Anda di halaman 1dari 6

SIBLING RIVALRY

si odong dan si iding


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Setiap bayi yang baru lahir kedunia dikelilingi oleh sebuah keluarga, baik
keluarga dengan orang tua tunggal maupun keluarga besar (Wijayarini dan
Peter, 2005). Keluarga adalah system individu yang berinteraksi dengan
subsistem yang didalamnya terjadi proses sosialisasi anak dengan orang tua
(Santrock, 2007). Cakrawala anak tidak seterusnya terbatas pada
hubungannya dengan orangtua, ia harus belajar menyesuaikan diri dengan
oranglain dan waktu bermain dengan anak-anak yang lain ia belajar memberi
dan menerima dari kehidupan (Pattinasorany, 2005).
Lahirnya adik baru merupakan suatu permasalahan bagi anak sulung,
dimana anak sulung harus membagi rasa cinta, kasih sayang dan perhatian
orangtua kepada adiknya (Kail, 2001). Menurut Merilo (1988) dalam
Wijayarini dan Peter (2005) dikatakan ibu yang menantikan anak kedua
memiliki kekhawatiran yang berbeda pada masa hamil. Mereka mungkin
memiliki perasaan yang belum diselesaikan tentang persalinan pertamanya.
Mereka mungkin begitu memperhatikan anak pertamanya, sehingga mereka
tidak segembira saat melahirkan anak yang pertama dan mereka lebih sedikit
memikirkan anak keduanya pada kehamilan kali ini. Mereka khawatir akan
reaksi anak pertamanya terhadap kelahiran saudaranya dan sadar akan
terjadi perubahan hubungan dengan anak pertamanya jika anak keduanya
lahir. Menurut Setiawati dan Zulkaida (2007) Kelahiran adik bagi bagi anak
pertama atau anak sulung dapat memunculkan berbagai macam
kecemburuan atau persaingan yang berbeda satu sama lainnya. Namun
demikian, anak-anak pada umumnya dipaksa untuk menyesuaikan diri
dengan situasi pada usia yang lebih dini dalam lingkungan keluarga karena
hadirnya saudara laki-laki dan perempuan yang juga mengajukan tuntutan
kepada orang tua (Pattinasorany, 2005).
Pada masa anak usia sekolah sikap hidup yang egosentris diganti dengan
sikap zakelik obyektif dan empiris (Ahmadi dan Sholeh, 2005). Pada masa ini
secara relative anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan
sesudahnya (Suryabrata, 2004). Anak-anak usia ini yang berumur 7-8 tahun
lebih tunduk pada kelompoknya daripada kepada orangtua, guru, maupun
kehendaknya sendiri (Rumini dan Sundari, 2004). Beberapa sifat khas anak-
anak pada masa ini antara lain ; ingin jadi orang yang punya kekuatan besar/
berkuasa, ada kecenderungan memuji diri sendiri, suka membanding-
bandingkan dirinya dengan anak lain, kecenderungan meremehkan anak-
anak lain (Suryabrata, 2004). Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005) jiwa anak
pada masa sekolah ini adanya sifat kejam terhadap oranglain, kekejaman ini
biasanya ditunjukan kepada orang yang invalid, ia mengejek kepada orang
yang lemah, memiliki kekurangan. Sedangkan menurut Rumini dan Sundari
(2004) Pola emosi pada masa ini antara lain ; anak cemburu karena
perhatian orang tua beralih kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru
lahir dan anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki
orang lain. Ungkapan iri hati ialah ; mengeluh tentang barang yang dimiliki,
mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang orang lain dan mengambil
benda yang ingin dimilikinya. Kecemburuan atau persaingan yang terjadi
pada saudara kandung biasa disebut dengan sibling rivalry (Setiawati dan
Zulkaida, 2007).
Pengertian Sibling rivalry menurut Shaffer (2002) adalah suatu kompetisi,
kecemburuan, dan kebencian antara saudara kandung yang seringkali
muncul saat hadirnya saudara yang lebih muda. Sedangkan menurut kamus
kedokteran Dorland (2008) Sibling Rivalry adalah kompetisi antara saudara
kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu
kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang
lebih.
Reaksi sibling rivalry dapat diekspresikan dengan berbagai macam cara
antara lain dengan cara agresif (memukul, melukai adik ), dan regresi (suka
mengompol dan menjadi rewel/ manja) dengan berekspresi memandangi
adiknya dengan tajam, menggunakan bibir, menangis, serta menjadi pendiam
(priatna dan yulia, 2006). Anak biasanya mengungkapkan dengan hal-hal
yang tidak terduga-duga seperti merebut mainan atau makanan adiknya
dengan kasar, menggigit, mencakar, memarahinya, membentak, bahkan ada
kakak yang memaki adiknya dengan kasar (Setiawati dan Zulkaida, 2007).
Anak yang lebih tua dapat memperlihatkan respon yang berkisar dari
penyangkalan kelahiran saudara kandung tersebut melalui tingkah laku
agresif, seperti mengompol dan buang air besar, involuter, sampai menerima
peristiwa tersebut dengan bahagia (Behrman dan Vaughan, 2000).
Menurut Mulyadi (2000) Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya Sibling
Rivalry antara lain adalah perhatian orang tua yang terbagi dengan oranglain,
favouritisme orang tua terhadap satu anak, pengalihan rasa kesal anak
terhadap orang tua, dan kurangnya pemahaman diri anak. Kadang-kadang
salah satu dari beberapa orang saudara kandung secara tidak disadari
diberikan peranan oleh salah satu atau kedua orangtua yang melibatkan anak
tersebut dalam suatu perselisihan diantara mereka (Behrman dan Vaughan,
2000).
Menurut Setiawati dan Zulkaida (2007) Hal yang dapat orang tua lakukan
untuk memperkecil Sibling Rivalry, antara lain : mempersiapkan anak akan
