a. Pemeriksaan klinis secara visual 1. Karies pada permukaan halus Dapat dilakukan dengan sondasi, ketika sonde menyangkut pada pit dan fisure maka kemungkinan sudah mulai terjadi lesi karies. Pemeriksaan ini dapat juga dilakukan secara visual dengan ditemukannya lesi berwarna putih atau coklat pada permukaan halus. 2. Karies pada permukaan aproksimal Karies aproksimal meliputi daerah serviks hingga titik kontak. Pemeriksaan secara visual klinis sangat sulit dilakukan karena tertutup oleh gigi yang berdekatan. Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan menggunakan probe briault namun jika dilakukan penekanan yang cukup keras maka dapat mengakibatkan terbentuknya kavitas yang lebih lebar. Ketika melakukan pemeriksaan probing, gigi yang diperiksa harus benar-benar bersih dan kering agar lesi karies dapat terlihat. 3. Karies sekunder Merupakan karies yang umumnya ditandai dengan diskolorisasi pada tepi tumpatan. Perubahan warna ini juga dapat disebabkan oleh korosi dari amalgam atau pantulan cahaya dari amalgam melalui email yang relatif transparan. Perubahan warna pada daerah sekitar tumpatan dapat juga menunjukkan proses demineralisasi. Umunya berwarna putih atau kecokelatan.
b. Pemeriksaan radiografi Pemeriksaan radiografi yang sering dilakukan adalah radiografi bitewing karena pemeriksaan ini memperlihatkan daerah lesi karies yang cukup jelas. Pada film radiografi, lesi karies terlihat lebih radiolusen daripada email dan dentin. 1. Karies pada pit dan fisure Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan bitewing. Gambaran yang dapat dilihat hanya menunjukkan lesi pada daerah dentin, sedangkan pada email sangat halus sehingga tidak begitu terlihat. 2. Karies pada permukaan aproksimal Pemeriksaan juga dilakukan dengan bitewing, gambaran yang ditunjukkan berupa daerah segitiga gelap di email. Gambaran radiografi ini juga dapat mendeteksi demineralisasi namun tidak dapat mendiagnosa kegiatan lesi. Karies pada permukaan akar aproksimal juga terlihat pada radiografi bitewing. 3. Karies sekunder Radiografi bitewing sangat penting dalam mendiagnosa karies sekunder yang biasanya terjadi pada daerah servikal di area stagnasi plak. Oleh karena itu bahan restorasi harus bersifat radiopak.
c. Metode laser flourensis Beberapa tahun terakhir laser flourensis dibuat secara komersil untuk membantu deteksi karies oklusal. Alat ini akan memancarkan sinar dengan panajang gelombang 655 nm yang ditransmisikan melalui serat kaca ke ujung handpiece. Ujung alat ini diletakkan pada permukaan gigi yang diperiksa. Sinar laser akan masuk kedalam gigi. Serat yang berbeda pada ujung akan menerima refleksi dan flourensi dari lesi yang diduga diproduksi dari bakteri porfirin. Cahaya yang diterima diukur dan intensitasnya mengindikasikan ukuran dan kedalaman lesi karies. Reproduksibilitas alat ini terbukti sangat baik tetapi memberikan nilai yang salah jika ada pewarnaan atau kalkulus.
d. Tooth separation Teknik ini merupakan salah satu pengembangan dari ortodonti yang bertujuan untuk memberikan jarak antara kedua gigi sebelum meletakkan band. Sebuah bahan cetak yang elastis ditekan diantara titik kontak menggunakan alat khusus. Setelah beberapa hari terdapat jarak diantara kedua gigi sehingga dapat dilakukan probing untuk mendeteksi adanya lesi karies. Cara lain adalah menggunakan sedikit material elastomer yang di injeksikan diantara gigi. Setelah beberapa menit material dapat dilepaskan dengan probing dan hasil cetakan diperiksa apakah terdapat cetakan lesi atau tidak.
e. Transmited light Teknik ini merupakan teknik yang sangat membantu dalam mendiagnosa karies aproksimal. Sebuah lesi karies memiliki indeks bias yang lebih rendah sehingga memberikan gambaran yang lebih gelap. Pada gigi posterior digunakan sumber cahaya yang lebih kuat dan harus menggunakan fiber optik agar diperoleh diameter fokus yang lebih kecil sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas. Teknik ini sangat baik digunakan pada pasien gigi berjejal dan wanita hamil.