkan
stabilitas tanah dengan cara mengurangi gaya penyebab keruntuhan pada tanah dan
meningkatkan gaya resistansi pada tanah. Perilaku dari material perkuatan ini
dapat diilustrasikan pada Gambar 2.8.

Pada Gambar 2.8(a), regangan tekan dan regangan tarik akan timbul pada bidang
geser akibat bekerjanya gaya horizontal (Ph) pada massa tanah. Gaya horizontal
yang diberikan tersebut akan ditahan oleh gaya resistansi pada tanah (Pr) akibat
gaya gesek antar partikel tanah. Pada Gambar 2.8(b), deformasi geser yang terjadi
pada tanah menyebabkan timbulnya gaya tarik (Pr) pada material perkuatan.
Akibat gaya tarik yang timbul pada material perkuatan tersebut, maka akan timbul
gaya resistansi tambahan di sepanjang bidang geser. Adapun gaya resistansi
tersebut adalah:
1. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan disepanjang bidang geser
(Prsin )
Komponen gaya resistansi ini secara langsung akan mengurangi gaya geser
yang disebabkan oleh gaya horizontal (Ph).

2. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan yang bekerja dalam arah
tegak lurus terhadap bidang geser (Prcos )
Komponen gaya ini meningkatkan gaya tekan pada tanah disepanjang bidang
geser. Dengan adanya tambahan gaya tekan, maka gaya geser yang bertindak
sebagai gaya penahan juga akan mengalami peningkatan.
Pv

(a)

Shearing soil
Soil,

Tensile strain

Ph

Compressive strain
Shearing resistance:
Presisting = Pvtan

Pv

(b)

Reinforcement

Soil,
Ph

Shearing soil
Pr

Prcos
Prsin

Gambar 2.8

Shearing resistance:
From soil alone: Pvtan
Reduction in forces causing failure: Prsin
Increase in forces resisting failure: Prcos tan
Total shearing resistance:
Presisting = Pvtan + Pr(sin + cos tan )

Ilustrasi Perilaku Material Perkuatan pada Pengujian Direct Shear


(a) Regangan Tekan dan Regangan Tarik pada Saat Terjadi
Pergerakan pada Massa Tanah (b) Gaya pada Material Perkuatan
Meningkatkan Gaya Resistansi pada Saat Terjadi Pergerakan Massa
Tanah
(Sumber: Terram Design Guide)

Geotekstil

Vg

Hg

Gambar 2.9

Vg
Hg

Konsep Perkuatan Tanah dengan Material Geotekstil

Pada perkuatan geotekstil, deformasi yang terjadi pada geotekstil akibat beban
kerja menyebabkan geotekstil tertarik. Akibatnya, timbul reaksi berupa gaya tarik
pada geotekstil. Komponen vertikal dari gaya tarik geotekstil (Vg) ini akan
mengeliminasi sebagian dari beban yang bekerja, sehingga gaya yang harus dipikul
oleh tanah dasar menjadi lebih kecil. Mekanisme kerja perkuatan dengan geotekstil
ini dikenal dengan nama efek kurva (curvature effect). Tanpa analisa dengan
menggunakan metode elemen hingga sangat sulit untuk memperkirakan besarnya
deformasi yang terjadi pada geotekstil.

2.3 TEKNIK

PENINGKATAN

STABILITAS

TANAH

DASAR

PADA

KONSTRUKSI TIMBUNAN

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas tanah dasar
selama masa konstruksi timbunan berlangsung, yaitu:
1. Membangun timbunan secara bertahap
Pembangunan konstruksi timbunan secara bertahap dilakukan dengan
menimbun tanah dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Metode ini
bertujuan untuk mencegah kegagalan pada tanah dasar dengan cara
mengkonsolidasikan tanah dasar hingga timbunan berikutnya diberikan
sehingga stabilitas tanah dasar dapat ditingkatkan. Akan tetapi untuk tanah
dengan karakteristik drainase yang buruk, metode ini sangat jarang digunakan
secara mandiri karena metode ini memerlukan waktu konstruksi yang lama
sehingga seringkali tidak ekonomis jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi.

