TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar deposit tanah yang ada di Indonesia merupakan tanah lunak. Tanah
jenis ini umumnya dapat ditemui di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.
Ketebalan tanah lunak pada ketiga wilayah di atas dapat mencapai lebih dari 30 m.
Selain ketiga wilayah yang telah disebutkan di atas, tanah lunak juga tersebar di
kawasan Indonesia lainnya walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.
Gambar 2.1
Tanah lunak merupakan tanah yang berkarakteristik buruk. Hal ini karena tanah
lunak memiliki sifat kompresibilitas yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang
menyebabkan tingginya tingkat kompresibilitas pada tanah lunak adalah karena
tanah jenis ini memiliki angka pori yang tinggi. Selain itu tanah jenis ini juga
memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan tanah lunak memiliki daya
2
dukung yang sangat rendah dan memiliki masalah penurunan yang besar selama
dan setelah konstruksi dibangun. Untuk menangani permasalahan yang ada pada
tanah lunak, maka sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi, terlebih dahulu perlu
dilakukan upaya perbaikan pada tanah jenis ini, diantaranya dengan menggunakan
material geosintetik untuk perkuatan pada dasar timbunan yang berada di atas
tanah lunak.
Tanah lempung jenuh air merupakan salah satu jenis tanah lunak yang umum
ditemui. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, jika tanah lunak (dalam hal ini
tanah lempung jenuh air) menerima beban, maka akan terjadi penurunan yang
relatif besar dalam suatu jangka waktu tertentu. Proses penurunan yang sebenarnya
sangat kompleks tersebut dapat disederhanakan dengan membaginya ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Penurunan segera (penurunan elastis)
Penurunan segera (penurunan elastis) terjadi pada saat beban diberikan. Pada
saat ini, beban pertama kali diterima oleh air pori sehingga timbul tegangan air
pori. Pada tanah yang berpermeabilitas rendah, untuk sementara tidak ada air
pori yang terdisipasi dan tanah disebut dalam keadaan undrained. Tanah akan
berdeformasi tanpa mengalami perubahan volume sedemikian sehingga
deformasi vertikal (penurunan) yang dialami oleh tanah diikuti dengan
pengembangan ke arah lateral. Menurut Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli (1956),
besarnya penurunan segera dapat dihitung dengan persamaan:
qB
............................................................................................ (2.1)
Si 1 0
E
Dimana:
Si
= Penurunan segera
= Modulus Young
Gambar 2.2
''
Cc
log 0
...................................................................... (2.2)
0 '
1 e 0
''
Cs
log 0
...................................................................... (2.3)
0 '
1 e 0
Sedangkan jika 0' < p' < (0' + '), besarnya penurunan konsolidasi
adalah sebagai berikut:
Sc H 0
''
'
Cs
C
log p H 0 c log 0
......................................... (2.4)
p'
0 '
1 e 0
1 e 0
Dimana:
Sc
= Penurunan konsolidasi
H0
Cc
= Indeks kompresi
Cs
= Indeks swelling
e0
0'
p'
'
Dimana:
Ss
H0
ep
tp
Waktu
Penurunan segera
Penurunan konsolidasi
Penurunan sekunder
Penurunan
Gambar 2.3
Dengan demikian, maka penurunan total yang terjadi pada tanah setelah beban
kerja diberikan adalah sebagai berikut:
S Si Sc Ss ....................................................................................................
(2.6) Dimana:
S
= Penurunan total
Si
= Penurunan segera
Sc
= Penurunan konsolidasi
Ss
Besarnya ketiga macam penurunan ini sangat bergantung kepada tipe tanah, sifatsifat kompresibilitas, riwayat tegangan (stress history), besar dan kecepatan
pembebanan, dan berkaitan juga dengan perbandingan luas bidang pembebanan
terhadap ketebalan tanah kompresif tersebut. Tanah inorganik umumnya
mengalami penurunan seketika dan penurunan sekunder yang jauh relatif lebih
kecil dibandingkan dengan penurunan konsolidasi. Karena itu penurunan
konsolidasi disebut juga penurunan primer.