kelahiran adik, instroperksi diri, menanamkan pendidikan pada diri anak,
diskusi dengan anak dan memberikan sanksi yang sesuai. Menurut
Puspitasari (2009) Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi
frekuensi maupun intensitas terjadinya Sibling Rivalry, yaitu : libatkan anak
dalam mempersiapkan kelahiran adik, beri setiap anak perhatian dan cinta
yang khusus dan istimewa, jangan membanding-bandingkan anak, jangan
menjadikan anak sebagai pengasuh adiknya, buatlah pembagian tugas
rumah masing-masing anak, kembangkan dan ajarkan anak bersikap empati
dan memperhatikan saudaranya yang lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain sangat penting bagi terbentuknya tindakan
seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo, 2002).
2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoatmodjo, 2002) yaitu;
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu
ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain;
menyebutkan, menguraikan, memberi contoh dan sebagainya. Misalnya ibu
dapat menyebutkan tujuan pemberian stimulasi bahasa bagi anak.
b. Memahami (Compreshension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan, materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa pemberian
stimulasi itu penting diberikan.
c. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diuraikan aplikasi atau menggunakan
hukum hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain. Misalnya ibu selalu mengajak anaknya berbicara dengan
benar.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja; dapat
menggambar (membuat bagan), mengelompokkan, membedakan,
memisahkan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesisi)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis ini merupakan suatu kemampuan untuk
menyusun formasi baru dari formulasi formulasi yang ada. Misalnya; dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian penilaian ini
berdasarkan suatu kriteria kriteria yang telah ada. Dapat membandingkan
antara anak yang mengalami keterlambatan dengan yang tidak mengalami
keterlambatan dalam hal kemampuan bahasa.
3. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Berdasarkan pendapat beberapa ahli bahwa tingkat pengetahuan bisa
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik dari pengalaman pribadi
atau dari pengalaman orang lain. Pengalaman merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Semua pengalaman pribadi dapat
merupakan sumber kebenaran pengetahuan, begitu juga pengalaman orang
lain asalkan kita dapat mengambil kesimpulan dengan benar dan dapat
berpikir secara kritis dan logis. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua
pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan
dengan benar (Syamsuddin, 2000).
b. Pendidikan
Dalam arti luas dijelaskan bahwa pendidikan mencakup seluruh proses hidup
dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya baik secara
formal maupun non formal (Syamsuddin, 2000). Tingkat pendidikan
seseorang mempengaruhi pengetahuan, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo,
2003).
c. Informasi
Informasi diperoleh melalui komunikasi, dengan memperoleh informasi akan
menguatkan keyakinan untuk mencapai tujuan. Isi komunikasi yang relevan
dengan sikap akan mungkin diterima individu apabila tercakup dalam batas
penerimaan yang berada disekitar sikap seseorang (Azwar, 2003).
4. Metode pengukuran tingkat pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden (Notoatmojo, 2003).

B. Sikap
1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).
2. Komponen sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai tiga
komponen pokok, antara lain : kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu
obyek.
3. Ciri-ciri sikap
Menurut Gerungan (1988) dalam Notoatmodjo (2007), ciri-ciri sikap adalah :
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu
pula sikap dapat berubah pada orang-orang apabila terdapat keadaan-
keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang
itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek.
d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.


4. Pembentukan sikap
Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui macam-macam cara, yaitu
Purwanto (1991) dalam Notoatmodjo (2007) :
a. Adopsi
b. Diferensiasi
c. Integrasi
d. Trauma
5. Faktor-faktor pembentukan sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja,
melainkan suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara
individu dengan individu lain disekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya sikap adalah :
a. Faktor interna, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan sendiri, seperti selektif.
b. Faktor eksterna yang merupakan faktor di luar manusia yaitu :
1). Sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap.
2). Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap.
3). Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media
komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap, situasi pada saat
sikap dibentuk.
6. Tingkatan sikap
Seperti pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo,
2003) yaitu :

a. Menerima
Diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek).
b. Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
c. Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Anda mungkin juga menyukai