Gambar 2.10

Teknik Penimbunan dengan Metode Penimbunan Bertahap

2. Membangun timbunan dengan menggunakan berm


Penggunaan berm pada timbunan bertujuan untuk mencegah squeeze pada
tanah dasar dan meningkatkan area pembebanan sehingga dapat mengurangi
tegangan yang terjadi pada tanah dasar. Dengan demikian, maka stabilitas
tanah dasar dapat tetap terjaga. Akan tetapi metode ini memerlukan luas lahan
yang besar sehingga metode ini jarang untuk digunakan.
Timbunan
Berm

Gambar 2.11

Teknik Penimbunan dengan Menggunakan Berm

3. Membangun timbunan dengan menggunakan perkuatan pada dasar timbunan


Pemakaian sistem perkuatan pada dasar timbunan seperti geotekstil merupakan
metode yang paling ekonomis dan paling banyak digunakan akhir-akhir ini
karena metode ini dapat meminimalkan geometri timbunan (meminimalkan
luas area penimbunan dan memaksimalkan tinggi timbunan) serta mengurangi
masa pelaksanaan konstruksi timbunan.
Timbunan
Perkuatan geosintetik

Gambar 2.12

Teknik Penimbunan dengan Perkuatan Dasar Timbunan

2.4 ANALISA

KESEIMBANGAN BATAS

PADA TIMBUNAN

DENGAN

PERKUATAN GEOTEKSTIL

Umumnya timbunan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar
dan berpeluang mengalami failure akibat kurangnya daya dukung tanah lunak
terhadap beban timbunan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kondisi tanah dasar yang ada adalah dengan menggunakan material
geosintetik seperti geotekstil yang digelar di atas tanah lunak sebelum pelaksanaan
konstruksi timbunan. Material geosintetik dalam hal ini berfungsi sebagai
perkuatan tanah (soil reinforcement). Perkuatan dasar timbunan di atas tanah lunak
hanya bekerja sementara hingga daya dukung tanah lunak meningkat sehingga
mampu mendukung beban yang ada di atasnya. Umumnya desain perkuatan tanah
sebagaimana yang digambarkan di atas dilakukan dengan menggunakan metode
limit equilibrium dimana analisa stabilitas baru dapat diterima jika faktor
keamanan yang dihasilkan menunjukkan hasil yang memuaskan (lebih besar dari
1). Analisa dengan menggunakan metode limit equilibrium meninjau tiga modus
stabilitas konstruksi timbunan di atas tanah lunak, yaitu stabilitas internal (internal
stability), stabilitas tanah dasar (foundation stability), dan stabilitas konstruksi
secara keseluruhan (overall stability).

Gambar 2.13

Model Keruntuhan pada Internal Stability (Hird dan Jewel; 1990)

(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the
Role of Geosynthetics)

Analisa stabilitas internal (internal stability) bertujuan untuk mencegah pergerakan


lateral pada konstruksi timbunan. Gaya lateral yang timbul harus dapat ditahan
oleh kaki timbunan. Oleh karena itu, stabilitas internal (internal stability) suatu
timbunan sangat dipengaruhi oleh kemiringan kaki timbunan itu sendiri.
Anchor zone

Sliding plane
n

Ea
T

Reinforcing mat

1
Finternal
L = nH

cu
D

Soft subsoil

Gambar 2.14

Keseimbangan Batas pada Stabilitas Internal


(Sumber: Stabilenka Design Guide)

Gaya lateral yang timbul pada analisa stabilitas internal diakibatkan oleh tegangan
lateral aktif akibat tanah timbunan. Secara matematis besarnya gaya lateral yang
timbul pada konstruksi timbunan diberikan oleh Persamaan (2.12).