P
Gaya
P
P
Pegas
Air pori
P
Waktu
Gambar 2.4
Berlangsungnya konsolidasi yang terjadi pada tanah lunak akibat beban kerja,
seperti timbunan, akan menurunkan tegangan air pori berlebih dan angka pori pada
tanah lunak sehingga kepadatan dan tegangan vertikal efektif tanah lunak akan
naik. Akibatnya, kuat geser tak terdrainase (undrained) tanah lunak dan faktor
keamanan akan naik. Peningkatan kuat geser pada tanah dasar merupakan fungsi
dari derajat konsolidasi, seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.7. Oleh karena itu
kecepatan penimbunan harus dikontrol supaya terjadi konsolidasi yang cukup,
sehingga kuat geser yang diinginkan dapat tercapai. Metode ini harus
dipertimbangkan bila tinggi desain timbunan melebihi tinggi kritis yang dapat
dengan aman didukung oleh tanah dasar.
a U .....................................................................................................
(2.7) Dimana:
= Koefisien
= Perubahan tegangan
= Derajat konsolidasi
Besarnya perubahan tegangan pada tanah dasar dapat diambil kira-kira sama
dengan beban timbunan. Untuk lempung yang terkonsolidasi normal, faktor a
berkisar antara 0,20 0,40. Kenaikan kuat geser penuh hanya akan terjadi tepat di
bawah areal timbunan paling tinggi dan menurun ke arah kaki timbunan. Perkiraan
yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 cukup memadai untuk keperluan analisa
stabilitas.
Lebar ekivalen
Gambar 2.5
Kuat geser
bertambah
Kuat geser
tidak bertambah
Peningkatan kuat geser pada tanah lunak berlangsung secara perlahan sejalan
dengan proses konsolidasi tanah lunak. Adapun waktu konsolidasi tanah dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.8).
t
Dimana:
U
Untuk U < 60 %, Tv
4 100
........................................................................ (2.9)
Keterangan:
t
= Waktu konsolidasi
Tv
= Faktor waktu
Hdr
Cv
= Koefisien konsolidasi
= Derajat konsolidasi
k ....................................................................................................... (2.11)
wm v
Dimana:
Cv
= Koefisien konsolidasi
= Koefisien permeabilitas
mv
= Koefisien kompresibilitas
2.2 GEOSINTETIK
Menurut Etimologi, kata GEOSINTETIK terdiri dari dua suku kata, yaitu
GEO yang berarti bumi/tanah dan
Secara umum ada enam fungsi utama geosintetik yang dapat bekerja secara
mandiri ataupun berkolaborasi satu sama lain, yaitu:
1. Sebagai lapis pemisah (separation)
Geosintetik berfungsi untuk memisahkan dua jenis material yang berbeda
dalam karakteristik dan ukurannya, misalnya antara material timbunan dengan
tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan
karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.
Geosintetik
Gambar 2.6
T
A
R
I
K
=
L
E
M
A
H
T
E
K
A
N
=
K
U
A
T
TARIK = KUAT
GEOSINTETIK
TANAH
TARIK = KUAT
TEKAN = KUAT
TANAH DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK
Gambar 2.7
Penggunaan material geosintetik yang mempunyai properti kuat tarik yang baik
dapat menstabilkan suatu
Tanah
dikenal
Stabilitas tanah disebabkan oleh adanya kuat geser tanah yang berasal dari gesekan
antara partikel tanah dan tegangan tekan pada tanah. Gaya penggerak yang
menyebabkan keruntuhan pada tanah harus dapat ditanggulangi oleh gaya
resistansi akibat kuat geser pada tanah di sepanjang bidang keruntuhan. Sebelum
terjadi kegagalan (failure) pada massa tanah, partikel-partikel tanah di sepanjang
bidang kelongsoran akan saling bergeser satu sama lain. Hal ini menyebabkan
terjadinya regangan tarik dan regangan tekan pada massa tanah di sepanjang
bidang kelongsoran yang terjadi.