............................................................................................ (2.12)
1
E a K a 2
H
2
Dimana:
Ea

= Tegangan lateral aktif

Ka

= Koefisien tegangan lateral aktif

= Berat isi

= Tinggi timbunan

Untuk timbunan tanpa perkuatan (unreinforced embankment) yang berada di atas


tanah lunak jenuh air tak terkonsolidasi, pada interface antara timbunan dan tanah
dasar akan timbul sebuah bidang geser. Bidang geser inilah yang akan
mengimbangi gaya lateral yang ada. Besarnya gaya geser yang timbul pada bagian
interface antara material timbunan dan tanah dasar ini dipengaruhi oleh nilai
kohesi tanah dasar yang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.13).
Finternal c u n H ...............................................................................................
(2.13) Dimana:
Finternal

= Gaya internal

cu

= Kohesi undrained

= Kemiringan kaki timbunan

= Tinggi timbunan

Sedangkan untuk timbunan dengan perkuatan (reinforced embankment), kuat geser


yang timbul pada area interface ditentukan berdasarkan besarnya gesekan antara
material timbunan dan material perkuatan geotekstil yang digunakan. Adapun
besarnya kuat geser yang timbul dapat ditentukan dengan Persamaan (2.14).
Finternal nH
(2.14)

H tan ....................................................................................

Dimana:
Finternal

= Gaya internal

= Kemiringan kaki timbunan

= Tinggi timbunan

= Berat isi

= Sudut geser dalam

Dengan demikian, struktur timbunan dikatakan aman terhadap stabilitas internal


jika:
SF E a Finternal ..................................................................................................
(2.15) Dimana:
SF

= Faktor keamanan

Ea

= Tegangan lateral aktif

Finternal

= Gaya internal

Apabila kondisi keseimbangan batas tidak tercapai, maka diperlukan adanya suatu
gaya tambahan untuk menahan gaya lateral yang timbul. Gaya tambahan ini
berasal dari material perkuatan (geotekstil) yang digunakan. Adapun besarnya kuat
tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (2.16).
T SF E a Finternal ............................................................................................
(2.16) Dimana:
T

= Kuat tarik perlu geotekstil

SF

= Faktor keamanan

Ea

= Tegangan lateral aktif

Finternal

= Gaya internal

Gambar 2.15

Model Keruntuhan pada Foundation Stability (Hird dan Jewel;


1990)

(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the
Role of Geosynthetics)

Akibat adanya beban timbunan, maka tanah dasar yang berupa tanah lunak akan
terdorong keluar. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam analisa stabilitas tanah
dasar pada metode keseimbangan batas. Pada analisa keseimbangan batas untuk
foundation stability, modus keruntuhan yang terjadi adalah modus keruntuhan
translasi dimana bidang keruntuhan akan terjadi pada bidang WXYZ sebagaimana

yang ditunjukkan oleh Gambar 2.16. Pada bidang ini akan bekerja tekanan tanah
aktif (Ea) dan tekanan tanah pasif (Ep) yang besarnya dapat dihitung dengan
menggunakan Teori Rankine ataupun Teori Coulomb. Adapun asumsi yang
digunakan dalam analisa keseimbangan batas untuk foundation stability adalah
pada bidang WX dan YZ tidak bekerja gaya geser. Dengan demikian, secara
matematis besarnya kuat tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (2.17).

n
1
Reinforcing mat
W

Ea
cu
s
Soft subsoil

T
Z

Ep

Y
L = nH

Gambar 2.16

Keseimbangan Batas pada Stabilitas Pondasi


(Sumber: Stabilenka Design Guide)

T Ea

Ep

G SF ......................................................................................... (2.17)

Dimana:
E
a

E
p

2
1
2

2
D 2 u D H D ..................................................................
(2.18)
c

2
D 2 u D ................................................................................ (2.19)
c

G c u n H .....................................................................................................
(2.20)

Keterangan:
T

= Kuat tarik perlu geotekstil

Ea

= Tegangan lateral aktif

Ep

= Tegangan lateral pasif

= Gaya geser

SF

= Faktor keamanan

s,

= Berat isi

cu

= Kohesi undrained

= Tinggi timbunan

= Tebal lapisan tanah dasar dimana terjadi keruntuhan

Gambar 2.17 Model Keruntuhan pada Overall Stability (Hird dan Jewel; 1990)
(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the
Role of Geosynthetics)

Analisa stabilitas keseluruhan (overall stability) pada metode keseimbangan batas


memfokuskan perhatian pada mekanisme keruntuhan struktur timbunan secara
keseluruhan, yaitu stabilitas tanah timbunan dan tanah dasar. Untuk kondisi
dimana tanah dasar terdiri dari tanah yang relatif homogen dengan kuat geser yang
rendah, model keruntuhan umumnya diasumsikan sebagai keruntuhan rotasi dan
dianalisa dengan menggunakan Bishop Simplified Method. Dengan demikian,

maka faktor keamanan pada analisa stabilitas keseluruhan suatu struktur timbunan
didefinisikan sebagai perbandingan antara momen penahan yang tersedia dengan
momen pendorong yang ada. Perhitungan dilakukan secara iterasi untuk sejumlah
mekanisme keruntuhan rotasi hingga diperoleh faktor keamanan terkecil. Oleh
karena itu perhitungan analisa stabilitas keseluruhan pada metode keseimbangan
batas umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer.
Faktor keamanan untuk timbunan tanpa perkuatan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
cb W ub tan
tan tan
cos 1

SF


......................................................................... (2.21)
SF
W sin
Dimana:
SF

= Faktor keamanan

= Kohesi

= Lebar slice

= Berat slice

= Tegangan air pori

= Sudut geser dalam

= Kemiringan slice pada bidang keruntuhan

Apabila faktor keamanan struktur timbunan tanpa perkuatan tidak mencukupi,


maka faktor keamanan struktur timbunan dapat ditingkatkan dengan menggunakan
perkuatan geotekstil pada dasar timbunan. Gaya yang timbul pada material
geotekstil akan meningkatkan momen penahan pada struktur timbunan sehingga
akan meningkatkan faktor keamanan timbunan secara keseluruhan. Besarnya
momen penahan tambahan yang terjadi pada struktur timbunan akibat adanya
perkuatan geotekstil pada dasar timbunan adalah:
M r T y ........................................................................................................
(2.22) Dimana:
Mr

= Momen penahan tambahan akibat material geotekstil

= Kuat tarik perlu geotekstil

= Ordinat pusat kelongsoran

Sehingga besarnya kuat tarik geotekstil yang diperlukan sebagai perkuatan dasar
timbunan adalah:
SF W sin

cb W ub tan

cos 1

Dimana:
T

= Kuat tarik perlu geotekstil

SF

= Faktor keamanan

= Kohesi

= Berat slice

= Lebar slice

= Tegangan air pori

tan tan
.................................................. (2.23)
SF

= Sudut geser dalam

= Kemiringan slice pada bidang keruntuhan

= Jarak antara resultan gaya tarik pada material geotekstil dengan pusat
kelongsoran

Walaupun perkuatan geotekstil pada dasar timbunan dapat memberikan gaya


penahan tambahan dalam arah horizontal sehingga faktor keamanan timbunan
meningkat, beban vertikal yang bekerja pada tanah dasar akibat timbunan tetap
dipikul oleh tanah dasar. Apabila daya dukung tanah dasar tidak mencukupi, maka
akan terjadi deformasi yang besar pada struktur timbunan. Besarnya daya dukung
timbunan di atas tanah lunak dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan
(2.24).
Q ult c u N c .......................................................................................................
(2.24) Dimana:
Qult

= Daya dukung batas

cu

= Kohesi undrained

Nc

= Faktor kapasitas daya dukung

Adapun nilai Nc diperoleh dari grafik yang dipublikasikan oleh Pilot (1976) seperti
pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18

Faktor Kapasitas Daya Dukung (Pilot; 1976)


(Sumber: Stabilenka Design Guide)

2.5 METODE ELEMEN HINGGA

Metode elemen hingga (finite element method) merupakan metode perhitungan


yang didasarkan pada konsep diskretisasi, yaitu membagi sebuah elemen kontinu
menjadi elemen-elemen kecil, sehingga suatu sistem yang mempunyai derajat
kebebasan tidak terhingga dapat didekati dengan menggunakan sejumlah elemen
yang mempunyai derajat kebebasan tertentu. Dengan demikian, metode elemen
hingga merupakan suatu metode penyelesaian yang bersifat pendekatan
(hampiran). Dengan membagi sebuah elemen kontinu menjadi elemen yang
sekecil-kecilnya, maka penyelesaian yang diperoleh akan semakin akurat selama
elemen-elemen kecil tersebut dapat bekerja secara simultan. Metode elemen
hingga dapat digunakan untuk mencari distribusi beban yang bekerja pada suatu
elemen, seperti deformasi dan tegangan.