Pada Gambar 2.8(a), regangan tekan dan regangan tarik akan timbul pada bidang
geser akibat bekerjanya gaya horizontal (Ph) pada massa tanah. Gaya horizontal
yang diberikan tersebut akan ditahan oleh gaya resistansi pada tanah (Pr) akibat
gaya gesek antar partikel tanah. Pada Gambar 2.8(b), deformasi geser yang terjadi
pada tanah menyebabkan timbulnya gaya tarik (Pr) pada material perkuatan.
Akibat gaya tarik yang timbul pada material perkuatan tersebut, maka akan timbul
gaya resistansi tambahan di sepanjang bidang geser. Adapun gaya resistansi
tersebut adalah:
1. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan disepanjang bidang geser
(Prsin )
Komponen gaya resistansi ini secara langsung akan mengurangi gaya geser
yang disebabkan oleh gaya horizontal (Ph).
2. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan yang bekerja dalam arah
tegak lurus terhadap bidang geser (Prcos )
Komponen gaya ini meningkatkan gaya tekan pada tanah disepanjang bidang
geser. Dengan adanya tambahan gaya tekan, maka gaya geser yang bertindak
sebagai gaya penahan juga akan mengalami peningkatan.
Pv
(a)
Shearing soil
Soil,
Tensile strain
Ph
Compressive strain
Shearing resistance:
Presisting = Pvtan
Pv
(b)
Reinforcement
Soil,
Ph
Shearing soil
Pr
Prcos
Prsin
Gambar 2.8
Shearing resistance:
From soil alone: Pvtan
Reduction in forces causing failure: Prsin
Increase in forces resisting failure: Prcos tan
Total shearing resistance:
Presisting = Pvtan + Pr(sin + cos tan )
Geotekstil
Vg
Hg
Gambar 2.9
Vg
Hg
Pada perkuatan geotekstil, deformasi yang terjadi pada geotekstil akibat beban
kerja menyebabkan geotekstil tertarik. Akibatnya, timbul reaksi berupa gaya tarik
pada geotekstil. Komponen vertikal dari gaya tarik geotekstil (Vg) ini akan
mengeliminasi sebagian dari beban yang bekerja, sehingga gaya yang harus dipikul
oleh tanah dasar menjadi lebih kecil. Mekanisme kerja perkuatan dengan geotekstil
ini dikenal dengan nama efek kurva (curvature effect). Tanpa analisa dengan
menggunakan metode elemen hingga sangat sulit untuk memperkirakan besarnya
deformasi yang terjadi pada geotekstil.
2.3 TEKNIK
PENINGKATAN
STABILITAS
TANAH
DASAR
PADA
KONSTRUKSI TIMBUNAN
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas tanah dasar
selama masa konstruksi timbunan berlangsung, yaitu:
1. Membangun timbunan secara bertahap
Pembangunan konstruksi timbunan secara bertahap dilakukan dengan
menimbun tanah dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Metode ini
bertujuan untuk mencegah kegagalan pada tanah dasar dengan cara
mengkonsolidasikan tanah dasar hingga timbunan berikutnya diberikan
sehingga stabilitas tanah dasar dapat ditingkatkan. Akan tetapi untuk tanah
dengan karakteristik drainase yang buruk, metode ini sangat jarang digunakan
secara mandiri karena metode ini memerlukan waktu konstruksi yang lama
sehingga seringkali tidak ekonomis jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi.
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
2.4 ANALISA
KESEIMBANGAN BATAS
PADA TIMBUNAN
DENGAN
PERKUATAN GEOTEKSTIL
Umumnya timbunan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar
dan berpeluang mengalami failure akibat kurangnya daya dukung tanah lunak
terhadap beban timbunan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
memperbaiki kondisi tanah dasar yang ada adalah dengan menggunakan material
geosintetik seperti geotekstil yang digelar di atas tanah lunak sebelum pelaksanaan
konstruksi timbunan. Material geosintetik dalam hal ini berfungsi sebagai
perkuatan tanah (soil reinforcement). Perkuatan dasar timbunan di atas tanah lunak
hanya bekerja sementara hingga daya dukung tanah lunak meningkat sehingga
mampu mendukung beban yang ada di atasnya. Umumnya desain perkuatan tanah
sebagaimana yang digambarkan di atas dilakukan dengan menggunakan metode
limit equilibrium dimana analisa stabilitas baru dapat diterima jika faktor
keamanan yang dihasilkan menunjukkan hasil yang memuaskan (lebih besar dari
1). Analisa dengan menggunakan metode limit equilibrium meninjau tiga modus
stabilitas konstruksi timbunan di atas tanah lunak, yaitu stabilitas internal (internal
stability), stabilitas tanah dasar (foundation stability), dan stabilitas konstruksi
secara keseluruhan (overall stability).
Gambar 2.13
(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the
Role of Geosynthetics)
Sliding plane
n
Ea
T
Reinforcing mat
1
Finternal
L = nH
cu
D
Soft subsoil
Gambar 2.14
Gaya lateral yang timbul pada analisa stabilitas internal diakibatkan oleh tegangan
lateral aktif akibat tanah timbunan. Secara matematis besarnya gaya lateral yang
timbul pada konstruksi timbunan diberikan oleh Persamaan (2.12).
............................................................................................ (2.12)
1
E a K a 2
H
2
Dimana:
Ea
Ka
= Berat isi
= Tinggi timbunan
= Gaya internal
cu
= Kohesi undrained
= Tinggi timbunan
H tan ....................................................................................
Dimana:
Finternal
= Gaya internal
= Tinggi timbunan
= Berat isi
= Faktor keamanan
Ea
Finternal
= Gaya internal
Apabila kondisi keseimbangan batas tidak tercapai, maka diperlukan adanya suatu
gaya tambahan untuk menahan gaya lateral yang timbul. Gaya tambahan ini
berasal dari material perkuatan (geotekstil) yang digunakan. Adapun besarnya kuat
tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (2.16).
T SF E a Finternal ............................................................................................
(2.16) Dimana:
T
SF
= Faktor keamanan
Ea
Finternal
= Gaya internal
Gambar 2.15
(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the
Role of Geosynthetics)
Akibat adanya beban timbunan, maka tanah dasar yang berupa tanah lunak akan
terdorong keluar. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam analisa stabilitas tanah
dasar pada metode keseimbangan batas. Pada analisa keseimbangan batas untuk
foundation stability, modus keruntuhan yang terjadi adalah modus keruntuhan
translasi dimana bidang keruntuhan akan terjadi pada bidang WXYZ sebagaimana
yang ditunjukkan oleh Gambar 2.16. Pada bidang ini akan bekerja tekanan tanah
aktif (Ea) dan tekanan tanah pasif (Ep) yang besarnya dapat dihitung dengan
menggunakan Teori Rankine ataupun Teori Coulomb. Adapun asumsi yang
digunakan dalam analisa keseimbangan batas untuk foundation stability adalah
pada bidang WX dan YZ tidak bekerja gaya geser. Dengan demikian, secara
matematis besarnya kuat tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (2.17).
n
1
Reinforcing mat
W
Ea
cu
s
Soft subsoil
T
Z
Ep
Y
L = nH
Gambar 2.16
T Ea
Ep
G SF ......................................................................................... (2.17)
Dimana:
E
a
E
p
2
1
2
2
D 2 u D H D ..................................................................
(2.18)
c
2
D 2 u D ................................................................................ (2.19)
c
G c u n H .....................................................................................................