2.6 PLAXIS

PLAXIS adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen
hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisa
deformasi dan stabilitas dalam bidang Geoteknik. Prosedur pembuatan model
secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga
yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang
tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetail.
Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan didasarkan
pada prosedur numerik.

Pengembangan PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Teknik Delft


(Technical University of Delft) atas inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan
Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and
Water Management). Tujuan awal dari pembuatan Program PLAXIS adalah untuk
menciptakan sebuah program komputer berdasarkan metode elemen hingga dua
dimensi yang mudah digunakan untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun
di atas tanah lunak di dataran rendah Holland. Pada tahun-tahun berikutnya,
PLAXIS dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek
perencanaan Geoteknik lainnya.

Pada PLAXIS, struktur Geoteknik pada kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan


dalam regangan bidang maupun secara axi-simetri. Model regangan bidang
digunakan untuk model geometri dengan penampang melintang yang kurang lebih
seragam, dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang
dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut. Perpindahan dan regangan
dalam arah tegak lurus terhadap penampang diasumsikan tidak terjadi atau bernilai
nol. Walaupun demikian, tegangan normal pada arah tegak lurus terhadap
penampang diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Model axi-simetri
digunakan untuk struktur berbentuk lingkaran dengan penampang melintang radial
yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial,
dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama pada setiap arah radial.
Dalam model axi-simetri koordinat x menyatakan radius dan koordinat y
merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Koordinat x negatif tidak digunakan.
Penggunaan regangan bidang maupun axi-simetri akan menghasilkan model
elemen hingga dua dimensi dengan dua buah derajat kebebasan translasi pada
setiap titik nodalnya (arah x dan y).

Gambar 2.19

Contoh Permasalahan Regangan Bidang dan Axi-simetri


(Sumber: Manual PLAXIS)

Elemen tanah dalam Program PLAXIS dimodelkan sebagai elemen segitiga.


PLAXIS membagi elemen segitiga ke dalam dua jenis, yaitu elemen segitiga
dengan 6 titik nodal dan elemen segitiga dengan 15 titik nodal. Elemen segitiga
dengan 15 titik nodal menggunakan interpolasi ordo empat untuk menghitung
perpindahan dan integrasi numerik melibatkan 12 titik Gauss (titik tegangan).
Untuk elemen segitiga dengan 6 titik nodal, ordo interpolasi adalah dua dan
integrasi numerik melibatkan tiga buah titik Gauss. Dengan demikian, maka
analisa elemen hingga dengan menggunakan segitiga dengan 15 titik nodal akan
menghasilkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan analisa dengan

menggunakan 6 titik nodal. Akan tetapi proses perhitungan akan lebih lambat jika
analisa dilakukan dengan menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal.

Gambar 2.20

Posisi Titik Nodal dan Titik Tegangan pada Elemen Tanah


(Sumber: Manual PLAXIS)

Dalam model analisa regangan bidang, gaya yang dihasilkan akibat adanya
perpindahan yang diberikan dinyatakan dalam gaya per satu satuan lebar dalam
arah tegak lurus terhadap penampang. Dalam model analisa axi-simetri, gaya-gaya
yang dihasilkan adalah gaya-gaya yang bekerja pada bidang batas yang
membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling berhadapan. Untuk
memperoleh besarnya gaya yang bekerja pada model, maka gaya-gaya tersebut
harus dikalikan dengan faktor sebesar 2. Seluruh keluaran lainnya pada model
axi-simetri diberikan per satu satuan panjang dan bukan per radian.

PLAXIS selalu menghasilkan model elemen hingga dua dimensi dengan


berdasarkan pada suatu model geometri. Model geometri dibuat dalam bidang xy
yang berada dalam sistem koordinat global dimana arah z positif adalah arah yang
tegak lurus keluar dari bidang gambar.

Walaupun PLAXIS merupakan program dua dimensi, namun tegangan-tegangan


tetap diperhitungkan berdasarkan sistem koordinat Cartesius tiga dimensi. Dalam
suatu analisa regangan bidang, zz adalah tegangan yang bekerja tegak lurus keluar
dari bidang gambar. Dalam analisa axi-simetri, x menyatakan koordinat radial, y
menyatakan koordinat aksial dan z menyatakan arah tangensial. Dalam kasus ini,
xx menyatakan tegangan radial dan zz menyatakan tegangan melingkar (hoop
stress).
yy
y

yx
xy

yz

xx

zy
zx

x
z

Gambar 2.21

xz

zz

Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda Positif untuk Tegangan


(Sumber: Manual PLAXIS)

Dalam seluruh data keluaran, gaya dan tegangan tekan, termasuk tegangan air pori
ditetapkan bernilai negatif, dan sebaliknya gaya dan tegangan tarik akan bernilai
positif. Gambar 2.21 menunjukkan arah-arah tegangan yang bernilai positif.
Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai rasio antara beban runtuh
dengan beban kerja. Namun demikian, untuk struktur tanah definisi di atas tidak
selalu dapat diaplikasikan. Sebagai contoh, pada struktur timbunan sebagian besar
beban yang bekerja diakibatkan oleh berat sendiri tanah dan peningkatan berat
tanah umumnya tidak mengakibatkan keruntuhan. Dengan demikian, definisi yang
lebih tepat untuk faktor keamanan adalah:
SF

ult ........................................................................................................... (2.25)


all

Dimana:
SF

= Faktor keamanan

ult

= Kuat geser batas

all

= Kuat geser ijin

Rasio dari kekuatan tanah yang tersedia terhadap kekuatan minimum yang dihitung
untuk mencapai keseimbangan adalah faktor keamanan yang secara konvensional
digunakan dalam Mekanika Tanah. Dengan menerapkan kondisi standar dari
Coulomb, faktor keamanan dapat diperoleh dengan persamaan:
SF
ult

c ult n tan
c all n tan all

........................................................................................ (2.26)

Dimana:
SF

= Faktor keamanan

= Tegangan normal

call

= Kohesi yang diijinkan

cult

= Kohesi yang tersedia

all

= Sudut geser dalam yang diijinkan

ult

= Sudut geser dalam yang tersedia

Prinsip di atas adalah dasar dari metode phi/c reduction yang digunakan dalam
PLAXIS untuk menghitung faktor keamanan global. Dengan pendekatan ini,
parameter tanah

c dan tan direduksi dengan proporsi yang sama. Reduksi

parameter kekuatan diatur oleh faktor pengali total Msf. Parameter ini akan
ditingkatkan secara bertahap hingga keruntuhan terjadi. Faktor keamanan
kemudian didefinisikan sebagai nilai Msf saat keruntuhan terjadi, hanya jika saat
keruntuhan terjadi suatu nilai yang kurang lebih konstan telah diperoleh untuk
beberapa langkah pembebanan secara berturut-turut. Adapun penentuan faktor
keamanan dalam PLAXIS secara matematis dapat dinyatakan dengan:

Msf

c ult tan ult .................................................................................... (2.27)