(2.20)
Keterangan:
T
Ea
Ep
= Gaya geser
SF
= Faktor keamanan
s,
= Berat isi
cu
= Kohesi undrained
= Tinggi timbunan
Gambar 2.17 Model Keruntuhan pada Overall Stability (Hird dan Jewel; 1990)
(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the
Role of Geosynthetics)
maka faktor keamanan pada analisa stabilitas keseluruhan suatu struktur timbunan
didefinisikan sebagai perbandingan antara momen penahan yang tersedia dengan
momen pendorong yang ada. Perhitungan dilakukan secara iterasi untuk sejumlah
mekanisme keruntuhan rotasi hingga diperoleh faktor keamanan terkecil. Oleh
karena itu perhitungan analisa stabilitas keseluruhan pada metode keseimbangan
batas umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer.
Faktor keamanan untuk timbunan tanpa perkuatan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
cb W ub tan
tan tan
cos 1
SF
......................................................................... (2.21)
SF
W sin
Dimana:
SF
= Faktor keamanan
= Kohesi
= Lebar slice
= Berat slice
Sehingga besarnya kuat tarik geotekstil yang diperlukan sebagai perkuatan dasar
timbunan adalah:
SF W sin
cb W ub tan
cos 1
Dimana:
T
SF
= Faktor keamanan
= Kohesi
= Berat slice
= Lebar slice
tan tan
.................................................. (2.23)
SF
= Jarak antara resultan gaya tarik pada material geotekstil dengan pusat
kelongsoran
cu
= Kohesi undrained
Nc
Adapun nilai Nc diperoleh dari grafik yang dipublikasikan oleh Pilot (1976) seperti
pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18
2.6 PLAXIS
PLAXIS adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen
hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisa
deformasi dan stabilitas dalam bidang Geoteknik. Prosedur pembuatan model
secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga
yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang
tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetail.
Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan didasarkan
pada prosedur numerik.
Gambar 2.19
menggunakan 6 titik nodal. Akan tetapi proses perhitungan akan lebih lambat jika
analisa dilakukan dengan menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal.
Gambar 2.20
Dalam model analisa regangan bidang, gaya yang dihasilkan akibat adanya
perpindahan yang diberikan dinyatakan dalam gaya per satu satuan lebar dalam
arah tegak lurus terhadap penampang. Dalam model analisa axi-simetri, gaya-gaya
yang dihasilkan adalah gaya-gaya yang bekerja pada bidang batas yang
membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling berhadapan. Untuk
memperoleh besarnya gaya yang bekerja pada model, maka gaya-gaya tersebut
harus dikalikan dengan faktor sebesar 2. Seluruh keluaran lainnya pada model
axi-simetri diberikan per satu satuan panjang dan bukan per radian.
yx
xy
yz
xx
zy
zx
x
z
Gambar 2.21
xz
zz
Dalam seluruh data keluaran, gaya dan tegangan tekan, termasuk tegangan air pori
ditetapkan bernilai negatif, dan sebaliknya gaya dan tegangan tarik akan bernilai
positif. Gambar 2.21 menunjukkan arah-arah tegangan yang bernilai positif.
Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai rasio antara beban runtuh
dengan beban kerja. Namun demikian, untuk struktur tanah definisi di atas tidak
selalu dapat diaplikasikan. Sebagai contoh, pada struktur timbunan sebagian besar
beban yang bekerja diakibatkan oleh berat sendiri tanah dan peningkatan berat
tanah umumnya tidak mengakibatkan keruntuhan. Dengan demikian, definisi yang
lebih tepat untuk faktor keamanan adalah:
SF
Dimana:
SF
= Faktor keamanan
ult
all
Rasio dari kekuatan tanah yang tersedia terhadap kekuatan minimum yang dihitung
untuk mencapai keseimbangan adalah faktor keamanan yang secara konvensional
digunakan dalam Mekanika Tanah. Dengan menerapkan kondisi standar dari
Coulomb, faktor keamanan dapat diperoleh dengan persamaan:
SF
ult
c ult n tan
c all n tan all
........................................................................................ (2.26)
Dimana:
SF
= Faktor keamanan
= Tegangan normal
call
cult
all
ult
Prinsip di atas adalah dasar dari metode phi/c reduction yang digunakan dalam
PLAXIS untuk menghitung faktor keamanan global. Dengan pendekatan ini,
parameter tanah
parameter kekuatan diatur oleh faktor pengali total Msf. Parameter ini akan
ditingkatkan secara bertahap hingga keruntuhan terjadi. Faktor keamanan
kemudian didefinisikan sebagai nilai Msf saat keruntuhan terjadi, hanya jika saat
keruntuhan terjadi suatu nilai yang kurang lebih konstan telah diperoleh untuk
beberapa langkah pembebanan secara berturut-turut. Adapun penentuan faktor
keamanan dalam PLAXIS secara matematis dapat dinyatakan dengan:
Msf
cr
tan r
Dimana:
Msf
cult
ult
cr
= Kohesi tereduksi
EA
F
............................................................................................................. (2.28)
Dimana:
l ............................................................................................................... (2.29)
l
Keterangan:
EA
Elemen geogrid merupakan elemen garis dengan dua buah derajat kebebasan
translasi pada setiap titik nodalnya (ux, uy). Jika elemen tanah dimodelkan dengan
menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal, maka setiap elemen geogrid
didefinisikan dengan lima buah titik nodal, sedangkan elemen geogrid dengan tiga
titik nodal digunakan untuk elemen tanah dengan 6 titik nodal. Gaya aksial
dihitung pada setiap titik tegangan Newton-Cotes dan titik-titik tegangan ini
mempunyai lokasi yang sama dengan titik nodal. Posisi titik nodal dan titik-titik
tegangan dalam elemen geogrid ditunjukkan pada Gambar 2.22.
Gambar 2.22
Titik nodal
Titik tegangan
Untuk memperoleh parameter tanah yang diperlukan dalam desain struktur tanah,
ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu melakukan pengujian langsung di
lapangan, melakukan pengujian laboratorium, ataupun dengan menggunakan
korelasi empiris antar parameter yang telah dipublikasikan oleh para ahli.
Umumnya parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian laboratorium ataupun
dari hasil pengujian langsung di lapangan. Pemakaian korelasi empiris antar
parameter umumnya hanya digunakan apabila data tanah hasil pengujian di
laboratorium ataupun pengujian langsung di lapangan tidak tersedia ataupun untuk
melakukan verifikasi terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan. Berikut ini
adalah beberapa korelasi empiris untuk tanah lempung yang diberikan oleh para
ahli:
Gambar 2.23
Gambar 2.24
15000c u
............................................................................................ (2.30)
I p%
Dimana:
Eu
50
cu
= Kohesi undrained
Ip
= Indeks plastisitas
Gambar 2.25
Gambar 2.26
Parameter
Tanah
%
Kadar air,
3
Berat isi total, b
kN/m
Kadar organik
%
Kohesi tak terdrainase, cu
kPa
Batas cair, LL
%
Indeks plastis, PI
%
c'
kPa
'
Cc
Cc/(1 + C0)
2
Cv
m /th
C
cm/dt
Lempung
20 150
14 17
< 25
5 50
60 120
40 80
0
21 27
0,1 0,3
1 10
(0,03 0,05)Cc
Lempung
Organik
100 500
12 15
25 75
5 50
0
25 35
0,3 1,0
5 50
(0,04 0,06)Cc
Gambut
Berserat
100 4000
10 12
> 75
10 50
0
30 40
1 20
10 100
14
10
10
10
10
10
10
10
10
Good
Drainage
Soil type
Clean
gravel
Clean sands,
clean sand
and gravel
mixtures
10
10
Poor
10
Practically impervious
Impervious
soils (e.g.,
homogeneous
clays below
zone of
weathering)
Falling-head
permeameter;
reliable; little
experience required
Fallinghead
permeameter
unreliable;
much
experience
required
Falling-head
permeameter; fairly
reliable; considerable
experience necessary
Computation
based on results of
consolidation
tests; reliable;
considerable
experience
required