cr
tan r

Dimana:
Msf

= Faktor keamanan pada PLAXIS

cult

= Kohesi yang tersedia

ult

= Sudut geser dalam yang tersedia

cr

= Kohesi tereduksi

= Sudut geser dalam tereduksi

2.7 MATERIAL GEOSINTETIK DALAM PROGRAM PLAXIS

Dalam Program PLAXIS, material geosintetik yang berbentuk lembaran dan


fleksibel seperti geotekstil dan geogrid dimodelkan sebagai elemen geogrid.
Kekakuan aksial (EA) merupakan data input yang tersedia dalam Program
PLAXIS untuk mendefinisikan properti dari geotekstil atau geogrid yang akan
digunakan. Kekakuan aksial yang dimasukkan sebagai data input di dalam
Program PLAXIS dinyatakan dalam satuan gaya per satu satuan lebar. Kekakuan
aksial material geotekstil atau geogrid umumnya diketahui karena telah diberikan
oleh pihak manufaktur geosintetik. Jika kekakuan aksial tidak diketahui, maka
besarnya kekakuan aksial dapat ditentukan melalui grafik yang menggambarkan
korelasi antara perpanjangan yang dialami oleh material geotekstil atau geogrid
terhadap gaya yang diberikan dalam arah longitudinal. Kekakuan aksial merupakan
rasio antara gaya per satu satuan lebar dengan regangan aksial. Secara matematis
kekakuan aksial dinyatakan dalam Persamaan (2.28).

EA

F
............................................................................................................. (2.28)

Dimana:

l ............................................................................................................... (2.29)
l

Keterangan:
EA

= Kekakuan aksial material geotekstil/geogrid

= Kuat tarik material geotekstil/geogrid

= Regangan aksial material geotekstil/geogrid

= Pertambahan panjang material geosintetik/geogrid akibat F

= Panjang awal material geosintetik/geogrid

Elemen geogrid merupakan elemen garis dengan dua buah derajat kebebasan
translasi pada setiap titik nodalnya (ux, uy). Jika elemen tanah dimodelkan dengan
menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal, maka setiap elemen geogrid
didefinisikan dengan lima buah titik nodal, sedangkan elemen geogrid dengan tiga
titik nodal digunakan untuk elemen tanah dengan 6 titik nodal. Gaya aksial
dihitung pada setiap titik tegangan Newton-Cotes dan titik-titik tegangan ini
mempunyai lokasi yang sama dengan titik nodal. Posisi titik nodal dan titik-titik
tegangan dalam elemen geogrid ditunjukkan pada Gambar 2.22.


Gambar 2.22

Titik nodal

Titik tegangan

Posisi Titik Nodal dan Titik Tegangan dalam Elemen Geogrid


dengan 3 dan 5 Buah Titik Nodal
(Sumber: Manual PLAXIS)

2.8 KORELASI EMPIRIS ANTAR PARAMETER UNTUK TANAH LEMPUNG

Untuk memperoleh parameter tanah yang diperlukan dalam desain struktur tanah,
ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu melakukan pengujian langsung di
lapangan, melakukan pengujian laboratorium, ataupun dengan menggunakan
korelasi empiris antar parameter yang telah dipublikasikan oleh para ahli.
Umumnya parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian laboratorium ataupun
dari hasil pengujian langsung di lapangan. Pemakaian korelasi empiris antar
parameter umumnya hanya digunakan apabila data tanah hasil pengujian di
laboratorium ataupun pengujian langsung di lapangan tidak tersedia ataupun untuk
melakukan verifikasi terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan. Berikut ini
adalah beberapa korelasi empiris untuk tanah lempung yang diberikan oleh para
ahli:

1. Hubungan antara konsistensi tanah dengan kohesi tanah undrained (cu)


Hamilton (1987) memberikan interval nilai kohesi tanah dalam kondisi
undrained berdasarkan konsistensi tanah. Adapun hubungan tersebut disajikan
pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23

Interval Nilai Kohesi Tanah dalam Kondisi Undrained


Berdasarkan Konsistensi Tanah (Hamilton; 1987)
(Sumber: Stabilenka Design Guide)

2. Korelasi antara modulus Young (Eu) dengan kohesi (cu) tanah


Ducan dan Buchignani (1976) memberikan hubungan antara modulus Young
dengan kohesi tanah pada kondisi undrained sebagai fungsi dari indeks
plastisitas tanah dan overconsolidation ratio. Adapun hubungan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24

Korelasi Antara Kohesi Tanah dan Modulus Young Tanah


dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Nilai OCR dan Indeks
Plastisitas (Ducan dan Buchignani; 1976)
(Sumber: PLAXIS Standard Course)

Korelasi antara modulus elastisitas dengan kohesi tanah dalam kondisi


undrained juga diberikan oleh Termaat, Vermeer, dan Vergeer (1985). Secara
grafis, korelasi kedua parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Adapun persamaan garis yang ada pada Gambar 2.25 diberikan oleh
Persamaan (2.31)
50
Eu

15000c u
............................................................................................ (2.30)
I p%

Dimana:
Eu

50

= Modulus Young undrained

cu

= Kohesi undrained

Ip

= Indeks plastisitas

Gambar 2.25

Korelasi Antara Kohesi Tanah dan Modulus Young Tanah


dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Nilai Indeks Plastisitas
(Termaat, Vermeer, dan Vergeer; 1985)
(Sumber: PLAXIS Standard Course)

3. Korelasi antara Poisson rasio () dengan indeks plastisitas (IP) tanah


Untuk tanah yang terkonsolidasi normal, Wroth (1975) menyatakan bahwa
Poisson rasio tanah merupakan fungsi dari indeks plastisitas tanah. Adapun
hubungan antara kedua parameter tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.26.

Gambar 2.26

Hubungan Antara Indeks Plastisitas dengan Poisson Rasio


(Wroth; 1975)
(Sumber: PLAXIS Standard Course)

4. Nilai kisaran parameter pada tanah lunak


Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pedoman Kimpraswil
No: Pt T-10-2002-B memberikan kisaran nilai parameter pada tanah lunak.
Adapun kisaran nilai yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1

Nilai Kisaran Parameter pada Tanah Lunak (Departemen


Pemukiman dan Prasarana Wilayah; 2002)

Parameter
Tanah
%
Kadar air,
3
Berat isi total, b
kN/m
Kadar organik
%
Kohesi tak terdrainase, cu
kPa
Batas cair, LL
%
Indeks plastis, PI
%
c'
kPa
'
Cc
Cc/(1 + C0)
2
Cv
m /th
C
cm/dt

Lempung
20 150
14 17
< 25
5 50
60 120
40 80
0
21 27

0,1 0,3
1 10
(0,03 0,05)Cc

Lempung
Organik
100 500
12 15
25 75
5 50

0
25 35

0,3 1,0
5 50
(0,04 0,06)Cc

5. Hubungan antara perilaku drainase dengan koefisien permeabilitas (k) tanah


Menurut Casagrande dan Fedum (1940),

hubungan antara koefisien

permeabilitas dan karakteristik pengaliran tanah diberikan pada Gambar 2.27.


Gambar 2.27 juga memberikan metode pengujian yang tepat dalam
menentukan koefisien permeabilitas tanah.

Gambut
Berserat
100 4000
10 12
> 75
10 50

0
30 40
1 20

10 100
14

Coefficient of Permeability k (cm/s) (log scale)


10

10

10

10

10

10

10

10

10

Good

Drainage
Soil type

Clean
gravel

Clean sands,
clean sand
and gravel
mixtures

10

10

Poor

10

Practically impervious

Very fine sands, organic and


inorganic silts, mixtures of
sand silt and clay, glacial till,
stratified clay deposits, etc.

Impervious
soils (e.g.,
homogeneous
clays below
zone of
weathering)

Impervious soils modified by effects


of vegetation and weathering
Direct determi- nation of k

Direct testing of soil in its original


position pumping test; reliable if
properly conducted; considerable
experience required
Constant-head permeameter;
little experience required

Indirect determi- nation of


k

Falling-head
permeameter;
reliable; little
experience required

Fallinghead
permeameter
unreliable;
much
experience
required

Computation from grain-size


distribution; applicable only to
clean cohesionless sands and
gravels

Falling-head
permeameter; fairly
reliable; considerable
experience necessary

Computation
based on results of
consolidation
tests; reliable;
considerable
experience
required

Gambar 2.27 Interval Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah Berdasarkan Jenis


Tanah (Casagrande dan Fadum; 1940)
(Sumber: Soils and Foundations, Prentice Hall)

Anda mungkin juga menyukai